Tugas Diklat Murabbiyah B [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS PENGELOLAAN MURABBIYAH TAKWIN



JUDUL: 1. AL INTIMA’ LIL HARAKAH 2. HARAKATUL INQADZ 3. PENTINGNYA ILMU SYAR’I DI MEDAN DAKWAH 4. METODE YANG BENAR DALAM MENEGAKKAN AD DIN 5. FIQH DAKWAH 6. FANNU AT TA’AMUL 7. HAKIKAT GHURABA’ DAN KEUTAMAANNYA 8. AQIDATU AL ASMA WA ASH SHIFAT 9. SULUKIYATU AHLI AS SUNNAH WA AL JAMA’AH 10. AQIDATU AHLI AS SUNNAH FI ASH SHAHABAH 11. AQIDATUNA WA MANHAJUNA



PENGIRIM: RUSNI / GRUP 2 / JAKARTA SELATAN



Al intima' lil Harakah (Ust.Jahada Mangka, Lc)



Tujuan umum: 1. Agar mutarabbiyah memahami kewajiban dalam memperjuangkan islam (sehingga dia tidak hanya mementingkan diri sendiri) 2. Agar mutarabbiyah memiliki sifat - sifat orang yang hidup untuk islam 3. Agar mutarabbi memahami tentang kewajiban amal jama'i (sehingga tidak berjuang sendiri - sendiri) 4. Agar mutarabbiyah memahami kriteria umum jama'ah yang ideal sebagai wadah perjuangan. 5. Agar mutarabbiyah memiliki tsiqah kepada tanzhim dan jama'ah



Dakwah itu harus dikelola secara amal jama'i karena ia adalah tugas berat bukan tugas ringan yang tidak akan mampu kita kerjakan sendiri – sendiri. Oleh karena itulah kita perlu bergabung dalam sebuah lembaga pergerakan (intima’ lil harakah). Dalam berintima’ kepada harakah ada beberapa hal yang harus kita pahami, diantaranya I.



Saya hidup untuk islam 1) Pembagian Manusia di dunia :  Kelompok manusia yang hidup hanya untuk dunia Mereka mengabdikan hidupnya hanya untuk kehidupan dunia seperti kaum materialistic, paham komunisme, sekulerisme dan eksistesialisme yang tidak beriman kepada hari akhirat. Sehingga mereka hidup hanya untuk mengejar dunia tanpa peduli dengan kehidupan akhirat. Allah Ta’ala berfirman:



ِ ‫مِب‬ ُّ ‫َو قَ الُوا ِإ ْن ِه َي ِإ اَّل َح يَ ا ُت نَ ا‬ َ‫الد ْن يَ ا َو َم ا حَنْ ُن َ ْب عُ وث ني‬ Dan tentu mereka akan mengatakan (pula): "Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia ini saja, dan kita sekali-sekali tidak akan dibangkitkan". (Al An’am:29)  Kelompok manusia yang hidupnya tidak jelas (tenggelam antara 2 hal). Mereka tahu bahwa ada kehidupan setelah kehidupan dunia tapi kemudian mereka terpengaruh oleh paham yang pertama sehingga mereka terombangambing pada kehidupan dunia. Dan tidak sedikit dari mereka adalah orang orang muslim. Mereka beriman kepada hari akhir, hari pembalasan tapi imannya hanya sekedar teori sehingga kehidupannya di dunia digunakan



hanya untuk memenuhi kepuasan kebutuhan biologis dan kebutuhan perutnya. Allah Ta’ala berfirman:



‫حَتْ تِ َه ا‬ ‫َّار‬ ُ ‫َو الن‬



ِ ٍ ‫ات ج ن‬ ِ ‫َّذ ين آم نُ وا و ع ِم لُ وا الصَّا حِل‬ ِ ‫َّات جَتْ ِر ي ِم ْن‬ َ َ َ َ ‫ِإ نَّ اللَّهَ يُ ْد خ ُل ال‬ َ َ ِ ‫ام‬ َ ُ‫ون َو يَْأ ُك ل‬ َ ُ‫ين َك َف ُر وا َي تَ َم تَّع‬ ُ ‫ون َك َم ا تَ ْأ ُك ُل اَأْل ْن َع‬ ُ ‫اَأْل ْن َه‬ َ ‫ار ۖ َو الَّذ‬ ‫َم ْث ًو ى هَلُ ْم‬



Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh “ ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya .binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka”. (Muhammad: 12)



 Kelompok manusia yang menganggap bahwa kehidupan dunia ini adalah ladang kehidupan akhirat (kelompok ini sangat sedikit). Mereka beranggapan bahwa seseorang tidak bisa masuk surga kalau tidak berjuang di dunia ini untuk menanam dan menanam kebaikan sehingga ia harus berusaha dengan sebaik baiknya di dunia ini untuk bekal kehidupan akhirat.



ِ ِ ِ ِ ‫ا حْل ي اةُ ُّ ِإ‬ ۗ ‫ون‬ َ ‫َّق‬ ُ ‫ين َي ت‬ ََ ٌ ‫الد ْن يَ ا اَّل لَ ع‬ َ ‫ب َو هَلْ ٌو ۖ َو لَ لدَّ ُار ا آْل خ َر ةُ َخ ْي ٌر ل لَّذ‬ ‫ون‬ َ ُ‫َت ْع ِق ل‬



‫َو َم ا‬ ‫َأفَ اَل‬



“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa ?, maka tidakkah kamu memahaminya”. (Al’ An’am: 32) Orang yang beramal untuk kehidupan akhirat ibarat orang yang menanam padi yang secara otomatis rumputnya pun ikut tumbuh. Adapun yang bekerja untuk dunia diibaratkan seperti orang yang menanam rumput tapi mengharapkan memanen padi dan itu tidak mungkin terjadi. 2) Bagaimana cara mengabdikan hidup untuk islam ?  Mengetahui tujuan hidup Tujuan hidup manusia adalah untuk ibadah. AllahTa’ala berfirman:



ِ ‫و م ا خ لَ ْق ت ا جْلِ نَّ و ا ِإْل نْ س ِإ اَّل لِي ع ب ُد‬ ‫ون‬ ُ َ ََ ُْ َ َ َ



Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Adz Dzariyat: 56) Jadi tujuan kita bukan untuk makan dan minum tetapi untuk beribadah. Kita makan dan minum untuk hidup bukan hidup untuk makan dan minum. 



Mengetahui nilai dunia jika dibandingkan dengan akhirat Nilai dunia jika dibandingkan dengan akhirat tidaklah ada apa-apanya. Allah Ta’ala berfirman;



‫ض ۚ َأ َرضِ ي ُت ْم ِب ْال َح َيا ِة‬ َ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذ‬ ِ ْ‫يل هَّللا ِ َّاثا َق ْل ُت ْم ِإلَى اَأْلر‬ ِ ‫ِين آ َم ُنوا َما لَ ُك ْم ِإ َذا قِي َل لَ ُك ُم ا ْنفِرُوا فِي َس ِب‬ ‫ال ُّد ْن َيا م َِن اآْل خ َِر ِة ۚ َف َما َم َتا ُع ْال َح َيا ِة ال ُّد ْن َيا فِي اآْل خ َِر ِة ِإاَّل َقلِي ٌل‬ Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu, “Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allâh” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) akhirat kecuali hanya sedikit”. (At Taubah; 38)



‫﴾ َواآْل خ َِرةُ َخ ْي ٌر َوَأ ْب َق ٰى‬١٦﴿ ‫ُون ْال َح َيا َة ال ُّد ْن َيا‬ َ ‫َب ْل ُتْؤ ِثر‬



Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. [al-A’la/87:16-17].



‫ َوهَّللا ِ َما ال ُّد ْن َيا فِى اآلخ َِر ِة ِإالَّ م ِْث ُل َما َيجْ َع ُل َأ َح ُد ُك ْم‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬ ُ ‫ار َيحْ َيى ِبال َّسبَّا َب ِة – فِى ْال َي ِّم َف ْل َي ْن‬ ‫ظرْ ِب َم َيرْ ِج ُع‬ َ ‫ِإصْ َب َع ُه َه ِذ ِه – َوَأ َش‬ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Demi Allâh, tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang dari kamu yang mencelupkan jari tangannya ini –perawi bernama Yahya menunjuk jari telunjuk- ke lautan, lalu hendaklah dia perhatikan apa yang didapat pada jari”. [HR.Muslim]



ْ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَ ْو َكا َن‬ ‫اح‬ َ ‫ت ال ُّد ْن َيا َتعْ ِد ُل عِ ْندَ هَّللا ِ َج َن‬ َ ِ ‫ْن َسعْ ٍد َقا َل َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬ ِ ‫َعنْ َسه ِْل ب‬ ‫ُوض ٍة َما َس َقى َكا ِفرً ا ِم ْن َها َشرْ َب َة َما ٍء‬ َ ‫َبع‬ Dari Sahl bin Sa’ad, dia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya dunia di sisi Allâh sebanding dengan satu sayap nyamuk, niscaya Allâh tidak akan memberikan minum seteguk air kepada orang kafir”. [HR Tirmidzi, no. 2320 dan ini lafazhnya; juga Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh Al Albani]



 Mengetahui bahwa kematian itu pasti dan mengambil pelajaran darinya.



‫ور ُك ْم َي ْو َم الْ ِق يَ َام ِة ۖ فَ َم ْن‬ ُ ‫َّو َن‬ ْ ‫ُت َو ف‬ َ ‫ُأج‬ ‫الد ْن يَ ا ِإ اَّل‬ ُّ ُ‫َف َق ْد فَ َاز ۗ َو َم ا ا حْلَ يَ اة‬



‫َو ِإ مَّنَ ا‬ َ‫ا جْلَ نَّة‬



ۗ ‫الْ َم ْو ِت‬ ‫ُأد ِخ َل‬ ْ ‫َو‬



ٍ ‫ُك ُّل َن ْف‬ ُ‫س َذ ا ِئ َق ة‬ ِ ‫ُز ْح ِز َح َع ِن الن‬ ‫َّار‬ ِ‫َم تَ اعُ الْ غُ ر ور‬ ُ



“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Dan tidaklah kehidupan dunia ini kecuali kesenangan yang menipu”.(Ali ‘Imran: 185) 







Mengetahui hakikat islam dan berusaha memahami, belajar, dan mengerti segenap prinsip aqidah, hukum dan hal yang halal dan haram Islam itu adalah minhajul hayah bukan hanya sekedar ajaran ceremony saja. Mengetahui hakikat jahiliyah dengan memahami segenap pemikiran, aliran dan strateginya. Kalau tidak paham dengan hakikat jahiliyah maka akan terjebak dalam konspirasi dan strateginya dalam menghancurkan umat islam. Diantara paham-paham jahiliyah, seperti yahudi yang menggerakkan organisasi besar seperti freemasonry, Nashrani dengan gerakan kristenisasi, gerakan orientalisme, komunisme dan aliran - aliran barat lainnya yang semuanya bergerak untuk menghancurkan islam.



3) Karakter manusia yang hidup untuk islam a. Komitmen beramal untuk islam Artinya komitmen beramal bukan hanya sekedar angan-angan karena iman itu bukan sekedar angan-angan tapi iman adalah keyakinan dalam hati yang diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan. b. Memberi perhatian terhadap maslahat islam c. Teguh memegang kebenaran dan percaya pada Allah d. Komitmen beramal untuk islam dan bekerjasama dengan aktivis lainnya II. Saya meyakini kewajiban berjuang untuk islam  Wajib dari segi prinsip Anda sebagai muslim, berarti wajib untuk berjuang untuk islam. Dia bukan sunnah dan juga bukan afdhal tapi ia adalah kewajiban.  Wajib secara hukum



ِ ‫ما الَ يتِ ُّم‬ ‫ب ِإالَّ بِِه َف ُه َو َو ِاجب‬ ُ ‫الواج‬ َ َ َ “Perkara wajib yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka perantara itu menjadi wajib.” 



Wajib secara darurat











Karena banyak hal-hal dalam islam yang tidak bisa dijalankan kecuali jika islam itu tegak maka penegakan islam itu secara darurat adalah kewajiban yang mendesak. Wajib dalam skala individu dan jama'ah Bekerja untuk islam adalah kewajiban baik secara individu maupun secara jama’ah. Orang yang berjihad pada hakikatnya dia berjihad untuk kebaikan dirinya sendiri ( Al Ankabut: 69)



ِ ِ ِ َّ َ ‫ين َج‬ َ‫اه ُد وا ف ينَ ا لَ َن ْه د َي َّن ُه ْم ُس ُب لَ نَ ا ۚ َو ِإ َّن اللَّ هَ لَ َم ع‬ َ ‫َو ال ذ‬ ِ ِ ‫ال‬ ‫ين‬ َ ‫ْم ْح س ن‬ ُ



Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.



Ayat ini menerangkan janji yang mulia dari Allah kepada orang-orang mukmin yang berjihad di jalan-Nya dengan mengorbankan jiwa dan hartanya serta menanggung siksaan dan rintangan. Oleh karena itu, Allah akan memberi mereka petunjuk, membantu mereka membulatkan tekad, dan memberikan bantuan, sehingga mereka memperoleh kemenangan di dunia serta kebahagiaan dan kemuliaan di akhirat kelak. Semakin banyak kontribusi yang dilakukan untuk perjuangan islam, semakin banyak pahala yang diperoleh. Namun perlu dipahami bahwa kitalah yang butuh pada perjuangan dakwah ini, bukan dakwah ini yang butuh kepada kita sehingga tidak tertipu dengan apa yang kita lakukan, tidak merasa bangga dengan semua itu. Ketika kita berdakwah, pada dasarnya kita berdakwah untuk kebaikan diri sendiri. Sehingga tidak kecewa ketika tidak mendapatkan apresiasi dari apa yang telah kita lakukan untuk perjuangan ini. III. Harakah Islamiyah Sebelum berkomitmen dengan sebuah harakah Islamiyah, kita harus memahami terlebih dahulu tentang harakah Islamiyah supaya tidak asal masuk di dalamnya, diantaranya:  Tugas harakah a. secara global: mengajak manusia agar menyembah Allah b. secara terperinci: Harakah Islamiyah secara khusus bertugas untuk mewujudkan  Sistem pemerintahan internal  Sistem hubungan internasional  Sistem kehakiman



   



Sistem pertahanan dan kemiliteran Sistem ekonomi Sistem pendidikan Sistem keluarga dan rumah tangga



Selain mengetahui tugas dari harakah Islamiyah,ada hal - hal pokok dari pergerakan dakwah Islamiyah sebagai dasar harakah dakwah itu berada di atas kebenaran atau tidak, diantaranya:  Berada di atas manhaj yang benar (aqidah, ibadah, akhlak dan mu'amalah)  Punya tujuan yang jelas (meninggikan kalimat Allah)  Ada tanzhim dan program kerja yang jelas secara bertahap  Terwujudnya ukhuwah diantara anggotanya  Kriteria dasar (prinsip) dari harakah islamiyah  Rabbaniyah Pijakan-pijakannya berdasarkan Al Quran dan Sunnah  Indefenden (berdiri sendiri tidak tergantung dengan lembaga lain dan orang lain)  Modern selalu ada perkembangan (kemajuan) kedepan baik sisi jumlah kader maupun sisi kualitas. Terbuka dalam menggunakan uslub atau sarana - sarana baru (selama tidak bertentangan dengan syari’at)  Komprehensif (lengkap dan menyeluruh) Bergerak secara menyeluruh, tidak sebatas memperbaiki satu aspek saja tetapi seluruh aspek kehidupan.  Menghindari permasalahan - permasalahan khilafiyah dalam bidang fiqh Tidak mau masuk terlalu jauh pada permasalahan khilafiyah dalam fiqhiyah karena ada maslahat besar yang ingin dicapai dan lebih utama untuk diprioritaskan.  Karakteristik Pergerakan dari harakah islamiyah 1) Jauh dari kendali penguasa Tujuan dakwah jauh lebih besar dari sekedar kekuasaan dan kepentingan dunia. Ketika lembaga dakwah sudah berada di bawah kendali penguasa maka akan mudah ditarik kemana – mana sesuai dengan kepentingan penguasa. 2) Bertahap Karena itulah dalam lembaga dakwah dikenal istilah marhalah, yaitu:  Marhalah ta’rif ula  Marhalah ta’rif tsaniyah  Marhalah ta’kwin ula  Marhalah takwin tsaniyah  Marhalah tanfidz  Marhalah itqan



3)



Lebih banyak beramal dan berkarya daripada melakukan propaganda dan publikasi. Jangan sampai ada lembaga dakwah yang lebih mementingkan masalah publikasi walaupun kerjanya sangat sedikit dan lemah. Sebuah pergerakan dakwah yang ideal adalah sebuah pergerakan dakwah yang lebih memperhatikan kerja - kerja dakwah



4) Taktik bernafas Panjang Jalan perjuangan ini Panjang, ia adalah pekerjaan yang berat sehingga aktivis dakwah harus menyiapkan kesabaran dalam menjalaninya dan tidak tergesagesa untuk melihat hasil. 5) Terbuka dalam aktivitas dan tertutup dalam persiapan Tidak semua hal dalam lembaga pergerakan dibuka secara umum. Ada hal hal yang sifatnya sekret yang diketahui oleh yang berkompeten saja karena kalau semua kondisi dalam lembaga dipublikasikan keluar maka akan mudah untuk dihancurkan oleh musuh. Rasulullah pun melakukan hal yang sama dalam gerakan dakwahnya. Bahkan ketika sudah hijrah ke madinah pun Rasulullah tidak mempublikasikan semua aktivitas kaum muslimin, ada hal - hal sekret yang hanya orang - orang tertentu yang mengetahui. 6) Uzlah secara maknawi bukan jasadi Uzlah disini adalah uzlah kejiwaan (perasaan) bukan uzlah fisik.Tidak boleh mengasingkan diri dari masyarakat karena tujuan dakwah kita adalah mengajak manusia (mendakwahi manusia). Bagaimana kita bisa mengajak mereka kalau kita menjauhinya. 7) Tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan Contohnya: menghalalkan musik kemudian masuk pada istilah nada dan dakwah.  Bekal Harakah Islamiyah a. Beriman kepada Allah berikut pertolongan dan bantuanNya b. Beriman (yakin) kepada manhaj beserta keistimewaan dan kemaslahatannya (relevansinya). Yaitu meyakini bahwa islam ini adalah manhaj yang bisa memperbaiki kehidupan manusia di segala tempat dan zaman. c. Keyakinan yang dalam terhadap ukhuwah beserta hak – hak dan kesuciannya d. Beriman kepada balasan beserta keagungan dan kebesarannya e. Tsiqah (percaya) kepada jama’ah f. Jihad IV. Saya harus memahami lika liku perjuangan islam dan alasan memilih harakah Islamiyah Kita memilih perjuangan islam dan memilih harakah islamiyah bukan pergerakan politik karena: 1) Orientasi pada aspek rohani



2) 3) 4) 5)



Orientasi pada aspek intelektual Orientasi pada aspek sosial Orientasi politik murni Kesempurnaan pada harakah Islamiyah Saling melengkapi antara satu dan yang lainnya



V. Memahami dimensi - dimensi dalam komitmen kepada harakah islamiyah a. Komitmen aqidah b. Komitmen keanggotaan VI.



VII.



Memahami pilar - pilar perjuangan islam 1) Tujuan yang jelas 2) Jalan yang jelas 3) Tabiat perubahan 4) Tabiat totalitas 5) Tabiat universalitas Bahwa gerakan harakah islamiyah itu alamiyah (mendunia). Pergerakannya bermula dari internal kemudian berlanjut pada internasioanal (seluruh alam). Saya harus memahami syarat –syarat keanggotaan 1) Mengutamakan kualitas bukan kuantitas 2) Berdasarkan hukum syari’at 3) Memperhatikan masalah ketaatan dan hukumnya dalam islam 4) Rukun – rukun keanggotaan a. Paham b. Ikhlas c. Amal  pembentukan pribadi muslim  pembentukan keluarga muslim  pembentukan masyarakat islami  pembentukan pemerintahan islami  pembentukan khilafah islamiyah kubra d. Jihad e. Pengorbanan f. Ketaatan Seorang aktivis tentunya harus taat kepada Allah kemudian sebagai anggota dia wajib taat pada kebijakan - kebijakan lembaga selama tidak bermaksiat pada Allah. g. Keteguhan (istiqamah) h. Totalitas i. Ukhuwah j. Tsiqah  Kepada Allah  Jama’ah  Ikhwah 5) Kewajiban – kewajiban seorang muslim



a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.



Membaca wirid harian dari kitabullah Tilawah Al Qur’an, mendengarkan dan mentadabburinya Mengontrol kesehatan secara umum Menjauhi sikap berlebih – berlebihan dalam perkara minum dan makan Memperhatikan kebersihan dalam segala hal Jujur dalam perkataan sehingga pantang untuk berdusta Berani dan tabah Tampil berwibawabah dan selalu bersunggug – sungguh Memiliki rasa malu yang kuat dan perasaan yang peka (empati) Adil dan benar dalam menetapkan keputusan di setiap kondisi Memiliki semangat yang tinggi dan terlatih dalam melayani kebutuhan orang banyak l. Memiliki hati yang penuh kasih sayang, terbuka dan lapang dada m. Dsb.



Maraji’: Al Intima’ Lil Islam (Dr.Fathi Yakan)



Harakatul Inqadz (Ust.Jahada Mangka, Lc)



Tujuan materi: 1. Agar mutarabbi mengetahui bahwa dosa dan kemaksiatan adalah sebab kehancuran dan bencana 2. Agar mutarabbi berperan secara aktif dalam dakwah dan memperbaiki masyarakat 3. Agar mutarabbi menjaga amal jama'i dalam dakwah



Muqaddimah Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam memberikan permisalan kehidupan dunia ini seperti orang - orang yang hendak menaiki satu bahtera untuk menyeberangi lautan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



‫مثل القائم في حدود هللا والواقع“ فيها كمثل قوم استهموا على سفينة فصار بعضهم“ أعالها وبعضهم‬ ‫أسفلها وكان الذين في أسفلها إذا استقوا من الماء مروا على من فوقهم فقالوا لو أنا خرقنا في نصيبنا‬ ‫خرقا ولم نؤذ من فوقنا فإن تركوهم“ وما أرادوا“ هلكوا جميعا وإن أخذوا على أيديهم“ نجوا ونجوا“ جميعا‬ “Permisalan orang-orang yang menegakkan batasan-batasan Allah (amar ma’ruf nahi mungkar) dan orang-orang yang bermaksiat padanya, seperti satu kaum yang melakukan undian untuk mendapatkan posisi dia atas kapal. Maka sebagian mereka mendapat posisi bagian atas, sedang yang lainnya mendapat posisi bagian bawah. Pada saat itu, orangorang yang mendapat posisi bagian bawah, jika hendak mengambil air minum, maka mereka harus naik pada bagian atas kapal melewati orang-orang yang berada pada tempat tersebut. Sayangnya, orang-orang yang berada pada bagian atas kapal merasa terganggu, hingga orang-orang yang berada di bagian bawah berkata, “Jika saja kita melubangi kapal pada bagian kita, niscaya kita tidak akan mengganggu orang-orang yang berada di atas kita”. Seandinya orang-orang yang berada di atas kapal itu membiarkan apa yang mereka inginkan (melubanginya) niscaya mereka semua akan binasa, namun jika mereka mengambil tangan-tangan mereka niscaya mereka semua akan selamat” (HR. Bukhari)



 Agar bahtera tidak tenggelam maka Perlu adanya gerakan penyelamat (harakatul inqadz). Apa harakatul inqadz itu ?, tidak lain adalah gerakan dakwah (harakatud dakwah) yang akan menyelamatkan masyarakat dari kebinasaan akibat kemaksiatan. Gerakan penyelamat ini adalah refleksi dari surat Ali Imran ayat 102 - 104 bahwa untuk menyelamatkan masyarakat dari kebinasaan dan adzab karena kemaksiatan, harus ada yang namanya harakatul inqadz (gerakan penyelamat).  Tugas dari gerakan penyelamat 1. Mengajak pada kebaikan 2. Amar ma'ruf 3. Nahi mungkar



Allah berfirman dalam surat Ali ‘Imran ayat 104



ٓ ‫ِئك ُه ُم ْٱل ُم ْفلِحُون‬ َ َ‫ُون ِب ْٱل َمعْ رُوفِ َو َي ْن َه ْو َن َع ِن ْٱلمُن َك ِر ۚ َوُأ ۟و ٰل‬ َ ‫ُون ِإلَى ْٱل َخي ِْر َو َيْأ ُمر‬ َ ‫َو ْل َت ُكن مِّن ُك ْم ُأم ٌَّة َي ْدع‬ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Kata “wal takun minkum” pada surat Ali ‘Imran ayat 104 adalah shigah amr (perintah) dan asal sebuah perintah adalah wajib. Ada 2 perintah dalam ayat ini: 1) Perintah berdakwah (amar ma’ruf nahi mungkar) 2) Gerakan amal jama'i dalam berdakwah berdasarkan penjelasan dari awal ayat “wal takun minkum ummatan” Dan di akhir ayat dijelaskan bahwa “wa ulaika humul muflihum” (mereka adalah orang – orang yang beruntung). Kata “ulaika” yang artinya mereka dan hum juga berarti mereka. Pengulangan kata (uslubut tikrar) pada ayat ini dipakai untuk membatasi. Hal ini menunjukkan bahwa seakan - akan ayat ini mengatakan “hanya orang - orang beruntunglah yang melakukan aktivitas dakwah atau tidak ada jalan keselamatan kecuali hanya dengan berdakwah”. Dari sini kita bisa mengambil mafhumul mukholafah (antonim) dari kalimat itu yang artinya bahwa ketika seseorang tidak berdakwah maka ia tidak akan beruntung dan orang yang tidak beruntung berarti dia merugi atau tidak selamat. Dalam surat Al Ashr juga dijelaskan betapa pentingnya yang namanya dakwah. Allah berfirman:



ِ ‫) ِإاَّل الَّ ِذين آَمنُوا وع ِملُوا َّ حِل‬2( ‫) ِإ َّن اِإْل نْسا َن لَِفي خس ٍر‬1( ‫والْعص ِر‬ ‫اص ْوا‬ ََ َ َ َْ َ َ ‫الصا َات َو َت َو‬ َ ‫اص ْوا بِاحْلَ ِّق َوَت َو‬ ُْ َ ِ‫الصرْب‬ َّ ِ‫ب‬ “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” Di dalam surat ini Allah menjelaskan bahwa semua manusia berada dalam kerugian dan dikecualikan 4 orang yaitu yang beriman, beramal sholih, nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran. Ada 4 golongan yang dikecualikan sebagai orang yang merugi dan 2 diantaranya adalah perkara dakwah. Maka tidak ada jalan lain kecuali menjadikan dakwah sebagai jalan hidup kita karena Rasulullah pun diperintahkan dalam surat Yusuf: 108 untuk mengatakan inilah (dakwah) jalanku. Allah Ta’ala berfirman:



‫ِين‬ َ ‫ير ٍة َأ َن ۠ا َو َم ِن ٱ َّت َب َعنِى ۖ َو ُسب ٰ َْح َن ٱهَّلل ِ َو َمٓا َأ َن ۠ا م َِن ْٱل ُم ْش ِرك‬ َ ِ‫قُ ْل ٰ َه ِذهِۦ َس ِبيل ِٓى َأ ْدع ُٓو ۟ا ِإلَى ٱهَّلل ِ ۚ َعلَ ٰى بَص‬



Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik"



 Yang akan diraih oleh orang - orang yang berdakwah adalah: Al Falah (kemenangan) dunia dan akhirat sebagaimana penjelasan di akhir ayat dari surat Ali ‘Imran ayat 103. Dalam ayat lain QS. Ash Shaf : 10 – 13 Allah berfirman:



ٍ ‫ار ٍة ُت ْن ِجي ُك ْم مِنْ َع َذا‬ ‫ون ِباهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه‬ َ ‫) ُتْؤ ِم ُن‬10( ‫ب َأل ٍِيم‬ َ ‫ِين آ َم ُنوا َه ْل َأ ُدلُّ ُك ْم َعلَى ت َِج‬ َ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذ‬ ‫) َي ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذ ُنو َب ُك ْم‬11( ‫ُون‬ َ ‫مْوالِ ُك ْ“م َوَأ ْنفُسِ ُك ْم َذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ِإنْ ُك ْن ُت ْم َتعْ لَم‬ َ ‫يل هَّللا ِ ِبَأ‬ َ ‫َو ُت َجا ِه ُد‬ ِ ‫ون فِي َس ِب‬ ٍ ‫َوي ُْدخ ِْل ُك ْم َج َّنا‬ )12( ‫ت َع ْد ٍن َذل َِك ْال َف ْو ُز ْالعَظِ ي ُم‬ ِ ‫ت َتجْ ِري مِنْ َتحْ ِت َها األ ْن َها ُر َو َم َساك َِن َط ِّي َب ًة فِي َج َّنا‬ ‫ِين‬ َ ‫َوُأ ْخ َرى ُت ِحبُّو َن َها“ َنصْ ٌر م َِن هَّللا ِ َو َف ْت ٌح َق ِريبٌ َو َب ِّش ِر ْالمُْؤ ِمن‬ "Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosadosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungaisungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah kemenangan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman" Ayat ini menjelaskan bahwa perdagangan yang bisa menyelamatkan dari adzab Allah adalah beriman kepada Allah dan jihad dengan harta dan jiwa. Dakwah adalah bagian dari jihad karena perjuangan yang paling penting di zaman ini di saat umat jauh dari agama adalah berdakwah. Sebagaimana penjelasan ayat "wa jahidhum biha jihadan katsiran" Al fauzu Al azhim bermakna kemenangan yang besar dengan diampuni dosa – dosanya, dimasukkan ke dalam surga dan diberikan tempat tinggal di surga adn dan di dunia akan diberikan nashrun minallahi wa fathun qarib (pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat waktunya). Al falah fid dunya wal akhirah benar - benar akan diraih meskipun kemenangan itu bisa saja tidak semua dari kita menikmatinya di dunia. Ada yang sudah lebih dahulu meninggalkan kita sebelum sempat menikmati kemenangan tersebut.  Latar belakang terbentuknya gerakan penyelamat: 1. Takwinul fardhi/pembentukan pribadi (3: 102)



۟ ُ‫وا ٱ َّتق‬ ۟ ‫ِين َءا َم ُن‬ ‫وا ٱهَّلل َ َح َّق ُت َقا ِتهِۦ َواَل َتمُو ُتنَّ ِإاَّل َوَأن ُتم مُّسْ لِمُون‬ َ ‫ٰ َٓيَأ ُّي َها ٱلَّذ‬ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan



beragama Islam. Harus ada usaha untuk melakukan gerakan penyelamatan dengan cara pembentukan pribadi muslim dan yang perlu diperhatikan dalam pembentukan pribadi ini adalah:  Takwinul iman  Takwinut taqwa (3: 133 )



ْ ‫ت َوٱَأْلرْ ضُ ُأعِ َّد‬ ُ ‫ض َها ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬ ‫ِين‬ ُ ْ‫ارع ُٓو ۟ا ِإلَ ٰى َم ْغف َِر ٍة مِّن رَّ ِّب ُك ْم َو َج َّن ٍة َعر‬ َ ‫ت ل ِْل ُم َّتق‬ ِ ‫َو َس‬ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa  Istiqamah



ُ‫َّك َح َّت ٰى َيْأ ِت َي َك ْٱل َيقِين‬ َ ‫َوٱعْ ب ُْد َرب‬



“Sembahlah Allah sampai datang kepadamu al yaqin (ajal)”. [Al Hijr: 99]



۟ ‫وا َوَأبْشِ ر‬ ۟ ‫وا َواَل َتحْ َز ُن‬ ۟ ُ‫ُوا َت َت َن َّز ُل َعلَي ِْه ُم ْٱل َم ٰ ٓلَِئ َك ُة َأاَّل َت َخاف‬ ۟ ‫وا َر ُّب َنا ٱهَّلل ُ ُث َّم ٱسْ َت ٰ َقم‬ ۟ ُ‫ِين َقال‬ ‫ُوا ِب ْٱل َج َّن ِة‬ َ ‫ِإنَّ ٱلَّذ‬ ‫ون‬ َ ‫وع ُد‬ َ ‫ٱلَّتِى ُكن ُت ْم ُت‬ “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". )Quran Surat Fussilat Ayat 30(



2. Takwinul jama'ah (3: 103) Kita diperintahkan untuk berdakwah secara berjama’ah maka harus ada jama’ah tempat beriltizam di dalamnya untuk mengarahkan potensi dan membangun dakwah bersama-sama. Hal yang harus diperhatikan pada pembentukan jama’ah disini adalah:  



berpegang teguh kepada agama Allah dengan amal jama'i ukhuwah islamiyah



Amal jama'i tidak akan sukses kalau ukhuwah islamiyah tidak terwujud. Ia adalah jalan kekuatan dan jalan menyatukan potensi kaum muslimin. Oleh karena itu setiap dari kita harus menjadi bagian penting yang menguatkan ukhuwah di dalam jama'ah bukan melemahkan apalagi meruntuhkan ukhuwah tersebut. Kita pasti akan mengalami tantangan dan tribulasi dalam amal jama'i karena amal jama'i



rentan dengan perbedaan pendapat. Ada banyak penyakit yang bisa melanda para aktivis dakwah namun penyakit yang paling berbahaya adalah pertikaian dan perpecahan. (Baca buku Aids Harakah). Tingkatan dalam ukhuwah Islamiyah: 1) 2) 3)



Tingkatan terendah: Bersihnya hati dari sifat hasad dengki dll. Tingkatan pertengahan: Mencintai saudara seperti mencintai diri sendiri Tingkatan tertinggi: Al Itsar (mendahulukan saudara dari diri sendiri)



Bahaya/akibat meninggalkan amar ma'ruf nahi mungkar: Ketika amar ma'ruf ditinggalkan, akan ada akibat yang dirasakan di dunia ini, diantaranya: 1. Akan banyak keburukan Kemungkaran yang terjadi di dunia ini adalah karena disebabkan hawa nafsu, memperturutkan syahwat dan juga karena karakter dasar manusia yang sering lalai dan lupa. Maka ketika tidak ada yang memperingati, akan banyak terjadi keburukan yang dilakukan oleh manusia baik karena memperturutkan hawa nafsu, syahwat maupun karena sifat dasarnya yang sering lalai dan lupa. Mereka bisa tersadar kalau ada 'amaliyatut tadzkir (gerakan dakwah/saling memperingati). Jika di sebuah masyarakat atau kampung ada gerakan dakwah maka akan mengurangi kemaksiatan sebaliknya jika tidak ada gerakan dakwah maka akan banyak keburukan dan kemaksiatan. Oleh karena itu perkuatlah gerakan dakwah dengan memperbanyak da’I dan memanfaatkan semua wasilah yang bisa memperkuat gerakan dakwah. 2. Adzab dan kebinasaan yang menyeluruh Imam Malik dalam kitab Al Muwaththo’ menulis dalam bab “ Maa jaa’a minal adzaabi bi ‘amalin khoshshoh (apa yang datang dari adzab disebabkan amalan khusus)”



‫وحدثين مالك عن إمسعيل بن أيب حكيم أنه مسع عمر بن عبد العزيز يقول كان يقال إن اهلل‬ ‫تبارك وتعاىل ال يعذب العامة بذنب اخلاصة ولكن إذا عمل املنكر جهارا استحقوا العقوبة‬ ‫كلهم‬ “Bercerita kepadaku Malik, dari Isma’il bin Abi Hakim bahwa sesungguhnya ia mendengar Umar bin ‘Abdil ‘Aziz berkata; dikatakan bahwa sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala tidak mengadzab suatu kaum secara menyeluruh disebabkan dosa khusus akan tetapi jika kemungkaran dilakukan terang-terangan maka mereka semua berhak mendapatkan adzab” Allah berfirman dalam surat Al A'raf ayat; 96



ِ َّ ‫ات ِمن‬ ٍ ‫َأن َأهل الْ ُقر ٰى آمنُوا و َّات َقوا لََفتَحنَا علَي ِهم بر َك‬ ِ ‫اَأْلر‬ ‫ض َوٰلَ ِك ْن َك َّذبُوا‬ ْ ‫الس َماء َو‬ َ ََ ْ ْ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ َّ ‫َولَ ْو‬ ِ ‫فََأخ ْذنَاهم مِب َا َكانُوا يك‬ ‫ْسبُو َن‬ َ ُْ َ Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.



Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak mengazab manusia secara umum karena perbuatan khusus (yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang) hingga mereka melihat kemungkaran di tengah-tengah mereka, mereka mampu mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika itu yang mereka lakukan, Allah mengazab yang umum maupun yang khusus”. (HR.Ahmad)



Al Anfal: 25



ِ َّ ِ ِ ِ ‫يد الْعِ َق‬ َّ ‫اصةً ۖ َو ْاعلَ ُموا‬ ‫اب‬ َّ ‫ين ظَلَ ُموا ِمْن ُك ْم َخ‬ ُ ‫َأن اللَّهَ َش ِد‬ َ ‫َو َّات ُقوا فْتنَةً اَل تُصينَب َّ الذ‬ "Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya."



Ibnu katsir ketika menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa: Musibah datang yamg disebabkan oleh kemaksiatan akan menimpa orang yg terlibat secara langsung maupun yang tidak terlibat secara langsung. Hadits dari Ummu Salamah radhiallahu anha, bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Apabila perbuatan maksiat dilakukan secara terang-terangan pada umatku, maka Allah akan menimpakan adzab-Nya secara merata." Aku bertanya, "Ya Rasulullah, bukankah di antara mereka saat itu ada orang-orang saleh? Beliau bersabda, "Benar." Ummu Salamah kembali bertanya, "Lalu apa yang akan diterima oleh orang ini? Beliau menjawab, "Mereka mendapatkan adzab sebagaimana yang dirasakan masyarakat, kemudian mereka menuju ampunan Allah dan ridha-Nya." (HR. Ahmad 6:304)



Penilaian orang sholih dan tholih akan dinilai nanti di akhirat adapun ketika datang adzab datang, maka semua akan ditimpa adzab tersebut. 3. Akan terjadi perselisihan dan perpecahan (3:105)



Sebuah komunitas masyarakat ketika tidak ada amar ma'ruf nahi mungkar maka yang mendominasi adalah godaan syaithan yang menyuruh untuk melakukan kemaksiatan seperti pertikaian dan perselisihan. Sangat rentan terjadi pertikaian dan perpecahan ketika masyarakat itu tidak pernah tersentuh dengan dakwah.



ِ ٰ ‫َّذ ين َت َف َّر قُ وا و اخ َت لَ ُف وا ِم ن ب ع ِد م ا ج اء ه م الْ ب يِّنَ ات ۚ و‬ ‫ك هَلُ ْم‬ َ ‫ُأولَ ِئ‬ ْ َ َ ُ َ ُ َُ َ َ َْ ْ َ ‫اَل تَ ُك ونُوا َك ال‬ ِ ٌ ‫َع َذ‬ ٌ‫اب َع ظ يم‬ Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan siksa yang berat 4. Dikuasai musuh Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



ِ َ‫ِإذَا َتبايعتُم بِالْعِين‬ ِ‫َأخ ْذمُتْ َأ ْذنَاب الْب َق ِر ور ِضْيتُم ب‬ ًّ‫ َسلَّ َط اهللُ َعلَْي ُك ْم ذُال‬،‫الز َر ِع َوَتر ْكتُ ُم اجْلِ َه َاد‬ ‫و‬ ‫ة‬ َّ َ ْ ْ َْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ‫الَ َيْن ِزعُهُ َحىَّت َت ْر ِجعُ ْوا ِإىَل ِديْنِ ُكم‬ ‘Apabila kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah, dan kalian telah disibukkan memegang ekor-ekor sapi, dan telah senang dengan bercocok tanam dan juga kalian telah meninggalkan jihad, niscaya Allah subhanahu wa ta’ala akan kuasakan/timpakan kehinaan kepada kalian, tidak akan dicabut/dihilangkan kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada agama kalian’. 5. Do'a tidak diterima



ِ ‫والَّ ِذي نَ ْف ِسي بِي ِد ِه لَتْأمر َّن بِالْمعرو‬ ‫ث َعلَْي ُك ْم‬ َ ‫ف َولََتْن َه ُو َّن َع ْن الْ ُمْن َك ِر َْأو لَُي ْو ِش َك َّن اللَّهُ َأ ْن َيْب َع‬ ْ ُْ َ ُُ َ َ َ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫ب لَ ُك ْم‬ ُ ‫ع َقابًا م ْن عْنده مُثَّ لَتَ ْدعُنَّهُ فَالَ يَ ْستَجْي‬ Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, hendaknya kalia n melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar atau (jika kalian tidak melaksanakan hal itu) maka sungguh Allah akan mengirim kepada kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya (agar supaya dihindarkan dari siksa tersebut) akan tetapi Allah Azza wa Jalla tidak mengabulkan do’a kalian. (HR Ahmad dan Tirmidzi dan dihasankan oleh Albâni dalam Shahîhul Jâmi’). 6. Krisis ekonomi Orang awam kadang mengatakan bahwa krisis ekonomi terjadi karena ini dan itu. Padahal teori - teori ekonomi itu bukanlah faktor utama yang menjadi sebab resesi atau krisis ekonomi. Tapi itu semua terjadi karena kemaksiatan. Allah Ta’ala beerfirman:



ِ ‫ت َأيْ ِدى ٱلن‬ ‫َّاس‬ ْ َ‫اد ىِف ٱلَْب ِّر َوٱلْبَ ْح ِر مِب َا َك َسب‬ ُ ‫ظَ َه َر ٱلْ َف َس‬ “Telah tampak kerusakan di daratan dan lautan disebabkan ulah perbuatan manusia” (QS. ar-Rum [30]: 41). Alangkah benarnya ucapan Syaikh Ibnu Utsaimin tatkala berkata dalam khutbahnya tentang dampak kemaksiatan: “Demi Allah, sesungguhnya kemaksiatan itu sangat berpengaruh pada keamanan suatu negeri, kenyamanan, dan perekonomian rakyat. Sesungguhnya kemaksiatan menjadikan manusia saling bermusuhan satu sama lain.” (Atsarul Ma’ashi wa Dzunub). 7. Terjatuh dalam syahwat dan tenggelam di dalamnya Syahwat itu ada pada diri setiap orang. Siapa yang bisa mengalahkan syahwatnya dan mengarahkan kepada kebaikan maka dia selamat. Oleh karena itu perlu adanya orang yang selalu menasehati dan mengingatkan. 8. Lalai dalam mempersiapkan kekuatan Ketika dakwah tidak berjalan di masyarakat maka kita akan lalai dalam mempersiapkan kekuatan untuk melawan serangan musuh. Jangankan untuk mempersiapkan kekuatan untuk melawan musuh, hal-hal wajib saja bisa dilalaikan ketika tidak ada gerakan dakwah apatahlagi mempersiapkan kekuatan dalam menghadapi tantangan. Kita bisa lihat bagaimana sejarah bosnia beberapa tahun yang silam ketika di serang oleh pasukan serbia dimana mereka berada dalam kelalaian, lebih mementingkan dunia sehingga ketika musuh datang menyerang, mereka dibantai tanpa ada kekuatan untuk melawan. Begitupun di negeri Kasmir, Miammar, di negara kita sendiri (Ambon) dan di negara muslim lainnya. Kekuatan yang dimaksud adalah:  Kekuatan yang sifatnya maknawi seperti keberanian, kekuatan hati dan iman.  kekuatan yang sifatnya materil untuk menghadapi musuh.



Maraji': - tafsir surat Ali 'Imran ayat 102 - 104 - Hatta la taghriqas safinah (salman al audah) - Aids Haraki



Pentingnya Ilmu Syar’i dalam Berdakwah (Ust. Syaiful Yusuf, Lc., MA.) Tujuan Materi: Mengingatkan Kembali kepada para mutarabbi untuk tetap semangat dalam menuntut ilmu



A. Urgensi materi 



Adanya fenomena futur/kemalasan dalam menuntut ilmu di kalangan para aktivis. Hal ini bisa dilihat pada fenomena kader - kader kita yang sudah lama tarbiyah, menjadi malas – malasan untuk menuntut ilmu. Padahal menuntut ilmu kata para ulama’ adalah minal mahdi ilal lahdi (dari buaian sampai ke liang lahat). Kata Sufyan Ats Tsauri: “Dahulu para ulama’ ketika menuntut ilmu, mereka memperdalam dulu ibadah dan adab selama 20 tahun” Imam ibnu Al Mubarak berkata: “Saya dulu belajar adab selama 20 tahun dan belajar ilmu selama 20 tahun” Imam ibnu mandah berkeliing mengambil ilmu selama 45 tahun. Dan masih banyak lagi contoh-contoh bagaimana para ulama’ menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu. Karena itulah Imam As-Syafii menyampaikan nasihat kepada muridnya; “Akhi, kalian tidak akan pernah mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 perkara ini, akan aku kabarkan kepadamu secara terperinci yaitu  dzakaaun (kecerdasan),  hirsun  (semangat),  ijtihaadun  (cita-cita yang tinggi),  bulghatun  (bekal),  mulazamatul ustadzi  (duduk dalam majelis bersama ustadz),  tuuluzzamani (waktu yang panjang). Seorang kader sebaiknya mencari tambahan ilmu di taklim - taklim para asatidzah karena pendalaman ilmu di halaqah tarbiyah tidak terlalu mendalam, yang lebih banyak ditanamkan dan diutamakan adalah penanaman nilai (maka perlu untuk ditambah dengan mengikuti ta’lim- ta’lim) Salah satu program tarbiyah adalah peningkatan ilmu. Karena itu jangan mencukupkan diri dengan halaqah tarbiyah saja (meskipun halaqah tarbiyah adalah yang utama) tapi tingkatkan pemahaman ilmu dengan mengikuti taklim taklim asatidzah. Jangan sampai semakin tinggi marhalah, semakin malas untuk belajar dan merasa cukup dengan ilmu yang ada pada dirinya.



(Mungkin ke depan, kaderisasi harus mewajibkan semua kader untuk mengikuti taklim salah seorang asatidzah kita dan dikontrol oleh murabbiyah). 



Banyaknya kesibukan, boleh jadi menjadi penghalang untuk melakukan proses menuntut ilmu. Terkadang banyaknya amanah, menjadikan kita tidak lagi punya kesempatan untuk menuntut ilmu. Hari ini mengisi tarbiyah di sini, besok mengisi di situ, pagi amanah ini, siang amanah itu, hingga mungkin karena banyaknya amanah membuat kita jadi kurang semangat dalam menuntut ilmu dan yang lebih parah adalah jika tidak sempat lagi untuk membaca Al Qur'an padahal Al Quran adalah pokok dari ilmu.



 Zuhud dengan ilmu dan merasa cukup dengan ilmu yang sedikit Zuhud dengan ilmu adalah hal yang tercela dan ia adalah musibah yang besar. Ibnul Jauzi rahimahullahu berkata, "Suatu musibah yang besar adalah ketika seorang insan merasa ridha dengan keadaan dirinya dan merasa cukup dengan ilmunya, dan ini adalah ujian yang telah merata pada keadaan mayoritas orang. Karena sifat zuhud dengan ilmu inilah sehingga ada seorang murabbi yang kadang keteteran dengan mutarabbinya yang sangat semangat belajar sehingga ketika dia mendengarkan murabbinya menjelaskan tentang suatu hal di halaqah tarbiyah dan terdengar beda dari apa yang pernah dia dengar dari salah seorang ustadz, dia sebagai seorang murabbi tidak bisa menjelaskan karena keilmuannya (wawasannya) yang kurang. Karena itulah seorang murabbi harus berpacu dengan mutarabbinya dalam hal menuntut ilmu dan itu bukan sesuatu yang aib, karena Imam Bukhari juga meriwayatkan hadits dari muridnya. Kata beliau: “Tidak akan menjadi muhaddits ketika seseorang tidak mengambil ilmu dari orang yang lebih tua dari dia maupun yang lebih kecil dari dia”



B. Mengapa aktivis dakwah membutuhkan ilmu 



Mengikuti manhaj nabi dalam berdakwah Apa manhaj nabi dalam berdakwah ?, yaitu berdakwah di atas bashirah (yusuf :108 )



ِ َّ ِ ‫ِإ‬ ۖ ‫ير ٍة َأنَا َو َم ِن َّات َب َع نِ ي‬ َ ‫لَ ى الل ه ۚ َع لَ ٰى بَص‬ ِ ِ ‫ين‬ َ ‫ْم ْش ِر ك‬ ُ ‫م َن ال‬



‫َأد عُ و‬ ْ ‫قُ ْل َٰه ِذ ِه َس بِ يلِ ي‬ ‫ان اللَّ ِه َو َم ا َأنَا‬ َ ‫َو ُس ْب َح‬



Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".



Ada 3 ilmu yang perlu dipahami, diantaranya: 1) Pengetahuan tentang apa yang dia dakwahkan Dengan menghafalkannya dan memahaminya. Pahami dan hafalkan dalil dalilnya (fiqh ilmu) 2) Pengetahuan tentang kondisi mad'u (fiqh dakwah Pahami kondisi mad'u dan apa masalah yang sedang kita hadapi dalam kondisi sekarang ini (fiqh waqi’). 3) Pemahaman tentang metode berdakwah (Fiqh dakwah)







Keutamaan ilmu, majelis ilmu dan penuntut ilmu sendiri  Keutamaan majelis ilmu: - Dinaungi para malaikat - Diliputi oleh rahmat Allah - Akan turun kepadanya ketenangan - Allah menyebut mereka di hadapan siapa – siapa yang berada di dekat Nya.



ِ ِ ِ ِ ٍ ‫اب اللَّ ِه َويَتَ َد َار ُسونَهُ بَْيَن ُه ْم‬ ْ ‫َو َما‬ َ َ‫اجتَ َم َع َق ْو ٌم ىِف بَْيت م ْن بُيُوت اللَّه يَْتلُو َن كت‬ ‫ِئ‬ َّ ‫الس ِكينَةُ َو َغ ِشيَْت ُه ُم‬ َّ ‫ت َعلَْي ِه ُم‬ ْ َ‫ِإالَّ نَ َزل‬ ُ‫الرمْح َةُ َو َحف َّْت ُه ُم الْ َمالَ َكةُ َوذَ َك َر ُه ُم اللَّه‬ ِ ‫يم ْن ِع ْن َده‬ َ‫ف‬ “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), mereka akan dinaungi rahmat, mereka akan dilingkupi para malaikat dan Allah akan menyebutnyebut mereka di sisi para makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya” (HR. Muslim no. 2699).  Keutamaan ilmu: - Merupaka amal jariyah



ِ ٍ ِ ‫ َْأو ِع ْل ٍم‬، ‫ص َدقٍَة َجا ِريٍَة‬ َ ‫ِإ َذا َم‬ َ ‫ ِإال م ْن‬: ‫ات اِإْل نْ َسا ُن ا ْن َقطَ َع َعْنهُ َع َملُهُ ِإال م ْن ثَالثَة‬ ِ ‫ َأو ولَ ٍد‬،‫يْنت َفع بِِه‬ ُ‫صال ٍح يَ ْدعُو لَه‬ َ َ ْ ُ َُ “Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang diambil manfaatnya, (3) anak shalih yang selalu mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim, no. 1631) -



Pondasi amal Imam Bukhari rahimahullah berkata dalam kitabnya “Berilmu sebelum beramal”, beliau menafsirkan dari firman Allah:



ِ ‫ك ولِْلمْؤ ِمنِ والْمْؤ ِمن‬ ِ ِ ِ ْ ‫اعلَم اَنَّهٗ اَل ٓ اِٰلهَ اِاَّل ال ٰلّهُ و‬ ‫ٰتۚ َوال ٰلّهُ َي ْعلَ ُم‬ ْ ْ َ‫ف‬ ُ َ َ ‫اسَت ْغف ْر ل َذنْۢب َ َ ُ نْي‬ َ ‫ُمَت َقلَّبَ ُك ْم َو َم ْث ٰوى ُك ْم‬ “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada illah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” (QS. Muhammad : 19). Ayat tersebut memerintahkan kepada Nabi Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wasallam untuk berilmu terlebih dahulu dengan firman-Nya “Maka ketahuilah (berilmulah) …” sebelum berucap dan berbuat yaitu memohon ampunan kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Imam Bukhari menjelaskan dalam kitab Shahih Bukhari dalam Bab “Al-‘Ilmu Qabla Al-Qaul wa Al-‘Amal” (ilmu sebelum berkata dan beramal). Tidaklah sesuatu amalan itu dianggap sah tanpa di dasari dengan ilmu. Maka dari itu, jangan beramal sebelum mengetahui tentang ilmunya, karena perbuatan ini lebih mendekati perbuatan orang-orang Nasrani yang beramal tanpa mengetahui ilmunya sehingga mereka terjerumus ke dalam kesesatan. -



Saudara (setara) dengan jihad Allah berfirman dalam surat Al Furqan ayat 51-52:



ِ ‫) فَاَل تُ ِط ِع الْ َكافِ ِرين وج‬51( ‫ولَو ِشْئ نا لَبع ْثنا يِف ُكل َقري ٍة نَ ِذيرا‬ )52( ‫اه ْد ُه ْم بِِه ِج َه ًادا َكبِ ًريا‬ َ ََ َ ْ َ َََ ً َ ْ ِّ Dan andaikata Kami menghendaki benar-benarlah Kami utus pada “ tiap-tiap negeri seorang yang memberi peringatan (rasul). Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka ”dengan Al Quran dengan jihad yang besar :Dalam surat At Taubah ayat 122



ٌ‫َن َف َر ِم ْن ُك لِّ فِ ْر قَ ٍة ِم ْن ُه ْم طَ ا ِئ َف ة‬ ‫ون‬ َ ‫َّه ْم حَيْ َذ ُر‬ ُ ‫َر َج عُ وا ِإ لَ ْي ِه ْم لَ َع ل‬



‫ون لِ َي ْن ِف ُر وا َك افَّةً ۚ َف لَ ْو اَل‬ َ ُ‫ان الْ ُم ْؤ ِم ن‬ َ ‫َو َم ا َك‬ ِ ِ ِّ‫َّه وا يِف الد‬ ‫ين َو لِ ُي ْن ِذ ُر وا َق ْو َم ُه ْم ِإ َذ ا‬ ُ ‫ل يَ َت َف ق‬



Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.



-



Makanan ruh



Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Kebutuhan manusia terhadap ilmu (syar’i) itu melebihi kebutuhannya terhadap makanan dan minuman. Hal itu karena seseorang membutuhkan makanan dan minuman hanya sekali atau dua kali (saja), adapun kebutuhannya terhadap ilmu (syar’i) itu sebanyak tarikan nafasnya.”  Keutamaan penuntut ilmu - Mereka adalah yang paling takut pada Allah



ِِ ِ ِ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ور‬ ٌ ‫مَّنَا خَي ْ َشى اللَّـهَ م ْن عبَاده الْعُلَ َماءُ ۗ َّن اللَّـهَ َع ِز ٌيز َغ ُف‬ “Hanyalah para ulama yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan takut yang sebenarnya dikalangan manusia, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fatir[35]: 28) -



pewaris para nabi



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



 ‫فَ َم َن‬ ‫الْعِْل َم‬ ‫ َو َّرثُوا‬ ‫ِإمَّنَا‬ ً‫ ِد ْرمَه ا‬ َ‫ َوال‬ ً‫ ِدينَارا‬ ‫يُ َو ِّرثُوا‬ ْ‫مَل‬ َ‫اَأْلنْبِيَاء‬ ‫ِإ َّن‬ ،‫اَأْلنْبِيَ ِاء‬ ُ‫ َو َرثَة‬ َ‫الْعُلَ َماء‬ ‫ِإ َّن‬ ‫ حِب‬ ‫َأخ َذه‬ ‫ظوافِ ٍر‬ َ ُ َ َ َ  ‫َأخ َذ‬ “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. al-Imam at-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), ad-Darimi di dalam Sunannya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimah-nya, serta dinyatakan sahih oleh al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh alAlbani rahimahullah mengatakan, “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 3096, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 2159, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 182, dan Shahih at-Targhib, 1/33/68) -



Dimintakan ampun oleh seluruh penduduk langit dan bumi. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda;



‫ِئ‬ ِ ِ ِِ ِ ‫ض ُع‬ َ َ‫َم ْن َسل‬ َ َ‫ َوِإ َّن الْ َمـالَ ـ َكةَ لَت‬،‫ك طَ ِريْـ ًقـا َي ْبـتَغي ف ْيه علْ ًما َس َّه َـل اهللُ لَهُ طَ ِريْـ ًقـا ِإىَل اجْلَنَّـة‬ ‫مِل‬ ِ ِ ‫السمـا و‬ ‫ب الْعِلْ ِم ِر ً مِب‬ ‫ِإ‬ ِ ِ‫َأجـنِ َح َـت َها لِطَال‬ ‫ات َو َم ْن‬ ْ َ‫ضا َا ي‬ ْ َ َ َّ ‫ َو َّن الْ َعا َ لَيَ ْـس َـت ْغـف ُـر لَهُ َم ْن يِف‬،‫صنَ ُع‬ ِ ‫ض حىَّت احْلِـيتـا ُن يِف الْم‬ ‫ـاء‬ َْ ْ ‫يِف‬ َ ِ ‫اَألر‬ َ



Artinya: “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya para Malaikat membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha atas apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar dimintakan ampun oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh ikan-ikan yang berada di dalam air.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3641), Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), Ahmad (V/196), Ad-Darimi (I/98), Ibnu Hibban (88 – Al-Ihsan dan 80 – AlMawarid), Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/275-276, no. 129), Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/174 ,no. 173), dan Ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar (I/429), dari Abud Darda’ radhiyallahu’anhu] -



Dijauhkan dari murka dan laknat Allah



ُّ ‫ِإ َّن‬ ‫الد ْنيَا َم ْلعُونَةٌ َم ْلعُو ٌن َما فِ َيها ِإاَّل ِذ ْك ُر اللَّ ِه َو َما َوااَل هُ َو َعامِلٌ َْأو ُمَت َعلِّ ٌم‬



Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah. Dalam Shohihul Jami’, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan) Dari semua penjelasan tentang keutamaan majelis ilmu, keutamaan ilmu dan penuntut ilmu seharusnya memotivasi kita untuk semangat dalam menuntut ilmu.



 Aktifis (murabbi) adalah qudwah Salah satu fungsi murabbi adalah guru maka selayaknya seorang murabbi meningkatkan pemahaman keilmuannya jangan sampai dikalahkan oleh semangat - semangat mutarabbinya dalam menuntut ilmu. Jika sebagai murabbi tidak ada qudwah dalam semangat menuntut ilmu maka mutarabbinya juga akan mencukupkan ilmunya dengan apa yang didapatkan di halaqah tarbiyah. Kata ulama’: “Kami dulu belajar dari guru-guru kami adab dan ilmunya”  Menjaga perjalanan dakwah ini agar berjalan di atas manhaj yang lurus. Hal ini hanya akan terwujud jika kita memiliki kader-kader ulama yang banyak. Jika kader thalibul ilmi (ulama’) di lembaga dakwah ini semakin sedikit maka dakwah ini akan melenceng kesana kemari dan tidak ada yang mengarahkan.  Nabi sendiri minta tambahan ilmu bukan tambahan harta Allah subhanahu wata’ala berfirman:



‫ب ِز ْديِن ِع ْل ًما‬ ِّ ‫َوقُ ْل َر‬



dan katakanlah :”Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan“. [Thâhâ/20:114] Ayat di atas, dinyatakan oleh al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam kitabnya (al-Fath, 1/187), sangat jelas berindikasi tentang keutamaan ilmu yang sangat besar. Sebab, Allah Azza wa Jalla tidak pernah memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta tambahan apapun selain tambahan ilmu. Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan alasan mengapa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , hamba Allah yang paling berilmu tentang Allah Azza wa Jalla , diperintahkan untuk berdoa memohon tambahan ilmu. Kata beliau, “ Sesungguhnya ilmu adalah kebaikan. Dan limpahan kebaikan memang dibutuhkan. Ilmu itu sendiri berasal dari Allah Azza wa Jalla . Dan cara untuk menggapainya ialah dengan keseriusan, antusiasme besar kepada ilmu, memintanya dan memohon bantuan kepada Allah Azza wa Jalla serta menghinakan diri kepada-Nya pada setiap saat. Demikian penuturan beliau dalam tafsirnya (hal. 551) Dan sejarahpun telah mencatat bagaimana perjalanan para salaf dalam mencari ilmu seperti Abu Dzar Al Ghifari yang rela menempuh perjalanan jauh ke Mekkah hanya untuk bertemu Rasululullah, panas terik dan perjalanan yang meletihkan tidak menghilangkan semangatnya untuk mencari kebenaran (ilmu) tentang agama islam yang dia dengar. Kisah Salman Al Farisi dalam mencari kebenaran, berpindah dari satu pendeta ke pendeta yang lain hingga diarahkan ke Madinah dan berakhir pada pertemuannya dengan Rasulullah. Dan masih banyak kisah – kisah tentang semangat para sahabat yang lain dalam mencari ilmu (menuntut ilmu). Dari ‘Uqbah bin Haarits radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya beliau menikah dengan anak perempuan dari Abu Ihab bin ‘Aziiz. Kemudian datanglah seorang wanita kepadanya seraya berkata,”Sesungguhnya aku telah menyusui ‘Uqbah dan wanita yang dinikahinya!”  Maka ‘Uqbah berkata kepadanya,”Aku tidak tahu kalau Engkau menyusuiku dan Engkau pun tidak memberi tahu aku”.  ‘Uqbah kemudian pergi (dari Makkah) menemui Rasulullah di Madinah. ‘Uqbah bertanya kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,”Bagaimana lagi, sudah dikatakan demikian”.  ‘Uqbah pun menceraikan istrinya, dan menikah dengan wanita yang lainnya.  Lihatlah semangat ‘Uqbah bin Haarits radhiyallahu ‘anhu  untuk mengadakan perjalanan dalam rangka menanyakan suatu permasalahan ilmu. Alqamah bin Qais An-Nakha’i dan Aswad bin Yazid An-Nakha’i rahimahumallah  – keduanya penduduk Irak- mendengar hadits dari ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu  di Madinah. Mereka berdua tidak merasa puas sehingga mereka pergi ke Madinah dan mendengar hadits tersebut langsung dari ‘Umar.  III. Pengaruh dari bermalas-malasan/meremehkan menuntut ilmu terhadap dakwah







Penyimpangan (hukum – hukum islam) Dakwah itu akan menyimpang jika kita puas dengan ilmu yang kita dapatkan puluhan tahun lalu apalagi jika satu jama;ah sudah kurang semangat menuntut ilmu dari para jama’ah/kadernya maka tunggulah akan terjadinya penyimpangan karena tidak ada ulama’ yang mengarahkan.







Perpecahan Semakin sedikit ilmu semakin dikuasai nafsu sehingga mudah terpecah. Berbeda pemahaman sedikit akan menjadikan dia mudah memisahkan diri dan berpecah dengan saudaranya. Semakin luas ilmu maka semakin sedikit kemungkinan untuk berpecah karena kita bisa mentolerir perbedaan pendapat. Para salaf dulu ketika berbeda pendapat, mereka dengan lapang dada menerima pendapat yang lain. Dikisahkan suatu ketika Umar bin Khattab mendengarkan Hisyam bin Hakim membaca Al-Qur’an surah al-Furqan. Maka ia pun mendengarkan bacaan Hisyam bin Hakim dengan seksama. Umar bin Khattab kaget bukan kepalang ketika ia mendengar bacaan Al-Qur’an Hisyam bin Hakim berbeda dengan bacaan yang ia dapatkan dari Rasulullah. Hampir saja Umar bin Khattab menegur Hisyam bin Hakim yang sedang membaca Alquran di dalam salatnya. Namun Umar bin Khattab dengan sabar menunggu Hisyam bin Hakim selesai melakukan salat. Kemudian, Umar bin Khattab menarik sorban Hisyam bin Hakim seraya berkata, “Siapa yang mengajarkanmu bacaan AlQur’an yang kudengarkan tadi ?” Hisyam bin Hakim menjawab, “Aku mendapatkan bacaan Al-Qur’an dari Rasulullah.” “Engkau berbohong, sungguh Rasulullah membacakan kepadaku dengan bacaan yang berbeda dengan bacaanmu tadi.” Umar bin Khattab pun menyeret Hisyam bin Hakim untuk menemui Rasulullah Saw. Umar bin Khattab ingin mengadukan kepada Rasulullah terkait perbedaan bacaan Al-Qur’an di antara mereka. “Duhai Rasulullah, sungguh Hisyam bin Hakim membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang tidak pernah engkau ajarkan kepadaku.” ujar Umar bin Khattab. Rasulullah menjawab, “Lepaskanlah ia,” kemudian Rasulullah menoleh kepada Hisyam bin Hakim, “Wahai Hisyam, bacalah Alquran!” Maka, Hisyam bin Hakim membacakan kepada Rasulullah bacaan Alquran yang tadi didengar oleh Umar bin Khattab. Setelah Hisyam bin Hakim selesai membaca Al-Qur’an, Rasulullah tersenyum seraya mengatakan, “Seperti itulah Al-Qur’an diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah Al-Qur’an dengan apa yang paling mudah bagi kalian.”







Ta'ashshub (taklid buta) Hal ini terjadi karena kita tidak memiliki ilmunya dan ini adalah sikap yang keliru. Jangan mengikuti suatu pendapat karena pendapat seseorang tapi ikutilah karena mengetahui dalilnya. Imam Abu Hanifah berkata;



"Tidak halal salah seorang mengikuti pendapat saya sampai dia tahu dalil yang saya pakai".







Silahkan ikuti madzhab tapi pahami dalilnya, ikuti fatwa dengan memahami dalilnya. Terburu – buru/tergesa-gesa Karena tidak memiliki ilmunya sehingga dia ingin melihat dengan cepat hasil dari perjuangannya dan akhirnya menghancurkan kemaksiatan dengan membuat keonaran yang besar. Padahal menghilangkan kemungkaran tidak dibenarkan dengan membuat kekacauan. Sunnatullah perjuangan adalah membutuhkan waktu yang panjang dan inilah jalan yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para salafush shalih.



Metode yang Benar dalam Menegakkan Ad Din (Ust. Jahada Mangka’ Lc)



Tujuan materi: 1. Agar mutarabbi mengetahui tahapan - tahapan dalam berdakwah 2. Agar mutarabbi bisa terhindar dari sikap isti'jal dalam berdakwah



Secara umum sirah rasulullah dibagi dalam tiga marhalah besar sejak diangkatnya beliau menjadi nabi dengan turunnya wahyu pertama yaitu QS. Al Alaq ayat 1 - 5 sampai beliau meninggal dunia. Sangat penting untuk mengetahui metode – metode di setiap marhalah tersebut agar kita bisa meneladani beliau dalam berdakwah. Adapun tahapan – tahapan yang dilakukan oleh Rasulullah dalam menegakkan ad din (berdakwah): 1. Marhalah ta'sis Marhalah ini adalah marhalah makkiyah/pembangunan pondasi.Yang dilakukan Rasulullah dalam periode ini adalah: 1) Penyebaran pokok/prinsip prinsip ajaran islam (fase dakwah) diantaranya:  Aqidah Ia adalah pondasi dalam islam sehingga sangat penting untuk memulai membenahi hal ini.Ketika aqidah ini tidak beres maka persoalan yang lain pun akan menjadi tidak beres.  Ibadah Ini yang sering salah kaprah di kalangan umat islam, mereka memahami bahwa nabi di Mekkah hanya konsen pada masalah aqidah. Padahal di fase makkah sudah ada pensyariatan ibadah. Bahkan di surat Al Muzzammil ada perintah untuk mendirikan shalat.  Akhlak Pada periode Makkah, Rasulullah pun sudah konsen pada pembentukan akhlak. Sebagaimana penjelasan dalam surat al muddatstsir (surat makkiyah) yang intinya adalah Akhlak.



‫الر ْج َز‬ ُّ ‫) َو‬4( ‫ك فَطَ ِّه ْر‬ َ َ‫) َوثِيَاب‬3( ‫ك فَ َكِّب ْر‬ َ َّ‫) َو َرب‬2( ‫) قُ ْم فََأنْ ِذ ْر‬1( ‫يَا َُّأي َها ال ُْم َّد ِّث ُر‬ )8( ‫) فَِإ ذَا نُِق َر فِي النَّاقُو ِر‬7( ‫اصبِ ْر‬ َ ِّ‫) َولَِرب‬6( ‫) َواَل تَ ْمنُ ْن تَ ْستَ ْكثِ ُر‬5( ‫فَ ْاه ُج ْر‬ ْ َ‫ك ف‬ ِ ِ ٍ ‫فَ َذلِ َ ِئ‬ )10( ‫ين غَْي ُر يَ ِسي ٍر‬ َ ‫) َعلَى الْ َكاف ِر‬9( ‫ك َي ْو َم ذ َي ْو ٌم َعس ٌير‬



Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan (kepada manusia) dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah! dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah. Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. 2) Membangun pondasi yang kokoh dengan melahirkan rijal dakwah dan rijal aqidah. Pada fase ini, nabi konsen juga pada pengkaderan dan pembinaan (tarbiyah). Yang merespon islam pada fase Makkah, dibina dan dibimbing Rasulullah untuk menjadi bagian dari rijal aqidah dan rijal dakwah. Perhatian Rasulullah pada periode Makkah bukan konsen untuk memperbesar pengikut sebanyak - banyaknya. Tapi Rasulullah konsen dalam pembinaan dan pengkaderan sehingga lahirlah kader-kader yang kokoh dalam aqidah dan dakwah. Ini dibuktikan dengan jumlah kaum muslimin yang hijrah ke Madinah tidak sampai 100 orang. Dari 10 orang yang dijamin masuk surga, 6 orang diantaranya adalah hasil dari pembinaan di periode Makkah. 3) Membangun jama'ah Secara otomatis di zaman Rasulullah terbentuk yang namanya komunitas jama’ah karena pentingnya kedudukan jama’ah dalam perjuangan. 4) Dakwah dan pergerakan Sangat terasa dinamika pergerakan dakwah di zaman Rasulullah karena semua yang dibina Rasulullah di fase awal tidak ada yang tinggal diam, mereka semua bergerak mengajak orang lain untuk masuk islam. 5) bersabar di atas siksaan dan ujian dakwah Kita lihat bagaimana kondisi Rasulullah dan para sahabat pada periode Makkah, dimana mereka bersabar dengan semua siksaan dan ujian dari para kafir quraisy. Mereka tidak melakukan perlawanan karena kondisi kaum muslimin pada waktu itu masih lemah dan pengikutnya masih sedikit. Pada periode ini, Rasulullah hanya bisa menyabarkan dan menguatkan para sahabatnya ketika melihat mereka disiksa oleh pembesar Quraisy di Makkah, bukan karena tidak peduli ataupun tidak kasihan melihat penyiksaan yang dialami oleh para sahabatnya tapi kondisi mereka belum memungkinkan untuk melawan. ‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhuma, mereka adalah hamba sahaya dari Bani Makhzum. ‘Ammar masuk Islam bersama kedua orang tuanya. Orang-orang musyrik menggiring mereka ke padang pasir. Apabila matahari sudah panas, kemudian mereka disiksa dengan panas matahari itu. Dalam kondisi seperti itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat, beliau berkata, “Bersabarlah wahai keluarga Ammar dan keluarga Yasir karena bagi kalian adalah surga.” Yasir meninggal karena siksaan dan Sumayyah meninggal karena Abu Jahal menancapkan tombak di kemaluannya. Dia adalah syahid pertama dalam Islam.



(Ceritakan kisah - kisah sahabat yang mengalami penyiksaan di periode Makkah). Berbeda pada waktu nabi sudah berada pada marhalah tamkin (sudah ada di Madinah) dan kaum muslimin sudah eksis. Suatu ketika ada wanita muslimah yang dilecehkan di pasar yahudi yang dikuasai oleh Bani Qainuqa’,ketika Rasulullah mendengar berita tersebut, Rasulullah memerintahkan untuk menyerang bani Qainuqa'. Hal ini dilakukan Rasulullah karena kondisi mereka pada waktu itu sudah kuat. 6) Menghindari konfrontasi (menahan tangan) Menahan tangan artinya menahan diri dari berperang (4:77)



ِ ِ ِ ‫َّذ‬ ِ ‫ِإ‬ ‫اة َف لَ مَّ ا‬ َّ ‫يم وا الصَّ اَل َة َو آتُوا‬ َ ‫الز َك‬ ُ ‫يل هَلُ ْم ُك ُّف وا َأيْ د يَ ُك ْم َو َأق‬ َ ‫أمَلْ َت َر ىَل ال‬ َ ‫ين ق‬ ِ ‫ال ِإ ذَ ا فَ ِر يق ِم ْن ه م خَي ْ َش و َن النَّاس َك خ ْش ي ِة الل‬ ِ َّ‫َأش د‬ ُ َ‫ب َع لَ ْي ِه ُم الْ ِق ت‬ َ ‫َّه َْأو‬ َ َ َ ْ ُْ ٌ َ ‫ُك ت‬ ‫مِل‬ ‫ِإ‬ ٍ ‫َأج ٍل قَ ِر‬ ۗ ‫يب‬ َ َ‫ت َع لَ ْي نَ ا الْ ِق ت‬ َ ‫َخ ْش يَ ةً ۚ َو قَ الُ وا َر بَّنَ ا َ َك تَ ْب‬ َ ٰ ‫َّر َت نَ ا ىَل‬ ْ ‫ال لَ ْو اَل َأخ‬ ِ ُّ ُ‫قُ ْل َم تَ اع‬ ‫ون فَ تِ ي اًل‬ َ ‫َّق ٰى َو اَل تُ ظْ لَ ُم‬ َ ‫يل َو ا آْل ِخ َر ةُ َخ ْي ٌر لِ َم ِن ا ت‬ ٌ ‫الد ْن يَ ا قَ ل‬ Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orangorang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun. Allah pasti memenangkan islam ini sebagaimana janji Allah dalam Al Quran. Allah subhanahu wata’ala berfirman:



ۡ ۡ ‫ُدَى َود‬ ٰ ‫ِى َأ ۡر َس َل َرسُو َل ُه ۥ ِب ۡٱله‬ ‫ڪ ِر َه‬ ُ ‫ين‬ َ ‫ڪلِّهِۦ َو َل ۡو‬ ٓ ‫ه َُو ٱلَّذ‬ ِ ‫ِين ٱل َح ِّق لِيُظ ِه َرهُ ۥ َع َلى ٱل ِّد‬ ِ ‫ون‬ َ ‫ۡٱلم ُۡش ِر ُك‬ “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. At-Taubah [9] ayat 33). Janji Allah itu pasti dan Allah tidak pernah melanggar janjiNya, namun kita harus bersabar. Sabar dalam berdakwah agar tidak terburu - buru ingin melihat hasil



sehingga menempuh jalan pintas dengan jalan kekerasan seperti penyerangan membabi buta, pengeboman atau pengrusakan. 2. Marhalah hijrah Marhalah hijrah ini sangat singkat karena ia adalah proses peralihan dari periode Makkah ke Madinah. Hijrah ini terbagi 2: 1). Hijrah maknawiyah (non fisik) Artinya berhijrah dari keburukan kepada kebaikan.  “Seorang muslim adalah seseorang yang menghindari menyakiti muslim lainnya dengan lidah dan tangannya. Sedangkan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan semua apa yang dilarang oleh Allah.” (Shahih Al Bukhari, Kitabul Iman, Bab 4 Hadits No 10) Hijrah maknawiyah diantaranya:      



Dari kufur kepada iman Dari kesyirikan kepada ikhlas dan tauhid Dari keraguan kepada keyakinan Dari jahiliyah kepada islam Dari bid’ah kepada Sunnah Dari maksiat kepada taat



2). Hijrah teritorial (perpindahan tempat) Inilah yang dilakukan oleh Sahabat Rasulullah yaitu berhijrah dari Makkah ke Habasyah (hijrah pertama) dan ke Madinah (hijrah ke dua). Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi untuk melakukan hijrah tersebut, diantaranya:  Adanya kelompok survei Ketika Rasulullah akan berhijrah ke Madinah, beliau memerintahkan kepada sahabatnya untuk mensurvei kelayakan dari madinah untuk dijadikan tempat hijrah.  Adanya penolong – penolong Di masa Rasulullah, ada kaum Anshar yang menjadi penolong – penolong mereka di tempat berhijrah ketika kaum muslimin berhijrah ke Madinah. Begitupun ketika sahabat diperintahkan berhijrah ke Habasyah, ada raja Najasyi yang dikenal sangat adil dan menyambut baik kaum muslimin di negerinya.  Adanya wilayah yang indefenden (merdeka)  Hijrah yang pertama yaitu ke habasyah Rasulullah perintahkan kepada sahabat – sahabatnya yang lemah dan tertindas di Mekkah dalam rangka menjaga keamanan karena di Mekkah mereka disiksa, diintrogasi, ditekan dsb.  Hijrah yang kedua yaitu ke Madinah Dilakukan dalam rangka menjaga keimanan karena di Mekkah permusuhan semakin dahsyat dan kencang sehingga Rasulullah memerintahkan sahabatnya untuk berhijrah ke Madinah dan diperuntukkan bagi seluruh kaum muslimin secara umum. Kondisi Madinah pada waktu itu tidak



berada di bawah kekuasaan kabilah tertentu. Madinah pada waktu itu kosong dari kepemimpinan. 3. Marhalah tamkin Marhalah ini adalah marhalah kemenangan dimana kondisi umat islam pada waktu itu sudah mulai kuat. Yang dilakukan Rasulullah pada periode ini adalah: 1) Mempersaudarakan (kaum Anshar dan Muhajirin) 2) Membangun masjid 3) Jihad fi sabilillah Dimulai pada tahun ke-2 H yaitu dimulai dari perang badar kemudian perang Uhud kemudian perang Ahzab. 4) Penaklukan – penaklukan Tahun ke 9 H seluruh kabilah-kabilah arab datang ke Madinah dan mengatakan bahwa seluruh pengikutnya mengakui islam hingga umat islam menguasai jazirah Arab sebelum nabi meninggal dunia dan umat islam menjadi siyadatul alam (pemimpin bangsa-bangsa di dunia). . Maraji’: Sirah Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam



Fiqh Dakwah (Lanjutan) (ust.Muhammad Qasim Saguni, MA)



Tujuan Materi: 1. 2. 3. 4.



Memberikan pemahaman dan wawasan tentang konsep dakwah islam Menumbuhkan kesadaran dan semangat untuk berdakwah Memberikan taujih (arahan) agar dapat mengaplikasikan da’wah bil hikmah Memberikan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya akhlak dan sifat – sifat mulia dalam berdakwah



A. Defenisi Fiqh Da’wah  Al Fiqh artinya pemahaman  Ad Da’wah:  Secara etimologi/Bahasa: Seruan/panggilan, permintaan, permohonan  Secara terminology/istilah: - Meminta/mengajak masuk ke dalam islam dan istiqamah (berpegang teguh) terhadap islam - Mengajak manusia kepada Allah dengan hikmah dan al mau’izhotu al hasanah (pengajaran yang baik) sampai mereka beriman kepada Allah dan mengingkari thagut dan mengeluarkan mereka kegelapan jahiliyah menuju cahaya islam. B. Urgensi Fiqh Da’wah  Mengarahkan kebangkitan islam (agar tidak salah arah)  Diantara factor yang mempengaruhi keberhasilan dakwah  Tidak memahami metode dakkwah akan mengantarkan pada sikap:  Sembrono  Keras  Perpecahan  Membuat lari manusia (mad’u)  C. Keutamaan Da’wah dan Da’i Ilallah  Memiliki kedudukan yang agung Bahwa da’wah dalam islam dia adalah islam itu sendiri  Kebutuhan manusia terhadap da’wah



 Bahkan kebutuhan kita pada dakwah lebih besar daripada kebutuhan kita kepada makanan dan minuman  Pekerjaan para nabi dan rasul  Merupakan sebab kekalnya kebanyakan dari perintah-perintah Allah dan kebaikan  Jalan menuju kepada kemuliaan islam dan kaum muslimin  Manusia yang paling baik perkataan dan perbuatannya  Pahalanya yang agung  Merupakan salah satu sebab keberuntungan  Diantara sebab yang agung untuk memperbanyak dzikrullah dan sholawat atas Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam  Memperoleh An Nadharah  Jalan keselamatan dari adzab Allah di dunia dan akhirat  Merupakan sebab memperoleh amal sholih dan ilmu yang bermanfa’at  Merupakan sebab bertambahnya ilmu syar’i  Membantu seorang muslim memanfaatkan waktunya  Dengan ketaatan kepada Allah  Menyibukkannya dari menyia-nyiakan waktunya  Melindungi dari terjatuh kapada kemaksiatan  Merupakan sebab yang agung untuk tsabat di atas din ini



D. Hukum Berda’wah Wajib bagi setiap muslim sesuai kondisinya E. Tujuan Da’wah Kepada Allah bukan untuk: Ilayya: Popularitas, kultus individu Ilayna: Jama’ah, kelompok,yayasan Ilayhim: Thagut F. Tujuan (Antara) Da’wah  Merealisasikan tujuan penciptaan manusia yaitu beribadah kepada Allah semata dan tidak mempersekutukanNya  Tegaknya hujjah Allah atas hambaNya  Melaksanakan amanah dan pelepas tanggungjawab di hadapan Allah  Mewujudkan mu’min shalih  Mewujudkan ummat shalihah  Menyelamatkan manusia dari sebab-sebab kehancuran dan kebinasaan  Memperlihatkan keindahan islam  Memenangkan islam di atas semua agama Tahapan perealisasiannya: Pribadi muslim -- Keluarga muslim -- Masyarakat islami -Daulah Islamiyah - Khilafah Islamiyah kubra G. Rukun – Rukun Da’wah 1. Da’i  Iman yang dalam dan harapkan pahalaPercaya pada Allah bahwa:







  



    



Di dunia ia akan mendapatkan kemenangan Di akhirat ia akan dimasukkan ke dalam surga Ilmu Beramal dengan apa yang dida’wahkan Memiliki hubungan yang erat dengan Allah Bersabar di atas: - Dakwah  Berkesinambungan dalam da’wahnya sesuai kemampuannya. Ia tidak berhenti dan tidak bosan - Hal – hal yang merintangi da’wah - Penderitaan Dia menyadari bahwa rintangan dan penderitaan dalam berda’wah adalah sunnatullah. Al hikmah  Al Mau’izhatul hasanah Berakhlak dengan akhlak mulia  Karena seorang da’i adalah qudwah Menghilangkan penghalang antara dirinya dengan manusia Berlapang dada terhadap yang tidak sepaham  Berdebat dengan cara yang ahsan Loba terhadap yang didakwahi (agar mendapat hidayah)



2. Mad’u Risalah yang universal (seluruh alam) yaitu:  Jin  Manusia - Ummatudda’wah - Ummatulistijabah 3. Al Mad’u ilayhi (apa yang didakwahkan) yaitu: ISLAM berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman salafush Shalih yaitu manhaj yang sempurna untuk kehidupan manusia. 4. Uslub Da’wah  Menggunakan Al Hikmah dengan akhlak yang utama  Tarbiyah dan ta’lim  Motivasi dan ancaman  Sembunyi-sembunyi dan terang-terangan  Menggunakan beberapa dalil akal untuk menetapkankebenaran beberapa hukum (islam)  Dsb 5. Wasilah da’wah  Khutbah  Pelajaran  Pengajian umum  Diskusi dan debat  Seminar dan pelatihan  Fatwa-fatwa syar’i  Perilaku yang baik



   



 



Media social modern Camping dan rihlah Aturan-aturan dan organisasi Berusaha membantu kebutuhan-kebutuhan manusia (saha-usaha social): - Mengobati orang sakit seperti ruqyah,bekam dll. - Memberi hadiah - Membantu orang yang kesulitan Kisah-kisah Dsb



H. Karakteristik Dakwah  Rabbaniyyah (bersumber dari wahyu Allah subhanahu wata’ala) - Rabbaniyah dalam ajaran - Rabbaniyah dalam pelaku-pelaku da’wah  Salafiyyah (merujuk pada pemahaman salaf demi menjaga orisinalitas dalam pemahaman aqidah)  Wasathiyyah (pertengahan)  Waqi’iyyah (realistis)  Akhlaqiyyah (menggunakan akhlak mulia)  Sumuliyyah (menyeluruh dan lengkap)  ‘Alamiyyah (mendunia)  Syuriyyah (menjunjung tinggi musyawarah)  Jihadiyyah (kesungguhan dan militansi) I.



Sifat dan Akhlak Da’i  Ikhlas  Meniatkan ketaatan untuk taqarrub ilallah  Membersihkan amal dari segala cacat  Amanah  Menyebarkan agama ini  Dakwah dan tarbiyah  Ilmu: - Menuntut ilmu - Menyampaikan ilmu - Berfatwa - Mengutip perkataan-perkataan 











Jujur dalam: - Memikul addin - Perkataan - Perbuatan Mengikuti nabi shallallahu ‘alayhi wasallam dalam: - Aqidah - Jenis-jenis ibadah - Manhaj da’wah - Dsb Sabar - Dalam menanggung kesulitan-kesulitan da’wah







           



- Meninggalkan ketergesa-gesaan - Kontinyu dalam berda’wah Adil - Terhadap lawan dan kawan - Dalam menilai buku-buku - Dalam menghukumi da’wah dan pergerakan - Dalam berinteraksi dengan nash-nash syar’i - Dalam berinteraksi dengan perbedaan pendapat Tawadhu ’lawan dari sombong Lemah lembut lawan dari keras Kasih sayang Banyak beristikharah dan bermusyawarah Malu Menjauhi hal – hal yang condong pada perbedaan Teliti/berhati-hati (terhadap kabar yang diterima) Senantiasa bermuhasabah (introspeksi diri) dan muraja’ah (meninjau ulang) Loba terhadap orang yang didakwahi Percaya diri dan yakin Tidak dendam kepada orang lain Memiliki semangat yang tinggi dalam berdakwah



J. Qaidah Sukses dalam Berda’wah Sekarang bukan lagi saatnya berda’wah sekedar menyampaikan saja. Tapi da’wah itu diharapkan bisa memberi manfaat dan diterima oleh mad'u. Da’wah adalah perkataan yang berat. Berat karena perkataannya berbobot dan berat untuk ditolak. Diantara qaidah dakwah sukses: 1. Keteladanan sebelum mengajak  Rasulullah adalah qudwah dalam hal ini Betapa banyak ayat-ayat yang menerangakan tentang keteladanan Rasulullah. Ternyata keteladanan Rasulullah ini menjadi faktor utama keberhasilan da’wah beliau.  Mulai dari diri sendiri Minimal kita sudah menerima (mengamalkan) lebih dulu apa yang kita da’wahkan. Langkah memulai dari diri kita adalah salah satu sebab orang lain mau mengikuti apa yang kita dakwahkan dan ayat-ayat dalam Al Qur’an juga memerintahkan untuk mengamalkan apa yang kita dakwahkan. Allah berfirman dalam surat Al Baqarah: 144



‫ون‬ “َ ُ ‫اب َأ َفاَل َتعْ قِل‬ “َ ُ ‫اس ِب ْال ِبرِّ َو َت ْن َس ْو َ“ن َأ ْنفُ َس ُك ْم َوَأ ْن ُت ْم َت ْتل‬ “َ ‫أ َتْأ ُمر‬ َ ‫ون ْال ِك َت‬ َ ‫ُون ال َّن‬ Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS. Al Baqarah: 44) Dalam surat Ash Shaf: 2-3, Allah berfirman:



“‫ون َكب َُر َم ْق ًتا عِ ْن َد هَّللا ِ َأنْ َتقُولُوا“ َما اَل َت ْف َعلُون‬ “َ ُ ‫ون َما اَل َت ْف َعل‬ “َ ُ ‫ِين آ َم ُنوا لِ َم َتقُول‬ َ ‫ياَأ ُّي َها الَّذ‬ “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Hal (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.  pentingnya qudwah dalam berda’wah Keteladanan membawa pengaruh yang kuat dalam berdakwah dan itulah yang dicontohkan oleh Rasulullah. Orang yang tidak memiliki keteladanan atau lalai dalam memperhatikan keteladanan maka perkataannya akan sulit diikuti. 2. Mengikat hati sebelum memberi peringatan Mengikat hati adalah modal awal dalam mendakwahi orang lain. Kenapa hati yang perlu untuk diikat ?, karena hati adalah rajanya anggota tubuh. Seluruh anggota tubuh digerakkan oleh hati, Ketika kita sudah mengikat hati seseorang sama seperti sudah memegang remot control. Sehingga ini menjadi kunci dari dakwah efektik. Dan penting untuk menggunakan wasilah-wasilah ta’liful qulub untuk mengikat hati orang lain, diantaranya:  Memberikan perhatian misalnya mengucapkan selamat Ketika dia sedang berbahagia atau mengucapkan takziyah Ketika dia sedang ditimpa musibah dll.  Jauhkan kesan bahwa kita ingin memanfaatkan  Memberikan pujian  Memberikan hadiah  Dsb 3. Memahamkan sebelum memberikan beban Sebelum datang perintah-perintah yang berupa pembebanan syariat atau pelarangan, sebaiknya perkenalkan dulu tentang hal tersebut. Memperkenalkan maksudnya memberitahukan manfaat dari perintah atau larangan tersebut, bukan datang mendakwahi dengan memberikan beban tapi terlebih dahulu memberikan edukasi misalnya; Ketika kita ingin menyuruh dia untuk melaksanakan sholat maka perkenalkan dahulu tentang sholat itu, kenapa diwajibkan sholat lima waktu, apa manfaatnya dan hal lain yang berkaitan dengan sholat tersebut. 4. Bertahap dalam pembebanan Berproses dalam memberikan pembebanan syariat, selangkah demi selangkah, setahap demi setahap, sedikit demi sedikit. 5. Mempermudah bukan mempersulit Perlihatkan bahwa islam itu mudah (bukan memudah-mudahkan). Jangan membawa agama ini dengan kesan menyulitkan. Sebagaiman pesan khusus nabi kepada Muadz bin Jabal: “Berilah kemudahan dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari…” [HR. Bukhari dan Muslim] Dari Abu Hurairah, Rasululullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:



‫َ َأ‬ “‫“ َواسْ َتعِي ُنوا“ بال ُغ ْدوة‬،‫اربُوا َوَأبْشِ رُوا‬ ‫“ َولَنْ َيشا َّد‬،‫ين يُسْ ر‬ َ ‫ِإنَّ ال ِّد‬ ِ ‫ ف َس ِّددوا َو َق‬،ُ‫الدين َح ٌد ِإاَّل َغلَ َبه‬ ) ُّ‫ َو َشيْ ٍء م َ“ِن ال ُّدلَجة” (رواه البخاري‬،ِ‫َوالرَّ ْو َحة‬ “Sesungguhnya agama (Islam) mudah, tidaklah agama ini dipersulit oleh



seseorang kecuali ia akan kalah, dan dalam beramal hendaklah pertengahan dan dekatkanlah dan gembiraknlah dan mintalah pertolongan (di dalam ketaatan kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan giat”. [HR.Bukhari] Dan setiap orang pasti suka jika dimudahkan begitupun dengan syariat dalam agama kita, Allah menginginkan kemudahan untuk hambaNya, sebagaimana firmanNya dalam surat Al Baqarah: 185



ِ ِ ‫ان ال‬ ٍ َ‫َّاس و ب يِّن‬ ‫ات ِم َن ا هْلُ َد ٰى‬ ُ ‫َّذ ي ُأنْ ِز َل فِ ِيه الْ ُق ْر‬ َ ‫ض‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬ َ َ ِ ‫آن ُه ًد ى ل لن‬ ِ ِ ‫يض ا َْأو َع لَ ٰى‬ َ ‫ص ْم هُ ۖ َو َم ْن َك‬ ً ‫ان َم ِر‬ ْ ‫َو الْ ُف ْر قَ ان ۚ فَ َم ْن َش ِه َد م ْن ُك ُم الش‬ ُ َ‫َّه َر َف ْل ي‬ ٍ ‫س َف ٍر فَ عِ دَّ ةٌ ِم ن َأي‬ ‫يد بِ ُك ُم الْ عُ ْس َر‬ ُ ‫يد اللَّهُ بِ ُك ُم الْ يُ ْس َر َو اَل يُ ِر‬ ُ ‫ُأخ َر ۗ يُ ِر‬ َ ‫َّام‬ ْ َ ِ َ ‫و لِ ت ْك ِم لُ وا الْ عِ د‬ ‫ون‬ ُ ‫اك ْم َو لَ َع ل‬ ُ ‫ِّر وا اللَّهَ َع لَ ٰى َم ا َه َد‬ َ ‫َّك ْم تَ ْش ُك ُر‬ ُ َ ُ ‫َّة َو ل تُ َك ب‬ Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. 6. Yang pokok sebelum yang cabang Dalam persoalan furu’ banyak perbedaan pendapat maka dahulukan dulu yang pokok. Pilihlah tema-tema yang tidak banyak khilaf di dalamnya Ketika memberikan tema-tema taklim kepada mad’u yang baru belajar. Supaya ia lebih dahulu memahami perkara-perkara yang pokok dalam agama ini yang tidak teralu banyak pertentangan di dalamnya. Jangan sampai mad’u baru belajar, ia sudah belajar mentahdzir, sudah berani mencari -cari kesalahan-kesalahan dari saudara muslim atau kelompok lain. 7. Menggembirakan sebelum memberi peringatan 8. Memahamkan bukan mendikte Mendikte adalah sikap komandan kepada prajuritnya. Kadangkala seorang prajurit (tentara) dengan terpaksa mengikuti perintah karena itu adalah perintah komandan meskipun melanggar aturan. Posisi kita adalah da’I bukan komandan dan mad’u dakwah juga bukan tentara. Maka pahamkanlah mereka jika ada hal yang harus mereka kerjakan bukan mendiktenya untuk melakukan hal tersebut.



9. Mendidik bukan menelanjangi Mendidik artinya merubah. Seorang da’I adalah pendidik yang menanamkan nilai dan seorang pendidik adalah teladan. Dakwah bukan untuk menelanjangi pribadipribadi tertentu atau kelompok-kelompok tertentu. Orang-orang yang berdakwah yang suka menelanjangi (kesalahan-kesalahan seseorang atau kelompok tertentu) akan dijauhi oleh mad’u. 10. Jadilah murid seorang guru bukan muridnya buku Seorang da’I harus belajar pada guru bukan mencukupkan belajar pada buku karena belajar pada buku bisa saja akan ada banyak kesalahan.Syeik Al Utsaimin rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang bukunya adalah gurunya maka kesalahannya lebih banyak dari benarnya” Seorang qari’ul Qur’an misalnya, ia harus punya guru yang membenarkan bacaannya, karena jika dia tidak punya guru yang mengoreksi bacaannya maka dia akan selalu merasa benar.



Maraji’: Fiqih Dakwah oleh Jum’ah Amin Abdul Aziz



Fannut Ta’amul (Lanjutan) Seni Berinteraksi dengan Orang Lain (Ust. Qasim Saguni)



A. KAIDAH DASAR KOMUNIKASI DAKWAH 1. Sentuh kemudian raih hatinya, dia akan menjadi budakmu atau engkau akan jadi rajanya 2. Kenali mad’u sehingga dia merasa dihargai dan membangun kedekatan Bisa dilakukan dengan perkenalan diri (nama, asal, satatus social, hobby)  Bagaimana berinteraksi dengannya ?. Ada 3 model interaksi:   



Interaksi ke atas (dengan orang yang berada di atas kita baik dari segi umur, social, politik dll) Interaksi ke samping (dengan orang yang sejajar/setara dengan kita baik usia, status social, Pendidikan dll) Interaksi ke bawah (dengan orang yang berada di bawah kita baik dari segi umur, status social, Pendidikan dll). Bagaimana menggunakan metode interaksi ini ? yaitu dengan mengenali terlebih dahulu siapa orang yang kita ajak berinteraksi. Kenali statusnya baik ekonomi, Pendidikan, social, politik dan sebagainya, sehingga bisa menentukan model interaksi yang kita yang tepat untuk orang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:



ِ ‫س ِمنَّا‬ ْ ‫صغِْيَرنَا َو َي ْع ِر‬ َ ‫َم ْن مَلْ َي ْر َح ْم‬ َ ‫ف َح َّق َكب َرينَا َفلَْي‬ “Barang siapa tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak mengenal hak orang tua kami, dia bukan termasuk golongan kami.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adab Mufrad, lihat Shahih al-Adab al-Mufrad no. 271)  Tekhnik memperkenalkan diri -



Menggunakan kartu nama Menggunakan CV Menyebutkan nama orang yang dia kenal



 Bagaimana mengenal mad’u -



Bertanya kepada orang lain yang lebih mengenal dia Mencari di internet tentang dirinya



3. Hindari perbedaan dan temukan persamaan



ِ َ‫َأه ل الْ ِك ت‬ ‫اب َت َع الَ ْو ا ِإ ىَل ٰ َك لِ َم ٍة َس و ٍاء َب ْي َن نَ ا َو َب ْي نَ ُك ْم َأاَّل نَ ْع بُ َد ِإ اَّل‬ َ َ ْ ‫قُ ْل يَا‬ ِ ‫ون الل‬ ِ ِ ِ ‫ض ا َأر ب اب ا ِم ن د‬ ۚ ‫َّه‬ ُ ‫اللَّهَ َو اَل نُ ْش ِر َك بِ ه َش ْي ًئ ا َو اَل َي تَّخ َذ َب ْع‬ ُ ْ ً َ ْ ً ‫ض نَ ا َب ْع‬ ‫ِإ‬ ‫ون‬ َ ‫اش َه ُد وا بِ َأنَّا ُم ْس لِ ُم‬ ْ ‫َّو ا َف ُق ولُ وا‬ ْ ‫فَ ْن َت َو ل‬ Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (Ali Imran: 64) Apa kalimat yang sama itu ? yaitu tidak menyembah kecuali Allah dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatupun. Bimbingan Allah kepada Rasulullah dalam berinteraksi dengan ahlul kitab (Yahudi) adalah dengan mencari persamaan. Tujuan dari hal ini adalah untuk membangun kedekatan dalam interaksi karena persamaan adalah sumber kedekatan dan perbedaan adalah sumber konflik. 4. Bertahap dalam merubah (tidak tergesa-gesa dalam memperbaiki) 5. Mudahkan dan jangan mempersulit (tabiat manusia senang dimudahkan dan tidak suka dipersulit) 6. Gembirakan dan jangan membuat lari (tabiat manusia) 7. Gunakan 5 kata ajaib: Maaf, permisi, tolong, terima kasih 8. Menerapkan 5 prinsip dasar komunikasi efektif     



Respect (rasa haormat) Emphaty (kepedulian) Audible (mampu mendengarkan/pendengar) Clarity (jelas) Humble (rendah hati) Kebutuhan setiap manusia: -



Dicintai Dipahami Dihargai Dinilai Rasa aman



9. Lakukan hal-hal yang disukai (mulailah dengan percakapan), diantaranya:  Memberikan perhatian (memberi salam, bertanya kabar, memperhatikan pembicaraannya, menjenguk ketika ia sakit, memberi hadiah)  Dipuji dan dihargai  Memberikan peluang kepada orang lain untuk maju dan menghilangkan hasad di hati  Berterima kasih dan membalas kebaikan  Memperbaiki kesalahan tanpa menyakiti perasaannya 10. Hindari hal-hal yang tidak disukai, diantaranya:      



Menasehati langsung di depan umum Membuka Sombong dan merendahkan orang lain Terburu-buru dalam menghukumi orang lain Terus menerus dalam kesalahan dan tidak mau memperbaikinya Menisbatkan kebaikan kepada dirinya dan menisbaskan keburukan kepada orang lain.



B. KIAT-KIAT KHUSUS TA’AMUL 1. Perbaiki hubungan dengan Allah dan bersihkan hati maka Allah akan memperbaiki hubunganmu dengan orang lain 2. Berpakaian dan berpenampilan yang baik 3. Tidak eksklusif dalam penampilan dan sikap 4. Jangan remehkan: 5. Menggunakan kata-kata yang lembut dan santun serta hindari: 6. Membiasakan sikap al itsar 7. Pandai memahami tabiat dan fikrah orang lain (melatih sikap toleran) 8. Menyenangkan perasaannya dengan cara; 9. Memperbanyak silaturrahim dan memberi hadiah 10. Tidak reaktif dan emosional, tapi penyabar dan rasional 11. Mengalah untuk kemaslahatan, terkhusus pada hal-hal yang tidak prinsip 12. Jujur dan setia kawan 13. Tidak mengambil haknya atau menahannya tanpa keridhaannya 14. Menjaga adab-adab lainnya



Hakikat Ghuraba’ dan Keutamaannya (Ust. Syaiful Yusuf, Lc., MA)



Tujuan Materi: 1. Agar mutarabbi memahami makna hadits tentang ghuraba’ (keutamaan orang yang dianggap asing, tidak dijadikan sebagai alasan untuk mempertahankan keterasingan tersebut biar asing terus karena dia bukanlah tujuan. Dan Rasulullah pun berjuang untuk keluar dari keterasingan tersebut. Hadits tentang ghuraba’ ini adalah hiburan bagi kaum muslimin) 2. Agar mutarabbi memahami keutamaan dari ghuraba’



Mengenai ghuraba’ ini, ada hadits dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:



‫َريبًا فَطُوبَى لِ ْل ُغ َربَا ِء‬ ِ ‫َريبًا َو َسيَعُو ُد َك َما بَ َدَأ غ‬ ِ ‫بَ َدَأ اِإل ْسالَ ُم غ‬ Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145).



Kata “thuubaa” dalam hadits imam Ahmad dan At Tirmidzi adalah sebuah pohon di surga dimana pakaian ahlil Jannah terbuat dari pohon tersebut. “Thuubaa” berarti keberuntungan atau keselamatan. Konteks hadits ini diriwayatkan dengan lafadz yang berbeda-beda, diantaranya: Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



ِ َ ‫طُو لِْلغُرب ِاء فَِقيل م ِن الْغُرباء يا رس‬ ِ ‫اس سو ٍء َكثِ ٍري من يع‬ ‫ال ُأنَاس َ حِل ىِف‬ ‫صي ِه ْم‬ َْ ْ َ َ َ ‫ىَب‬ ُ َ َ ُ ََ َ َ ْ َ ِ َ‫صا ُو َن ُأن‬ ٌ َ َ‫ول اللَّه ق‬ ‫َأ ْكَث ُر مِم َّْن يُ ِطيعُ ُه ْم‬ “Beruntunglah orang-orang yang terasing.” “Lalu siapa orang yang terasing wahai Rasulullah”, tanya sahabat. Jawab beliau, “Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek lalu orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada yang mentaatinya.” (HR. Ahmad 2: 177. Hadits ini hasan lighoirihi, kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth)



ِ ِ ِ ِ ُ ُ‫ « ِإ َّن اِإل ْسالَ َم بَ َدَأ َغ ِريبًا َو َسَيع‬ ‫ول اللَّ ِه‬ ُ ‫قَ َال َر ُس‬ ُ‫يل َو َم ِن الْغَُربَاءُ قَ َال النَُّّزاع‬ َ ‫ قَ َال ق‬.» ‫ود َغريبًا فَطُوىَب ل ْلغَُربَاء‬ ‫ صحيح دون قال قيل‬: ‫ قال الشيخ األلباين‬.‫ِم َن الْ َقبَاِئ ِل‬ “Sesungguhnya Islam muncul dalam keadaan asing, dan akan kembali asing seperti saat  kemunculannya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing”. Seseorang bertanya : “Siapakah orang-orang yang terasing itu ya Rasulallah . Rasulullah bersabda: Mereka yang berseberangan dari kaumnya”. [HR.Ibnu Majah, Ahmad dan Ad Darimi dan dinyatakan shahih oleh syeikh Al Albani]. Dalam hadits lain:



ِ ‫قَ َال «ِإ َّن الدِّين ب َدَأ َغ ِريبا وير ِجع َغ ِريبا فَطُو لِْلغُرب ِاء الَّ ِذين ي‬ ‫َّاس ِم ْن‬ َُْ َ َ ‫ً َ َ ْ ُ ً ىَب‬ ََ ُ ‫صل ُحو َن َما َأفْ َس َد الن‬ ِ ِ ‫يث حسن‬ ِ ‫يح‬ َ ٌ َ َ ٌ ‫يسى َه َذا َحد‬ ٌ ‫صح‬ َ ‫ قَ َال َأبُو ع‬.»



َّ ‫ول اللَّ ِه‬ َ ‫َأن َر ُس‬ ‫َب ْع ِدى ِم ْن ُسنَّىِت‬



“Sesungguhnya Islam muncul dalam keadaan asing, dan akan kembali asing seperti saat kemunculannya. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing”. Seseorang bertanya : “Siapakah orang-orang yang asing itu ya Rasulullah ? “Orang-orang yang selalu memperbaiki (melakukan ishlah) di saat manusia merusak sunnah-sunnah ku”, jawab Rasulullah (HR. At Tirmidzi, dinyatakan Hasan Shahih oleh Imam At Tirmidzi)



A. Defenisi Al Ghuraba’  Secara Bahasa:Ghuraba’ adalah bentuk jamak dari kata “al gharib” bermakna “al ghurbah” yang memiliki banyak arti, diantaranya: -



Jauh dari kampung/negerinya Orang yang bukan bagian dari kaum dimana dia tinggal Tidak jelas, tersembunyi dan tidak terkenal Pergi dan menjauh dari manusia



 Penggunaan dalam hadits nabi shallallahu ‘alayhi wasallam:







Bermakna keterasingan lahiriyah (fisik): Tinggal bukan di negerinya sebagaimana hadits  Ibnu Umar radhiyallahu’anhu berkata :



ِ ُ ‫َأخ َذ رس‬ ُّ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم مِب َْن ِكيِب َف َق َال ُك ْن يِف‬ ‫يب َْأو َعابُِر َسبِ ٍيل‬ َ ‫الد ْنيَا َكَأن‬ َ ‫ول اللَّه‬ ٌ ‫َّك َغ ِر‬ َُ َ ‫ت فَاَل َتْنتَ ِظ ْر الْ َم َساءَ َو ُخ ْذ ِم ْن‬ ُ ‫َو َكا َن ابْ ُن عُ َمَر َي ُق‬ َّ ‫ت فَاَل َتْنتَ ِظ ْر‬ َ ‫َأصبَ ْح‬ ْ ‫اح َوِإذَا‬ َ ‫ول ِإذَا َْأم َسْي‬ َ َ‫الصب‬ ِ ِ‫ِص َّحتِك لِمر ِضك و ِمن حيات‬ ‫ك‬ َ ِ‫ك ل َم ْوت‬ َ ََ ْ َ َ َ َ َ Rasulullah pernah memegang pundakku dan bersabda: “Jadilah kamu di dunia ini seakan akan orang asing (Ghuroba) atau seorang pengembara`. Ibnu Umar juga berkata; Bila kamu berada di sore hari, maka jangan kamu menunggu datangnya pagi hari, dan bila kamu berada di pagi hari, maka jangan menunggu waktu sore, pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.”  (HR. Bukhari) 



Bermakna keterasingan maknawiyah: Istiqomah menetapi perkara-perkara yang membutuhkan kesungguhan dan pengorbanan, menghindari fitnah serta menetapi jalan yang ditempuh oleh generasi awal dari umat ini (para salaf, khususnya sahabat). Makna ini sesuai dengan hadits yang kita baca: “islam datang dalam keadaan asing…” [HR.Muslim]



B. Keutamaan Al Ghuraba’ 1. Mereka adalah golongan yang selamat



‫ فواحدة يف اجلنة و سبعني يف النار و‬، ‫افرتقت اليهود على إحدى و سبعني فرقة‬ ‫افرتقت النصارى على اثنني و سبعني فرقة فواحدة يف اجلنة و إحدى و سبعني يف‬ ‫ فواحدة يف اجلنة و‬، ‫ و الذي نفسي بيده لتفرتقن أميت على ثالث و سبعني فرقة‬، ‫النار‬ ‫ هم اجلماعة‬: ‫ قيل يا رسول اهلل من هم ؟ قال‬، ‫ثنتني و سبعني يف النار‬ “Yahudi telah berpecah-belah menjadi 71 golongan, maka satu di Surga dan tujuh puluh di Neraka, dan Nashara telah berpecah belah menjadi 72 golongan, maka satu di Surga dan tujuh puluh satu di Neraka, dan demi yang jiwaku di tangan-Nya sungguh ummatku akan berpecah belah menjadi 73 golongan, maka satu di Surga dan tujuh puluh dua di Neraka, dikatakan “Wahai Rasulullah siapa mereka itu?”, beliau berkata: “Mereka adalah al-Jama’ah.”” (HR Ahmad, shahih). 2. Mereka adalah kelompok yang mendapatkan pertolongan



ِ َ‫اَل َتز ُال طَاِئَفةٌ ِمن َُّأمىِت ي َقاتلُو َن علَى احْل ِّق ظ‬ ‫اه ِريْ َن ِإىَل َي ْوِم‬ َ َ َ ْ ُ ْ ‫الْ ِقيَ َام ِة‬ “Selalu ada satu kelompok dari umatku yang berperang atas kebenaran, dalam keadaan menang, sampai hari kiamat” [HR.Muslim] 3. Allah mengabulkan doa dan mewujudkan sumpah mereka 4. Penghuni surga



‫َريبًا فَطُوبَى لِ ْل ُغ َربَا ِء‬ ِ ‫َريبًا َو َسيَعُو ُد َك َما بَ َدَأ غ‬ ِ ‫بَ َدَأ اِإل ْسالَ ُم غ‬ Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145). C. Keterasingan yang Pertama  Sebab-sebab a. Lemahnya pengaruh kenabian di Jazirah Arab



Sejak wafatnya nabi Ismail alayhissalam tidak ada lagi nabi yang diutus ke bangsa rab dalam rentang waktu yang sangat Panjang sampai diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam. Allah berfirman dalam surat Yasin: 6



‫ون‬ َ ُ‫لِ ُت ْن ِذ َر َق ْو ًم ا َم ا ُأنْ ِذ َر آبَا ُؤ ُه ْم َف ُه ْم َغ افِ ل‬ Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai. Pada awalnya, mereka masih mmengikuti dakwah yang dibawa oleh nabi Isma’il ‘alayhissalam yaitu mengikuti agama nabi Ibrahim ‘alayhissalam sampai kemudian Amru bin Luhay, pemimpin bani khuza’ah yang membawa berhala dari Syam ke Jazirah Arab dan mengajak penduduk Makkah untuk menyembah berhala tersebut. Sehingga ketika Rasulullah diutus dan mengajak mereka ke agama tauhid, hal itu dianggap asing karena tidak mereka dapatkan dari nenek moyang mereka. Yang dikenal adalah agama berhala yang pencetusnya adalah Amru bin Luhay. b. Ta’ashshub terhadap tradisi nenek moyang Mereka berpegang teguh dengan apa yang dipegang oleh bapak-bapak mereka dan mempertahankan hal tersebut.



ۗ ‫آبَاءَ نَا‬



ِ ‫ِإ‬ ‫يل هَلُ ُم اتَّبِ عُ وا َم ا َأ ْن َز َل اللَّهُ قَ الُ وا بَ ْل َن تَّبِ ُع َم ا َألْ َف ْي نَ ا َع لَ ْي ِه‬ َ ‫َذ ا ق‬ ‫ون‬ َ ‫ون َش ْي ًئ ا َو اَل َي ْه تَ ُد‬ َ ُ‫ان آبَا ُؤ ُه ْم اَل َي ْع ِق ل‬ َ ‫ََأو لَ ْو َك‬



Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (AlBaqarah: 170)



‫آبَاءَ نَا‬



ِ ‫ِإ‬ ‫يل هَلُ ُم اتَّبِ عُ وا َم ا َأ ْن َز َل اللَّهُ قَ الُ وا بَ ْل َن تَّبِ ُع َم ا َو َج ْد نَا َع لَ ْي ِه‬ َ ‫َو َذ ا ق‬ ِ ‫وه م ِإ ىَل ٰ َع َذ‬ ِ‫اب السَّعِ ري‬ ُ َ‫َّي ط‬ َ ‫ۚ ََأو لَ ْو َك‬ ْ ‫ان الش‬ ْ ُ ُ‫ان يَ ْد ع‬



Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati



bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? ( Luqman: 21) c. Sikap ahlul kitab yang mendukung penyembahan berhala Seharusnya ahlul kitab itu mendukung Rasulullah karena sudah jelas disebutkan dalam dalam kitab mereka tentang Rasulullah. Akan tetapi karena kedengkian mereka kepada Rasulullah yang bukan berasal dari Bani Israil sehingga mereka tidak mau mengikutinya.



ِ ِ ُ‫ت و الطَّاغ‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ ُ‫اب ي ْؤ ِم ن‬ ِ ِ ‫ِإ‬ ‫وت‬ ُ َ‫ين ُأوتُوا نَص يبً ا م َن الْ ك ت‬ َ ‫ون ب ا جْل ْب‬ َ ‫َأ مَلْ َت َر ىَل الَّذ‬ ِ ِ ِ ِ َ ُ‫و ي ُق ول‬ ِ ‫آم نُ وا َس بِ ي اًل‬ ْ ‫ين َك َف ُر وا َٰه ُؤ اَل ء‬ َ ‫ين‬ ََ َ ‫َأه َد ٰى م َن الَّذ‬ َ ‫ون ل لَّذ‬ Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. (An Nisa’: 51) d. Tradisi kesukuan 



Kepemimpinan dalam qabilah Kerabat beliau tidak mengikuti karena dianggap bahwa dia bukan dari pembesar kaum, karena masih ada yang lebih dituakan dari beliau yaitu pamannya, Abu Thalib.







Fanatisme terhadap qabilah Dari suku sendiri tidak diikuti karena dianggap ia bukan pembesar kaum, dan dari suku yang lain tidak diikuti karena tradisi di Arab ada yang disebut dengan fanatisme terhadap qabilah. Mereka tidak mengikuti kecuali dari sukunya sendiri. Abu Jahal pernah ditanya, kenapa dia tidak mau mengikuti Muhammad shallallahu ‘alayhi wassallam ?, dia menjaawab bahwa antara bani Makhzum dan bani Hasyim ada persaingan, mereka bertugas memberi minum para jama’ah haji, kitapun bertugas untuk itu. Ketika kita mengikuti



beliau sebagai nabi maka bani Makhzum tidak punya nabi sedangkan mereka punya nabi. Sama halnya dengan bani Hanifah. Muzailamah Al Kadzdzab dari bani Hanifah dan Rasulullah dari bani Mudhar (kakek beliau yang lebih jauh ke ataas). Orang bani Hanifah mengetahui bahwa Muzailamah itu kadzdzab tapi mereka berkata: pendusta bani Hanifah lebih kami sukai daripada orang jujurnya bani Mudhar. e. Pengaruh sikap Quraisy terhadap dakwah islam di Arab Semua suku-suku Arab menjadikan Quraiys sebagai panutan dalam masalah agama, sehingga sikap Quraiys dalam menolak dakwah Rasulullah diikuti oleh suku arab lainnya karena mereka hanya mengikuti sikap Quraiys tersebut.  Ciri-ciri a. Dakwah sembunyi-sembunyi  



Mengajak secara sembunyi-sembunyi orang yang dapat dipercaya dan diyakini mau menerima islam Berhubungan dengan para pengikutnya secara sembunyi-sembunyi



b. Sedikit pengikut c. Tekanan dan penyiksaan Pada periode ini, para sahabat banyak yang mengalami tekanan dan penyiksaan, khususnya mereka dari kalangan lemah seperti Bilal bin Rabah yang disiksa oleh majikannya. Abu Bakar menemukan Bilal bin Rabah di bawah terik matahari. Saat itu, dia sedang mendapat hukuman dari majikannya bernama Umayyah di tengah padang pasir yang sangat panas dan lehernya pun diikat. Bilal ditelentangkan menghadap matahari dan dadanya ditindih dengan batu yang sangat besar sehingga membuat napas Bilal terasa sesak.



Kemudian keluarga Yasir yang juga disiksa oleh tuannya hingga Yasir dan istrinya Sumayyah menemui syahidnya karena penyiksaan tersebut. Dan masih banyak lagi para sahabat yang mendapatkan penyiksaan pada masamasa awal islam di Makkah. Termasuk pemboikotan yang Rasulullah dan para sahabat selama 3 tahun hingga mereka harus bertahan di syibhu abi Thalib dengan hanya memakan dedaunan. d. Dakwah terbatas pada satu lingkungan saja Pada periode awal, dakwah hanya ada di Makkah. Islam ditolak dimana-mana.  Bagaimana menghadapinya: 



Dakwah terang-terangan Risalah beliau adalah risalah ‘alamiyah (mendunia) sehingga tidak mungkin selamanya disampaikan secara sirriyah. Islam akan cepat tersebar ke seluruh tempat dengan melakukan dakwah secara terbuka, sehingga jalan itu harus ditempuh meskipun rintangannya berat.



 



Dakwah keluar Makkah Membai’at kaum Anshar, berhijrah dan membangun daulah Hal ini dilakukan untuk memperkuat dukungan pada Rasulullah. Pada periode ini, nabi berusaha menghilangkan keterasingan, terbukti dengan menjadikan islam mayoritas di Madinah. Oleh karena itu, untuk memenangkan islam harus memayoritaskan jumlah kaum muslimin yang berkualitas dan menghilangkan keterasingan.







Jihad fi sabilillah Negeri-negeri yang tidak menerima islam harus didobrak dengan jihad untuk mengenalkan islam kepada mereka.







Menghadapi Yahudi Makkah



Orang-orang Yahudi selalu menjelekkan citra islam sehingga mereka juga harus dibereskan. Oleh karena itu, nabi melakukan perjanjian dengan kaum Yahudi.  



Fathu Makkah Internasionalisasi dakwah -



Dengan perkataan Sebagaimana kisah di perang khandaq, Ketika para sahabat mendapatkan batu besar yang tidak bisa dipecahkan, maka Rasûlullâh mulai memukul batu tersebut. Beliau memulainya dengan membaca, “Bismillah.” Lalu memukul dan berhasil menghancurkan sepertiganya dan beliu n mengucapkan, “Allâhu akbar ! aku telah di beri kunci-kunci Syam. Demi Allâh, sekarang saya melihat istana yang merah.” Beliau melanjutkan dengan pukulan kedua. Kali ini, , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berhasil menghancurkan sepertiga berikutnya dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan, “Allâhu akbar ! aku telah di beri kunci-kunci Paris. Demi Allâh ! Saya melihat istananya yang putih.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan dengan pukulan ketiga dan akhirnya batu yang tersisa berhasil dipecahkan. Setelah pukulan ketiga, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan, “Allâhu akbar ! aku telah di beri kunci-kunci Yaman. Demi Allâh aku melihat pintu-pintu Shan’a dari tempatku ini.” [Musnad Imam Ahmad]



-



Dengan perbuatan  Mengirim surat ke raja-raja di zaman tersebut seperti Kisra di Persia, Kaisar Romawi, raja Yaman, Raja Syam dan raja Mesir.  Melancarkan jihad keluar Jazirah Arab (ini dilakukan karena ada Sebagian negeri-negeri di luar Jazirah Arab yang tidak menerima dakwah islam), diantaranya: perang mu’tah, perang tabuk dan pasukan Usamah.



D. Bentuk-Bentuk Keterasingan 1. Keterasingan dari segi syari’at 2. Keterasingan dari segi tempat



Kondisi dimana agama islam dan pemeluknya menjadi asing di suatu tempat namun mereka mulia dan tidak asing di tempat lain. 3. Keterasingan dari segi zaman Kondisi dimana islam asing di seluruh dunia yaitu awal diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam dan sebelum hari kiamat E. Keterasingan yang Ke Dua 1. Sebab-sebab 



Lemahnya dakwah dan tarbiyah Ketika dakwah lemah, makai slam akan semakin terasing. Padahal kita tahu bahwa musuh-musuh islam sangat gencar bekerja untuk menjauhkan umat islam dari agamanya, maka seharusnya kitapun semakin termotivasi untuk berjuang lebih keras dalam mendakwahkan agama ini.



 



Lemahnya semangat menuntut ilmu Meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar Ketika kebaikan-kebaikan tidak diperintahkan maka kebaikan akan dilupakan. Sebaliknya, ketika kemungkaran-kemungkaran tidak dilsrsng, maka lama kelamaan akan dianggap biasa bahkan yang melarangnya akan dianggap asing.







Meninggalkan jihad fi sabilillah Jihad kita hari ini adalah dakwah.







Runtuhnya kekuasaan islam (Salah satunya adalah khilafah) Khilafah bukanlah tujuan tapi tujuan kita adalah menerapkan syari’at Allah di muka bumi. Dan kekuasaan adalah sarana untuk menerapkan syari’at. Apakah kekuasaan itu bentuknya republic, kerajaan ataupun khilafah, yang penting syari’at islam ditegakkan di negeri tersebut.







Tasyabbuh dengan orang-orang kafir



Semakin umat islam mengikuti kaum kafir maka semakin jauh umat ini dari agamanya sendiri hingga lama-kelamaan, islam akan menjadi asing di tengah pemeluknya sendiri. 



Konspirasi musuh-musuh islam Musuh-musuh islam selalu berusaha menjauhkan umat islam dari agamanya. Banyak cara ditempuh dalam rangka mencapai tujuannya. Sehingga umat islam diperangi secara pemikiran dari segala sisi kehidupan untuk menghancurkan umat islam, seperti ekonomi, pendidikan, politik, akhlak dll.



2. Keadaannya a. Keterasingan pemeluk islam diantara pemeluk agama lainnya b. Keterasingan ahlussunnah di tengah-yengah kaum muslimin Kenapa kita sulit menerapkan syari’at islam di negara sendiri ? karena kita masih minoritas di tengah-tengah kaum muslimin sendiri, seperti:  Terasing dari segi aqidah karena berpegang teguh kepada sunnah di tengah-tengah ahlul firqah dan ahlul hawa’  Terasing dari segi penampilan  Terasing dari segi ukhuwah  Terasing dari segi persahabatan  Terasing dari segi majelis  Terasing dari segi pernikahan  Terasing dari segi perdagangan  Terasing dari segi kekhusyu’an  Terasing dari segi ketundukan  Terasing dari segi zuhud dan qana’ah  Terasing dari segi tangisannya Semua hal ini adalah bagian dari tantangan kita sehingga kita harus berjuang untuk menghilangkan keterasingan tersebut. 3. Faktor-faktor yang dapat menghilangkan keterasingan a. Aqidah dan prinsip-prinsipnya b. Adanya penolong-penolong



Di masa nabi ada kaum Anshar yang selalu membantu perjuangan Rasulullah dan para sahabatnya. Adapun kaum Anshar di zaman kita sekarang adalah para kader-kader dakwah. c. Adanya kepemimpinan Dibutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk mengarahkan para kader-kader dakwah yang berkualitas dan jalannya adalah dengan tarbiyah. Kalau hanya sekedar nasehat-nasehat secara umum, hanya akan melahirkan orang-orang yang simpati yang tidak bisa terlibat langsung dalam perjuangan kita. Namun kita tetap peerlu memadukan dua kekuatan dakwah ini yaitu dakwah umum (taklim) dan dakwah khusus (tarbiyah). 4. Sarana-sarana untuk menghilangkan keterasingan a. b. c. d. e. f.



Menyebarkan dakwah Membentuk jama’ah kaum muslimin (organisasi islam yang berkualitas) Membangun daulah Melakukan jihad Amar ma’ruf nahi mungkar Menjadi ustadz dan pengajar di seluruh dunia Dengan Langkah-langkah ini, insya Allah islam akan jaya di seluruh dunia sebagaimana kejayaannya di masa sebelumnya.Islam sudah pernah berkuasa sebelumnya, sampai-sampai semua negara di dunia membayar jizyah kepada kaum muslimin, seperti Amerika yang pernah membayar jizyah kepada negara Turki.



Aqidah Asma wa Sifat (Ust. Aswanto Muhammad Takwi,Lc)



Tujuan Materi: 1. Membekali mutarabbi dengan pemahaman yang benar tentang aqidah asma wa sifat Allah 2. Membentengi mutarabbi dari berbagai syubhat-syubhat yang akhir-akhir ini menyambar kesana kemari tentang asma wa sifat Allah 3. Agar mutarabbi semakin dekat kepada Allah dengan mengenal Nya sehingga semakin menguatkan sisi ma’rifah dan ibadahnya kepada Allah



 Kedudukan ilmu tentang asma dan sifat Allah dalam agama 1) Memiliki kedudukan yang sangat tinggi karena merupakan ilmu berkaitan dengan Allah, dzat yang paling mulia sehingga otomatis ilmu tentang hal itu adalah sesuatu yang mulia 2) Merupakan perkara pertama yang wajib diketahui oleh seorang hamba sebelum mengetahui yang lain-lainnya.  Kaidah Memahami Asma Allah 1) Semua nama-nama Allah adalah husna Kata husna adalah sighah mubalaghah yang artinya yang terindah. Namanama Allah adalah semuanya yang terindah yang mencapai puncak keindahannya dan tidak ada yang menyamai keindahannya. Misalnya: Kata Ar Rahman, nama ini menunjukkan nama yang indah. Merupakan nama yang indah yang tidak sama dengan nama nama Rahman pada makhluk. Bedakan antara Ar Rahman dengan Rahman, atau Ar Rahim dengan Rahim. Tentu makna ini Kembali pada kaidah bahasa arab dan nama Ar Rahim, Ar Rahman, As Sami’ atau Al Ghaffar menunjukkan nama yang indah berdasarkan kaidah dalam bahasa arab. 2) Nama-nama Allah adalah nama sekaligus sifat Artinya bahwa semua nama Allah menunjukkan nama di satu sisi dan di sisi lain menunjukkan sifat Allah, contoh: - Al Hayyu, nama Allah sekaligus menunjukkan sifatNya yang Maha Hidup - As Sami’, nama Allah sekaligus menunjukkan sifat Allah yang Maha Mendengar - Ar Rahman, nama Allah sekaligus menunjukkan sifat Allah yang Maha Pengasih Adapun makhluk, maka bisa saja dia memiliki nama namun belum tentu namanya itu sesuai dengan sifatnya, misalnya: ada orang yang



memiliki nama shalih namun tidak memiliki sifat shalih, atau namanya rahim tapi tidak memiliki sifat penyayang. 3) Nama-nama Allah kadang disebutkan dalam bentuk:  Kata kerja transitif (membutuhkan objek), Misal: - Al Kholiq yang artinya Maha Pencipta (Al Kholiq adalah nama Allah Adapun Pencipta adalah terjemahannya). Maka nama Allah (Al Kholiq) membutuhkan objek yaitu makhluk. Allahu kholiqu kulla syai’in (Allah pencipta segala sesuatu). Atau Allahu kholiqu as sama’ (Allah pencipta langit) - Al Bashir yang artinya Maha melihat. Maka nama Allah ini membutuhkan objek seperti Allahu bashirun bima ta’malun (Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan)  Kata kerja intransitif (tidak membutuhkan objek) - Al Hayyu yang artinya maha hidup. Nama ini tidak membutuhkan objek - Al Qayyum yang artinya maha berdiri sendiri - Al ‘aliy yang artinya maha tinggi Nama-nama Allah yang muta’addi (kata kerja transitif), maka ada tiga hukum yang berlaku di dalamnya: -



Nama itu menunjukkan dzat Allah Menunjukkan sifat Kita menetapkan hukum atau konsekuensi dari sifat tersebut. Misalnya, Al Kholiq (pencipta), dia adalah muta’addi maka tiga hukum ini berlaku pada nama tersebut, bahwa Al Kholiq adalah Allah, dia juga menunjukkan sifat dan kita menetapkan bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah hasil ciptaan Allah. Contoh lain: At Tawwab (menerima taubat), maka ketika kita mengatakan Allahu At Tawwab menunjukkan bahwa At Tawwab itu adalah Allah, dia juga menunjukan sifat Allah dan konsekuensi dari nama itu adalah bahwa Allah maha menerima taubat dari hamba-hambaNya.



Adapun jika nama itu adalah ghairu muta’addi maka hanya berlaku dua hukum di dalamnya yaitu: - Nama itu menunjukan dzat Allah - Menunjukkan sifat Allah Misalnya: Al Hayyu, ia menunjukkan dzat Allah dan sifatNya yang maha hidup. 4) Penunjukan nama-nama Allah terhadap dzat dan sifat Nya dilakukan dengan cara muthabaqah (kesesuaian/kesamaan), tadhammun (cakupan) dan iltizam (konsekuensi), Misalnya:



Al Kholiq, maka nama ini secara muthabaqah mmenunjukkan bahwa Al Kholiq itu adalah dzat Allah dan menunjukkan sifat penciptaan, secara tadhommun menunjukkan sifat Allah saja dan secara iltizam memiliki konsekuensi bahwa karena Allah Al Kholiq maka Dia memiliki sifat Al Ilmu, Al Qudrah dan Al Iradah karena untuk mencipta sesuatu harus ada pengetahuan, kemampuan dan keinginan. 5) Nama-nama Allah adalah tauqifiyah sehingga akal tidak boleh ikut berperan di dalamnya



ٓ ‫ان َع ۡن ُه َم ۡسـُٔواٗل‬ َ ‫ِئك َك‬ َ َ‫ص َ“ر َو ۡٱلفَُؤ ا َد ُك ُّل ُأ ْو ٰل‬ َ ‫ك ِبهِۦ عِ ۡل ۚ ٌم ِإنَّ ٱلس َّۡم َع َو ۡٱل َب‬ َ َ‫س ل‬ َ ‫َواَل َت ۡقفُ َما لَ ۡي‬ “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS.Al-Isra’:36) Misalnya; ada ayat yang menyebutkan “wa makaruu wa makarallah wallahu khoyrul maakiriin”, maka kita tidak boleh menetapkan nama Allah Al Maakir karena tidak ada dalil yang menetapkan nama tersebut untuk Allah. 6) Nama-nama Allah tidak terbatas pada jumlah tertentu Ini berdasarkan do’a Rasulullah yang menunjukkan bahwa nama Allah tidak terbatas. Dari Abdullah bin Masud, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Seorang yang sedang ditimpa gundah dan sedih, lalu ia membaca, 



ِ ِ َ‫ ن‬، ‫ك‬ ٍ ‫ َم‬، ‫اصيَيِت بِيَ ِد َك‬ ‫ َع ْد ٌل‬، ‫ك‬ َ ‫ْم‬ َ ِ‫ َوابْ ُن ََأمت‬، ‫ َوابْ ُن َعْبد َك‬، ‫اللَّ ُه َّم ِإيِّن َعْب ُد َك‬ ُ ‫اض يِف َّ ُحك‬ ِ ،‫ك‬ َ ‫َأح ًدا ِم ْن َخ ْلق‬ َ ‫ت بِِه َن ْف َس‬ َ َ‫اس ٍم ُه َو ل‬ َ ُ‫َأسَأل‬ َ َ‫يِف َّ ق‬ َ ‫ك مَسَّْي‬ ْ ‫ك بِ ُك ِّل‬ ْ ، ‫ضاُؤ َك‬ َ ُ‫ َْأو َعلَّ ْمتَه‬، ‫ك‬ ِ ِ ‫ َأو استَْأثَرت بِِه يِف ِع ْل ِم الْغَي‬، ‫ك‬ ِ ، ‫يع َق ْليِب‬ َ ْ ْ ْ َ ِ‫َْأو َأْنَزلْتَهُ يِف كتَاب‬ ْ َ ِ‫ َأ ْن جَتْ َع َل الْ ُق ْرآ َن َرب‬، ‫ب عْن َد َك‬ ِ ‫اب مَهِّي‬ َ ‫ور‬ َ ‫ َوذَ َه‬، ‫ َوجاَل ءَ ُح ْزيِن‬، ‫ص ْد ِري‬ َ ُ‫َون‬ "Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu, anak dari hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu, keputusan-Mu kepada telah berlaku, ketetapan-Mu terhadapku adalah adil. Aku mohon kepada-Mu dengan seluruh nama yang Engkau sendiri tetapkan nama bagi-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang makhluk-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau simpan dalam ilmu gaib yang ada pada-Mu. Mohon Engkau jadikan Al-Quran bersemi di hatiku, bercahaya di dadaku dan pengusir kesedihan serta gundahku." Adapun hadits tentang 99 nama Allah maka maksudnya adalah barangsiapa yang menghafal, mengetahui maknanya dan melakukan konsekuensi dari nama tersebut. Bukan pembatasan dari nama-nama



Allah. Misal nama Allah As Sami’ (maha mendengar), maka kita menghafalkan nama tersebut, kemudian memahami maknanya bahwa Allah maha mendengar segala sesuatu dan konsekuensinya kita tidak boleh memperdengarkan Allah sesuatu yang tidak disenangi sehingga berusaha mengontrol semua ucapan. 7) Penyimpangan terhadap nama-nama Allah adalah Tindakan penyelewengan nama Allah yang semestinya Diantara bentuk penyimpangan itu adalah:  Mengingkari nama-nma Allah atau mengingkari sifat-sifatNya sebagaimana orang-orang yang mengingkari nama-nama dan sifatsifat Allah  Melakukan tasybih (penyerupaan) dengan nama Allah misal, menamakan seseorang denga Ar Rahim dengan makna yang sama dengan nama Allah. Adapun jika dia memberi nama Rahim kepada seseorang sesuai dengan makna kekurangannya sebagai makhluk maka itu tidak mengapa.  Memberikan nama kepada Allah yang tidak Allah tetapkan untuk dirinya  Menggunakan nama-nama Allah kepada nama-nama berhala seperti orang jahiliyah dahulu yang menamakan berhala mereka dengan lata diambil dari nama Allah Al Ilah, uzza yang diambil dari nama Allah Al Aziz. 4. Kaidah dalam Memahami Sifat-sifat Allah 1) Sifat-sifat Allah semuanya adalah sempurna tidak ada kekurangan sedikitpun dari segala aspek Artinya bahwa sifat Allah adalah sifat yang sempurna yang tidak ada kekurangan di dalamnya dari sisi manapun. Ia merupakan sifat sempurna yang tidak ada aib di dalamnya, misalnya: -



-



sifat Al Haya’ artinya bahwa Allah memiliki sifat hidup yang sempurna, tidak didahului dengan sifat ‘adamun (tidak ada), tidak ada sakitnya dan tidak ada matinya. Berbeda dengan makhluk yang didahului dengan sesuatu yang tidak ada, ia mengalami sakit dan akan mengalami kematian. Sifat Al ‘Ilmu (maha mengetahui) yang artinya bahwa Allah memiliki sifat ilmu yang sempurna, tidak didahului dengan ketidak tahuan, tidak lupa dan tidak sesat. Sebagaimana kisah Musa ‘alayhissalam yang ditanya oleh Fir’aun tentang siapakah Tuhannya.



ِ ِ ‫ب اَل ي‬ ۡ ِ ۡ ِ َ َ‫ال ا ۡل ُقر ۡو ِن ا ۡلاُ ۡو ٰل ق‬ ‫ض ُّل‬ َ ‌ٍ ۚ ‫ال عل ُم َها عن َد َرىِّب ۡى ىِف ۡى كٰت‬ ُ ُ َ‫قَ َال فَ َما ب‬ ‫َرىِّب ۡى َواَل يَ ۡن َسى‬ “Dia (Fir‘aun) berkata, "Jadi bagaimana keadaan umat-umat yang dahulu?" Dia (Musa) menjawab, "Pengetahuan tentang itu ada pada Tuhanku, di dalam sebuah Kitab (Lauh Mahfuzh), Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa”. (Thaha: 51-52) 2) Pembahasan tentang sifat Allah lebih luas daripada pembahasan tentang nama Nya Artinya bahwa semua nama Allah menunjukkan sifat Nya tapi tidak semua sifat Allah menunjukkan nama Nya, misalnya firman Allah: -



”Wamakaruu wamakarallah wallahu khoyrul maakiriin” tapi kita tidak boleh menetapkan nama Allah Al Makir “inna bathsya rabbika lasyadiid” maka tidak boleh kita mengatakan Allah Al Bathiisy



3) Sifat-sifat Allah terbagi menjadi: -



-



Tsubutiyah: segala sifat yang Allah tetapkan untuk diriNya dalam Al Qur’an dan disebutkan oleh Rasulullah dalam haditsnya. Dan semua sifat ini adalah sifat yang sempurna, misalnya; “innallaaha qad ahaatha bikulli syai’in ‘ilmaa” (Allah menetapkan sifat Al ‘Ilmu pada diriNya), begitu juga “innallaaha samii’un ‘aliim” (Allah menetapkan sifat Al ‘Ilmu dan As Sami’). Salbiyah: sifat yang dinafikan Allah terhadap diriNya karena ia adalah sifat kekurangan (yang tidak pantas untuk Allah yang Maha sempurna), seperti sifat tidur, sifat mengantuk, sifat lupa, sifat capek dsb. Maka dalam sifat salbiyah ini, yang wajib dilakukan adalah menafikan sifat salbiyah tersebut untuk Allah kemudian menetapkan lawan dari sifat tersebut. Misalnya: sifat yamuut (mati) maka kita nafikan sifat mati pada diri Allah yaitu Allah tidak mati kemudian menetapkan lawan dari itu yaitu Al Hayyu (Maha Hidup), sifat zhalim, maka kit nafikan sifat zhalim pada diri Allah bahwa Allah tidak zhalim kemudian menetapkan lawannya bahwa Allah Maha ‘Adil.



4) Sifat tsubutiyah adalah sifat yang terpuji dan sempurna Sifat tsubutiyah lebih banyak disebutkan dalam Al Qur’an dan hadits karena ia adalah sifat yang sempurna. Adapun sifat salbiyah, terkadang disebutkan untuk menunjukkan kesempurnaan Allah dari kekurangan, misal sifat tidak zhalim, ketika disebutkan bahwa Allah tidak zhalim maka sifat itu benar-benar sesuai dengan Allah yang memiliki sifat Maha ‘Adil. Berbeda dengan makhluk, ketika disebutkan bahwa “fulan tidak zhalim”, belum tentu itu adalah sifat sempurna baginya, kapan ia menjadi sempurna ?, ketika dikatakan bahwa “fulan tidak zhalim tapi ia adil” 5) Sifat tsubutiyah terbagi menjadi dua: -



Dzatiyah: Yaitu sifat yang senantiasa melekat pada dzat Allah dan tidak pernah terlepas dari dzat Allah, diantaranya: Allah memiliki sifat Al ‘Ilmu, artinya Allah memiliki sifat ilmu terus menerus tanpa berhenti sekejap pun. Allah As Sami’, artinya Allah memiliki sifat mendengar terus menerus.



-



Fi’liyah Yaitu sifat yang berkaitan dengan kehendak Allah, kapan Allah berkehendak maka Allah melakukannya dan kapan Allah tidak berkehendak maka Allah tidak melakukannya, misalnya; sifat Al Istiwa’, sifat turun.



6) Dalam menetapkan sifat Allah harus menghindari tamtsil (menyerupakan Allah dengan makhluk) dan takyif (mempertanyakan kaifiyat)



ِ ِ ِ ‫اط ر السَّم او‬ ِ ِ ‫ات َو اَأْل ْر‬ ‫اج ا َو ِم َن‬ ً ‫ض ۚ َج َع َل لَ ُك ْم م ْن َأ ْن ُف س ُك ْم َْأز َو‬ َ َ ُ َ‫ف‬ ِِ ِ ِ ِ‫اَأْل ْن ع ِام َْأز و اج ا ۖ ي ْذ ر ُؤ ُك م ف‬ ِ ‫ي‬ ‫ل‬ ۚ ‫يه‬ َ ْ َ ُ‫س َك م ثْ ل ه َش ْي ءٌ ۖ َو ُه َو السَّم يع‬ ْ َ َ ً َ َ ِ ُ‫الْ بَ ص ري‬ (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasanganpasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu.



Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. (Asy Syura:11) 7) Sifat-sifat Allah tauqifiyah sehingga akal tidak boleh ikut berperan dalam menentukan 5. Kaidah-Kaidah Mengenai Dalil Asma dan Sifat Allah 1) Dalil penetapan nama dan sifat Allah adalah Al Qur’an dan Sunnah 2) Wajib mengambil dalil nash-nash Al Qur’an dan hadits sesuai dzahirnya tanpa tahrif, terutama nash-nash tentang sifat dan akal tidak boleh ikut berperan dalam menentukan. Dalil yang menetapkan nama dan sifat Allah adalah adalah Al Qur’an dan sunnah yang berbahasa arab sehingga wajib mengambil nash-nash sesuai zhahirnya tanpa tahrif (menyelewengkan dari makna yang sebenarnya) sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang mentakwil sifat Allah bahwa Allah memiliki tangan, kemudian mereka menafsirkan tangan Allah itu dengan adalah kekuatan. Yang wajib adalah memahami makna dari nash tersebut sesuai dengan makna bahasa arabnya, tidak boleh mengartikan dengan makna lain. 3) Dzahir nash-nash sifat Allah dalam satu segi bisa diketahui namun dari segi yang lain tidak bisa diketahui Maksudnya bahwa tidak diketahui dari sisi kaifiyatnya, misalnya: Allah beristiwa’, maka dipahami bahwa Allah memiliki sifat istiwa’, Adapun bagaimana kaifiyat (tata cara) beristiwa’ nya tidak diketahui karena tidak ada dalil yang menjelaskan tentang hal tersebut. Begitu juga dengan sifat Allah pada ayat “wa jaa’a Rabbuka…” bahwa Allah memiliki sifat datang, Adapun bagaimananya kaifiyatnya, tidak diketahui. 4) Yang diambil dari dzahirnya tentang sifat Allah adalah pengertian yang langsung dipahami akal dan inipun berbeda sesuai dengan konteks kalimatnya. Ada Sebagian orang yang mentakwilkan sifat Allah, padahal yang benar adalah memahami zhahir tentang sifat Allah langsung dari awal apa yang terlintas pada pemahaman akal kiat, misalnya: tangan, maka yang terlintas



di awal tentang tangan itu adalah zhahirnya yang langsung dipahami oleh akal. Namun makna ini, terkadang berbeda sesuai dengan konteks dari kalimat tersebut. Satu kalimat terkadang berbeda maknanya tergantung dengan kalimat yang menyertainya karena itulah, kita memahaminya sesuai dengan yang pertama kali terlintas dalam akal kita, misalnya: -



-



Datang singa memburu mangsanya. Yang pertama kali terlintas bahwa singa itu adalah hewan. Berbeda ketika dikatakan “datang singa mimbar”, yang pertama kali terlintas bahwa singa yang dimaksud itu bukan hewan tetapi juru dakwah. Saya akan membumi hanguskan kampung ini, maka yang dimaksud dalah orangnya bukan gedungnya, bukan kampungnya Kata tangan misalnya, ketika disandarkan pada Allah maka berbeda ketika disandarkan pada makhluk. Seperti pada kisah anak nabi Adam keyika ia mengatakan kepada saudaranya “laaqtulannaka biyadii” (saya akan membunuhmu dengan tanganku) berbeda dengan perkataan Allah pada ayat “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku…” Tangan yang pertama yang disandarkan pada anak nabi Adam adalah tangan makhluk sedangkan makna tangan yang kedua adalah tangan Allah yang tentunya sesuai dengan keagunganNya.



Maraji’: Al Qawa’idu Al Mutsla karya Syeikh Al Utsaimin



Sulukiyah Ahlussunnah wal Jama’ah (Ust. Muhammad Yani Abdul Karim, Lc)



Tujuan: 1. Agar mutarabbi mengetahui bagaimana karakter perilaku (sulukiyah) ahlussunnah waljama’ah 2. Agar mutarabbi memahami bahwa menisbatkan diri kepada ahlussunnah wal jama’ah bukan sekedar pengakuan belaka



Muqaddimah Suluukiyah berasal dari kata suluuk yang berarti jalan hidup, orientasi, cara pandang atau pandangan atau madzhab seseorang. Dari pengertian ini, bisa dipahami bahwa suluuk itu bisa baik bisa buruk, yang dilakukan dengan sadar atau tidak sadar, bisa dilakukan karena pilihan ataupun paksaan. Lalu apa perbedaan antara suluk dengan akhlak ?. Karena dua-duanya berasal dari bahasa arab, meskipun sering kali digunakan pada makna yg sama. Akhlak lebih ke sifat bathin, ia tersimpan dalam bathin dan dialah yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang sifatnya nyata, baik atau buruk secara spontan tanpa pikir panjang. Sedangkan suluk adalah bagian luar yang tampak, yaitu perbuatan yang mengejewantahkan hal-hal yang ada dalam bathin tersebut, dia adalah hal-hal yang sifatnya tampak bukan sesuatu yang abstrak. Sulukiyah adalah karakter perilaku, semacam himpunan dari perilaku-perilaku tertentu yang terbentuk menjadi sebuah karakter dalam suatu komunitas/kelompok tertentu. Oleh karena itulah, sulukiyah ahlussunnaah wal jama’ah lebih kepada karakter perilaku kelompok tertentu bukan kembali ke pribadi. Bebicara tentang sulukiyah ahlussunnah wal jama’ah, ada beberapa hal yang perlu diketahui, diantaranya: 1. Berqudwah kepada suluk/akhlak Rasulullah Sulukiyah ahlussunnah wal jama’ah memiliki sebuah konsep yang jelas karena tidak membutuhkan susunan konsep baru. Ia semata mata mengacu pada perikehidupan Rasulullah, baik dalam hal ilmu, hujjah (argumentasi), maupun akhlak beliau kepada manusia. Dan diantara akhlak beliau kepada manusia adalah:     



Berbuat baik kepada manusia Rahmat dan kasih sayang beliau (beliau adalah bentuk kasih sayang Allah yang dihadiahkan untuk manusia) Bagaimana kesabara beliau dalam menanggung siksaan dan cobaan Kelemah lembutan (mengendalikan emosi) Kedermawanan beliau



5 hal ini adalah akhlak beliau yang tampak (sulukiyah beliau) dan inilah yang menjadi sulukiyah dari ahlussunnah wal jama’ah. 2. Sulukiyah Ahlussunnah wal Jama’ah dalam mengenal kebenaran dan berdakwah 



Memegang teguh kebenaran meskipun harus menggenggam bara api Kebenaran yang dimaksud adalah Al Qur’an dan sunnah. Teguh memegang kebenaran merupakan prinsip dan secara karakter berada dalam prinsip ahlussunnah wal jama’ah. Syeikh Abdul Aziz bin Baz berkata: “Ahlussunnah wal jama’ah merekalah orang-orang yang benar-benar berpegang teguh pada al hak dan berhimpun di atas al hak itu”







Loba dalam menyampaikan hidayah kepada manusia dan memperbaiki mereka Syeikh Abdul Sattar: “ Ahlussunnah waal jama’ah adalah mereka bergembira dengan taubat seseorang, menerima udzur dan mereka berdo’a memintakan hidayah kepada orang-orang yang beermaksiat karena mereka dalam hal ini tidak kepentingan pribadi, semata-mata hanya mengharapkan wajah Allah dan memiliki keinginan besar dalam membimbing manusia kepada hidayah”. Hidayah ada dua: -



 



Hidayah dalalah (hidayah mengenalkan kebenaran) Hidayah taufiq (hak progratif Allah)



Memaafkan dan mengabaikan gangguan orang lain, seolah-olah tidak pernah terjadi Mendoakan mereka supaya mendapatkan hidayah Selain memaafkan orang-orang yang menzhalimi, mereka bahkan mendo’akan kebaikan untuk orang-orang yang menzhalimi mereka agar mendapatkan hidayah. Karena perhatian mereka kepada manusia, sehingga ahlussunnah wal jama’ah dikatakan sebagai khoyrunnasi (sebaik-baik manusia).



‫ وال خير‬، ‫ « المؤمن يألف ويؤلف‬: ‫ قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬: ‫عن جابر قال‬ ‫ وخير الناس أنفعهم للناس‬،‫ وال يؤلف‬، ‫» فيمن ال يألف‬ Dari Jabir, ia berkata,”Rasulullah Saw bersabda,’Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruqutni) Salah satu tafsiran khoiru ummah adalah sebaik-baik manusia yang dihadirkan untuk umat manusia karena bentuk perhatian mereka kepada manusia.



3. Sulukiyah Ahlussunnah wal Jama’ah dalam amar ma’ruf nahi mungkar Dalam islam, mar ma’ruf nahi mungkar adalah salah satu cabang keimanan. Ia pembuktian keimanan seseorang bahkan bagian penting dari perjuangan dakwah dan salah satu hal yang penting dan menjadi prasyarat dicapainya khoira ummah (sebaikbaik ummat). Allah Ta’ala berfirman:



ِ ‫ُكنتم خير َُّأم ٍة ُأخ ِرج‬ ِ ‫َّاس تَْأمرو َن بِٱلْمعر‬ ۗ ‫وف َوَتْن َه ْو َن َع ِن ٱلْ ُمن َك ِر َو ُتْؤ ِمنُو َن بِٱللَّ ِه‬ ْ َ ْ ُْ َ ُُ ِ ‫ت للن‬ ََْ ْ ُ ِ َ‫ولَ ْو ء َامن َْأهل ٱلْ ِكٰت‬ ‫ب لَ َكا َن َخْيًرا هَّلُم ۚ ِّمْن ُه ُم ٱلْ ُمْؤ ِمنُو َن َوَأ ْكَث ُر ُه ُم ٱلْ َٰف ِس ُقو َن‬ ُ َ َ َ “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (Ali ‘Imran: 110) Dikedepankan kata amar ma’ruf daripada keimanan karena urgensi dari amar ma’ruf nahi mungkar tersebut. Keimanan hanya bisa dibuktikan dengan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar sehingga bisa sampai pada derajat khoira ummah. Karena itulah, ahlussunnah wal jama’ah adalah orang yang paling semangat dalam beramar ma’ruf nahi mungkar. Diantara karakteristik ahlussunnah wal jama’ah dalam beramar ma’ruf nahi mungkar: 



Diatas manhaj Al Qur’an dan sunnah



Artinya mereka melakukan itu semua sesuai apa yang digariskan syari’at karena itulah, ada qawaid dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar (sesuai petunjuk Al Qur’an dan sunnah) seperti: tidak boleh meerubah kemungkaran dengan cara yang mungkar, tidak boleh merubah kemungkaran jika menimbulkan kemungkaran yang lebih besar (mudharat yang lebih besar). 



Menjaga keutuhan jama’ah Ahlussunnah wal jama’ah adalah orang-orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar di atas manhaj Al Qur’an dan sunnah dengan tetap menjaga persatuan jama’ah. Mereka berusaha untuk tidak mengoyak-oyak persatuan jama’ah







Loba untuk menyatukan kalimat (persatuan) kaum muslimin dan membuang jauhjauh perpecahan dan perbedaan Ahlussunnah wal jama’ah selalu menimbang bagaimana dakwah disampaikan, bagaimana ilmu diajarkan, tapi di sisi lain tetap menjaga persatuan. Berbeda dengan firqah-firqah sesat dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.



4. Ahlussunnah wal Jama’ah dalam perkara al wala’ dan al bara’ 



Al Wala’: Al wala’ wal bara’ adalah konsekuensi dari aqidah . Syahadat laa ilaha illallah memiliki konsekuensi al wala’ wal bara’ dan Al Qur’an sudah menegaskan hal tersebut bahwa wala’ (loyalitas) kaum muslimin hanya ditujukan kepada:  Allah Ta’ala  Rasulullah  Orang-orang beriman



ِ ِ ‫َّذ‬ ِ ِ ‫ون‬ َ ‫يم‬ َ ‫ين‬ ُ ‫ين يُق‬ َ ‫آم نُ وا ال‬ َ ‫مَّنَ ا َو ل يُّ ُك ُم اللَّهُ َو َر ُس ولُ هُ َو الَّذ‬ ‫الز َك اةَ َو ُه ْم َر اكِ عُ ون‬ َّ ‫ون‬ َ ُ‫الصَّ اَل ةَ َو يُ ْؤ ت‬ Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah) [Al Maidah: 55]



Wala’ kepada Allah dan Rasul Nya bersifat mutlak. Adapun wala’ kepada orang-orang beriman bersifat nisbi disesuaikan dengan kekuatan keimanan mereka yang tampak yaitu bahwa kita berwala’ kepada keimanannya dan bara’ (berlepas diri) dari kemaksiatannya. 



Tidak boleh ta’ashshub terhadap:      



Qabilah Negara Madzhab Kelompok Jama’ah Syeih/guru Oleh karena itu: -



-



Ahlussunnah wal jama’ah berwala’ kepada Allah, Rasul Nya dan kepada orang-orang beriman. Berwala’ dan berkasih sayang di atas asas agama dan tidak berta’ashshub terhadap nama-nama dan juga syi’ar-syi’ar dan bukan pula terhadap jama’ah Syeikhul Islam berkata: “Ahlussunnah wal jama’ah tidak menguji manusia denga napaapa yang bukan merupakan bagian dari perkara-perkara agama dan mereka tidak menguji manusia dengan apa-apa yang Allah tidak menurunkan hujjah atasnya”.



5. Ahlussunnah wal Jama’ah ketika berbeda pendapat Perlu dipahami bahwa dalam islam ada persoalan-persoalan yang sudah jelas dan menjadi kesepakatan kaum muslimin dan seluruh imam-imam telah bersepakat dengan masalah tersebut, seperti: masalah pokok-pokok aqidah dan ibadah. Tapi dalam maasalah furu’, bisa terjadi ikhtilaf. Oleh karena itu, dalam islam ada ruang untuk memahami hal seperti itu. Manhaj ahlussunnah adalah manhaj yang sangat luas, berbeda dengan firqah lain yang ketika berbeda sedikit, bisa menyebabkan perpecahan. Ahlussunnah wal jama’ah punya prinsip dan karakter dalam menyikapi itu, diantaranya: 



Kembali kepada Al Qur’an dan sunnah







Loba terhadap persatuan kaum muslimin Sebagaiman dalam masalah amar ma’ruf nahi mungkar, dalam hal perbedaan pendapatpun selalu mengedepankan persatuan kaum muslimin . Jangan sampai perbedaan itu menciderai persatuan.







Menjaga ukhuwah dan persatuan Karena itulah, tidak pernah didapati dalam kehidupan ahlussunnah wal jama’ah terjadi kekacauan. Mereka berbeda pendapat tetapi sangat menghargai dan sangat toleran selama bukan masalah pokok dalam agama. Sehingga ahlussunnah selalu berjuang bagaimana menyatukan hati kaum muslimin dan kesatuan kalimat (menyatukan barisan kaum muslimin). Meskipun terkadang mereka berdiskusi dalam masalah tertentu bahkan berdebat namun tetap menjaga keterpaduan hati di atas bingkai ad din. Syeikh Al Islam berkata: “Mereka berdiskusi dalam perkara ilmiyah dan amaliyah tapi mereka menjaga keterpaduan hati mereka dan persaudaraan di atas bingkai islam”.



Marajai’ : Mu’allim Al Intilaqati Al Qubra



Aqidah Ahlussunnah Terhadap Sahabat (Ust.Aswanto Muhammad Takwi,Lc) Tujuan Materi: 1) Memantapkan aqidah mutarabbi untuk memberikan hak yang sepantasnya kepada sahabat 2) Membentengi mutarabbi dari penyimpangan terhadap hak sahabat 3) Menumbuhkan kecintaan kepada sahabat



1. Urgensi Materi 



Kedudukan sahabat dalam islam Tidak ada yang bisa menandingi kedudukan sahabat sampai hari kiamat. Kedudukan ini adalah pemberian Allah subhanahu wata’ala, karena itu Ibnu Umar pernah berkata:



ِ ِ ‫ َفلَم َقام‬، ‫ال تَسُّبوا َأصحاب حُم َّم ٍد صلَّى اهلل علَي ِه وسلَّم‬ ‫ َي ْعيِن َم َع‬-ً‫اعة‬ َ ‫َأحده ْم َس‬ َ ُ َ َ َ َ َْ ُ َ َ َ َ ْ ْ ُ ِ ِ ِ ِ ً‫َأح ِد ُك ْم َْأربَعِنْي َ َسنَة‬ َ ‫َر ُس ْول اهلل‬ َ ‫ َخْيٌر م ْن َع َم ِل‬-‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬



Janganlah kalian mencela para Sahabat Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Sungguh masa berdiri mereka sesaat – yaitu bersama Rasulullah shollallahu alaihi wasallam- lebih baik dibandingkan amalan salah seorang dari kalian selama 40 tahun (riwayat Ahmad) Bagaimanapun seseorang itu beramal, tidak akan menyamai amalan para sahabat. Rasulullah bersabda:



ِ ِ ‫َأن َأح َد ُكم َأْن َفق ِمثْل ُأح ٍد َذهبا ما بلَغ م َّد‬ ِ ْ ‫اَل تَ ُسبُّوا‬ ُ‫َأحده ْم َواَل نَصي َفه‬ َ ُ َ َ َ ً َ ُ َ َ ْ َ َّ ‫َأص َحايِب َفلَ ْو‬



Janganlah kalian mencela para Sahabatku. Kalau seandainya salah seorang dari kalian menginfaqkan emas sebesar (gunung) Uhud, hal itu tidak bisa menyamai shodaqoh mereka (para Sahabat) sebanyak 1 mud (2 genggaman tangan), bahkan tidak pula bisa menyamai setengahnya (H.R al-Bukhari dari Abu Said al-Khudriy dan Muslim dari Abu Hurairah) 



Berkaitan dengan aqidah al wala’ wa al bara’ Kita diperintahkan untuk mencintai para sahabat, berloyal kepada mereka dan mengikuti mereka. Rasulullah bersabda:



ِ ِ َّ ‫السابُِقو َن‬ ٍ ‫اج ِرين واَأْلنْصا ِر والَّ ِذين اتَّبعوهم بِِإحس‬ ‫ضوا‬ َّ ‫َو‬ ُ ‫ان َر ِض َي اللَّهُ َعْن ُه ْم َو َر‬ َ ْ ْ ُ ُ َ َ َ َ َ َ ‫اَأْلولُو َن م َن الْ ُم َه‬ ِ ِ ‫َّات جَت ِري حَت تها اَأْلْنهار خالِ ِد‬ ٍ ِ ‫يم‬ َ ‫ين ف َيها َأبَ ًدا ۚ َٰذل‬ َ ‫َعْنهُ َو‬ َ َ ُ َ َ َْ ْ ‫َأع َّد هَلُ ْم َجن‬ ُ ‫ك الْ َف ْو ُز الْ َعظ‬ “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha terhadap mereka dan mereka ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka Surga-Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [At-Taubah: 100] Rasulullah bersabda:



‫ وإن كان عبدا حبشيا فإنه من يعش‬، ‫أوصيكم بتقوى اهلل والسمع والطاعة‬ ، ‫ فعليكم بسنيت وسنة اخللفاء الراشدين املهديني‬، ‫منكم فسريى اختالفا كثريا‬ ‫ وإياكم وحمدثات األمور فإن كل حمدثة‬، ‫فتمسكوا هبا وعضوا عليها بالنواجذ‬ ‫) بدعة وكل بدعة ضاللة‬



“Aku wasiatkan kalian agar bertaqwa kepada Allah. Lalu mendengar dan taat kepada pemimpin, walaupun ia dari kalangan budak Habasyah. Sungguh orang yang hidup sepeninggalku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk mengikuti sunnnahku dan sunnah khulafa ar raasyidin yang mereka telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Serta jauhilah perkara yang diada-adakan, karena ia adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat” (HR. Abu Daud no.4609, Al Hakim no.304, Ibnu Hibban no 5) 



Kejahilan Sebagian kaum muslimin terhadap posisi sahabat Kebanyakan dari kaum muslimin hanya mengetahui para khulafaur Rasyidin. Ketika mereka ditanya tentang sahabat yang lain,kebanyakan umat islam tidak mengetahuinya apatahlagi mengetahui keutamaan mereka.







Adanya fenomena pencelaan kepada sahabat dan mengurangi hak mereka (seperti syi’ah, khawarij)



2. Defenisi Sahabat 







Secara Bahasa: Kata sahabat adalah bentuk jamak dari shahabiyyun. Kata shahabat disandarkan kepada kata “Ash Shuhbah” (pertemana) yang artinya al mula’amah dan al mulazamah (menyertai). Secara istilah: Sahabat (shahabat) adalah siapa saja yang pernah bertemu dengan Rasulullah, beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan muslim. Kata ibnu Hajar dan Al Iraqi, inilah defenisi yang dekat yang bisa mencakup sahabat Rasulullah. Ada beberapa poin yang bisa disimpulkan dari defenisi tersebut:  Man (siapa): Sesuatu yang berakal, baik jin maupun manusia karena ada juga dari kalangan jin yang pernah bertemu dengan Rasulullah dan mendengarkan bacaan Al Qur’an dari beliau, Allah berfirman di surat Al Jin:



ِ ‫ٱستَ َم َع َن َفٌر ِّم َن ٱجْلِ ِّن َف َقالُ ٓو ۟ا ِإنَّا مَسِ ْعنَا ُق ْرءَانًا َع َجبًا‬ ْ ُ‫قُ ْل ُأوح َى ِإىَلَّ َأنَّه‬



Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan, (Al-Jin Ayat 1) Malaikat juga ada pernah bertemu dengan Rasulullah, tapia da khilaf di kalangan ulama’, apakah malaikat termasuk sahabat atau bukan  Laqiya (bertemu): Yaitu berjumpa secara fisik bukan mimpi bertemu Rasulullah tapi bertemu secara langsung, baik berjumpa sesaat ataupun lama, baik bisa melihat maupun tidak bisa melihat karena ada juga sahabat Rasulullah yang buta seperti ibnu ummi maktum, dan berjumpa Rasulullah dalam keadaan Rasulullah masih hidup hidup bukan ketika beliau sudah wafat, karena ada juga yang datang ke Madinah berjumpa dengan Rasulullah dalam keadaan beliau sudah wafat dan mensholatkan Rasulullah tapi mereka tidak dikategorikan sahabat.  Beriman kepada Rasulullah Karena ada yang bertemu Rasulullah tapi tidak beriman kepadanya seperti kaum kafir dan musyrik, ada juga yang bertemu, belum beriman kepadanya tapi mengakui kenabian beliau seperti bakhirah dan waraqah.  Meninggal dalam keadaan muslim Artinya dia tidak murtad. Jika dia murtad maka tidak dikategorikan sebagai sahabat. Beda halnya kalau dia bertemu Rasulullah, beriman kepadanya kemudia dia murtad tapi setelah itu masuk islam kembali dan meninggal dalam keadaan muslim, maka dia tetap dikategorikan sebagai sahabat seperti, Abdullah bin Sa’ad (saudara sesusuan Utsman bin ‘Affan). Adapun raja Najasyi, maka dia termasuk tabi’in meskipun hidup di zaman Rasulullah, beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan muslim tapi tidak pernah berjumpa dengan Rasulullah. Dan raja Najasyi inilah yang mengislamkan salah seorang sahabat,



yaitu Amr bin Ash. Tapi karena raja najasyi tidak pernah bertemu Rasululllah sehingga ia tidak dikategorikan sebagai sahabat tetapi tabi’in. 3. Kedudukan Sahabat 



Mereka adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia



ِ َّ ِ َّ ‫خير الن ِ يِن‬ ‫ين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫ين َيلُو َن ُه ْم مُثَّ الذ‬ َ ‫َّاس َق ْر مُثَّ الذ‬ َُْ “Sebaik-baiknya manusia adalah generasiku, lalu generasi berikutnya kemudian generasi sesudahnya.” [HR. Bukhari dan Muslim].



ْ ‫ُكن ُت ْم َخي َْر ُأ َّم ٍة ُأ ْخ ِر َج‬ ‫ون ِبٱهَّلل ِ ۗ َولَ ْو‬ َ ‫ُون ِب ْٱل َمعْ رُوفِ َو َت ْن َه ْو َن َع ِن ْٱلمُن َك ِر َو ُتْؤ ِم ُن‬ َ ‫اس َتْأ ُمر‬ ِ ‫ت لِل َّن‬ ٰ ‫ون َوَأ ْك َث ُر ُه ُم ْٱل َفسِ قُون‬ ِ ‫َءا َم َن َأهْ ُل ْٱل ِك ٰ َت‬ َ ‫ان َخيْرً ا لَّهُم ۚ ِّم ْن ُه ُم ْٱلمُْؤ ِم ُن‬ َ ‫ب لَ َك‬ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orangorang yang fasik (Ali Imran:110) Abdullah Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu  berkata:



ِ ِ ِ ‫ فإهنم‬,‫وسلم‬ َّ ً‫ ُمتأسيا‬ ‫منكم‬ ‫من كا َن‬ َ ‫ِاهلل صلى اهللُ عليه‬ ‫رسول‬ ‫فليتأس بأصحاب‬ ِ ِ ِ َّ ‫كانوا‬ ،‫وأقومها َهديَا‬ ُ ،‫ وأقلـَُّها تكلـَُّفا‬،ً‫ وأعمقـُها علما‬،ً‫أبر هذه األمة قلوبا‬ ِ ِ ِ ِ‫ اختارهم اهلل ل‬،ً‫وأحسنـها حاال‬ ،‫وإقام ِة دينِ ِه‬ ُ ُ َُُ َ ‫وسلم‬ ُ َ ‫صحبة نبيِّه صلى اهللُ عليه‬ ‫ فإهنم كانوا على اهلُدى املستقيم‬،‫ واتـَّبـِعُوهم يف آثا ِر ِهم‬،‫فاعرفوا هلم فضلـَُهم‬ ُ “Siapa saja yang mencari teladan, teladanilah para sahabat Rasulullah  Shallallahu’alaihi Wasallam. Karena merekalah orang yang paling baik hatinya diantara umat ini, paling mendalam ilmu agamanya, umat yang paling sedikit dalam berlebihan-lebihan, paling lurus bimbingannya, paling baik keadaannya. Allah telah memilih mereka untuk mendampingi Nabi  Shallallahu’alaihi Wasallam dan menegakkan agamaNya. Kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jalan mereka. Karena mereka semua berada pada shiratal mustaqim  (jalan yang lurus)”







Mereka adalah kelompok manusia yang terpercaya (adil) berdasarkan penetapan Allah dan Rasul Nya Adil artinya tidak zhalim. Adapun maksud adil disini adalah sebagaimana yang disebutkan oleh ulama’ sebagai syarat-syarat perawi yang diterima periwayatannya, yaitu orang yang senantiasa melakukan ketaatan, tidak sengaja melakukan dosa besar, tidak larut dalam dosa kecil dan menjaga muru’ah.



‫َّج َر ِة َف َع لِ َم َم ا‬ َ ْ‫حَت‬ َ ‫ت الش‬ ‫َف ْت ًح ا قَ ِر يبً ا‬



ِِ ‫ك‬ َ َ‫ني ِإ ْذ يُ بَ ايِ عُ ون‬ َ ‫اللَّهُ َع ِن الْ ُم ْؤ م ن‬ ِ ‫فَ َأ ْن ز َل الس‬ ‫َّك ينَ ةَ َع لَ ْي ِه ْم َو َأثَ َاب ُه ْم‬ َ



‫لَ َق ْد َر ِض َي‬ ‫يِف ُق لُ و هِبِ ْم‬



Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (Al Fath: 18)



ِ ِ َّ ‫السابِ ُقو َن‬ ٍ ‫اج ِرين واَأْلنْصا ِر والَّ ِذين اتَّبعوهم بِِإحس‬ ‫ان َر ِض َي اللَّهُ َع ْن ُه ْم‬ َّ ‫َو‬ َ ْ ْ ُ ُ َ َ َ َ َ َ ‫اَأْلولُو َن م َن الْ ُم َه‬ ِ ِ ‫َّات جَت ِري حَت تها اَأْل ْنهار خالِ ِد‬ ٍ ِ ‫يم‬ َ ‫ۚ ٰذَل‬ ‫ين ف َيها َأبَ ًدا‬ ُ ‫َو َر‬ َ ‫ضوا َع ْنهُ َو‬ َ َْ ْ ‫َأع َّد هَلُ ْم َجن‬ َ َ َُ ُ ‫ك الْ َف ْو ُز الْ َعظ‬ “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At Taubah: 100) Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam  pun memuji dan memuliakan para sahabatnya. Beliau bersabda:



‫ال تزالون خبري ما دام فيكم من رآين وصاحبين ومن رأى من رآين ومن رأى من رأى من رآين‬ “Kebaikan akan tetap ada selama diantara kalian ada orang yang pernah melihatku dan para sahabatku, dan orang yang pernah melihat para sahabatku (tabi’in) dan orang yang pernah melihat orang yang melihat sahabatku (tabi’ut tabi’in)” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim Al Ashabani dalam Fadhlus Shahabah.  Di-hasan-kan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari (7/7)] Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:



“Sebaik-baik manusia adalah yang ada pada zamanku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka” [HR.Bukhari dan Muslim]



ٍ ‫َأن َأح َد ُكم َأْن َفق ِمثْل‬ ‫َأح ِد ِه ْم َواَل‬ ْ ‫اَل تَ ُسبُّوا‬ َ ‫ُأحد ذَ َهبًا َما َبلَ َغ ُم َّد‬ ُ َ َ ْ َ َّ ‫َأص َحايِب َفلَ ْو‬ ِ ُ‫نَصي َفه‬ Janganlah kalian mencela para Sahabatku. Kalau seandainya salah seorang dari kalian menginfaqkan emas sebesar (gunung) Uhud, hal itu tidak bisa menyamai shodaqoh mereka (para Sahabat) sebanyak 1 mud (2 genggaman tangan), bahkan tidak pula bisa menyamai setengahnya (H.R al-Bukhari dari Abu Said al-Khudriy dan Muslim dari Abu Hurairah) 



Islam pertama kali tersebar melalui usaha mereka Dikisahkan bahwa para sahabat ada yang sampai ke negeri cina, Afrika, Eropa dan belahan bumi lainnya untuk mendakwahkan agama ini. Menunjukkan bahwa islam tersebar pertama kali melalui usaha-usaha mereka.



4. Kewajiban Terhadap Sahabat 



Mencintai mereka Wajib mencintai para sahabat secara umum (ijma’ ulama’) Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya:



‫جَتْ َع ْل‬



‫ان َواَل‬ ْ ‫ون َر َّب َنا‬ َ ‫اغفِرْ لَ َنا َوِإِل ْخ َوا ِن َنا الَّذ‬ َ ُ‫ِين َجاءُوا مِنْ َبعْ ِد ِه ْم َيقُول‬ َ ‫َوالَّذ‬ ِ ‫ِين َس َبقُو َنا ِباِإْلي َم‬



ِِ ِ ِ ٌ ‫َّك رء‬ ‫ِإ‬ ‫يِف‬ ‫يم‬ ٌ ‫وف َرح‬ َ ‫ُقلُوبِنَا غاًّل للَّذ‬ ُ َ َ ‫ين َآمنُوا َربَّنَا ن‬



Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha penyayang” (Al Hasyr:10) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:



ِ ِّ ُ‫ وآية‬،‫ب اَأْلنْصا ِر‬ ِ َ‫آيةُ اِإْل مي‬ ‫صا ِر‬ ُّ ‫ان ُح‬ ُ ‫الن َفاق بُ ْغ‬ َ ْ‫ض اَأْلن‬ ََ َ َ Tanda keimanan ialah mencintai kaum Anshar, dan tanda kemunafikan ialah membenci kaum Anshar” [HR.Bukhari] Dalam hadits lain disebutkan bahwa: “Bertakwalah kepada sahabat-sahabatku dan janganlah menjadikan mereka sebagai target” Ath-Thahâwi dalam ‘Aqidah-nya mengatakan: “Kami (yakni Ahlus Sunnah wal-Jama’ah) menyintai sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kami tidak berlebih-lebihan dalam menyintai salah seorang dari mereka. Dan kami tidak berlepas diri dari mereka. Kami membenci orang yang membenci mereka dan yang menyebut mereka dengan sebutan yang tidak baik. Kami tidak menyebut mereka kecuali dengan kebaikan. Menyintai mereka adalah ketaatan, keimanan dan kebaikan, sedangkan membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan dan kesesatan”. 



Menyertai kandungan nash-nash (Al Qur’an dan Sunnah) dalam memposisikan mereka dan menetapkan keutamaan mereka Ahlussunnah waljama’ah memposisikan para sahabat sesuai dengan urutannya berdasarkan nash-nash yang shahih (Al Qur’an dan sunnah). Sahabat yang paling mulia secara mutlak adalah Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu , kemudian ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu , kemudian ‘Utsmân bin ‘Affân Radhiyallahu anhu, kemudian Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu . Kemudian sepuluh orang lainnya yang dijamin masuk Surga , kemudian yang ikut bai’at Ar Ridwan kemudian yang ikut perang Badr dari kalangan Muhâjirin, kemudian yang menyaksikan perang Badr dari kalangan Anshâr, kemudian sahabat yang lainnya. [Musnad Imam Ahmad]







Menahan diri dari membicarakan perselisihan yang terjadi diantara mereka dan berhati-hati terhadap semua riwayat yang berbicara tentang hal tersebut.



Artinya bahwa tidak boleh mengungkit-ungkit peperangan atau peristiwa perselisihan yang terjadi di antara mereka seperti peristiwa perang shiffin. Kalaupun perlu mengangkat tentang hal tersebut, maka harus selektif dalam memilih riwayat yang memiliki sanad yang kuat, karena kisah-kisah sejarah itu sudah banyak tambahan-tambahan tulisan di dalamnya yang sudah dimodifikai yang dilakukan oleh orang-orang yang membenci sahabat. Umar bin Abdul Aziz ketika ditanya tentang peristiwa perang shiffin, beliau menjawab: “Itu adalah darah yang tertumpah, yang Alhamdulillah Allah sudah menghindarkan kita dari terlibat dalam peristiwa tersebut. Maka kita jangan sampai mengotori lidah kita untuk mengungkit-ungkit hal tersebut” 



Menjaga lisan dan hati dari memburuk-burukkan sahabat Kewajiban kita adalah menjaga lisan dan hati dari mencela sahabat. Hati kita bersih dari memburuk-burukkan sahabat, baik kepada Ali, kepada Mu’awiyah dan kepada sahabat secara umum. Allah subhanahu wata’ala berfirman:



‫جَتْ َع ْل‬



‫ان َواَل‬ ْ ‫ون َر َّب َنا‬ َ ‫اغفِرْ لَ َنا َوِإِل ْخ َوا ِن َنا الَّذ‬ َ ُ‫ِين َجاءُوا مِنْ َبعْ ِد ِه ْم َيقُول‬ َ ‫َوالَّذ‬ ِ ‫ِين َس َبقُو َنا ِباِإْلي َم‬



ِِ ِ ِ ٌ ‫َّك رء‬ ‫ِإ‬ ‫يِف‬ ‫يم‬ ٌ ‫وف َرح‬ َ ‫ُقلُوبِنَا غاًّل للَّذ‬ ُ َ َ ‫ين َآمنُوا َربَّنَا ن‬



Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha penyayang” (Al Hasyr:10)



‫‪Aqidatuna wa Manhajuna‬‬ ‫)‪(Ust.Muhammad Yani Abdul Karim, Lc‬‬



‫‪Terjemahan Draft Naskah Aqidah dan Manhaj Dakwah Wahdah Islamiyah‬‬



‫ﺇِﻥَّ ﺍﺤْﻟ ﻤ َﺪ ﻟِﻠَّ ِﻪ ﺤَﻧْﻤ ُﺪﻩ ﻭَﻧَﺴﺘَﻌِﻴﻨُﻪ ﻭَﻧَﺴَﺘ ْﻐ ِﻔﺮﻩ ﻭَ َﻧﻌﻮﺫُ ﺑِ ِ‬ ‫َﻋ َﻤﺎﻟِﻨَﺎ‪َ ،‬ﻣ ْﻦ‬ ‫ﺎﻪﻠﻟ ِﻣ ْﻦ ُﺷ ُﺮﻭْﺭِ ﺃَ ْﻧ ُﻔ ِﺴﻨَﺎ ﻭ َِﻣ ْﻦ َﺳﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃ ْ‬ ‫َ ُ ْ ْ ُ ْ ُْ ُ‬ ‫َْ‬ ‫ﻀ َّﻞ ﻟَﻪ ﻭَﻣﻦ ﻳ ْ ِ‬ ‫ﻳﻬ ِﺪ ِﻩ ﺍﻪﻠﻟ ﻓَﻼَ ﻣ ِ‬ ‫ﻀﻠ ْﻞ ﻓَﻼَ َﻫﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ‪ .‬ﺃَ ْﺷ َﻬ ُﺪ ﺃَﻥَّ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻪﻠﻟ ﻭَﺃَ ْﺷ َﻬ ُﺪ ﺃَﻥَّ ﺤُﻣَ َّﻤ ًﺪﺍ َﻋْﺒ ُﺪﻩُ‬ ‫ُ َْ ُ‬ ‫َْ ُ ُ‬ ‫َﺳ ْﻮﻟُﻪُ‬ ‫‪.‬ﻭَﺭ ُ‬ ‫ِ‬ ‫َﺍﻣﻨُﻮﺍ َّﺍﺗ ُﻘﻮﺍ ﺍﻪﻠﻟَ َﺣ َّﻖ ُﺗ َﻘﺎﺗِِﻪ ﻭَﻻَ ﻤَﺗُْﻮﺗُ َّﻦ ﺇِﻻَّ ﻭَﺃَﻧﺘُ ْﻢ ُّﻣ ْﺴﻠِ ُﻤ ْﻮﻥَ‬ ‫‪.‬ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬﺎَ ﺍﻟَّﺬﻳْ َﻦ ﺀ َ‬ ‫َﺍﺣ َﺪﺓٍ ﻭَﺧﻠَﻖ ِﻣْﻨﻬﺎ ﺯَﻭْﺟﻬﺎ ﻭَﺑ َّ ِ‬ ‫ﺲﻭِ‬ ‫ﻳَﺎﺃَﻳُّ َﻬﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ َّﺍﺗ ُﻘ ْﻮﺍ ﺭَﺑَّ ُﻜ ُﻢ ﺍﻟَّ ِﺬﻱْ َﺧﻠَ َﻘ ُﻜ ْﻢ ِّﻣ ْﻦ َﻧ ْﻔ ٍ‬ ‫ِﺟﺎﻻً‬ ‫ﺚ ﻣْﻨ ُﻬ َﻤﺎ ﺭ َ‬ ‫َ َ َ ََ َ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫‪َ .‬ﻛﺜِْﻴًﺮﺍ ﻭَﻧِ َﺴﺂﺀً ﻭ َّ‬ ‫ْﺣﺎﻡَ ﺇِﻥَّ ﺍﻪﻠﻟَ َﻛﺎﻥَ َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ ﺭَﻗِْﻴﺒًﺎ‬ ‫َﺍﺗ ُﻘﻮﺍ ﺍﻪﻠﻟَ ﺍﻟَّﺬﻱْ ﺗَ َﺴﺂﺀَﻟُْﻮﻥَ ﺑﻪ ﻭَﺍْﻷَﺭ َ‬ ‫ﻳﺎﺃَﻳُّﻬﺎ ﺍﻟَّ ِﺬﻳﻦ ﺀَﺍﻣﻨﻮﺍ َّﺍﺗ ُﻘﻮﺍ ﺍﻪﻠﻟ ﻭَ ُﻗﻮﻟُﻮﺍ َﻗﻮﻻً ﺳ ِﺪﻳ ًﺪﺍ‪ .‬ﻳ ِ‬ ‫َﻋ َﻤﺎﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻭ ََﻳ ْﻐ ِﻔ ْﺮ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺫُﻧُ ْﻮﺑَ ُﻜ ْﻢ ﻭ ََﻣ ْﻦ‬ ‫َ َ ْ َ َُ‬ ‫ﺼﻠ ْﺢ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺃ ْ‬ ‫َ ْْ ْ َ ْ ُْ‬ ‫ِ‬ ‫َﺳ ْﻮﻟَﻪُ َﻓ َﻘ ْﺪ ﻓَﺎﺯَ َﻓ ْﻮﺯًﺍ َﻋ ِﻈْﻴ ًﻤﺎ‬ ‫‪.‬ﻳُﻄ ِﻊ ﺍﻪﻠﻟَ ﻭَﺭ ُ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫َﺷَّﺮ‬ ‫َﺳﻠَّ َﻢ‪ ،‬ﻭ َ‬ ‫ﺃ ََّﻣﺎ َﺑ ْﻌ ُﺪ؛ ﻓَِﺈﻥَّ ﺃ ْ‬ ‫َﺻ َﺪﻕَ ﺍﺤْﻟَﺪﻳْﺚ ﻛﺘَﺎﺏُ ﺍﻪﻠﻟ ﻭ َ‬ ‫َﺧْﻴَﺮ ﺍﻬْﻟَﺪﻱِ َﻫ ْﺪﻱُ ﺤُﻣَ َّﻤﺪ َ‬ ‫ﺻ َّﻞ ﺍﻪﻠﻟُ َﻋﻠَْﻴﻪ ﻭ َ‬ ‫ٍ‬ ‫ٍ‬ ‫ٍ‬ ‫ﺿﻼَﻟٍَﺔ ﻲِﻓ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ‬ ‫ﺿﻼَﻟﺔ ﻭَ ُﻛ َّﻞ َ‬ ‫ﺍﻷ ُُﻣ ْﻮﺭِ ﺤُﻣَ َﺪﺛَﺎ ُﺗ َﻬﺎ‪ ،‬ﻭَ ُﻛ َّﻞ ﺤُﻣْ َﺪﺛَﺔ ﺑِ ْﺪ َﻋﺔٌ ﻭَ ُﻛ َّﻞ ﺑِ ْﺪ َﻋﺔ َ‬ ‫‪Wahdah Islamiyah menyadari bahwa jalan terbaik dalam dakwah dan perjuangan‬‬ ‫‪membawa perbaikan ke tengah ummat manusia adalah berpegang teguh kepada Al‬‬ ‫‪Qur’an dan Sunnah Rasulullah berdasarkan pemahaman para ulama’ as salaf ash shalih‬‬ ‫‪secara konsisten. As Salaf Ash Shalih yang dimaksud adalah generasi para sahabat yang‬‬



hidup pada masa Rasulullah dan generasi yang hidup paada dua masa berikutnya yaitu kaum tabi’in dan tabi’ tabi’in. Ketiga generasi ini mendapatkan keutamaan dari Allah dengan firmanNya dalam QS.At Taubah : 100



۟ ‫ِين ٱ َّت َبعُوهُم بِِإحْ ٰ َس ٍن رَّ ضِ َى ٱهَّلل ُ َع ْن ُه ْم َو َرض‬ ‫ُوا َع ْن ُه َوَأ َع َّد لَ ُه ْم‬ َ ‫ار َوٱلَّذ‬ َ ‫ين َوٱَأْل‬ َ ‫ون م َِن ْٱل ُم ٰ َه ِج ِر‬ َ ُ‫ون ٱَأْلوَّ ل‬ َ ُ‫َوٱل ٰ َّس ِبق‬ ِٰ ‫نص‬ ٍ ‫َج ٰ َّن‬ ‫ِين فِي َهٓا َأ َب ًدا ۚ َذل َِك ْٱل َف ْو ُز ْٱل َعظِ ي ُم‬ َ ‫ت َتجْ ِرى َتحْ َت َها ٱَأْل ْن ٰ َه ُر ٰ َخلِد‬ Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. Rasulullah juga telah memberikan pujian kepada mereka di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud:



‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫ِين َيلُو َن ُه ْم ُث َّم الَّذ‬ َ ‫اس َقرْ نِي ُث َّم الَّذ‬ ِ ‫َخ ْي ُر ال َّن‬ Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’ut tabi’in”. [HR.Bukhari dan Muslim] Wahdah Islamiyah senantiasa berupaya untuk meniti jalan as salaf ash shalih dalam segala persoalan agama sejak awal pendiriannya. Oleh karena itu’ Wahdah Islamiyah menetapkan jalan perjuangannya pada permasalahan aqidah dan dakwah di dalam poinpoin berikut ini: Pertama: Kedua: Ketiga: Keempat: Kelima: Keenam: Ketujuh: Kedelapan: Berdakwah di jalan Allah



1. Kami meyakini bahwa berdakwah di jalan Allah adalah misi yang paling mulia’ dan bahwa sarana-sarananya (wasa’il) bermacam-macam sesuai dengan kondisi dan pelakunya. Akan tetapi ia harus diikat dengan kaidahkaidah syariat baik yang bersifat fiqhiyah maupun I’tiqadiyah. Dan segala sarana dalam dakwah yang menyelisihi kaidah-kaidah syara’ atau salah satu dari nash-nash nya makai adalah sarana yang haram. Dan kamipun berkeyakinan bahwa tujuan-tujuan dakwah itu ada empat, yaitu: (a) menunjukkan hidayah kepada manusia, (b) menegakkan hujjah kepada orang yang membangkang, (c) menunaikan amanah, (d) dan meninggika kalimatullah di atas bumi ini. Dan bahwa buah dakwah itu adalah mewujudkan pribadi dan masyarakat muslim yang shalih di dunia, dan berhasil meraih ridha Allah di akhirat dengan tauhid. Penjelasan: Bahwa dakwah ilallah adalah semulia-mulia tugas karena:  Karena dia adalah tugas yang pernah diemban oleh para nabi dan Rasul  Ia adalah misi penyelamatan manusia dari kebinasaan.  Dia merupakan pekerjaan yang syarat dengan keutamaa-keutamaan yang disebutkan dalam Al Quran dan hadits. Wasilah-wasilah dakwah itu variative sesuai dengan keragaman kondisi dan pelakunya. Hai orang yng beriman bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah menuju kepada Allah. Wasilah dakwah akan selalu pararel dengan keragaman kondisi dan pelakunya. Oleh karena itu, setiap da’I memiliki wasilah tersendiri sesuai dengan kapasitas dirinya sendiri dan kondisi yang dihadapi. Akan tetapi wasilah ini terikat dengan kaidah-kaidah syari’at, diantaranya:  Mengacu pada hukum-hukum syar’i. Artinya bahwa wasilah itu disyari’atkan baik dalam Al Qur’an dan Sunnah maupun penggunaan istinbaq dalam masalah itu.  Tidak menimbulkan mafsadat (kerusakan)  Bukan merupakan syi’ar orang-orang kafir



Setiap wasilah yang bertentangan dengan kaidah syariat atau bertentangan dengan nash-nash makai a adalah wasilah yang haram. Dan kita meyakini bahwa tujuan besar dakwah itu ada empat: Dan banyak manusia yang berdakwah hanya membatasi dakwahnya untuk memperbaiki manusia saja dan melupakan tujuan yang terakhir yaitu meninggikan kalimat Allah di muka bumi. Adapun buah dari dakwah ini adalah mewujudkan pribadi dan mayarakat yang shalih di dunia dan berhasil meraih ridha Allah di akhirat. 2. Kami meyakini bahwa jalan untuk mewujudkan masyarakat muslim itu bertitik tolak dari tarbiyah yang shahihah, komprehensif, ilmiyah, amaliyah, wa’iyah dan bertahap bagi seluruh individu umat. Penjelasan: Maksudnya kita meyakini bahwa jalan untuk mewujudkan masyarakat islam adalah tarbiyah yang benar (manhaj dan wasilahnya), komprehensif (mencakup ruh, akal dan jasad yang implementasinya adalah benarnya aqidah dan lurusnya suluk), ilmiyah (dibangun di atas ilmu berdasarkan Al Qur’an dan sunnah), imaniyah (orientasinya adalah penguatan dan pemantapan iman pada setiap pribadi), wa’iyah (membangun kesadaran dalam memahami realiatas ummat) dan bertahap bagi seluruh ummat. 3. Kami meyakini bahwa wajib memulai dakwah dengan perkara yang terpenting dan bahwa tauhid adalah tujuan awal dan akhirnya. Setiap perkara harus dikaitkan dengan tauhid dan kami berlepas diri dari segala bentuk dakwah yang tidak memperhatikan tauhid. Penjelasan: Wajib memulai dakwah dari yang paling penting kemudian yang lebih penting. Artinya ada skala prioritas dan tauhid itu adalah hal yang harus diprioritaskan sebagaimana hadits Mu’adz. Dan segala sesuatu harus diwarnai dengan nilai-nilai ketauhidan dan berlepas diri dari segala bentuk dakwah yang tidak peduli dengan ketauhidan 4. Kami berpandangan bahwa berbilangnya jama’ah-jama’ah dakwah dalam perbedaan yang bersifat variatif (tanawwu’) namun tetap disertai kesatuan



aqidah, adalah hal yang boleh, dengan syarat tidak aadanya sikap ta’ashshub (fanatic) terhadap satu kelompok. Adapun berbilangnya jama’ah dakwah karena perbedaan aqidah maka ini adalah sesuatu yang dilarang dan yang berssalah dalam hal ini adalah yang menyelisihi al haq. Dan merupakan kewajiban bagi semua pihak untuk berkomitmen dengan aqidah salaf dalam ilmu, amal dan dakwah. Kami meyakini bahwa berbilangnya jama’ah-jama’ah organisai atau Lembaga dakwah dalam bentuk bervariasi dengan tetap disertai esatuan aqidah, itu adalah hal yang boleh (menurut para ulama’) dengan syarat tidak fanatic pada satu kelompok dan melupakan kelompok yang lain. Adapun berbilangnya jama’ah dakwah dan berbeda dalam aqidah adalah seuatu yang terlarang dan yang berdosa adalah yang menyelisihi al haq. Dan wajib dilakukan oleh semuanya adalah berpegang teguh pada aqidah salaf ash shalih, baik dalam masalah ilmunya, amalnya dan dakwahnya. 5. Kami juga berkeyakinan bahwa prinsip dasar dalam Kerjasama antar jama’ah adalah: ta’awun (saling menolong), tanashuh (saling menasehati), lalu ta’ayusy (hidup Bersama tanpa saling mengganggu). Penjelasan: Bahwa prinsip dasar Kerjasama antar jama’ah adalah ta’awun (dalam kebaikan dan dan taqwa), tanashuh (saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran), dan juga beta’ayusy (berinteraksi). Jadi bukan hanya bekerjasama dalam kebaikan tapi harus ada mu’amalah diantara jama’ah lainnya. 6. Kami meyakini keharaman pemberian al wala’ dan al bara’ yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang menyelisihi syari’at dan juga keharaman untuk mengangkat orang bodoh atau mubtadi’ sebagai pemimpin dan batilnya segala bentuk bai’at bid’ah kepada orang tersebut. Penjelasan: Terjadi dalam golongan-golongan tertentu yang dimana mereka menegakkan al wala’ dan al bara’ kepada kelompok mereka dan mengangkat pemimpin-pemimpin mereka yang ditaati dan didengarkan secara mutlak serta membai’at pemimpinpemimpin mereka.



Bai’at-bai’at seperti ini adalah hak imam syar’I yang diangkat oleh kaum muslimin dan syah menurut syari’at diangkat sebagai pemimpin mereka. Baik itu dalam tatanan daulah ataupun khilafah. 7. Kami berlepas diri dari segala macam bentuk sikap ghuluw dalam dakwah, seperti pengkafiran masyarakat islam, atau perintah untuk mengasingkan diri dari mereka, atau melakukan tindakan kekerasan selain di medan jihad, seperti: melakukan pembunuhan terhadap orang yang tidak sepaham, baik dari kalangan kaum musliminmaupun orang kafir mu’ahad (yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin), atau melakukan peledakan sarana-sarana fasilitas pemerintahan dan umum, atau yang semacamnya. Penjelasan: Bahwa kami berlepas diri dari segala macam bentuk ghuluw (ekstrim) dalam dakwah seperti mengkafirkan masyarakat islam atau memisahkan diri dari masyarakat muslim atau menempuh cara yang frontal seperti fenomena radikalisme dan terorisme di luar medan jihad, seperti pembunuhan kepada orangorang yang dianggap tidak sama (menyimpang), atau kafir mu’ahad ( yang berada dalam perjanjian damai dengan kaum muslimin) padahal Rasulullah dari melakukan hal tersebut, atau meledakkan fasilitas-fasilitas pemerintah atau failitas umum dsb. 8. Kami mengimani bahwa berjihad di jalan Allah melawan orang-orang kafir adalah puncak kemegahan dan kejayaan islam serta tetap berlaku hingga hari kiamat, Bersama imam kaum muslimin yang shalih atau fajir. Barangsiapa yang mati dan belum pernah berperang di jalan Allah atau belum pernah berniat untuk berperang di jalan Allah, makai a mati dalam salah satu cabang kemunafikan. Penjelasan: Berjihad di jalan Allah adalah puncak kemegahan dan kejayaan islam serta tetap berlaku hingga hari kiamat, baik itu dari pemimpin yang baik maupun pemimpin yang pendosa. Artinya bahwa ketika pemimpin ini memimpin umat maka wajib untuk diikuti. Dan barangsiapa yang mati dan belum pernah berperang di jalan Allah atau meniatkan dirinya untuk berperang makai a mati dalam salah satu cabng kemunafikan. Kenapa ? Karena syari’at jihad ini tidak ada habisnya, ia akan



berlangsung terus sampai hari kiamat sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam. 9. Kami memandang bahwa kondisi Ahlussunnah wal Jama’ah tidak lepas dari empat kondisi: a. Berada di bawah imam syar’i yang mengikuti dan konsisten dengan manhaj ahlussunnah wal jama’ah serta memperingatkan dan memerangi segala bentuk penyimpangan terhadap manhaj ini. Dalam kondisi ini ahlussunnah waljama’ah wajib mengikuti sang imam. Penjelasan: Ketika manusia memiliki imam syar’I yang mengikuti manhaj dan berpegang teguh kepada ahlussunnah wal jama’ah dan mengjak manusia kepada manhaj ahlussunnah wal jama’ah dan mengingatkan manusia untuk menghindari apa yang menyelisihi dan imam syar’I juga memerangi segala bentuk penyimpangan yaitu ahlul ahwa’ (bid’ah-bid’ah) maka wajib mengikuti imam tersebut. Harus dipahami bahwa makna jama’ah ada dua:  Bersatunya kaum muslimin dalam satu manhaj yang benar (aqidah ahlussunnah wal jama’ah)  Bersatunya kaum muslimin dalam satu kepemimpinan yang sah. Pada kondisi yang pertama, dua makna jama’ah terpadu menjadi satu karena imamnya adalah imam yang bermanhaj ahlussunnah wal jama’ah. Jadi jama’ah dalam artian bersatunya kaum muslimin dibawah kepemimpinan imam yang bermanhaj ahlussunnah wal jama’ah. Apa yang menjadi sikap kaum muslimin adalah wajib untuk mengikuti jama’ah yaitu berpegang teguh kepada manhaj ahlussunnah wal jama’ah yang berada pada ketaatan kepada pemimpinnya dan dia harus berpegang teguh dalam bentuk loyalitas dan keberpihakan kepada pemimpinnyadan mengikuti apa yang diserukan oleh pemimpinnya. b. Berada di bawah imam syar’i yang tidak konsisten dengan manhaj ahlussunnah wal jama’ah bahkan mungkin terpengaruh dengan manhaj-



manhaj ahlul bid’ah. Hanya saja masih terdapat kelompok ahlussunnah wal jama’ah yang konsisten dengan manhaj ini dan memiliki pengaruh dakwah. Maka dalam kondisi ini seorang muslim berkwajiban untuk: (1) tetap tunduk kepada sang imam jika memerintahkan pada hal yang ma’ruf, dan tidak mematuhi perintahnya yang maksiat pada Allah, (2) bergabung dengan kelompok ahlussunnah wal jama’ah tersebut, serta konsisten dengan manhaj dan dakwahnya. Penjelasan: Keadaan yang kedua adalah keadaan dimana ada imam syar’I tapi tidak konsisten dengan manhaj ahlussunnah wal jama’ah (mengusung bid’ah tertentu seperti mu’tazilah dsb). Dan di sisi lain, ada yang pemimpinnya bermanhaj ahlussunnah wal jama’ah dan konsisten. Akan tetapi dalam kondisi seperti ada dalam tubuh ummat sekelompok orang yang terpisah-pisah Dalam kondisi seperti ini maka wajib melakukan dua hal:  Tetap tunduk pada pemimpin yang syar’I akan tetapi tidak mengikuti pemimpin tersebut dalam hal kemaksiatan yang diserukannya namun dia juga tidak boleh memberontak.  Bergabung dengan kelompok ahlussunnah wal jama’ah yang menyerukan ahlussunnah wal jama’ah dan Bersama jama’ah tersebut untuk berjuang melawan kebid’ahan tersebut. c. Tidak berada di bawah imam syar’i (adil atau zhalim) namun terdapat jama’ah dakwah yang konsisten dengan manhaj ahlussunnah wal jama’ah, pribadi-pribadi atau berbentuk organisasi. Maka dalam kondisi ini, seorang muslim beerkewajiban untuk mengikuti jama’ah dakwah tersebut, bekerja Bersama untuk menegakkan kewajiban menjalankan agama Allah. Penjelasan: Situasi dimana kaum muslimin tidak memiliki imam syar’i baik dia seorang yang adil ataupun zhalim akan tetapi dalam kondisi seperti itu ada yang menegakkan dakwah di atas manhaj ahlusunnah wal jama’ah baik secara pribadi maupun melalui organisasi, maka wajib untuk berada dalam jama’ah tersebut, bergabung dan berjuang dalam organisasi tersebut dan berdakwah kepada Allah melalui organisasi tersebut.



Kuncinya adalah dua, yaitu dakwah dan persatuan. Melaksanakan dakwah dan mencari orang-orang yang bisa diajak bekerjasama untuk berdakwah kepada Allah. d. Tidak berada di bawah imam syar’I dan tidak terdapat jama’ah dakwah yang konsisten dengan manhaj ahlussunnah wal jama’ah. Dalam kondisi ini, seorang muslim berkewajiban untuk mencari perkumpulan yang komitmen dan konsisten dengan manhaj ahlussunnah wal jama’ah. Jika ia tidak menemukan, maka ia wajib mendakwahkan dan mendirikan perkumpulan tersebut. Jika tidak, maka ia tidak dibenarkan bersandar kepada ahlul bid’ah, ia harus melakukan uzlah hingga Allah memutuskan apa yang dikehendakiNya. Penjelasan: Kondisi dimana tidak ada pemimpin yang sah dan tidak ada juga satu kelompok dari sebagian ummat yang melakukan dakwah di atas manhaj ahlussunnah wal jama’ah, maka pada kondisi seperti ini wajib mencari suatu perkumpulan untuk begabung pada perkumpulan tersebut dan jika sudah mencari dan tidak menemukan perkumpulan orang-orang yang sama manhajnya maka dia harus memastikan bahwa dirinya pribadi adalah jama’ah, ia mendakwahkan dan mendirikan perkumpulan tersebut. Kemudian jika ia tidak bisa berdakwah dan mendirikan perkumpulan maka ia harus beruzlah (meninggalkan firqah-firqah bid’ah).