Tugas Sosio Antropologi Dan Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama



: Azizah Amalia



NIM



: 17302241024



Prodi



: Pendidikan Fisika



Tugas 2 Sosiologi dan Antropologi Pendidikan (Paradigma Sosiologi dan Fenomena Pendidikan)



1. Jelaskan perbedaan antara paradigma fakta social, definisi social, dan perilaku social ! 2. Apa perbedaan paradigma positivistic dan konstruktivistik ? 3. Buatlah ringkasan tentang paradigma – paradigma dalam sosiologi !



Jawab : 1. Perbedaan antara paradigma fakta social, definisi social, dan perilaku social yaitu : a. Paradigma fakta social Paradigma ini berasumsi bahwa individu akan senantiasa tunduk total terhadap struktur dan atau fakta sosial non material. Jadi dalam paradigma ini terdapat sesuatu di luar diri kita yang mampu memaksa kehendak kita untuk berperilaku/berbuat sesuai dengan apa yang ada diluar diri kita. Contoh sesuatu diluar diri kita: adanya norma, aturan, nilai, kondisi, situasi serta alat pengendali social lainnya. -



Eksemplar : model yang digunakan dalam paradigma fakta social adalah karya Emile Durkheim, khususnya The Rules of Sociological Method dan Suicide.



-



Gambaran terkait masalah pokok perhatiannya : paradigma fakta social ini memusatkan perhatian mereka pada apa yang di istilahkan Durkheim sebagai fakta social atau struktur dan institusi – institusi social berskala besar. Mereka yang mendukung paradigma ini tidak hanya akan memusatkan perhatian mereka pada fenomena fakta social, tetapi juga pada efek semua fenomena tersebut pada pikiran dan tindakan individu.



-



Metode : penganut paradigma fakta social kemungkinannya lebih menggunakan metode kuesioner-wawancara.



-



Teori : paradigma fakta social mencakup sejumlah perspektif teoretik, seperti teori structural fungsional, teori konflik, dan teori system.



b. Paradigma definisi social Paradigma ini berasumsi bahwa individu merupakan makhluk kreatif yang mampu dan berpotensi untuk bernegosiasi dengan struktur social. Paradigma ini bercirikan adanya interaksi dengan norma sehingga menimbulkan makna dan perilaku yang bersifat continue, selain itu juga dalam paradigma ini selalu melihat hal – hal yang khusus. -



Eksemplar : model yang mempersatukan penganut paradigma ini adalah karya Weber tentang tindakan social.



-



Gambaran terkait masalah pokok perhatiannya : karya Weber membantu mengarahkan para peminat kalangan paradigma definisi social dalam mempelajari bagaimana cara mendefinisikan situasi social yang mereka alami dan mempelajari bagaimana efek dari definisi tersebut terhadap tindakan atau interaksi berikutnya.



-



Metode : kualitatif yang mengutamakan observasi.



-



Teori : terdapat sejumlah besar teori yang dapat dimasukkan ke dalam paradigma ini yaitu teori tindakan, interaksionisme simbolik, fenomenologi, etnometodologi, dan eksistensialisme.



c. Paradigma perilaku social Paradigma ini berasumsi bahwa individu bukan sebagai subjek aktif, tetapi pasif yang bisa dikontrol oleh struktur sosial yang bermuatan nilai, system aturan, dan institusional. Jadi dalam paradigma ini perilaku seseorang ditentukan oleh stimulus/pemicu yang dating dari luar sehingga membuat individu untuk berpikir dan berperilaku. -



Eksemplar : model bagi penganut paradigma ini/behavioris adalah karya Psikolog Skinner.



-



Gambaran terkait masalah pokok perhatiannya : menurut para penganut behavioris social ini masalahnya adalah perilaku individu yang tanpa pikir. Yang secara khusus menjadi pusat perhatian adalah penghargaan yang menghasilkan perilaku yang diinginkan dan hukuman yang mencegah perilaku tanpa pikir.



-



Metode : eksperimen.



-



Teori : teori sosiologi behavioral dan teori pertukaran.



2. Perbedaan antara paradigm positivistic dan konstruktivistik yaitu : Paradigma positivistic adalah perspektif positivistik yang menggunakan cara berpikir ilmu alam dan mengikuti hukum aksioma sebab akibat. Perspektif yang digunakan adalah logico empiricism yang didominasi oleh logika formal (deduktif). Sedangkan Paradigma Konstruktivistik adalah perspektif konstruktivistik yang berusaha menghindari perdebatan dikotomik dan diametral. Fokus perhatiannya pada fenomena sosial yang merupakan konstruksi sosial. 3. Ringkasan dari paradigma – paradigma dalam sosiologi Paradigma merupakan gambaran dasar dari pokok perhatian dalam sebuah ilmu yang berfungsi untuk mendefinisikan apa yang harus dikaji, pertanyaan apa yang ditanyakan, bagaimana untuk menanyakannya dan kaidah apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang didapatkan. Paradigma adalah unit konsensus yang terluas di dalam sebuah ilmu dan berfungsi untuk membedakan sebuah komunitas ilmiah dari yang lain. Seorang ilmuwan selalu bekerja dengan paradigma tertentu untuk memecahkan kesulitan yang muncul dalam ilmunya. Ia mencakup mendefinisikan, dan saling menghubungkan berbagau eksemplar, teori, metode, instrument yang ada di dalamnya (Ritzer, 1975). Ritzer mengkategorikan 3 paradigma dalam ilmu social yaitu : paradigma fakta social, definisi social dan perilaku social. a. Paradigma fakta social Paradigma ini berasumsi bahwa individu akan senantiasa tunduk total terhadap struktur dan atau fakta sosial non material. b. Paradigma definisi social Paradigma ini berasumsi bahwa individu merupakan makhluk kreatif yang mampu dan berpotensi untuk bernegosiasi dengan struktur social. c. Paradigma perilaku social Paradigma ini berasumsi bahwa individu bukan sebagai subjek aktif, tetapi pasif yang bisa dikontrol oleh struktur sosial yang bermuatan nilai, system aturan, dan institusional. George Ritzer sendiri tidak mengikuti ketiga paradigma dalam sosiologi, namun beliau lebih memilih menggunakan apa yang ia sebut sebagai multiparadigma. d. Multiparadigma Paradigma ini berasumsi bahwa realitas social bukanlah bersifat tunggal, tetapi beragama dan kontekstual, serta relasional.



Adakalanya seseorang yang dipengaruhi oleh struktur social dalam melakukan tindakan sosialnya, tetapi ada juga yang mampu menjadi agen. Sehingga semunya itu tidak berlangsung secara diterministik, tetapi relasional, cair dan kontinum. Hal ini oleh Ritzer disebut sebagai pendekatan menuju paradigma integrative, dimana kunci paradigma ini adalah gagasan berbagai tingkatan analisis social. e. Paradigma kategori versi lain Ada yang mencoba membedakan paradigma menjadi empat kategori yaitu paradigma, positivistic, paradigma konstruktivistik, paradigma kritis. Guba dan Lincoln (1994)



membedakan



paradigma



dalam



ilmu



social



meliputi



positivistic,



postpositivistik, teori kritis, dan kontrukstivisme. Ke empat paradigma tersebut memiliki asumsi berbeda dan memiliki implikasi terhadap perbedaan pilihan metode penelitiannya. Keempat paradigma tersebut kemudian diuji dengan pandangan ontology (apakah bentuk dan hakekat suatu realitas), epistimolog (apakah hakekat hubungan-hubungan antara muatan teoretik dan muatan nilai, serta apa yang akan diketahui), dan metodologi (bagaimana bisa penemuan dapat mendapatkan, apakah yang mereka yakini dapat diketahui). f. Paradigma positivistic Perspektif positivistik menggunakan cara berpikir ilmu alam yang mengikuti hukum aksioma sebab akibat. Perspektif yang digunakan adalah logico empiricism yang didominasi oleh logika formal (deduktif). Paradigma ini berakar pada filsafat positivistic terutama dari Rene Descartes yang melahirkan pemikiran cartesian. Paradigma positivistic ini juga tidak terlepas dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermula dari era pencerahan. Dimana negara dan agama tampil menjadi pusat segalanya dalam hal ilmu pengetahuan. Kemudian bermuara pada upaya pembuatan pengetahuan sendiri yang berimplikasi melahirkan paradigma positivistic melalui dua fase yaitu klasik dan logis. Asumsi pasitivisme klasik yaitu pencarian pengetahuan lebih pada data, sedangkan positivisme logis lebih memperhatikan analis logis sebagai sumber pengetahuannya. Kemudian seorang postpositivistik Karl R.Popper beranggapan bahwa setiap kebenaran harus bersifat objektif yang merupakan teori, jadi kebenaran bukan suatu pengalaman/kepercayaan/sesuatu yang bersifat subjektif. Sehingga Popper ini memberikan kontribusi dalam teori pembelajaran yang berorientasi pemecahan masalah, seperti metode belajar pemecahan asalah (problem solving).



g. Paradigma konstruktivistik Perspektif konstruktivistik berusaha menghindari perdebatan dikotomik dan diametral. Fokus perhatian pada fenomena sosial yang merupakan konstruksi sosial. Penganut paradigma ini yang populer yaitu Peter Berger dan Thomas Luckman, yang mendokumentasikan pandangan teoretiknya dalam buku The Social Contruction of Reality. Paradigma ini sedikit banyak memberikan kontribusi terhadap berbagai teori Pendidikan termasuk pula teori pembelajaran. Lev Vygotsky adalah salah satu penganut teori belajar yang menempatkan siswa sebagai subjek aktif. Prinsip belajar disini yaitu siswa bukanlah sekedar dibentuk oleh pengetahuan yang ditransfer dari proses pembelajaran yang baku dan transfer of knowledge, tetapi terbentuk melalui pergaulatan kognitifnya dengan lingkungan sosialnya. Contoh penerapannya adalah metode Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), metode kooperatif learning dalam pembentukan tematik dan kurikulum 2013. h. Paradigma kritis Pendekatan kritis berusaha untuk memadukan antara pendekatan nomotetis yang bersifat serba menggeneralisasikan, dengan pendekatan ideografik yang berbasis kasus atau hal-hal khusus. Teori kritis adalah produk dari sekelompok neo-Marxis Jerman yang tidak puas dengan kondisi Marxian, khususnya yang diterminisme ekonomi. Teori ini sebagian besar terdiri dari kritik atas berbagai aspek kehidupan social dan intelektual, namun tujuan utamanya adalah mengungkap hakikat dan sifat masyarakat secara lebih akurat. Terdapat empat sasaran utama yang menjadi perhatian teori kritis yaitu kritik terhadap teori Marxian, terhadap positivisme, terhadap sosiologi, terhadap masyarakat modern dan terhadap kebudayaan.