Uji Bioekivalensi PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA “UJI BIOEKIVALENSI OBAT”



Hari/Jam Praktikum



: Senin, 13 Mei 2019 (13.00-16.00)



Asisten Lab



: 1. Rena Choerunisa 2. Rifa Nurfauziah



)



SHIFT B 2016 MUHAMAD NADIVA MARDIANA 260110160071



LABORATORIUM BIOFARMASETIKA UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2019



I.



Tujuan 1.1. Menentukan status bioekivalensi dari suatu produk obat yang diuji 1.2. Merancang penelitian uji bioavailabilitas dan bioekivalensi suatu produk obat



II.



Prinsip 2.1 Bioavailabilitas Persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin (BPOM RI, 2004). 2.2 Bioekivalensi Bioekivalensi merupakan kondisi dimana ketika dua produk obat mempunyai ekivalensi farmasetik atau alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis yang sama akan menghasilkan biovailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan (BPOM RI, 2004).



III.



Teori Dasar Dalam uji bioekivalensi standar obat pembanding hendaknya dipilih dalam formulasi yang memberikan kadar paling banyak dalam sistemik serta dengan pemberian rute yang sama, kecuali diperlukan untuk melihat profil farmakokinetik tertentu (Shargel, 2005). Alat Uji Bioekivalensi (BE) merupakan data ekivalensi untuk melihat kesetaraan sifat dan kerja obat didalam tubuh suatu obat “copy” dibandingkan dengan obat innovator sebagai pembanding. Obat “copy” adalah produk obat yang mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dengan produk obat inovator /pembandingnya, dapat dipasarkan dengan nama generik atau nama dagang. Sedangkan obat inovator/ pembanding/ reference



adalah produk obat inovator yang telah diberi izin pemasaran di Indonesia berdasarkan penilaian dossier lengkap dengan yang membuktikan efikasi, keamanan dan mutu (BPOM, 2004).



Bioavailabilitas terbagi menjadi dua, yaitu: 1.Bioavailabilitas absolut Bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bioavailabilitas zat aktif ter sebut dengan pemberian intra vena. 2.Bioavailabilitas relative Bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain intravena. Bioavailabilitas suatu produk obat dibandingkan dengan produk standar. (Shargel dan Andrew, 2005) Kekurangan obat di pasar juga bisa diatasi pembuatan obat generik. Obat generik harus sama bahan aktif dan pada saat yang sama, mereka harus dapat diterima rentang bioekivalen (20%) bila dibandingkan dengan yang dipatenkan asli atau nama merek merek (Kaur,2013). Agar diakui dan mendapat keuntungan obat generic ini perlu dibandingkan dengan obat innovator yang jelas telah teruji dan baik bioavailabilitasnya. Untuk pengujian bioekivalensi obat generic dengan obat innovator merupakan syarat yang diajukan oleh Food and Drug Administration (FDA) sebelum obat tersebut beredar di pasaran (Tothfalusi et al., 2009) Obat innovator atau produk obat dengan nama dagang akan habis masa patennya, maka perusahaan farmasi atau pabrik generik akan membutuhkan



ANDA (Abbreviated New Drug Application) sebagai persetujuan sebelum pemasaran. Produk generik didefinisikan sebagai produk obat yang identik dengan produk obat inovatornya dari sisi zat aktif, rute administrasi, dosis, kekuatan serta syarat-syarat untuk pemakaiannya. Untuk mendapat pertujuan tersebut, maka obat generik perlu diuji kesamannya melalui studi terhadap bioavailabilitas dan bioekivalensi. Pengujian bioekivalensi digunakan sebagai evaluasi klinik dari ekivalensi efek terapi pada antar produk yang sama (FDA, 2003). 4.1 Alat dan Bahan Laptop dengan spesifikasi: 1. Windows XP/ Vista / 7 2. Microsoft Office 2003 / 2007 / 2010 / 2016



4.2 Bahan Data meliputi: 1. Rute pemberian 2. Dosis 3. Konsentrasi zat aktif



IV.



Prosedur Laptop disiapkan dengan spesifikasi Windows XP/Vista/7 dan Microsoft Office 2003/ 2007/ 2010/ 2016. Kemudian install Add-ins PK Solver. Setelah itu, soal pada modul 8 dijawab dengan baik dan teliti, serta dilakukan analisis data pada soal dengan menggunakan PK Solver dan Microsoft Excel.



V.



Hasil 1. Hitunglah bioavailabilitas (F) suatu sediaan obat berupa Suspensi Oral (konsentrasi zat aktif 50 mg/ml) apabila dibandingkan dengan sediaan injeksi



intravena (konsentrasi zat aktif 100 mg/ml), dimana dosis yang diberikan untuk suspensi oral adalah dua sendok teh sedangkan dosis injeksi IV adalah 2 ml. Data kadar obat dalam plasma terhadap waktu adalah sebagai berikut: t (jam) 0.5 1 1.5 2 3 4 6 8



Kadar Suspensi Oral Injeksi Intravena 2.75 5.31 6.24 4.62 8.5 4.02 9.81 3.5 7.43 2.65 5.6 2.01 3.19 1.16 1.91 0.66



Jawaban: Menggunakan PK-Solver untuk mencari nilai AUC (sebagai bioavailabilitas/F) dari masing – masing sediaan (suspensi oral dan injeksi intravena), dimana dosis awal yang diberikan: •



Suspensi oral: 50mg/ml x 10ml (2 sendok teh) = 500mg







Injeksi intravena: 100mg/ml x 2 ml = 200mg



Hasil kurva CA suspensi oral (Kompartemen 2):



12



Obser ved



Concentration (μg/ml)



10 8 6 4 2 0 0



2



4



6



8



10



Time (h) 10



Concentration (μg/ml)



Obser ved



1



0



2



4



6 Time (h)



8



10



Residual Plot



1 0.8



Residual (μg/ml)



0.6 0.4 0.2 0 -0.2



0



2



4



6



8



-0.4 -0.6 -0.8 Time (h)



Parameter t1/2ka t1/2k10 V/F CL/F Tmax Cmax AUC 0-t AUC 0-inf AUMC MRT



Unit h h (mg)/(μg/ml) (mg)/(μg/ml)/h h μg/ml μg/ml*h μg/ml*h μg/ml*h^2 h



Value 0.687792602 1.958938321 31.86824605 11.27620235 1.919284234 8.90546022 40.31903128 44.34116953 169.3134559 3.818425578



10



Hasil kurva CA suspensi Intravena (Kompartemen 2): 6



Obser ved



4 3 2 1 0 0



2



4



6



8



10



Time (h)



10



Concentration (μg/ml)



Concentration (μg/ml)



5



Obser ved



1



0.1 0



2



4 Time (h) 6



8



10



Residual Plot



0.007 0.006



Residual (μg/ml)



0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 0 -0.001



0



2



4



6



8



-0.002 -0.003 Time (h)



Parameter k10 k12 k21 t1/2Alpha t1/2Beta C0 V CL V2 CL2 AUC 0-t AUC 0-inf AUMC MRT Vss



Unit 1/h 1/h 1/h h h μg/ml (mg)/(μg/ml) (mg)/(μg/ml)/h (mg)/(μg/ml) (mg)/(μg/ml)/h μg/ml*h μg/ml*h μg/ml*h^2 h mg/(μg/ml)



Value 0.2774619 2.33044E-05 0.27751209 2.475156486 2.520942828 6.097802179 32.79870257 9.100390329 0.002754306 0.000764353 19.58894671 21.97707931 79.21420875 3.604401096 32.80145688



Bioavaibilitas (F) Nilai bioavaibilitas yang digunakan adalah nilai AUC 0-t. - Bioavaibilitas suspensi oral: 40.325 - Bioavaibilitas injeksi intravena: 19.588



Bioavaibilitas absolut:



𝐴𝑈𝐶 𝑂𝑟𝑎𝑙 𝐴𝑈𝐶 𝐼𝑉



𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐼𝑉



× 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑂𝑟𝑎𝑙



10



40.325



200 𝑚𝑔



Bioavaibilitas absolut



: 19.588 × 500 𝑚𝑔 = 0.8234



% Bioavaibilitas absolut



: 82.34%



2. Nyatakan status bioekivalensi dari ketiga sediaan kapsul uji (A, B, C) terhadap sediaan standar (STD) dengan data sebagai berikut: Sukarelawan 1 2 3 4 5 6 7 8



Kapsul A 14.1 20.2 19 13.2 13.5 17.9 12.4 15.8



AUC (µg/mL.jam) Kapsul Kapsul B C 19.1 9.6 20 10.6 17.5 14.6 20.3 13.1 17.3 10.4 17.4 8.3 17.2 14.5 16.9 11.4



Jawaban: [𝐴𝑈𝐶 𝑢𝑗𝑖]



Nilai F Relatif = [𝐴𝑈𝐶 𝑠𝑡𝑑] x 100% F A 89.241 106.316 98.446 71.739 78.488 108.485 69.274 90.286



B 120.886 105.263 90.674 110.326 100.581 105.455 96.089 96.571 Rata-Rata 89.03421 103.231



C 60.759 55.789 75.648 71.196 60.465 50.303 81.006 65.143 65.039



Kapsul STD 15.8 19 19.3 18.4 17.2 16.5 17.9 17.5



Nilai F Relatif Kapsul: •



Kapsul A: 89,0342







Kapsul B: 103,231







Kapsul C: 65,039



Menentukan bioekivalensi (menghitung nilai CI = F Rata-rata ± SF. T α) •



CI (batas atas)



: Frata-rata + SF. t α







CI (batas bawah)



: Frata-rata - SF. t α



Keterangan: SF = Standar deviasi rataan F (SF/√𝑛) t α = nilai pada tabel t untuk CI 90% dengan df (n-1) = (8-1) = 7 → 1,895



Parameter



A



B



C



F



89,0342



103,231



65,039



Standar Deviasi



14.9665



9.4957



10.3325



Standar Deviasi rataan F



5.29146



3.35724



3.6531







1.895



1.895



1.895



10.02731



6.361961



6.922625



Cl (+)



99.0615



109.593



71.9612



Cl (-)



79.0069



96.8687



58.116



SF . tα







Kapsul A memiliki nilai CI antara 79,0069 – 99,0615%







Kapsul B memiliki nilai CI antara 96,8687 – 109,593%







Kapsul C memiliki nilai CI antara 58,116 – 71,9612%



Syarat: Berdasarkan Pedoman Uji Bioekivalensi BPOM RI, nilai confidence interval (CI) tidak boleh dibulatkan. Suatu sediaan dianggap bioekivalen dengan standar apabila nilai untuk CI 80-125%, yang berarti nilainya harus minimal 80,00% dan tidak lebih dari 125,00% (BPOM RI, 2004). Kesimpulan: •



Kapsul A tidak bioekivalen dengan standar (nilai CI dibawah 80%)



yaitu sebesar 79,0069 – 99,0615% •



Kapsul B bioekivalen dengan standar (nilai CI 80-125%), yaitu sebesar



96,8687 – 109,593% •



Kapsul C tidak bioekivalen dengan standar (nilai CI dibawah 80%)



yaitu sebesar 58,116 – 71,9612%



3. Sebutkan dan jelaskan secara lengkap faktor-faktor yg mempengaruhi ketersediaan hayati suatu obat/ produk obat. Faktor yang mempengaruhi bioavaibilitas obat diantaranya faktor farmasetik, faktor fisiologis, dan faktor manufaktur. A. Faktor Farmasetik 1. Disintegrasi Sebelum absorpsi terjadi, suatu produk obat padat harus mengalami disintegrasi ke dalam partikel-partikel kecil dan melepaskan obat. 2. Pelarutan Pelarutan merupakan proses di mana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Laju pelarutan obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik obat. Obat yang terlarut dalam larutan jenuh dikenal sebagai ”stagnant layer”, berdifusi ke pelarut dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi obat yang rendah.



Laju pelarutan adalah jumlah obat yang terlarut per satuan luas per waktu (misal g/cm2.menit). Laju pelarutan dipengaruhi pula oleh sifat fisikokimia obat, formulasi, pelarut, suhu media dan kecepatan pengadukan. 3. Sifat Fisikokimia Obat Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh yang besar pada kinetika pelarutan. Sifat-sifat ini terdiri atas: luas permukaan, bentuk geometrik partikel, derajat kelarutan obat dalam air, dan bentuk obat yang polimorf. 4. Faktor Formulasi Bahan tambahan yang dimasukkn ke dalam produk obat juga dapat mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mengubah media tempat obat melarut atau bereaksi dengan obat itu sendiri. Misalnya, magnesium stearat (bahan pelincir tablet) dapat menolak air, dan bila digunakan dalam jumlah besar dapat menurunkan pelarutan. Natrium bikarbonat dapat mengubah pH media. Untuk obat asam seperti aspirin dengan media alkali akan menyebabkan obat tersebut melarut cepat. Serta, bahan tambahan yang berinteraksi dengan obat dapat membentuk kompleks yang larut atau tidak larut dalam air, contoh tetrasiklina dan kalsium karbonat membentuk kalsium tetrasiklina yang tidak larut air.



B. Faktor Fisiologis 1. Struktur Saluran Cerna Faktor fisiologis tubuh, seperti struktur saluran cerna, mekanisme absorpsi obat, luas permukaan tempat absorpsi, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan usus, metabolisme juga sangat berpengaruh terhadap bioavaibiltas suatu obat. Mulai dari luas permukaan yang berkaitan dengan ukuran partikel dimana smakin kecil ukuran partikelnya maka akan semakin besar luas permukaanya maka semakin cepat pula proses absorpsinya, kemudian



kecepatan pengosongan lambung artinya semakin cepat lambung seseorang kosong maka semakin cepat obat yang masuk ke dalam tubuh akan di absorsbsi.



2. Metabolisme Selain itu 14etabolism juga berpengaruh terhadup BA, seseorang yang memiliki metabolism yang tinggi dan cepat, maka akan sangat berpengaruh pada obat yang di minum, karena metabolismenya yang tinggi obat akan segera di metabolism sebelum sempat di absorpsi, untuk mengantisipasinya dapat dilakukan dengan penambahan dosis.



C. Faktor Manufaktur 1. Peningkatan Kompresi (Tekanan) Peningkatan kompresi (tekanan) pada waktu pembuatan meningkatkan kekerasan tablet. Hal ini menyebabkan waktu disolusi dan disintegrasi menjadi lebih lama. 2. Penambahan Jumlah Bahan Pengikat Penambahan jumlah bahan pengikat pada formula tablet atau granul akan meningkatkan



kekerasan



tablet,



mengakibatkan



perpanjangan



waktu



disintegrasi dan disolusi. 3. Peningkatan Jumlah Pelincir (Lubricant) Peningkatan jumlah pelincir (lubricant) pada formula tablet akan mengurangi sifat hidrofilik tablet sehingga sulit terbasahi (wetted). Hal ini memperpanjang waktu disintegrasi dan disolusi. 4. Waktu Kompresi Granul yang Cepat Granul yang keras dengan waktu kompresi yang cepat serta kekuatan yang tinggi akan menyebbakan peningkatan suhu kompresi, sehingga obat yang berbentuk kristal mikro akan membentuk agregat yang lebih besar. (Shargel and Yu, 2005).



VI.



Pembahasan Pada praktikum kali ini dilakukan studi pengujian bioekivalensi obat untuk menentukan status bioekivalensi dari suatu produk obat yang diuji dan merancang penelitian uji bioavailabilitas dan bioekivalensi suatu produk obat Pengujian bioekivalensi pada obat bertujuan untuk memastikan bahwa suatu obat yang akan beredar telah melewati serangkaian pengujian dan memiliki khasiat seperti yang di harapkan, aman digunakan dan tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan dengan proses produksi yang telah distandardisasi. Pada praktikum kali ini dilakukan studi uji bioekivalensi dengan menggunakan software PK Solver. Uji bioekivalensi ini dilakukan pada obat generik terhadap obat paten atau standar yang telah ada sebelumnya. Uji BE ini dinamakan BA relatif dengan mengukur bioavailabilitas (sebagai AUC) dari obat uji yang dibandingkan dengan obat standar yang biasanya merupakan produk innovator. Bioekivalensi merupakan suatu sifat yang mengukur kemiripan dari bioavailabilitas antara dua obat dengan dosis dan pemberian rute yang sama. Pengujian ini dilakukan biasanya untuk membandingkan antara obat innovator dengan obat generic yang dibuat oleh industri-industri lain agar terjamin keamanan, mutu serta khasiat dari obat tersebut. Biovaibilitas terbagi menjadi dua, yaitu bioavaibilitas absolut dan bioavaibilitas relatif. Bioavailabilitas absolut merupakan bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bioavailabilitas zat aktif tersebut dengan pemberian intra vena. Sedangkan bioavailabilitas relative merupakan bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain intra vena. Pada pertanyaan nomor 1 dilakukan penentuan BA Absolut, dimana sediaan oral dibandingkan dengan sediaan intravena. Konsentrasi dan waktu yang diketahui dimasukkan ke dalam software PK Solver. Pertama dilakukan analisis nonkompartemen terlebih dahulu untuk memprediksi golongan kompartemen kemudian dilakukan analisis kompartemen berdasarkan perkiraan yang



didapatkan. Kemudian akan muncul bentuk informasi grafik dan nilai AUC, ketika hasil muncul maka akan terdapat dua nilai AUC , yaitu AUC dari waktu t=0 sampai waktu tertentu dan AUC t=0 sampai waktu yang tak terhingga. Nilai AUC tersebut kemudian dimasukkan dalam perhitungan dan dapat diketahui Bioavaibilitas suspensi oral 40.325 dan Bioavaibilitas injeksi intravena 19.588. dan didapat niali Bioavaiblitas Absolut sebesar 82.34%. Hal ini sesuai dengan literatur pada BPOM yaitu BA absolut berkisar antara 0-100%. BA absolut tidak mungkin melebihi nilai 100 % karena BA absolut intravena dianggap 100% dan dianggap langsung masuk ke dalam sistemik sehingga tidak melewati proses yang dapat mengurangi konsentrasi obat di dalam tubuh. Jika nilai BA semakin mendekati angka 100%, maka menunjukkan bahwa konsentrasi obat yang masuk ke dalam sistemik dan dapat menimbulkan efek terapeutik jumlahnya semakin tinggi, dan pada sediaan oral ini dapat diketahui memiliki bioavaibilatas yang cukup tinggi. Pada soal nomor 2 dilakukan penentuan status bioekivalensi suatu produk kapsul. Pertama adalah dilakukan pencarian nilai bioavailabilitas relative ketiga sediaan kapsul (A, B, dan C) dan juga sediaan standar. Analisis dilakukan dengan menghitung AUC obat uji dan obat standar dari setiap golongan, kemudian di hitung nilai bioavailabilitas (F) yang menyatakan nilai kadar obat yang diabsorpsi. Berdasarkan hasil yang didapatkan , diketahui nilai F rata- ratanya untuk kapsul A adalah sebesar 89,0342%; Kapsul B 103,231% dan Kapsul C 65,039%. Suatu sediaan dianggap bioekivalen dengan standar apabila nilai untuk CI 80-125, yang berarti nilainya harus minimal 80.00 dan tidak lebih dari 125. Bedasarkan hasil dapat dilihat bahwa nilai CI dapat diketahui kapsul A memiliki nilai CI antara 79,0069 – 99,0615% kapsul B memiliki nilai CI antara 96,8687 – 109,593% dan kapsul C memiliki nilai CI antara 58,116 – 71,9612% . Berdasarkan rentang nilai CI yang didapatkan maka kapsul A dan C tidak memenuhi persyaratan. Sedangkan kapsul B memenuhi



persyaratan untuk dijadikan obat yang akan dipasarkan (diedarkan), karena kemiripannya dengan obat standar.



VII.



Simpulan 8.1. Dapat menentukan status bioekivalensi dari suatu produk obat yang



diuji dengan persen bioavailabilitas relatif 82.34%.. 8.2. Dapat merancang penelitian uji bioavailabilitas dan bioekivalensi suatu



produk obat kapsul A, B, dan C dengan hasil : -



Kapsul A tidak bioekivalen dengan standar (nilai CI dibawah 80%) yaitu sebesar 79,0069 – 99,0615%



-



Kapsul B bioekivalen dengan standar (nilai CI 80-125%), yaitu sebesar 96,8687 – 109,593%



-



Kapsul C tidak bioekivalen dengan standar (nilai CI dibawah 80%) yaitu sebesar 58,116 – 71,9612%



DAFTAR PUSTAKA BPOM RI. 2004. Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. FDA. 2003. Guidance on Bioavailability and Bioequivalence Studies for Orally Administrated Drug Products – General Considerations. USA : US Food and Drug Administration. Kaur P, Chaurasia CS, Davit BM, Conner DP. 2013. Bioequivalence study designs for generic solid oral anticancer drug products: scientific and regulatory considerations. J ClinPharmacol 53: 1252-1260. Shargel, L. and A. B. C. Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya: Airlangga University Press. Tothfalusi, L., Endrenyi, L., Arieta, A.G., 2009. Evaluation of bioequivalence for highly variable drugs with scaled average bioequivalence. Clin. Pharmacokinet. 48: 725–743.