EKTIMA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN



2



BAB II A. B. C.



DEFINISI EPIDEMIOLOGI ETIOLOGI DAN PATOGENESIS



D. E.



3 GEJALA KLINIS DIAGNOSIS BANDING



F.



5 DIAGNOSIS



G. H. I.



6 PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI PROGNOSA



3 3



4



7 12



12 DAFTAR PUSTAKA



13



BAB I PENDAHULUAN Ektima merupakan ulkus superfisial dengan krusta diatasnya yang disebabkan karena infeksi oleh Streptococcus β hemolyticus. Ektima tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning dan biasanya berlokasi di tungkai bawah,



yaitu tempat yang relatif banyak mendapat trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal.(1) Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus,



atau



kedua-keduanya.



Penyebabnya



yang



utama



ialah



Staphylococcus aureus dan Streptococcus A beta hemolyticus.(1) Bakteri ini menyebabkan klinis infeksi yang luas dari pioderma superfisial hingga infeksi jaringan lunak yang invasif, tergantung dari organisme, lokasi infeksi, dan faktor host. Pioderma merupakan infeksi pada epidermis, tepat dibawah stratum korneum atau pada folikel rambut. Jika tidak diobati, pioderma bisa menginfeksi dermis dan mengakibatkan formasi furunkel dan ektima.(2) Ektima biasa terjadi karena impetigo yang tidak diobati akibat tertutupi alas kaki atau pakaian, yang biasa terjadi pada tunawisma atau pada tentara yang ditugaskan di daerah iklim lembab dan panas. Higienitas yang buruk dan kurangnya gizi juga merupakan faktor predisposisi dari ektima. Ektima dapat diamati di segala usia atau jenis kelamin dan biasa didapatkan pada orang-orang dengan malnutrisi. Lesi ektima juga sering terlihat pada ektrimitas bawah anakanak, lansia yang terabaikan, atau orang dengan penyakit diabetes. Higienitas yang buruk dan terabaikan merupakan kunci dari patogenesis ektima. Lesi ektima yang banyak pada pergelangan dan punggung kaki adalah pioderma yang paling sering terjadi saat waktu perang di daerah iklim tropis. (2)



BAB II PEMBAHASAN I.



Definisi Ektima merupakan ulkus superfisial dengan krusta diatasnya yang disebabkan karena infeksi oleh Streptococcus β hemolyticus. Ektima tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning dan biasanya berlokasi di



2



tungkai bawah, yaitu tempat yang relatif banyak mendapat trauma. Jika II.



krusta diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal.(1) Epidemiologi Semua kalangan umur, jenis kelamin, dan ras bisa terkena, terutama anak-anak, manula, dan pasien dengan immunokompromise (misal, diabetes, neutropenia, pengobatan immunosupressive, keganasan, HIV). Kasus ektima terjadi diseluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis.(2) Streptococus B Hemolyticus. Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai 18 tahun.(3)



III. Etiologi dan Pathogenesis Ektima disebabkan oleh Streptococcus group A beta haemoliticus, Staphylococcus aureus dan atau kedua-duanya dapat terisolasi pada kultur. Infeksi Bakteri dikulit terutama disebabkan oleh kedua bakteri tersebut. Sekitar 60 persen orang sehat memiliki kolonisasi Staphylococcus aureus dibeberapa bagian tubuh seperti aksila, perineum, faring, dan tangan. Faktor predisposisi dari kolonisasi Staphylococcus aureus meliputi dermatitis penggunaan



atopik,



diabetes



obat



intravena,



melitus disfungsi



(dependen-insulin), liver,



dan



dialisis,



infeksi



HIV.



Staphylococcus aureus adalah kuman patogen agresif merupakan penyebab tersering pioderma. Staphylococcus aureus pada pioderma dapat menginvasi aliran darah, replikasi bakteri, dan menyebabkan penyebaran infeksi seperti osteomyelitis, dan endokarditis akut.(2) Patogenensisnya menunjukkan mekanisme



bakteremia



yang



berawal dari infeksi primer dari gastrointestinal, traktus urinarius dan sistem respirasi kemudian menyebar ke kulit secara hematogen. Mekanisme septikemia diduga terjadi secara sekunder untuk inokulasi



3



langsung dari kulit, seperti bisa dilihat dalam folikulitis lanjut atau infeksi sekunder di luka bakar.(4) IV.



Gejala Klinis Tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning, biasanya berlokasi ditungkai bawah, yaitu tempat yang relatif mendapat banyak trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan dampak ulkus yang dangkal.(1) Lesi ektima dapat berkembang dari pioderma primer, penyakit kulit, atau trauma yang sudah ada sebelumnya



Sedangkan ektima gangrenosum



merupakan luka kutaneus yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa dan mirip dengan ektima Staphylococcus atau Streptococcus. (2)



Gambar 1 Ulserasi superfisial dengan batas terlevasi (dikutip dari kepustakaan 3)



4



Gambar 2 Pustule atau vesikel hemoragik yang nekrosis (dikutip dari kepustakaan 2)



V.



Diagnosis Banding 1. Folikulitis Folikulitis adalah peradangan bagian distal folikel rambut yang biasanya hanya mengenai ostium, tapi dapat meluas sedikit kebawahnya yang disebabkan oleh Staphylococcus koagulase positif. Dapat juga terjadi sebagai akibat kontak dengan zat-zat kimia tertentu. Pada folikulitis terlihat pustul folikuler kecil dan berbentuk kubah, sering ditembus oleh rambut halus. Krusta tipis tipis dapat menutupi muara folikel yang menyembul.(1) 2. Impetigo krustosa Impetigo merupakan suatu infeksi superfisial yang menular yang mempunyai dua bentuk klinis, yaitu bulosa dan non bulosa. Persamaan impetigo



dengan



ektima



sama-sama



berkrusta



warna



kuning.



Perbedaannya impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi di muka dan dasarnya ialah erosi. Sebaliknya ektima terdapat baik pada anak maupun dewasa, tempat predileksinya di tungkai bawah, dan dasarnya ialah ulkus. (1)



5



VI.



Diagnosis Dalam mendiagnosis ektima ini kita dibingungkan dengan folikulitis sebab predileksi biasanya di tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa. Perbedaannya dengan ektima pada folikulitis, di tengah papul atau pustul terdapat rambut dan biasanya multipel. (3) Temuan laboratorium: 1. Ditemukan berupa gambaran bakteri gram positif berupa kokuskokus yang berbentuk seperti rantai. Dimana hal tersebut sesuai dengan gambaran dari bakteri Streptococcus. (3) 2. Kultur dapat terisolasi Staphylococcus aureus dan atau keduaduanya Streptococcus group A 3. Streptococcal Antibody Assay, tidak memberi nilai pada diagnosis dan penatalaksannaan namun dapat sangat menolong temuan recents streptococcal infection pada pasien dengan dugaan poststreptococcal glomerulonefritis.



VII.



Penatalaksanaan



Penatalaksanaan pada ektima sama dengan penatalaksanaan pada impetigo.(5) Jika terdapat sedikit, krusta diangkat lalu diolesi dengan salap antibiotik. Kalau banyak, juga diobati dengan antibiotik sistemik. (1) Treatments for Impetigo Topical First line



Second line



Systemic



Mupirocin



bid



Dicloxacillin



250-500 mg PO qid for 5-7 days



Fusidic acid



bid



Amoxicillin plus clavulanic acid; cephalexin Azithromycin



25 mg/kg tid; 250-500 mg qid



Clindamycin Erythromycin



500 mg x 1, then 250 mg daily for 4 days 15 mg/kg/day tid 250-500 mg PO qid for 5-7 days



6



Tabel 1 Penatalaksanaan Impetigo (dikutip dari kepustakaan 2)



1. Pencegahan Mandi Tiap hari. Sabun batang Benzoyl Peroxyde. Mengecek tanda dan gejala Impetigo di seluruh anggota keluarga. Ethanol atau Isoprophil gel untuk tangan dan atau bagian yang termasuk didalamnya.(6) 2. Terapi Topikal Terapi topikal yang dapat diberikan berupa desinfektan topikal atau ointment seperti asam fusidat.(6) Mupirocin dan retapaminolen dapat sangat efektif dalam mengeliminasi kedua S. Aureus, termasuk MRSA, dari daerah sekitar dan pada lesi kutaneus. Gunakan dua kali sehari pada kulit lesi dan daerah sekitarnya 5-10hari.(6) Sedangkan Salep Mupirocin digunakan untuk terapi infeksi kulit yang sering disebabkan oleh bakteri Staphylococcus atau Streptococcus baik pada dewasa maupun pada anak-anak. Penelitian-penelitian mutakhir menganjurkan aplikasi 2 kali sehari selama 5hari.(6) 3. Antibiotik oral Antibiotik oral yang direkomendasikan jika infeksinya meluas atau memberikan respon lambat pada antibiotik topikal. Antibiotik yang dipilih ialah golongan penisilin, atau apapun antibiotik yang dipilih haruslah dapat menanggulangi kedua bakteri penyebab yaitu Streptococcus dan Staphylococcus aureus (biasanya dicloxalicin atau fluoxacillin). Durasi pengobatan pun bervariasi, beberapa minggu dari terapi sangat memungkinkan menanggulangi ektima.(6)



7



Gambar 3. Agen Antimikroba Oral untuk Infeksi Bakteri (dikutip dari kepustakaan 6)



Gambar 4 Organisme, Pilihan Agen Antimikroba, dan Alternatif (dikutip dari kepustakaan 6)



8



9



Gambar 5. Organisme, Pilihan Agen Antimikroba, dan Alternatif (dikutip dari kepustakaan 6)



10



VIII. Komplikasi(3)  Infeksi luas pada tubuh  Kerusakan kulit permanen dengan bekas luka  Komplikasi Nonsupuratif dari Infeksi Kulit Streptokokus termasuk demam scarlet dan glomerulonefritis akut.



IX. Prognosis Prognosis dari ektima ini umumnya baik. Tetapi mungkin pada penyembuhannya akan menimbulkan skar(3)



DAFTAR PUSTAKA



1.



Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Menaidi SLS, editor.



Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2015.



11



2.



Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K.



Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. United States of America: McGraw Hill Professional; 2012. 3.



Arta J, Gde I. ECTIMA: A CASE REPORT. E-Jurnal Medika Udayana.



2014;3(3):352-8. 4.



Lian F. Clinicopathologic Aspects of Ecthyma Gangrenosum in Pediatric



Patients: A Case Series and Review of the Literature. J Clin Anat Pathol. 2013;1:1-5. 5.



Biddeci G, Cutrone M, Mattei I, Valerio E, Favot F. Ecthyma



gangrenosum of the cheek in a 6-month-old infant. Arch Dis Child. 2014. 6.



Stevens DL, Bisno AL, Chambers HF, Dellinger EP, Goldstein EJ,



Gorbach SL, et al. Practice guidelines for the diagnosis and management of skin and soft tissue infections: 2014 update by the Infectious Diseases Society of America. Clinical Infectious Diseases. 2014;59(2):e10-e52.



12