Ektima [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFLEKSI KASUS



SEPTEMBER 2015



EKTIMA



Nama



:



Muh. Rezah Rahim



No. Stambuk :



N 111 14 025



Pembimbing :



dr. Sukma Anjayani, M.Kes., Sp.KK



DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2015



STATUS PASIEN BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN



RSU ANUTAPURA PALU I. IDENTITAS PASIEN 1) Nama Pasien 2) Umur 3) Jenis Kelamin 4) Alamat 5) Agama 6) Tanggal Pemeriksaan II.



: An. AZ : 2,6 Tahun : Perempuan : Lasoso : Islam : 31Agustus 2015



ALLOANAMNESIS 1) Keluhan Utama : Gatal-gatal di bagian punggung kaki kanan dan kiri 2) Riwayat penyakit sekarang : Keluhan ini dirasakan ± 1 bulan yang lalu. Awalnya timbul bercak merah kecil berair di bagian punggung kaki dan sangat gatal sehingga pasien sering menggaruknya. Bercak tersebut semakin hari semakin melebar. Karena sering menggaruknya, akhirnya terdapat luka di sekitar punggung kaki pasien. Gatal hilang timbul dan bertambah gatal saat berkeringat. Riwayat demam (-). Riwayat penggunaan minyak telon, balsem ataupun minyak gosok tidak ada. Riwayat digigit serangga tidak ditanyakan oleh pemeriksa. 3) Riwayat penyakit dahulu: Pasien tidak pernah mengalami riwayat yang sama sebelumnya. 4) Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit serupa dengan pasien. Riwayat alergi (-)



III.



PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis 1. Keadaan umum 2. Status Gizi 3. Kesadaran



: Sakit ringan : Baik : Komposmentis



Tanda-tanda Vital Tekanan darah



: Tidak dilakukan



Nadi



: 88 x/menit



Respirasi



: 22 x/menit 2



Suhu



: Tidak dilakukan



Status Dermatologis Ujud Kelainan Kulit : 1. Kepala : Tidak terdapat ujud kelainan kulit 2. Leher : Tidak terdapat ujud kelainan kulit 3. Dada : Tidak terdapat ujud kelainan kulit 4. Perut : Tidak terdapat ujud kelainan kulit 5. Punggung : Tidak terdapat ujud kelainan kulit 6. Genitalia : Tidak terdapat ujud kelainan kulit 7. Inguinal : Tidak terdapat ujud kelainan kulit 8. Ekstremitas Atas : Tidak terdapat ujud kelainan kulit 9. Ekstremitas bawah



:



Terdapat



plak



eritema disertai krusta pada regio dorsum pedis kiri dan kanan



10. Kel. Limfa



IV.



: Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.



GAMBAR



Gambar 1. Tampak plak eritema disertai krusta pada regio dorsum pedis kiri dan kanan. 3



V.



RESUME Pasien anak perempuan datang ke poli kulit dan kelamin RSU Anutapura diantar oleh ibunya dengan keluhan gatal-gatal di bagian punggung kaki yang dirasakan ± 1 bulan yang lalu. Awalnya timbul vesikel di bagian



punggung



kaki



dan



sangat



gatal



sehingga



pasien



sering



menggaruknya. Vesikel tersebut semakin hari semakin melebar. Karena sering menggaruknya, akhirnya terdapat luka di sekitar punggung kaki pasien dan membentuk krusta. Gatal hilang timbul dan bertambah gatal saat berkeringat. Pasien datang dengan keadaan umum sakit ringan, status gizi baik dan kesadaran komposmentis. Tanda vital seperti nadi yaitu 88 kali/menit dan yang lain dalam batas normal. Dari pemeriksaan fisik ditemukan plak eritema disertai krusta pada regio dorsum pedis kiri dan kanan.



VI.



DIAGNOSIS BANDING Impetigo krustosa Ektima



VII. VIII.



IX.



DIAGNOSIS KERJA Ektima ANJURAN 1. Kultur 2. Pemeriksaan histopatologi PENATALAKSANAAN Non medikamentosa:  Menjaga kebersihan badan dan pakaian serta lingkungan sekitar.  Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga untuk mencegah gigitan serangga. Medikamentosa:  



Topikal Sistemik



: Krim mupirocin 2% 3 x 1 selama 10 hari. : Eritromisin 200mg/5ml 4x1½ cth. 4



X.



PROGNOSIS Quo ad vitam



: bonam



Quo ad fungtionam



: bonam



Quo ad sanationam



: bonam



Quo ad cosmetikam



: bonam



PEMBAHASAN Pasien anak perempuan datang ke poli kulit dan kelamin RSU Anutapura diantar oleh ibunya dengan keluhan gatal-gatal di bagian punggung kaki yang dirasakan ± 1 bulan yang lalu. Awalnya timbul vesikel di bagian



punggung



kaki



dan



sangat



gatal



sehingga



pasien



sering



menggaruknya. Vesikel tersebut semakin hari semakin melebar. Karena sering menggaruknya, akhirnya terdapat luka di sekitar punggung kaki pasien dan membentuk krusta. Gatal hilang timbul dan bertambah gatal saat berkeringat. Pasien datang dengan keadaan umum sakit ringan, status gizi baik dan kesadaran komposmentis. Tanda vital seperti nadi yaitu 88 kali/menit dan yang lain dalam batas normal. Dari pemeriksaan fisik ditemukan plak eritema disertai krusta pada regio dorsum pedis kiri dan kanan. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis ektima. Ektima adalah pioderma kutan dengan karakteristik krusta tebal dan ulserasi. Ektima ditandai dengan lesi yang terinfeksi berbatas tegas, adanya ulserasi dan krusta pada lesi dan terkadang meninggalkan jaringan parut setelah proses penyembuhan. Gigitan serangga atau luka kecil yang diabaikan dapat terinfeksi dengan stafilokokus atau Streptococcus. Ektima sebagian besar terjadi pada kaki. 1,2



5



Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi pada orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di Perancis, ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang



ditemukan



yaitu Staphylococcus



aureus dan Streptococcus



B-



hemolyticus group A yang merupakan penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. 3,4 Infeksi primer biasanya lebih umum pada anak-anak sedangkan infeksi sekunder hampir pada semua usia. Impetigo bulosa biasa terjadi pada neonatus, terutama anak-anak < 5 tahun .5 Pemeriksaan bakteriologi dari ektima pada dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi Streptococcus, karena pada banyak



kasus



didapatkan



kultur



murni Streptococcus



pyogenes.



Selain Streptococcus, penyebab lain dari ektima adalah Staphylococcus aureus. Dari 66 kasus yang disebabkan Streptococcus group A, 85% terdapat Staphylococcus. Suatu literatur menunjukkan bahwa dari 35 pasien impetigo dan ektima, 15 diantaranya (43%) disebabkan oleh Staphylococcus aureus, 12 pasien (34%) disebabkan oleh Streptococcus group A, dan 8 pasien (23%) disebabkan oleh keduanya.6 Lesi dimulai sebagai vesikel dan bula. Mereka kemudian pecah membentuk kerak yang meliputi ulkus daripada erosi impetigo (Gambar 2 ). Lesi mungkin tetap tetap dalam ukuran dan sembuh tanpa pengobatan atau dapat memperpanjang perlahan, membentuk ulkus dengan sangat tebal, kulit seperti berkerak. Jenis lesi terjadi paling sering pada kaki, di mana biasanya ada kurang dari 10 lesi. Bentuk yang lebih difus terjadi pada bokong dan kaki dari anak-anak. Kecuali untuk kulit tebal dan bisul yang mendasari. Lesi sembuh dengan jaringan parut. Ektima disebabkan oleh Streptococcus grup A beta - hemolitik tapi dengan cepat menjadi terkontaminasi dengan staphylococcus. Ini harus ditangani dengan 10 hari antibiotik oral seperti dicloxacillin atau cephalosporin seperti cephalexin.7



6



Gambar 2. Tampak vesikel dan bula pada regio wajah, shoulder, dan kedua regio genu



Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan sistemik, seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, juga terkenal sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus group A, B, C, D, dan G merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia. Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap fagositosis. Staphylococcus Aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa toksin yang dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan cara berikatan langsung pada molekul HLA-DR pada antigen-presenting cell tanpa adanya proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi dengan kelima elemen dari kompleks reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi dengan variabel dari pita B. Aktivasi non spesifik dari sel T menyebabkan pelepasan masif tumor necrosis factor-α (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini menyebabkan gejala klinis berupa demam, ruam eritematous, hipotensi, dan cedera jaringan.8 Pada umumnya bakteri patogen pada kulit akan berkembang pada ekskoriasi, gigitan serangga, trauma, sanitasi yang buruk serta pada orangorang yang mengalami gangguan sistem imun.1 Adanya trauma atau inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada patogenesis dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini karena kerusakan jaringan kulit sebelumnya menyebabkan fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadi infeksi bakteri.8 7



Gambar 3. Krusta impetigo pada impetigo non bulosa



Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul pada ekstremitas inferior. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superfisial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Pada beberapa kasus juga terlihat bulla yang berukuran kecil atau pustul dengan dasar yang eritema serta krusta yang keras dan telah mengering. Krusta sangat sulit dilepaskan untuk membuka ulkus purulen yang ireguler. Dapat disertai demam dan limfodenopati. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks.6



Gambar 4. Multipel ulkus dan krusta pada ektima



8



Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu biopsi kulit dengan jaringan dalam untuk pewarnaan gram dan kultur. Selain itu, juga dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi.2



Gambar 5. Stafilokokus dengan bentuk grape like appereance



Gambar 6. Streptococcus dengan bentuk berantai



Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN. 2 Pasien ektima datang dengan keluhan luka dengan predileksi pada tungkai bawah. Trauma berulang biasanya karena gigitan serangga, dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superfisial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Pada beberapa kasus juga terlihat bula yang berukuran kecil atau pustul dengan dasar yang eritema serta krusta yang keras dan telah mengering.6,9 Pemeriksaan fisis efloresensi dari ektima awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang tertutupi krusta.9



9



Diagnosis banding ektima, antara lain: 1. Impetigo krustosa Impetigo krustosa disebabkan oleh Staphylococcus β hemolitica. Krusta biasanya lebih dangkal, mudah diangkat, dan tempat predileksinya pada wajah dan punggung serta lebih sering terdapat pada anak-anak. 1



Gambar 7. Tampak impetigo krustosa pada anak dengan nasal cariage S.aureus



Pengobatan yang dapat dilakukan antara lain : 1. Sistemik Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik dibagi menjadi pengobatan lini pertama dan pengobatan lini kedua. 10,11 Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin) yang digunakan yaitu Dikloksasilin 4 x 250 – 500 mg selama 5 – 7 hari, amoksisilin + asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB dan sefaleksin 40 – 50 mg/kgBB/hari selama 10 hari. Sedangkan untuk pengobatan lini kedua (golongan Makrolid) yang digunakan yaitu Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari, Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari dan Eritomisin 4 x 250 – 500 mg selama 5 – 7 hari. 2. Topikal Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas maka digunakan pengobatan sistemik. Neomisin, Asam fusidat 2%, Mupirosin, dan Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan secara topikal. 9,10,11 Indikasi penggunaan mupirosin pada penyakit kulit yang disebabkan



oleh Staphylococcus



aureus,



Streptococcus



pyogenes, dan Streptococcus B hemolitica. Mekanisme kerja mupirosin untuk menghambat sintesis protein bakteri begitu juga dengan neomisin. 10



Basitrasin memilki mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Baik digunakan pada bakteri gram positif 10 Dalam sebuah penelitian kecil didapatkan bahwa asam fusidat secara signifikan lebih efektif dibandingkan dengan neomisin. Mupirosin dan asam fusidat dalam beberapa penelitian memberikan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan antibiotik oral yang lain, disamping itu keduanya memiliki efek samping yang minimal. Selain itu asam fusidat dan mupirosin setelah dibandingkan dengan plasebo terbukti lebih efektif. 12 Antiseptik topikal seperti povidin iodin atau hidrogen peroksida dapat digunakan. Gunakan tiga kali sehari pada area yang luka dan disekitarnya. Terapi ini dapat dilakukan setelah krustanya terangkat. Lanjutkan beberapa hari setelah penyembuhan. 12 Komplikasi ektima, antara lain selulitis, erisipelas, gangren, limfangitis, limfadenitis supuratif, gejala sistemik serta bakteremia kadang terlihat.1,13 Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga untuk mencegah gigitan serangga.13 Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan penyakit kulit., mandi menggunakan sabun antibakteri dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian. 12,13 Ektima sembuh secara perlahan dengan meninggalkan jaringan parut (skar) tapi respon terhadap antibiotik yang sesuai memberikan perbaikan dalam beberapa minggu.12



11



DAFTAR PUSTAKA 1. Craft N, et al. Superficial Cutaneous Infections and Pyoderma, In: Wolff Klause, Goldsmith Lowell, Katz Stephen, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. p. 1698. 2. David J. G. Bacterial infection, in : Dermatology 3rd ed.An illustrated colour text. USA : Elsevier; 2003.p.44 3. Wasserzug O. A Cluster of Ektima Outbreaks Caused by A Single Clone of Invasive and Highly Infective Streptococcus pyogenes. [online] 2009 Available from: URL: http://www.unboundmedicine.com. 4. Edward TR, et al. Ilness After International Travel. N Eng J Med 2002; 347: 505-15. [serial online] 2002 : Volume 347 / 515. Available from:http://www.nejm.org 5. Wolf, Klause and Richard Allen Johnson. Bacterial infection involving the skin, In : Fitzpatrick’s Color Atlas and synopsis of clinical dermatology 6th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2009. p. 597-598 6. Harry R.J and Adrians B.M. Bacterial Infection. In: Burns Tony, eds. Rook’s Textbook of Dermatology 8th ed. USA: Blackwell Publishing; 2010. p. 30.17. 7. Habif, thomas. P. Bacterial infection, in : Clinical dermatology 4th ed. USA : Mosby;2004. Chapter 9. 8. Chiller K, Selkin B, Murakawa G. Skin Microflora and Bacterial Infections of The Skin. JID Symposium Proceedings 2001; 6: 170-4. [serial online] 2001 :Volume 6 / 170 – 4.Available from: http://www.nature.com. 9. Loretta D. Ecthyma. [online] 2009. Available from: URL:http://emedicine.medscape.com. 10. Stevens, L.D. et all. Practice guidelines for the diagnosis and management of skin and soft tissue infection : 2014 update by the infectious diseases society of america. Available from : http://cid.oxfordjournals.org/ 11. Hochedez P, et al. Skin and Soft Tissue Infections in Returning Travellers. Am J Trop Med Hyg 2008; 80: 431-3. [serial online] 2008. Volume 80 / 432. Available from: http://www.ajtmh.org . 12. Ngan V. Fusidic Acid and Mupirocin. [online] 2008. Available from: URL: http://www.dermnetnz.org 12



13. Knott L, Draper Richard. Ecthyma. [online] 2011 Available from: URL: http://www.patient.co.uk/doctor/Ecthyma.htm



13