Fraktur Head Radius [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I ANATOMI SENDI SIKU



Elbow joint atau sendi siku merupakan gabungan dari 3 sendi. Dua sendi pertama adalah sendi yang secara tradisional dianggap sebagai pembentuk siku: sendi humeroulnar (sendi engsel dengan artikulasi antara troklea dari kondilus humeri dan trochlear notch dari ulna) dan sendi humeroradial (sendi antara kapitulum kondilus humeri dan cekungan superior dari kepala radius). Sendi yang ketiga adalah artikulasi antara kepala radius dan insisura radius ulna. Sendi siku terdiri dari ujung distal tulang humerus dan ujung proksimal tulang radius dan ulna.1 Ketiga sendi ini, memungkinkan fleksi dan ekstensi siku, serta supinasi dan pronasi lengan bawah dan pergelangan tangan. Ketika siku berada dalam posisi



anatomis,



axis



panjang



dari



lengan



bawah



biasanya



memiliki



kecenderungan lateral atau valgus di siku sekitar 19º dari axis panjang humerus. Sudut ini menunjukkan tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, tetapi meningkat signifikan seiring bertambahnya usia menjadi dewasa.2 Humerus memiliki lekukan kecil tepat pada superior dari anterior kondilus, fosa radial (lateral) dan fosa koronoideus (medial) memungkinkan humerus untuk menempel dengan kepala radius dan prosesus koronoideus ulna ketika melakukan fleksi penuh. Pada bagian sentral dari humerus posterior di atas troklea dari kondilus humeri terdapat fosa olecranon, yang memungkinkan humerus untuk menempel dengan olecranon ulna ketika melakukan ekstensi.3



1



Sendi siku memiliki membran sinovial yang melapisi kapsul sendi yang berdampingan antara sendi engsel dan sendi radioulnar. Lapisan sinovial menutupi permukaan internal dari kapsul sendi fibrosa dan permukaan nonarticular dari sendi intrakapsul. Aspek superior dari kapsul sendi dimulai dari superior fossa koronoideus dan olekranon dan berlanjut ke bagian inferior, melapisi hingga proksimal artikulasi radius-ulna.3 Di medial, kapsul sendi menebal untuk membentuk ligamen kolateral medial atau ulnaris, yang memanjang dari epikondilus medialis humerus ke koronoid dan olekranon ulna. Ligamen kolateral ulna adalah penebalan segitiga dengan tiga pita utama.3



Gambar 1. Ligamen sendi siku pada posisi fleksi 90° tampak medial dan lateral



Di lateral, ligamen kolateral lateral atau radial memanjang dari epikondilus lateral dan distal humerus yang menyatu ke ligamen anular radius. Ligamen anular radius membungkus kepala radius dan menempel pada anterior dan posterior ulna. Permukaan ligamen anular dilapisi membran sinovial dan



2



memungkinkan kepala radius untuk memutar ke dalam selama supinasi dan pronasi, dengan tetap menjaga stabilitas sendi ulna-radius.3 Tiga bursae utama terletak di sendi siku. Pertama adalah bursa olekranon subkutan, yang ditemukan dalam jaringan ikat di atas olecranon, kedua adalah bursa olecranon intratendinous yang ditemukan di tendon trisep brachii, dan ketiga adalah bursa olekranon subtendinous, yang mengurangi gesekan antara tendon trisep dan proksimal olecranon ke insersinya pada olecranon.3



Otot-otot Otot-otot yang berfungsi dalam gerakan sendi siku terdiri dari otot fleksorekstensor, pronator dan supinator.4,5,6 1) Otot-otot fleksor a) Otot Biceps Brachii Origo



: Caput brevis ujung procesus Coracoideus scapulae.



Insersio



: Tuberositas radii.



Persarafan



: N. Musculocutaneus (C5,C6).



Fungsi Utama : Supinasi lengan bawah dan fleksi siku. b) Otot Brachialis Origo



: Proximal supracondylaris lateralis.



Insersio



: Tuberositas ulna.



Persarafan



: N. Musculocutaneus (C5,C6).



Fungsi Utama : Fleksi siku. c) Otot Brachioradialis



3



Origo



: Tuberculum infiaglenoidale scapula



Insersio



: Tuberositas radii.



Persarafan



: N. Radialis (C6,C7)



Fungsi Utama : Fleksi siku.



2) Otot-otot ekstensor a) Otot triceps brachialis Origo



: Caput longum pada tuberositas glenoidalis, Caput medial pada septum intermuscular, Caput lateral melekat pada dorsal sulcus nervus radialis.



Insersio



: Proximal olecranon.



Persarafan



: N. Radialis (C6,C7)



Fungsi Utama : Extensi siku b) Otot Anconeus Origo



: Epicondylus lateral humeri.



Insersio



: Permukaan posterior ulna.



Persarafan



: N. Radialis (C6,C7)



Fungsi Utama : Extensi siku



3) Otot-otot Pronator dan Supinator a) Otot Pronator Teres Origo



: Epicondylus medialis humeri.



Insersio



: Permukaan lateral radius



4



Persarafan



: N. Medianus (C6,C7)



Fungsi Utama : Pronasi siku b) Otot Pronator Quadratus Origo



: ¼ distal permukaan anterior ulna



Insersio



: ¼ distal permukaan anterior radius



Persarafan



: N. Medianus (C6,C7)



Fungsi Utama : Pronasi siku



5



Gambar 2. Gambaran otot yang berperan pada posisi pronasi dan supinasi



Artikulasi humeroulnar dan humeroradial dari sendi siku dipersarafi oleh nervus muskulokutaneus, radialis, dan ulnaris. Di bagian anterior, sisi lateral sendi siku diliputi oleh dermatom C6, wilayah yang lebih medial diliputi oleh dermatom C5 dan T1, dan aspek medial diliputi oleh dermatom C8. Di bagian posterior, sisi



6



lateral diliputi oleh dermatom C6 dan dermatom C8 di medial dibagi di tengah oleh dermatom C7.4,5 Nervus kutaneus lateralis inferior di lengan dan nervus kutaneus posterior di lengan bawah adalah saraf sensorik dari siku lateral. Saraf kutaneus medial di lengan bawah, melalui cabang ulnarisnya (posterior) dan cabang anteriornya, memberikan sensasi pada sisi medial siku. Di sepanjang sisi anterior dari siku, di fosa kubiti, diberi sensasi oleh cabang sensorik dari saraf muskulokutan (nervus kutaneus lateralis di lengan bawah).7



Vaskularisasi a) Arteri Brachialis Arteri brachialis adalah pemasok arteri utama untuk lengan atas. Arteri brachialis adalah lanjutan dari arteri axillaris, dimana arah perjalanan sesuai dengan satu garis pemukaan ulnaris. Bagian proximal arteri brachialis di sebelah medial dan otot-otot coracobrachialis serta cabang-cabangnya member nutrisi pada otot-otot di sekitarnya.4 b) Vena Cephalica Vena melintasi ke proksimal pada fescia superficialis, mengikuti tepi lateral pergelangan tangan dan pada permukaan antero lateral lengan bawah dan lengan atas. Disebelah proksimal vena cephalica melintasi antara musculus deltoideus dan musculus pectoralis dan memasuki trigonum delto pectrole, lalu bergabung dengan vena axilaris.4



7



c) Vena Basilica. Vena yang melintasi pada fascia superficialis disisi medialis lengan bawah dan bagian distal lengan atas. Vena basilica lalu menembus fascia superficialis dan melintasi ke dalam dan ke proksimal sampai lekuk ketiak untuk bergabung dengan vena brachialis, membentuk vena axilaris.4 d) Vena Media cubiti. Vena ini merupakan pembuluh penghubung antara vena basilica dan vena cephalica sebelah depan daerah fossacubiti.4



8



BAB II FRAKTUR SENDI SIKU



2.1 Etiologi



Terdapat sejumlah jenis patah tulang yang sering terjadi di sendi siku. Meskipun beberapa dari fraktur ini biasanya terisolir (tidak ada luka lain), fraktur ini dapat menjadi bagian dari cedera siku yang lebih kompleks.8



Gambar 3. A. Fraktur anterior-dislokasi olekranon B. Fraktur posterior-dislokasi olekranon



Fraktur olekranon dapat terjadi dalam beberapa cara: a. Fraktur direk Hal ini dapat terjadi akibat terjatuh dengan posisi mendarat langsung pada siku atau tersambar benda keras (pemukul bisbol, dashboard mobil saat kecelakaan, dan lain lain).8 b. Fraktur indirek Hal ini dapat terjadi akibat pendaratan di lengan yang berada dalam posisi hiperekstensi. Orang yang terjatuh dengan pergelangan tangan dengan siku



9



terkunci lurus. Otot trisep di bagian belakang lengan atas menyebabkan olekranon tertarik dari ulna.8



2.2 Gejala Klinis8,9 



Nyeri tiba-tiba







Ketidakmampuan untuk meluruskan siku







Pembengkakan di atas tulang







Memar pada siku







Nyeri saat disentuh







Mati rasa dalam satu atau lebih jari







Nyeri saat melakukan pergerakan sendi



2.3 Pemeriksaan fisik Pemeriksaan neurovaskular secara menyeluruh sangat penting dalam penilaian fraktur siku karena tingginya insiden cedera neurovaskular dengan fraktur siku dan komplikasi jangka panjang akibat cedera ini.9 Pada fraktur supracondylar, insidensi cedera saraf interoseus anterior cukup tinggi, dan tes yang spesifik pada fleksi otot sendi interphalangeal distal dari jari telunjuk harus dilakukan. Pasien sering mengalami penurunan range of motion dan nyeri akibat pronasi/supinasi lengan bawah. Edema dan ekimosis pada siku mungkin dapat terlihat pada fraktur elbow joint. Perlu juga dilakukan pemeriksaan bahu dan pemeriksaan pergelangan tangan dengan hati-hati.9



10



2.4 Klasifikasi Klasifikasi menurut Müller: -



Fraktur Humerus Distal



-



Fraktur Radius/Ulna Proksimal



Fraktur Extraartikular Fraktur Interkondilar Fraktur interkondilar terjadi ketika fragmen condylus terpisah.



11



Gambar 4. Gambaran radiologis fraktur interkondilar



Fraktur interkondilar lebih umum terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak. Fraktur humerus distal yang terjadi pada orang dewasa lebih mungkin merupakan fraktur interkondilar dibandingkan fraktur supracondylus. Mekanisme terjadinya fraktur ini adalah adanya kekuatan yang membentur siku posterior antara lain seperti terjatuh dengan posisi menumpu pada siku yang tertekuk, yang menyebabkan pendorongan olecranon terhadap permukaan artikular humerus dan memisahkan kondilus. Fraktur ini sering berbentuk huruf T atau huruf Y di distal humerus. Penanganannya sering mengalami komplikasi dan membutuhkan reduksi anatomis baik itu reduksi terbuka maupun reduksi tertutup.10



Fraktur Supracondylar



12



Fraktur supracondylar adalah fraktur siku yang paling umum terjadi pada anakanak (60%) dengan rata-rata usia 6,7 tahun dan jarang terlihat setelah usia 15 tahun.11



Gambar 5. Gambaran radiologis fraktur supracondylar



Komplikasi dari fraktur ini termasuk cedera saraf. Nervus medianus, radialis, dan nervus interoseus anterior merupakan saraf yang paling sering mengalami cedera. Sebagian besar defisit neurologisnya adalah neurapraxias yang tuntas dengan tatalaksana konservatif. Fungsi motorik biasanya pulih dalam 7-12 minggu sementara fungsi sensorik biasanya sembuh dalam 6 bulan.12 Cedera



vaskular



harus



selalu



dicurigai



bila



ditemukan



fraktur



supracondylar. Sepuluh persen anak-anak memiliki kelemahan denyut nadi arteri radialis yang sementara karena pembengkakan dan cedera arteri tidak langsung. Jika struktur neurovaskular terganggu, perlu dilakukan traksi lengan untuk mengembalikan denyut nadi. Jika denyut nadi tidak pulih kembali dengan



13



melakukan traksi, dapat dilakukan operasi intervensi untuk eksplorasi arteri brakialis atau fasciotomy.13 Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur supracondylar adalah varus Cubitus atau "deformitas Gunstock cacat" yang merupakan penurunan carrying angle dan lebih menyebabkan disabilitas kosmetik daripada disabilitas fungsional.



Gambar 6. Cubitus varus



Meskipun jarang (< 0,5%), komplikasi yang paling serius adalah Volkmann ischemic contracture karena adanya pembengkakan pasca fraktur, yang menghasilkan peningkatan tekanan dalam kompartemen lengan bawah yang menyebabkan nekrosis otot dan saraf dan digantikan oleh jaringan fibrosis yang akhirnya menyebabkan contracture.14 Pada anak-anak fraktur tanpa dislokasi dan angulasi dapat dilakukan splinting (siku dalam posisi fleksi 90°); fraktur dengan angulasi membutuhkan reduksi dan splinting, dan fraktur dengan dislokasi membutuhkan reduksi dan pin perkutan segera dalam waktu 12-24 jam. Sementara pada orang dewasa fraktur supracondylar secara umum membutuhkan operasi.14 14



Fraktur Supracondylar disertai Dislokasi.



Gambar 7. Gambaran Radiologis Fraktur Supracondylar Disertai Dislokasi



Fraktur Supracondylar Tipe Ekstensi Sembilan puluh lima persen dari fraktur supracondylar merupakan tipe ekstensi yang mengalami dislokasi ke posterior akibat kekuatan ekstensi. Fraktur Tipe I – Tanpa dislokasi Fraktur Tipe II – Dislokasi dengan korteks posterior masih utuh Fraktur Tipe III – Dislokasi dengan anterior dan posterior korteks yang terganggu Manajemen fraktur tipe I terdiri dari imobilisasi dengan siku dalam posisi fleksi, sedangkan pada fraktur tipe II dan III umumnya dilakukan reduksi tertutup diikuti oleh fiksasi pin. Fraktur tipe III memiliki dislokasi yang signifikan dan memiliki insidensi cedera neurovaskular yang tinggi.



15



Fraktur Supracondylar Tipe Fleksi Lima persen dari fraktur supracondylar adalah fraktur tipe fleksi yang mengalami dislokasi ke anterior karena kekuatan fleksi. Fraktur terbuka merupakan fraktur yang relatif sering terjadi akibat gaya langsung. Fraktur Tipe I – Tanpa dislokasi Fraktur Tipe II – Dislokasi dengan korteks posterior masih utuh Fraktur Tipe III – Dislokasi dengan anterior dan posterior korteks yang terganggu distal dan fragmen distal pindah ke anterior dan proximal. Pengobatan fraktur tipe I adalah dengan imobilisasi sederhana dalam posisi fleksi. Pengobatan fraktur tipe II dan III sering direduksi ke posisi ekstensi dan membutuhkan manajemen bedah.13 Karena fraktur tipe I merupakan fraktur yang benar-benar nondisplaced, hanya terjadi pembengkakan minimal dan tidak ada risiko cedera neurovaskular yang signifikan. Aplikasi segera dari cast di atas siku dengan siku pada posisi fleksi 90 derajat (dan sudut netral pronasi dan supinasi) aman dilakukan dan sudah cukup untuk mencegah hilangnya reduksi dan memberikan tatalaksana nyeri. Jika pembengkakan tersebut menjadi perhatian, dapat dilakukan bivalve cast. Setelah 3 minggu imobilisasi, cast dilepas dan latihan ROM siku dimulai. Setelah 6 minggu, fraktur pada dasarnya telah sembuh dan pasien dapat melanjutkan aktivitas penuh.18 Pada fraktur tipe II terdapat beberapa pilihan pengobatan. Untuk fraktur di mana garis humerus anterior tidak berpotongan capitellum, reduksi mungkin tidak diperlukan dan imobilisasi segera dengan cast dalam posisi fleksi 90 derajat



16



merupakan hal yang tepat. Reduksi tertutup harus dipertimbangkan secara serius untuk fraktur dengan dislokasi moderate saat garis humerus anterior melewati anterior capitellum. Bila pasien dengan pembengkakan siku yang minimal tersebut kooperatif, reduksi tertutup dengan lembut dapat dilakukan di bawah anestesi regional atau sedasi di unit gawat darurat, dan fraktur harus diimobilisasi dalam cast di atas siku dengan posisi flexi yang cukup untuk mempertahankan reduksi fraktur. Jika ada pembengkakan, selalu perhatikan hasil pemeriksaan neurovaskular. Pemeriksaan ini sangat penting saat akan melakukan imobilisasi flexi lebih dari 100 derajat.18 Fraktur displaced atau angulated tipe II dapat berhubungan dengan cedera neurovaskular. Pemeriksaan neurologis dan vaskular yang dilakukan dan didokumentasikan dengan cermat merupakan hal yang sangat penting. Pembengkakan dapat menyebabkan tidak aman atau tidak mungkinnya untuk melakukan flexi siku yang cukup sehingga reduksi fraktur sulit dipertahankan. Dalam situasi seperti itu, reduksi tertutup dan pin perkutan diindikasikan untuk mempertahankan reduksi fraktur tanpa mengorbankan integritas neurovaskular ekstremitas. Fraktur dengan angulasi moderat atau berat juga dapat dikaitkan dengan impaksi kolum medial, impaksi kolum lateral, atau rotasi . Jika tidak dikenali, salah satu dari ketiga variasi ini dapat menyebabkan malunion dan deformitas angular.18 Dislokasi lengkap dari fraktur supracondylar humerus secara intrinsik tidak stabil, dan dapat menyebabkan pembengkakan yang berat dan sering



17



dihubungkan dengan cedera neurovaskuler. Hal inilah yang menyebabkan penatalaksanaan dari fraktur tipe III menjadi tantangan.18



Fraktur Epikondilus Medial



Gambar 8. Gambaran Radiologis Fraktur Epikondilus Medial



Fraktur epikondilus medialis biasanya terjadi pada anak-anak sebagai cedera tipe avulsi. Mekanisme terjadinya termasuk dislokasi siku posterior, Little League elbow, atau cedera langsung. Edema dan nyeri pada siku medial merupakan hal yang sering terjadi. Fraktur epikondilus medial tanpa atau dengan dislokasi minimal ditatalaksana tanpa operasi. Fragmen dengan ukuran lebih besar dari 1 cm yang mengalami atau ketidakstabilan valgus sering ditatalaksana dengan fiksasi interna. Penatalaksanaan gawat darurat terdiri dari imobilisasi lengan bawah dalam keadaan fleksi dan pronasi serta pergelangan tangan dalam fleksi.13



18



Fraktur Epikondilus Lateral Fraktur epikondilus lateral sangat jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh fraktur avulsi. Fraktur dari epikondilus lateral dapat mengalami kessalahan diagnosis akibat radiolusensi dari epiphysis. Pengobatan dilakukan dengan imobilisasi dengan cara siku difleksikan sampai 90 derajat dan lengan bawah dalam posisi supinasi.15



Fraktur Kondilus Medial Fraktur kondilus medial jarang terjadi dan fraktur ini biasa ditemukan pada anak-anak. Mekanisme terjadinya fraktur ini adalah penderita yang sebelumnya terjatuh pada posisi hiperekstensi atau stres valgus yang berlebihan. Cedera ini sering sulit dibedakan dengan fraktur epikondilus medial. Dislokasi fraktur yang minimal biasanya dicor, sedangkan fraktur dengan dislokasi yang lebih jauh biasanya membutuhkan reduksi terbuka atau reduksi tertutup dengan fiksasi pin.15



Fraktur Kondilus Lateral Fraktur kondilus lateral biasanya ditemukan pada anak-anak dan merupakan fraktur kedua yang paling umum ditemukan pada anak-anak.16



19



Gambar 9. Gambaran Radiologis Fraktur Kondilus Lateral Mekanisme terjadinya fraktur ini adalah adanya benturan ke siku lateral atau akibat dari stres varus. Dislokasi fraktur yang minimal biasanya dicor, sedangkan fraktur dengan dislokasi yang lebih jauh biasanya membutuhkan reduksi terbuka atau reduksi tertutup dengan fiksasi pin.16



Fraktur Intraartikular Fraktur troklea Fraktur troklea yang terisolasi jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan cedera siku lainnya. Fraktur troklea tanpa dislokasi biasanya dikelola dengan splint posterior, sedangkan fraktur disertai dislokasi membutuhkan manajemen bedah.15



20



Fraktur capitellum Fraktur capitellum yang terisolasi jarang terjadi karena sering terjadi pada dislokasi siku posterior atau bersamaan dengan fraktur kepala radius. Mekanisme terjadinya biasanya akibat jatuh pada posisi tangan yang hiperekstensi. Tatalaksana bedah sering diindikasikan pada kasus ini.



Fraktur kepala radius Fraktur kepala radius adalah yang paling umum dari semua patah tulang siku. Fraktur kepala radius juga biasa terjadi akibat cedera lainnya. Mekanisme terjadinya adalah jatuh dengan posisi tangan yang hiperekstensi.



Gambar 10. Gambaran Radiologis Fraktur Kepala Radius



Fraktur kepala radius ini ditandai dengan nyeri seperti ditusuk-tusuk di kepala radius (terletak di sepanjang lateral siku) dan nyeri pada posisi pronasi/supinasi. Lesi Essex-Lopresti yang terjadi ketika membran interoseus radius-ulna terganggu, dapat menyebabkan disosiasi sendi radioulnar distal.



21



Pemeriksaan radiografi perlu dilakukan dengan hati-hati karena patah tulang mungkin tidak terlihat. Untuk fraktur kepala radius tanpa dislokasi, sling dengan siku dalam posisi fleksi biasanya cukup untuk menangani fraktur. Pada fraktur kepala radius dengan dislokasi, dapat dilakukan splint pada posterior lengan panjang dengan siku dalam posisi fleksi 90° dan lengan bawah disupinasi penuh dan ditempatkan dalam sling.



Fraktur olekranon Mekanisme ini biasanya terjadi akibat pukulan langsung atau jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. Garis fraktur biasanya melintang, melewati ke trochlear notch. Cedera saraf ulnaris sering terjadi pada fraktur olekranon ini. Pasien menunjukkan ketidakmampuan untuk melakukan ekstensi siku dengan aktif, bersamaan dengan adanya dengan nyeri seperti ditusuk di olecranon.15



Gambar 10. Gambaran Radiologis Fraktur Olekranon



22



Penatalaksanaan dilakukan dengan splint pada posterior lengan panjang dengan siku dalam posisi fleksi 70° dan lengan bawah netral dengan posisi pronasi/supinasi. Fraktur tanpa dislokasi biasanya dikelola secara konservatif, sedangkan fraktur lainnya sering membutuhkan operasi.



2.5 Penatalaksanaan Klasifikasi Mason merupakan klasifikasi yang paling sering digunakan untuk menangani fraktur.17 Class I – Non-displaced -



Umumnya fraktur yang kecil dan bergaris tipis sehingga mudah terlewati



-



Mungkin tidak terlihat pada X-ray (terlihat jika X-ray dilakukan 3 minggu setelah cedera)



-



Dapat mengalami dislokasi jika terlalu banyak pergerakan



Class II – Marginal head fracture -



Splinting 1 – 2 minggu



-



Sedikit mengalami dislokasi dan melibatkan bagian terbesar dari tulang



-



Mungkin membutuhkan tindakan operatif untuk membuang fragmen kecil



-



Jika fragmen lebih besar, tindakan operatif dilakukan dengan pin dan screw



-



Untuk pasien geriatri, dilakukan pembuangan bagian yang rusak atau bahkan keseluruhan kepala radius.



23



Class III – Comminuted -



Lebih dari tiga fragmen tulang



-



Cedera yang signifikan pada sendi dan ligamen



-



Pembedahan dibutuhkan untuk membuang fragmen dan mengembalikan kerusakan jaringan lunak



-



Prostesis dapat digunakan untuk mencegah deformitas



Class IV – Dengan dislokasi siku -



Dislokasi ditatalaksana lebih dahulu, lalu kemudian fraktur



-



Biasanya komplikasi lain yang terlibat antara lain robekan ligamen atau fraktur siku lainnya.



Tatalaksana Nonbedah Fraktur kelas I dan kelas II biasanya dirawat secara konservatif dengan imobilisasi. Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) diindikasikan untuk fraktur yang disertai dislokasi seperti seperti fraktur kelas II (displaced), kelas III, dan kelas IV. Ring et al menunjukkan bahwa fraktur yang melibatkan seluruh kepala radial harus



ditatalaksana dengan dengan artroplasti dari pada ORIF



fiksasi internal. Reduksi terbuka dan fiksasi interna dilakukan untuk fraktur comminuted minimal dengan tiga fragmen artikular atau kurang.17 Beberapa fraktur sendi siku hanya membutuhkan sling untuk menahan siku di tempatnya selama proses penyembuhan. Namun perlu dilakukan monitor penyembuhan fraktur melalui follow up dengan sinar-X yang cukup sering. Jika tidak ada fragmen tulang yang mengalami dislokasi setelah beberapa minggu,



24



pasien dapat diperbolehkan untuk mulai menggerakkan sendi siku. Akan tetapi pasien tetap tidak diperbolehkan untuk mengangkat sesuatu dengan lengan yang terluka selama beberapa minggu.8 Pendekatan non bedah pada fraktur olekranon mungkin memerlukan jangka waktu yang lama. Siku mungkin menjadi sangat kaku dan membutuhkan waktu yang lebih lama dari terapi setelah gips dilepas untuk mendapatkan kembali kemampuan gerak. Jika fraktur mengalami pergeseran, pasien mungkin memerlukan pembedahan untuk melakukan reposisi.



Tatalaksana Bedah Pendekatan bedah tergantung dari struktur yang terlibat. Jika ulna atau sisi siku medial perlu ditatalaksana, digunakan pendekatan posterior untuk insisi. Jika hanya kepala radius yang perlu ditatalaksana, dilakukan sayatan lateral. Screw dari beberapa kedalaman yang berbeda, Herbert screw (screw tanpa kepala), Kirschner wire kecil, dan/atau pin bioabsorbable mungkin dapat digunakan jika fraktur tidak melibatkan leher radius. Namun, jika leher radius terlibat, maka plate kecil perlu digunakan. Graft tulang autogenous dapat diambil baik dari epikondilus lateral atau olekranon jika perlu. Ketika menggunakan screw, sudut penempatan perlu dipertimbangkan agar tidak menghalangi sendi radioulnar untuk gerakan pronasi dan supinasi. Setiap kerusakan lainnya (antara lain ligamen yang mengalami robekan) dilakukan pembedahan untuk dilakukan penjahitan.



25



2.6 Follow Up Setelah operasi, pada siku pasien dapat dilakukan splint atau cor untuk sementara waktu. Obat nyeri juga dapat diberikan. Pembukaan jahitan dilakukan 10 sampai 14 hari setelah operasi. Pembatasan gerakan dari pengangkatan benda oleh lengan yang cedera selama dilakukan setidaknya selama enam minggu. Latihan gerak untuk siku dan lengan bawah harus dimulai segera setelah operasi, kadang-kadang hari-hari pertama setelah operasi. Beberapa pasien mungkin tidak dapat meluruskan siku yang mengalami cedera setelah operasi, untuk itu diperlukan bantuan dari orang lain untuk membantu proses mobilisasi. Pemulihan kekuatan kadang memakan waktu lebih dari 6 bulan setelah operasi.8



26



BAB III FOLLOW UP LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Nama



:



Tn. N



Usia



:



48 tahun



Status



:



Menikah



Pendidikan terakhir



:



SMP



Pekerjaan



:



Tukang Ojek



Agama



:



Islam



Suku



:



Jawa



Alamat



:



Lekok



No RM



:



00364xxx



Tgl MRS



:



28 April 2018



3.2 Anamnesis Keluhan Utama : Post KLL motor vs mobil Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan post tabrak lari motor vs mobil saat ingin ingin belok kanan ditabrak dari belakang, pasien terjatuh ke kanan, pasien menahan dengan tangan saat terjatuh, pasien ingat kejadian, pasien menggunakan helm, mual (-), muntah (-)



27



Riwayat Penyakit Dahulu : DM (+), HT (+) Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada Riwayat Alergi : Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal. Riwayat Sosial : Tidak ada Riwayat Obat-obatan : Tidak ada 3.3 STATUS GENERALIS Keadaan umum : Baik Kesadaran



: E4V5M6



Tanda Vital - Tekanan darah



: 150/100 mmHg



- Frekuensi nadi



: 81x/menit



- Frekuensi napas



: 19 x/menit



- Suhu



: 36,7oC



Pemeriksaan Fisik Umum - Mata



: A/I/C/D : -/-/-/-



- Jantung



: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)



28



- Paru



: vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)



- Abdomen



: bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+)



- Ekstremitas



: edema -



-



-



-



akral hangat



+ + + +



Pada daerah frontalis dextra - Inspeksi: terdapat vull abrasio ukuran 2x1 cm Pada daerah Antebrachii Dextra : Look : scar (-), deformitas (-) warna sesuai warna kulit, bengkak (+) Feel : nyeri (-) suhu sama dengan daerah sekitar, Movement : fleksi ekstensi : berbatas nyeri pronasi supinasi : berbatas nyeri



29



3.5 Planning Diagnosis Pemeriksaan Laboratorium (28/05/2018)



30



3.6 DIAGNOSIS Close Fraktur Joint Elbow Head Radius Mason III Classification



3.7 Terapi -



IVFD RL 14 tpm



-



Ketorolac 3 x 30 mg/iv



-



Ceftriaxone 2 x 1 gr/iv



-



Omeprazole 2x40 mg/iv



-



Diet lunak



-



Pro Osteoktomy Besok



31



29-5-18 S 07:00



O



A



P



Nyeri pada pada siku



Tensi: 150/100



Close Fraktur Joint



IVFD RL 14 tpm



mulai berkurang



Nadi : 81



Elbow Head Radius



Ketorolac 3 x 30 mg/iv



RR : 19



Mason III



Ceftriaxone 2 x 1 gr/iv



Suhu 36,7



Classification



Omeprazole 2x40 mg/iv



SpO2 : 99%



Diet lunak Pro Osteoktomy hari ini



30-5-18 S 07:00



A



P



Nyeri pada pada bekas Tensi : 150/100



Post OP hari pertama IVFD RL 14 tpm



operasi



Nadi : 79



Close Fraktur Joint



Ketorolac 3 x 30 mg/iv



RR : 21



Elbow Head Radius



Ceftriaxone 2 x 1 gr/iv



Suhu 36,7



Mason III



Omeprazole 2x40 mg/iv



SpO2 : 99%



Classification



Diet lunak



O



A



P



Nyeri pada bekas operasi Tensi : 150/100



Post OP hari ke 2



KRS



berkurang



Nadi : 86



Close Fraktur Joint



RR : 19



Elbow Head Radius



Suhu 36,7



Mason III



SpO2 : 99%



Classification



31-5-18 S 07:00



O



32



Prognosis Dubia ad malam



Komplikasi Kekakuan Infeksi ROM terbatas



33



BAB IV KESIMPULAN 



Fraktur kepala radius ditandai dengan nyeri seperti ditusuk-tusuk di kepala radius, nyeri pada posisi pronasi/supinasi, untuk mendiagnosisnya butuh anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang sesuai dengan etiologi dan manifestasi klinis fraktur kepala radius, penatalaksaan yang dipakai sesuai dengan kriteria mason



34



DAFTAR PUSTAKA



1. Beals RK. 1976. The normal carrying angle of the elbow. A radiographic study of 422 patients. Clin Orthop Relat Res. Sep 1976;119:194-6. 2. Moore KL, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy. 5th ed. Lippincott Williams & Wilkins; 2006. 3. Stephen



Kishner.



Elbow



Joint



Anatomy.



Diakses



dari



http://emedicine.medscape.com pada tanggal 31 April 2018. 4. Richard S. Snell. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Ed. 6. Jakarta: EGC 5. Reinhard Putz. 2008. Sobotta Atlas of Human Anatomy Single Volume Edition: Head, Neck, Upper Limb, Thorax, Abdomen, Pelvis, Lower Limb 14th Ed. USA: Urban & Fischer. 6. Frank H. Netter. 2003. Interactive Atlas of Human Anatomy. USA: Icon Learning Systems. 7. Faubel C. Posterior Interosseus Nerve. The Pain Source. Diakses dari http://www.thepainsource.com pada tanggal 31 April 2018. 8. AAOS.



Elbow



(Olecranon)



Fractures.



Diakses



dari



http://orthoinfo.aaos.org pada tanggal 31 April 2018 9. Shearman C, el-Khoury GY. Pitfalls in the radiologic evaluation of extremity trauma: Part 1. The upper extremity. Am Fam Physician. 1998;58:1298. 35



10. Gupta R. Intercondylar fractures of the distal humerus in adults. Injury. Oct 1996;27(8):569-72. 11. Wilkins KE. Fractures and dislocations of the elbow region. In: Rockwood CA, Wilkins KE, King RE, ed.Fractures in Children. 4th ed. Philadelphia: JB Lippincott; 1996:653. 12. Brown



IC,



Zinar



DM.



Traumatic



and



iatrogenic



neurological



complications after supracondylar humerus fractures in children. J Pediatr Orthop. Jul-Aug 1995;15(4):440-3 13. Geiderman JM. Humerus and elbow. In: Marx JA. Marx: Rosen's Emergency



Medicine:



Concepts



and



Clinical



Practice.



6th ed.



Philadelphia: Mosby; 2006:Chap 49. 14. Harris



IE.



Supracondylar



fractures



of



the



humerus



in



children. Orthopedics. Jul 1992;15(7):811-7. 15. Nicholson DA, Driscoll PA. ABC of emergency radiology. The elbow. BMJ. Oct 23 1993;307(6911):1058-62. 16. Skaggs D, Pershad J. Pediatric elbow trauma. Pediatr Emerg Care. Dec 1997;13(6):425-34. 17. Chuong Pho, Joe Godges. Elbow – Open reduction internal fixation. Diakses dari http://xnet.kp.org pada tanggal 31 April 2018. 18. Bernard F. Morrey. 2009. Morrey’s The Elbow and Its Disorders 4th Ed. USA: Elsevier Saunders.



36