Gigitan Binatang Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 3 TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KASUS KEGAWAT DARURATAN PSIKIATRI RESTRAIN



DI SUSUN OLEH KELOMPOK I PUTU CANDRA PRADNYASARI



(P07120216041)



PUTU RIKA UMI KRISMONITA



(P07120216042)



I KOMANG SUTHA JAYA



(P07120216043)



DEWA AYU PUTRI WEDA DEWANTI



(P07120216044)



KADEK MEISA RUSPITA DEWI



(P07120216045)



NI LUH GEDE INTEN YULIANA DEWI



(P07120216046)



LUH EKA DESRIANA PUTRI



(P07120216047)



INDAH CANTIKA WAHADI



(P07120216048)



TINGKAT 4.B SEMESTER VII D-IV KEPERAWATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Selain itu penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing kami yang telah memberikan tugas dan membimbing kami. Adapun tujuan penulis membuat makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ASKEP GADAR III, dengan topik “TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KASUS KEGAWAT DARURATAN PSIKIATRI RESTRAIN” Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka penulis berharap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.



Denpasar, September 2019



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.............................................................................................................................. i DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................... 1 A. Latar Belakang................................................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah.............................................................................................................................. 2 C. Tujuan................................................................................................................................................. 2 D. Manfaat............................................................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................................... 3 Pengertian………………………………………………………………………… …..……3 Hal-Hal Yang Perlu Di Perhatikan Dalam Penggunaan Restraint……………4 Jenis-Jenis Restrain………………………………………………………………………...6 Resiko Penggunaan Restraint Pada Pasien.……………………………………….….. …..10 Peranan



Pemerintah



Dalam



Menangani



ODGJ…………………………………………...11 Komplikasi



Tindakan



Restrain……………………………………………………………12 Prinsip



Tindakan



Restrain



……………………………………………………………......12 BAB III PENUTUP.............................................................................................................................. 13 A. Simpulan........................................................................................................................................... 13 B. Saran................................................................................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................... 14



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka gigitan dapat disebabkan oleh hewan liar, hewan piaraan atau manusia.Luka gigitan manusia lebih sering menyebabkan infeksi daripada gigitan binatang.Hewan liar yang biasanya menggigit adalah hewan yang memang ganas dan pemakandaging, misalnya harimau, singa, hiu, atau bila hewan itu terganggu atau terkejut,yaitu dalam usaha membela diri. Hewan piaraan jinak menggigit kalau disakiti ataudiganggu, lebih-lebih dalam keadaan tertentu, misalnya sedang memelihara anaknyayang masih kecil, sedang makan, atau bila sakit. Bila hewan menggigit tanpa alasanjelas, harus dicurigai kemungkinan hewan tersebut menderita penyakit yang mungkinmenular melalui gigitan misalnya rabies. Luka gigitan dapat hanya berupa luka tusuk kecil atau luka compang campingyang berat. Luka gigitan manusia berbahaya karena dalam mulut manusia ditemukanlebih banyak jenis kuman pathogen. Sekitar lebih dari 5 juta penduduk Amerikatergigit hewan setiap tahunnya. Anjing dan kucing adalah yang paling sering terlibatdi dalamnya. Baik gigitan anjing maupun kucing memerlukan penanganan yang hati-hati, dan pasien dapat mengalami morbiditas dalam jangka waktu yang lama ataubahkan mengalami kematian. Gigitan kucing memiliki insidens infeksi tinggi (sekitar50% kasus), sementara gigitan anjing menyebabkan cedera berat terhadap jaringan. Jenis ular yang tercatat sering menyerang manusia adalah jenis pit viper seperti ularderik, copperheads, cottonmouth, dan ular karang. Biasanya kasus gigitan karna ularsering terjadi setelah badai atau banjir. Persoalan



yang



ditimbulkan



oleh



luka



gigitan



adalah



lukanya



sendiri, kontaminasi bakteri atau virus, dan reaksi alergi. Gigitan hewan, meskipun dalam1 skala kecil, dapat menjadi sumber infeksi dan dapat menyebarkan bakteri ke bagiantubuh yang lain. Baik hewan peliharaan maupun hewan liar, gigitan hewan dapatmembawa bermacam-macam penyakit.(1,5)Dalam penanggulangannya, perlu lebih dahulu diidentifikasi hewan yangmenggigit untuk perencanaan langkah pertolongan. Perawatan luka yang cermatmerupakan



dasar



pengobatan



luka-luka



gigitan



dan



faktor



terpenting



adalahpencegahan infeksi. Luka harus dibersihkan, dilakukan debridement atau irigasi.Semua luka gigitan pada anggota gerak harus ditangani segera dengan antibiotik sertaelevasi



dan imobilisasi



dari bagian-bagian



yang terlibat.



Antibiotik yang dipilihadalah antibiotik spektrum luas, baik untuk gram positif maupun negative



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud kegawatdaruratan pada gigitan serangga, binatang berbisa danbinatang laut ? 2. Apa saja penyebab gigitan serangga,binatang berbisa dan binatang laut ? 3. Bagaimana penatalaksanaan gigitan serangga,binatang berbisa dan binatang laut ?



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan gigitan serangga, binatang berbisadan binatang laut. 2. Untuk mengetahui penyebab gigitan serangga, binatang berbisa dan binatang laut. 3. Untuk mengetahui penatalaksanaan gigitan serangga, binatang berbisa dan binatang laut.



BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP DASAR LUKA GIGITAN Luka gigitan binatang adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan. Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada kesempatan



khusus



untuk



mencari



makanan.



Gigitan



dan



cakaran



hewan/hewan yang sampai merusak kulit kadang kala dapat mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan, sedangkan



beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya. Dalam kasus tertentu gigitan hewan (terutama oleh hewan liar) dapat menularkan penyakit rabies, penyakit yang berbahaya terhadap nyawa manusia. Gigitan binatang (anjing, kucing, kelelawar) dapat menyebabkan infeksi bakteri pada kulit, tetanus dan juga rabies. Virus rabies menular melalui air liur binatang yang mengigit. Sedangkan cakaran binatang tidak beresiko menularkan virus rabies. Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat hewan berdarah panas dan manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan melalui luka gigitan atau jilatan. Bahaya rabies (penyakit anjing gila) tidak segera mengancam kecuali bila gigitan terjadi di kepala atau di leher. Gigitan anjing biasanya “lebih bersih” dibandingkan dengan gigitan binatang lainnya. Bekasnya tidak begitu dalam dan mudah dibersihkan. Dapat menyebabkan luka memar yang hebat dan infeksi, serta robekan dari jaringan. Gigitan kucing dapat membawa akibat yang lebih serius. Bahaya infeksi jauh lebih besar daripada gigitan anjing. Bekas gigitan kucing biasanya dalam dan dapat mengenai urat-urat, atau masuk rongga sendi, terutama kalau di tangan. Maka infeksi yang ditimbulkannya akan lebih hebat. Kelelawar dapat membawa kuman rabies. Oleh karena itu, jika digigit kelelawar bahaya rabies juga harus dipikirkan. Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran. Luka ini dapat menyebabkan: 1. Kerusakan jaringan secara umum 2. Pendarahan serius bila pembuluh darah besar terluka 3. Infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies 4. Dapat mengandung racun seperti pada gigitan ular 5. Awal dari peradangan dan gatal-gatal. Gigitan dapat menyebabkan rasa sakit yang signifikan dan cepat dapat berkembang menjadi infeksi dan kekakuan di tangan. Pengobatan dini dan tepat adalah kunci untuk meminimalkan potensi masalah dari gigitan. Ketika mendapat gigitan hewan, bakteri dari mulut mencemari luka. Bakteri ini kemudian dapat tumbuh di luka dan menyebabkan infeksi. Hasil infeksi



berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai komplikasi yang mengancam jiwa. Berikut ini merupakan beberapa jenis gigitan hewan yang sering terjadi, antara lain : 1. Gigitan Ular a. Pengertian Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering kali mengandung factor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan. b. Anatomi dan Fisiologi



Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 -1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur, dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus, dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu, dan bokong.



Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. (Ganong, 2008). c. Etiologi Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam : 1) Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic) Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain. 2) Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic) Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe. d. Manifestasi Klinik Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila timbul parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau



fasikulasi otot fasial, berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun pelarut darah adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi, bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing (urine) atau hematuria, yaitu pendarahan melalui saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti usus dan lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-pusing kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya mati. e.



Patofisiologi Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein. Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur. Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma. Komponen peptida bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin dan histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang terdapat pada bisa ular misalnya Larginine esterase menyebabkan pelepasan bradikinin.



f. Pathway Gigitan Ular, Serangga



Racun Ular Masuk keDalam Tubuh Toksik Menyebar Melalui Darah



Toksik KeJaringan Sekitar Gigitan Inflamasi



Gangguan System Neurologist



Gangguan System Cardiovaskuler



NeuroToksik



Reaksi Endotoksik



Sistem Imun



Nyeri



MK : Resiko Infeksi



MK :Nyeri Akut



Miokard



Gangguan Pada Hipotalamus



Gangguan Sistem Pernafasan Curah Jantung



Kontrol Suhu dan Nyeri terganggu



Obstruksi Saluran Nafas MK : Penurunan curah jantung Sesak MK :Hipertermi



Sekresi Mediator Nyeri :Histamin, Bradinin, Prostaglandin kejaringan



Kelumpuhan otot pernafasan MK : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas



MK :Nyeri Akut



MK : Ketidakefektifan pola nafas



g. Komplikasi a. Syok hipovolemik b. Edema paru c. Kematian d. Gagal napas h. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan. i. Penatalaksanaan Medis a. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit. Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satusatunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenomasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan, merupakan tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi. b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan. c. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk menghindari penilaian keliru dan envenomasi yang berat. d. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani syok jika ada.



e. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya bila syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan. f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan jenis ular yang menggigit apakah berbisa atau tidak. 2. Gigitan Anjing a. Definisi Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan suatu penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan dari gigitan hewan penular rabies. Hewan yang rentan dengan virus rabies ini adalah hewan berdarah panas. Penyakit rabies secara almi terdapat pada bangsa kucing, anjing, kelelawar, kera dan karnivora liar lainnya. Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan selau berakhir dengan kematian. b. Etiologi Adapun penyebab dari rabies adalah : 1) Virus rabies. 2) Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies. Penyakit rabies terutama ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman yang terdapat dalam air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah dan menginfeksi tubuh manusia. 3) Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies. Walaupun jarang ditemukan, virus rabies ini dapat ditularkan ketika air liur hewan yang terinfeksi mengenai selaput lendir seseorang seperti kelopak mata atau mulut atau kontak melalui kulit yang terbuka. c. Manifestasi Klinis 1) Gejala penyakit pada hewan dikenal dalam 3 bentuk : a) Bentuk ganas (Furious Rabies) Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-tanda terlihat. Tanda-tanda yang sering terlihat :



(1) Hewan menjadi penakut atau menjadi galak (2) Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap (3) (4) (5) (6)



dan menyendiri tetapi dapat menjadi agresif Tidak menurut perintah majikannya Nafsu makan hilang Air liur meleleh tak terkendali Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan



memakan barang, benda-benda asing seperti batu, kayu dsb. (7) Menyerang dan menggigit barabg bergerak apa saja yang dijumpai (8) Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan (9) Ekor diantara 2 (dua)paha b) Bentuk diam (Dumb Rabies) Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi. Tanda-tanda yang sering terlihat : (1) Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk (2) Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahkan sering tidak terlihat (3) Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka (4) Air liur keluar terus menerus (berlebihan) (5) Mati c) Bentuk Asystomatis (1) Hewan tidak menunjukan gejala sakit (2) Hewan tiba-tiba mati 2) Gejala Rabies Pada Manusia: a) Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, mual, muntah dan perasaan yang abnormal pada daerah sekitar gigitan (rasa panas, nyeri berdenyut) b) Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara c) Air liur dan air mata keluar berlebihan d) Pupil mata membesar e) Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan f) Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal dunia. d. Patofisiologi Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada



hewan lainnya atau manusia melaui gigitan dan kadang melalui jilatan. Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat gigitan, selama 2 minggu virus akan tetap tinggal pada tempat masuk dan disekitrnya. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus rabies akan menghindari penghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui pengikatannya pada sistem saraf. Setelah inokulasi, virus ini memasuki saraf perifer. Masa inkubasi yang panjang menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf pusat. Amplifikasi terjadi hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction dan memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan sudah tidak berguna lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal dengan mortalitas 100 %. Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus, dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron – neuron sentral, virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada serabut saraf volunter maupun otonom. Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Khusus mengenai infeksi sistem limbik, sebagaimana diketahui bahwa sistem limbik sangat berhubungan erat dengan fungsi pengontrolan sikap emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini, pasien akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar. Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat gigitan hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka. Virus juga dapat masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput konjungtiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan melalui makanan belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi



melalui inhalasi jarang ditemukan pada manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi melalui inhalasi ini.



Gambar 1. Skema patofisiologis infeksi virus rabies



e. Pathway Gigitan Anjing ↓ Traumatik jaringan ↓ Terputusnya kontinuitas jaringan Kerusakan kulit











Kerusakan syaraf perifer



Rusaknya barier tubuh











Menstimulasi pengeluaran



Terpapar dengan lingkungan ↓ Resiko infeksi



neurotransmitter (prostaglandin, histamine, bradikinin, serotonin) ↓ Serabut eferen ↓ Medula spinalis ↓ Korteks serebri ↓ Serabut aferen ↓ Nyeri Akut



Perdarahan berlebih ↓ Perpindahan cairan intravaskuler ke ekstravaskuler ↓ Keluarnya cairan tubuh (ketidakseimbangan) ↓ Kekurangan volume cairan ↓ Resti syok hipovolemik



f. Pemeriksaan Diagnostik 1) Pemeriksaan laboratorium a) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler b) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit c) Panel elektrolit d) Skrining toksik dari serum dan urin e) GDA : a) Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl) b) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. c) Elektrolit : K, Na d) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang e) Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) f) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl 2) Pemeriksaan Penunjang Lainnya: a) Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang. b) Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. c) Magneti resonance imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT d) Pemindaian positron emission tomography (PET) : untuk mengevaluasi



kejang



yang



membandel



dan



membantu



menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak. g. Penatalaksanaan Medis Pertolongan pertama bila digigit hewan: 1. Gigitan berupa luka ringan tanpa kemungkinan rabies a. Cuci luka dengan sabun dan air b. Oleskan krim antibiotik untuk mencegah infeksi c. Tutuplah luka tersebut dengan perban bersih 2. Gigitan berupa luka yang dalam a. Jika menyebabkan luka yang dalam pada kulit atau kulit robek



parah



dan



berdarah



,



tekanlah



luka



dengan



menggunakan kain bersih dan kering untuk menghentikan b.



perdarahan Setelah dilakukan tindakan pertama untuk menghentikan perdarahan, nyeri, kemerahan segera hubungi dokter atau



rumah sakit terdekat 3. Gigitan yang menimbulkan luka infeksi Jika melihat adanya tanda-tanda infeksi seperti pembengkakan, nyeri, kemerahan segera hubungi dokter atau rumah sakit terdekat 4. Gigitan luka dengan dugaan rabies Jika mencurigai gigitan disebabkan oleh hewan yang mungkin membawa virus rabies , segera cuci luka dengan air mengalir yang dicampur sabun atau detergen. Segera hubungi dokter atau rumah sakit terdekat. yang mungkin membawa virus rabies , segera cuci luka dengan air mengalir yang dicampur sabun atau detergen. Segera hubungi dokter atau rumah sakit terdekat. Cara lain : 1. Luka dibersihkan dengan sabun dan air berulang-ulang 2. Irigasi dengan larutan betadine, bila perlu lakukan debridement 3. Jangan melakukan anestesi infiltrasi local tetapi anestesi dengan cara blok atau umum 4. Balut luka secara longgar dan observasi luka 2 kali sehari 5. Berikan ATS atau HTIG 6. Bila luka gigitan berat berikan suntikkan infiltrasi serum anti rabies disekitar luka Jika mendapat gigitan dari binatang yang diduga terinfeksi rabies, ada beberapa tindakan yaitu: 1. Segera cuci luka dengan air mengalir menggunakan sabun atau detergen 2. Seger bawa ke pusat kesehatan atau rabies center untuk pemberian vaksin abti rabies (VAR) 3. Lanjutkan terus pengobatan dengan melakukan pemeriksaan, karena masa inkubasi rabies laam, perlu waktu 2 minggu untuk melihat hasil suntikan vaksin apakah ada gejala rabies 4. Jika positif, maka harus kembali diulang pemberian vaksinnya selama 4 tahapan (mulai nol lagi, hari ke 7, hari ke 14 dan diberi vaksin booster pada hari ke 60). 7. Bila luka gigitan berat berikan suntikkan infiltrasi serum anti rabies disekitar luka



Penanganan terhadap orang yang digigit hewan: yang pertama dan paling penting adalah penanganan luka gigitan untuk mengurangi atau mematikan virus rabies yang masuk lewat luka gigitan. Cara yang efektif adalah dengan membersihkan luka dengan sabun atau detergen selama 10 -15 menit kemudian cuci luka dengan air (sebaiknya air mengalir) . Lalu keringkan dengan kain dan beri antiseptik seperti betadine atau alkohol 70%. Segera bawa ke pusat pelayanan kesehatan. Di pusat pelayanan kesehatan, pencucian luka akan kembali dilakukan. Biasanya memakai larutan perhidrol 3% (H2O2) yang dicampur dengan betadine kemudian dibilas dengan larutan fisiologis macam NaCl 0,9%. Luka gigitan sebaiknya tidak dijahit. Bila diperlukan jahitan, dilakukan setelah pemberian infiltrasi lokal antiserum, jahitan tidak boleh terlalu erat (longgar) dan tidak menghalangi pendarahan dan drainase. Kemudian pencegahan berikutnya adalah proteksi imunologi dengan pemberian vaksin anti rabies (VAR) terutama pada kasus yang memiliki resiko untuk tertular rabies. Vaksin diberikan sebanyak 4 kali yaitu hari ke-0 (2 kali pemberian sekaligus), lalu hari ke-7 dan hari ke21. Dosisnya 0,5 ml baik pada anak-anak maupun dewasa. Pada luka yang lebih berat dimana terdapat lebih dari satu gigitan dan dalam sebaiknya dikombinasi dengan pemberian serum anti rabies (SAR) yang disuntikkan di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikkan intra muskuler. Selain itu harus dipertimbangkan pemberian vaksin anti tetanus, antibiotika untuk pencegahan infeksi dan pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri. Penanganan terhadap hewan yang menggigit. Anjing dan kucing yang menggigit manusia atau hewan lainnya harus dicurigai menderita rabies. Terhadap hewan tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut: 1) Bila hewan tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya, maka hewan tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila hasil



observasi negatif rabies maka hewan tersebut harus mendapat vaksinasi rabies sebelum diserahkan kembali kepada pemiliknya. 2) Bila hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak ada pemiliknya) maka hewan tersebut harus diusahakan ditangkap hidup dan diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi dan setelah masa observasi selesai hewan tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara oleh orang yang berkenan, setelah terlebih dahulu diberi vaksinasi rabies. 3) Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus dibunuh, maka kepala hewan tersebut harus diambil dan segera diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus diawasi.



Gambar 2. Tatalaksana kasus gigitan hewan tersangka rabies



3. Gigitan Serangga a. Pengertian Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan artropoda penyerang. Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga biasanya untuk melindungi sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat. b. Epidemiologi Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama di seluruh dunia. Dapat terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan



fenomena



musiman,



meskipun



tidak



menutup



kemungkinan kejadian ini dapat terjadi disekitar kita. Prevalensinya sama antara pria dan wanita. Bayi dan anak-anak labih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa. Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini yaitu terjadi pada tempat-tempat yang banyak serangga, seperti di perkebunan, persawahan, dan lainlain.



c. Etiologi Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup yaitu Venomous (beracun) dan Non Venomous (tidak beracun). Serangga yang beracun biasanya menyerang dengan cara menyengat, misalnya tawon atau lebah, ini merupakan suatu mekanisme pertahanan diri yakni dengan cara menyuntikan racun atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan serangga yang tidak beracun menggigit dan menembus kulit dan masuk mengisap darah, ini biasanya yang menimbulkan rasa gatal. Ada 30 lebih jenis serangga tapi hanya beberapa saja yang bisa menimbulkan kelainan kulit yang signifikan. Kelas Arthropoda yang melakukan gigitan dan sengatan pada manusia terbagi atas : 1) Kelas Arachnida : Acarina, Araneae (Laba-Laba), Scorpionidae (Kalajengking). 2) Kelas Chilopoda dan Diplopoda 3) Kelas Insecta : Anoplura (Phtirus Pubis, Pediculus humanus, capitis et corporis), Coleoptera (Kumbang), Diptera (Nyamuk, lalat), Hemiptera (Kutu busuk, cimex), Hymenoptera (Semut, Lebah,



tawon), Lepidoptera



(Kupu-kupu), Siphonaptera



(Xenopsylla, Ctenocephalides, Pulex). d. Patofisiologi Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit, lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks. Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin, serotonin, asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan serangga. Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul dapat dibagi dalam 2 kelompok : 1) Reaksi immediate a) Ditandai dengan reaksi lokal atau reaksi sistemik.



b) Timbul lesi karena adanya toksin yang dihasilkan oleh gigitan atau sengatan serangga. c) Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan neutrofil. Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya reaksi neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga ada pada racun serangga akan merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran dari racun tersebut. d) Reaksi delayed. e. Manifestasi Klinis Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat manusia, yang memberikan respon yang berbeda pada masing-masing individu, reaksi yang timbul dapat berupa lokal atau generalisata. Reaksi lokal yang biasanya muncul dapat berupa papular urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang atau juga akan menetap, biasa disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak seperti berkelompok maupun menyebar pada kulit. Papular urtikaria dapat muncul pada semua bagian tubuh atau hanya muncul terbatas disekitar area gigitan. Pada awalnya, muncul perasaan yang sangat gatal disekitar area gigitan dan kemudian muncul papul-papul. Papul yang mengalami ekskoriasi dapat muncul dan akan menjadi prurigo nodularis. Vesikel dan bulla dapat muncul yang dapat menyerupai pemphigoid bullosa, sebab manifestasi klinis yang terjadi juga tergantung dari respon sistem imun penderita masing-masing. Infeksi sekunder adalah merupakan komplikasi tersering yang bermanifestasi sebagai folikulitis, selulitis atau limfangitis. Pada beberapa orang yang sensitif dengan sengatan serangga dapat timbul terjadinya suatu reaksi alergi yang dikenal dengan reaksi anafilaktik. Anafilaktik syok biasanya disebabkan akibat sengatan serangga golongan Hymenoptera, tapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada sengatan serangga lainnya.



Reaksi ini akan mengakibatkan pembengkakan pada muka, kesulitan bernapas, dan munculnya bercak-bercak yang terasa gatal (urtikaria) pada hampir seluruh permukaan badan. Prevalensi terjadinya reaksi berat akibat sengatan serangga adalah kira-kira 0,4%, ada 40 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat. Reaksi ini biasanya mulai 2 sampai 60 menit setelah sengatan. Dan reaksi yang lebih berat dapat menyebabkan terjadinya syok dan kehilangan kesadaran dan bisa menyebakan kematian nantinya. sehingga diperlukan penanganan yang cepat terhadap reaksi ini. f. Pemeriksaan Penunjang Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel polimorfonuklear. Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut. Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah. Dapat juga dilakukan tes tusuk dengan alergen tersangka. g. Penatalaksanaan Medis Terapi



biasanya



digunakan



untuk



menghindari



gatal



dan



mengontrol terjadinya infeksi sekunder pada kulit. Gatal biasanya merupakan keluhan utama, campuran topikal sederhana seperti menthol, fenol, atau camphor bentuk lotion atau gel dapat membantu untuk mengurangi gatal, dan juga dapat diberikan antihistamin oral seperti diphenyhidramin 25-50 mg untuk mengurangi rasa gatal. Steroid



topikal



dapat



digunakan



untuk



mengatasi



reaksi



hipersensitifitas dari sengatan atau gigitan. Infeksi sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik topikal maupun oral, dan dapat juga dikompres dengan larutan kalium permanganat.Jika terjadi reaksi berat dengan gejala sistemik, lakukan pemasangan tourniket proksimal



dari tempat gigitan dan dapat diberikan pengenceran Epinefrin 1 : 1000 dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB diberikan secara subkutan dan jika diperlukan dapat diulang sekali atau dua kali dalam interval waktu 20 menit. Epinefrin dapat juga diberikan intramuskuler jika syok lebih berat. Dan jika pasien mengalami hipotensi injeksi intravena 1 : 10.000 dapat dipertimbangkan. Untuk gatal dapat diberikan injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau difenhidramin 50 mg. Pasien dengan reaksi berat danjurkan untuk beristirahat dan dapat diberikan kortikosteroid sistemik.



B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat 1. Pengkajian Keperawatan a) Gigitan Ular dan Serangga 1) Primary Survey a. Airway Pada airway perlu diketahui bahwa salah satu sifat dari bisa ular dan serangga adalah neurotoksik. Dimana akan berakibat pada saraf perifer atau sentral,sehingga terjadi paralise ototlurik.Lumpuh pada otot muka, bibir, lidah, dan saluran pernapasan, gangguan pernafasan, kardiovaskuler terganggu dan penurunan kesadaran. b. Breathing Pada breathing akan terjadi gangguan pernapasan karena pada bias ular dan serangga akan berdampak pada kelumpuhan otototot saluran



pernapasan sehingga pola pernapasan pasien



terganggu c. Circulation Pada circulation terjadi perdarahan akibat sifat bisa ular dan serangga yang bersifat haemolytik. Dimana zat dan enzim yang toksik dihasilkan bisa akan menyebabkan lisis pada sel darah merah sehingga terjadi perdarahan. Ditandai dengan luka



patukan terus berdarah, haematom, hematuria, hematemesis dan gagal ginjal, perdarahan addome, hipotensi. d. Disability Pada pasien dengan gigitan ular resiko terjadinya syok sampe penurunan



kesadaran.



Ini



diakibatkan



kelupuhan



otot



pernapasan dimana pasien akan mengalami henti napas. Selain itu juga disebabkan oleh perdarahan akibat lisis pada eritrosit. e. Exposure Pada pasien ini terjadi pembengkakan pada daerah gigitan dan kemerahan sampai dengan perubahan warana kulit 2) Secondary Survey Pemeriksaan Fisik: Head to-toe 1. Kepala Bentuk simetris, distribusi rambut merata, kebersihan rambut. 1. Mata : bentuk simetris, tidak anemis,pupil isokor 2. Hidung : Bentuk simetris 3. Telinga : bentuk simetris kiri dan kanan 4. Bibir : Bentuk simetris 2. Leher Tidak ada pembesaran vena jugularis dan pembesaran kelenjar getah bening 3. Dada 1. Paru-paru : frekuensi > 24x/mnt, irama teratur 2. Jantung Bunyi jantung : normal S1 dan S2, HR menurun 3. Abdomen Bentuk : simetris Bising usus dalam batas normal (6-10x/mnt), ada mual dan muntah 4. Ekstremitas : Akral dingin, edema, kekakuan otot, nyeri, kekuatan otot menurun



b) Gigitan Anjing 1) Primary Survey a. Airway Pada airway yang perlu diperhatikan adalah memperthankan kepatenan jalan napas, memperhatikan suara nafas, atau apakah ada retraksi otot pernapasan. Pada kasus gigitan binatang (rabies) ditemukan kekakuan otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan b. Breathing Pada breathing terkadang jalan nafas dapat ditangani tapi belum tentu pola nafasnya sudah teratur. Lihat pergerakan dada klien dan lakukan auskultasi untuk mendengarkan suara nafas klien. Pada kasus ini dapat terjadi gagal nafas yang disebabkan oleh kontraksi otot hebat otot-otot penafasan atau keterlibatan pusat pernafasan. c. Circulation Pada kasus ini terjadi disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, aritmia, takikardi dan henti jantung. Kejang dapat lokal maupun generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia. d. Disability 1. Terjadi penurunan kesadaran (GCS) 2. Drugs, pemberian antivenin (anti bisa), analgetik (petidine) e. Exposure Kaji adanya edema, kemerahan dan kekakuan otot 2) Secondary Survey Pemeriksaan Fisik: Head to-toe 1. Kepala Bentuk simetris, distribusi rambut merata, kebersihan rambut. 5. Mata : bentuk simetris, tidak anemis,pupil isokor 6. Hidung : Bentuk simetris 7. Telinga : bentuk simetris kiri dan kanan 8. Bibir : Bentuk simetris 2. Leher



Tidak ada pembesaran vena jugularis dan pembesaran kelenjar getah bening 3. Dada a. Paru-paru Frekuensi > 24x/mnt, irama teratur b. Jantung Bunyi jantung : normal S1 dan S2, HR menurun c. Abdomen Bentuk : simetris Bising usus dalam batas normal (6-10x/mnt), ada mual dan muntah 4. Ekstremitas : Akral dingin, edema, kekakuan otot, nyeri, kekuatan otot menurun 2. Diagnosa Keperawatan a. Gigitan Ular dan Serangga 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecendera fisik ditandai dengan mengeluh nyeri dan ekspresi wajah meringis 2. Hipotermi berhubungan dengan trauma ditandai dengan kulit teraba dingin dan hipoksia 3. Resiko infekasi dibuktikan dengan vaksinasi tidak efektif b. Gigitan Anjing 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecendera fisik ditandai dengan mengeluh nyeri dan ekspresi wajah meringis 3. Resiko syok hipovolemi dibuktikan dengan trauma 4. Resiko infekasi dibuktikan dengan vaksinasi tidak efektif



3. Intervensi Keperawatan a. Gigitan Ular dan Serangga NO. 1.



DIAGNOSA KRITERIA HASI;



INTERVENSI



KEPERAWATAN Nyeri akut



(SLKI) : Nyeri Akut



(SIKI) : Nyeri Akut



berhubungan dengan



Luaran Utama



Intervensi Utama



agen pecendera fisik



Label : Tingkat Nyeri



Label: Manajemen Nyeri



ditandai dengan



setelah dilakukan



mengeluh nyeri dan



intervensi selama



Observasi: 1. Identifikasi lokasi,



ekspresi wajah



..x..24jam, diharapkan pola



meringis



napas membaik dengan kriteria hasil: 1. Keluhan nyeri menurun 2. Meringis menurun 3. Sikap protektif menurun 4. Kesulitan tidur menurun 5. Frekuensi nadi membaik



karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 4. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 9. Monitor efek saming penggunaan analgetik Terapeutik : 1) Berikan teknik non



farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresure, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin, terapi bermain) 2) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3) Fasilitasi istirahat dan tidur 4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri. Edukasi : 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi : 1) Kolaborasi 2.



Resiko hipovolemi



(SLKI) : Resiko



pemberian



analgetik, jika perlu (SIKI) : resiko Hipovolemia



dibuktikan dengan



Hipovolemia



Intervensi Utama



trauma



Luaran Utama



Label : Manajemen



Label : Status Cairan



Hipovolemia



setelah dilakukan



Observasi



intervensi selama



1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia 2. Monitor intake dan output cairan Terapeutik



..x..24jam, diharapkan resiko hopovolemi tidak terjadi dengan kriteria



1. Hitung kebutuhan cairan



hasil:



2. Beriakan asupan cairan



1. Turgor kulit baik 2. Tidak



terjadi



oral Edukasi



dispnea 3. Nadi dalam batas



1. Anjurkan memeprebanyak asupan



normal



cairan oral Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian 3.



Resiko infekasi



(SLKI) : Resiko Infeksi



cairan per IV (SIKI) : Resiko Infeksi



dibuktikan dengan



Luaran Utama



Intervensi Utama



vaksinasi tidak



Label : Tingkat Infeksi



Label : Manajemmen



efektif



setelah dilakukan



Imunisasi/ Vaksinasi



intervensi selama



Observasi



..x..24jam, diharapkan



1. Identifikasi



resiko infeksi dapat



riwayat



dikendalikan kriteria hasil:



riwayat alergi



1. Luka



kesehatan



tidak 2. Identifikasi



kemerahan



riwayan dan



kontradiksi



pemberian imunisasi atau



2. Tidak nyeri



vaksin



3. Tidak ada bengkak



Terapiutik 1. Dokumentasikan 9.



informasi vaksinasi ( mis: nama



produsen



dan



tanggal kadaluarsa ) 2. Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat Edukasi 1. Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjafi, jadwal, dan efek samping 2. Informasikan



vaksinasi



untu kejadian khusus ( mis : rabies, tetanus )



b. Gigitan Anjing NO. 1.



DIAGNOSA KRITERIA HASI;



INTERVENSI



KEPERAWATAN Nyeri akut



(SLKI) : Nyeri Akut



(SIKI) : Nyeri Akut



berhubungan dengan



Luaran Utama



Intervensi Utama



agen pecendera fisik



Label : Tingkat Nyeri



Label: Manajemen Nyeri



ditandai dengan



setelah dilakukan



Observasi: 1. Identifikasi lokasi,



mengeluh nyeri dan



intervensi selama



karakteristik, durasi,



ekspresi wajah



..x..24jam, diharapkan pola



frekuensi, kualitas,



meringis



napas membaik dengan kriteria hasil: 1) Keluhan nyeri menurun 2) Meringis menurun 3) Sikap protektif menurun 4) Kesulitan tidur menurun 5) Frekuensi nadi membaik



intensitas nyeri. 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 4. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 9. Monitor efek saming penggunaan analgetik Terapeutik : 1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresure, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin, terapi bermain) 2) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri



(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3) Fasilitasi istirahat dan tidur. 4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri. Edukasi : 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi : 1) Kolaborasi 2.



pemberian



Resiko hipovolemi



(SLKI) : Resiko



analgetik, jika perlu (SIKI) : resiko Hipovolemia



dibuktikan dengan



Hipovolemia



Intervensi Utama



trauma



Luaran Utama



Label : Manajemen



Label : Status Cairan



Hipovolemia



setelah dilakukan



Observasi



intervensi selama



1



..x..24jam, diharapkan resiko hopovolemi tidak terjadi dengan kriteria



Periksa tanda dan gejala hipovolemia 2 Monitor intake dan output cairan Terapiutik 1. Hitung kebutuhan cairan



hasil: 1) Turgor kulit baik 2) Tidak dispnea



terjadi



2. Beriakan asupan cairan oral Edukasi



3) Nadi dalam batas



1. Anjurkan



normal



memeprebanyak asupan cairan oral Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian



3.



Resiko infekasi



(SLKI) : Resiko Infeksi



cairan per IV (SIKI) : Resiko Infeksi



dibuktikan dengan



Luaran Utama



Intervensi Utama



vaksinasi tidak



Label : Tingkat Infeksi



Label : Manajemmen



efektif



setelah dilakukan



Imunisasi/ Vaksinasi



intervensi selama



Observasi



..x..24jam, diharapkan



1. Identifikasi



resiko infeksi dapat



riwayat



dikendalikan kriteria hasil:



riwayat alergi



1) Luka



kesehatan



tidak 2. Identifikasi



kemerahan



dan



kontradiksi



pemberian imunisasi atau



2) Tidak nyeri 3) Tidak ada bengkak



riwayan



vaksin Terapiutik 1) Dokumentasikan 10.



informasi vaksinasi ( mis: nama



produsen



dan



tanggal kadaluarsa ) 2) Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat Edukasi 1) Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjafi, jadwal, dan efek samping 2) Informasikan



vaksinasi



untu kejadian khusus ( mis : rabies, tetanus )



4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah ditetapkan 5. Evaluasi Keperawatan a. Evaluasi Formatif Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien, terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan. b.



Evaluasi Sumatif Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi dan analisis mengenai status



kesehatan klien terhadap waktu.



BAB III PENUTUP



A. Simpulan Gigitan binatang dan sengatan, merupakan alat dari binatang tersebut untuk mempertahankan diri dari lingkungan atau sesuatu yang mengancam keselamatan jiwanya. Gigitan binatang terbagi menjadi dua jenis; yang berbisa (beracun) dan yang tidak memiliki bisa. Pada umumnya resiko infeksi pada gigitan binatang lebih besar daripada luka biasa. Seseorang yang tergigit mempunyai resiko terinfeksi. Pada umumnya bila tergigit binatang, perlu mendapatkan pemeriksaan medis, Gigitan



binatang



termasuk dalam kategori racun yang masuk kedalam tubuh melalui suntikan. Gigitan bintang atau engatan serangga dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan/ atau pembengkakan. Gigitan dan sengatan berbagai binatang walaupun tidak selalu membahayakan jiwa dapat menimbulkan reaksi alergi yang hebat dan bahkan kadang-kadang dapat berakibat fatal. Hewan yang paling sering menggigit manusia adalah anjing. Kucing walaupun agak jarang, kadang-kadang juga menggigit manusia. Gigitan kucing lebih berbahaya karena banyak masuk kuman yang berasal dari mulut kucing, sehingga lebih sering menimbulkan infeksi pada luka. Gigitan kucing, tikus, dan anjing sering mengandung virus rabies. Di daerah kita beruang, babi, dan harimau masih banyak, sehingga sesekali terjadi juga binatang itu meggigit manusia.Rabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus, ditularkan melalui air ludah gigitan hewan ke hewan lain ke manusia. Hewan yang mengandung virus rabies bila menggigit atau menjilat luka goresan kulit dapat



menularkan penyakit gila anjing (rabies). Prinsip



penatalaksanaan pada penderita dengan gigitan binatang sama dengan pentalaksanaan pada penderita keracunan. Yang harus selalu diperhatikan pada penderita keracunan maupun gigitan binatang hendaknya selalu monitor dan catat setiap perubahan-perubahan yang terjadi (ABC) B. Saran Diharapakan kepada pembaca baik mahasiswa atau tenaga kesehatan terkait agar dapat memanfaatkan makalah yang telah disusun ini guna mengetahui mengenai bahaya gigitan binatang dan dapat melaksanakan



pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat mengenai asuhan keperawatan gigitan binatang.



DAFTAR PUSTAKA Arnoldy, Safera. 2015. Makalah Gigitan Ular Bab I-IV. (online). Available : https://www.academia.edu/16663854/MAKALAH_GIGITAN_ULAR_B AB_I-IV. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2019. Djoni Djunaedi. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Sondi, Dian. 2013. Askep Gadar Giitan Binatang.



(online).



Available



:



https://www.scribd.com/doc/172297625/Askep-Gadar-Gigitan-Binatang. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2019. Ganong, W. F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. Kasihsa, Dian. 2013. Askep Gadar Gigitan Binatang. (online). Available : https://www.scribd.com/doc/172297625/Askep-Gadar-Gigitan-Binatang (diakses tanggal 28 Oktober 2019 pukul 10.00 WITA PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta. PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan. PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan. Thok, Fian. 2015. Askep Gigitan Binatang. (online).



Available



:



https://www.scribd.com/document/260918651/ASKEP-GIGITANBINATANG. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2019. Wiratni, Ayu. 2017. Pathway Gigitan Binatang. (Online) Available : https://www.scribd.com/document/338433722/Pathway-GigitanBinatang, diakses pada tanggal 28 Oktober 2019 pukul 10.00 WITA