hIPERPLASIA ENDOMETRIUM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. Definisi Hiperplasia endometrium merupakan diagnosis histologi, yang ditandai dengan proliferasi kelenjar endometrium sehingga rasio kelenjar -stroma lebih besar dibanding endometrium yang normal. Proliferasi kelenjar tersebut sangat bervariasi baik ukuran maupun bentuk dan dapat berupa hiperplasia atipik yang bisa berkembang menjadi atau timbul bersamaan dengan kanker endometrium.



2. Etiologi Pemaparan estrogen yang terus menerus tanpa diikuti pemaparan progesteron terhadap endometrium, dapat menyebabkan terjadinya hiperplasia endometrium. Efek pemaparan estrogen tersebut pada sebagian kasus tergantung dari waktu dan dosis pemaparan, tetapi tidak semua kasus berlaku demikian. Pada kasus lainnya juga dipengaruhi oleh faktor individual dan hormon endogen maupun eksogen.



3. Faktor Resiko Sekitar usia menopause Didahului dengan terlambat haid atau amenorea Obesitas Penderita Diabetes melitus Pengguna estrogen dalam jangka panjang tanpa disertai pemberian progestin pada kasus menopause PCOS – polycystic ovarian syndrome



Penderita tumor ovarium dari jenis granulosa theca cell tumor 4. Klasifikasi Hiperplasia endometrium terbagi menjadi 3 jenis berdasarkan morfologi pada pemeriksaan patologi anatomi, yakni : 



Sederhana/simple. Terdapat proliferasi jinak dari kalenjar endometrium yang berbentuk ireguler dan juga berdilatasi, tetapi tidak menggambarkan adanya tumpukan sel yang saling tumpang tindih atau sel yang atipik







Kompleks/complex. Terdapat proliferasi dari kalenjar endometrium dengan tepi yang ireguler, arsitektur yang kompleks dan sel yang tumpang tindih tetapi tidak terdapat sel yang atipik.







Atipikal. Terdapat derajat yang berbeda dari nukleus yang atipik dan kehilangan polaritassnya,



5. Manifestasi Klinis Siklus menstruasi tidak teratur, tidak haid dalam jangka waktu lama (amenorrhoe) ataupun menstruasi terus-menerus dan banyak (metrorrhagia). Selain itu, akan sering mengalami



flek



bahkan



muncul



gangguan



sakit



kepala,



mudah



lelah



dan



sebagainya. Dampak berkelanjutan dari penyakit ini, adalah penderita bisa mengalami kesulitan hamil dan terserang anemia berat. Hubungan suami-istri pun terganggu karena biasanya terjadi perdarahan yang cukup parah. 6. Diagnosis Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan oleh wanita dengan hiperplasia endometrium. Wanita dengan perdarahan postmenopause, 15% persen ditemukan hiperplasia endometrium dan 10% ditemukan karsinoma endometrium. Penemuan penebalan dinding uterus secara tidak sengaja dengan USG harus diperiksa lebih lanjut untuk mendiagnosis hiperplasia endometrium. Pada sebuah penelitian dengan 460 wanita usia ≤ 40 tahun dengan perdarahan uterus abnormal, didapatkan hanya 6 wanita (1,3%) yang mengalami hiperplasia endometrium. Tidak ada kasus hipeplasia atipikal yang ditemukan pada kelompok wanita ini. Walaupun begitu, wanita dibawah usia 40 tahun yang memiliki faktor predisposisi seperti obesitas dan PCOS harus dievaluasi secara menyeluruh, biasanya dengan USG dan terkadang dengan biopsi endometrium. Pada penelitian 36 wanita dengan PCOS, ketebalan endometrium kurang dari 7 mm dan interval



antar menstruasi kurang dari 3 bulan hanya terkait dengan proliferasi endometrium dan tidak ditemukan adanya hiperplasia endometrium. Banyak modalitas diagnostik yang telah diteliti untuk mendiagnosis secara optimal penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal dan untuk mengidentifikasi apakah pada pasien tersebut memiliki resiko untuk terjadinya hiperplasia atau karsinoma endometrium. 1. Ultrasonografi (USG) USG menggunakan gelombang suara untuk mendapatkan gambaran dari lapisan rahim. Hal ini membantu untuk menentukan ketebalan rahim. USG transvaginal merupakan prosedur diagnosis yang non invasif dan relatif murah untuk mendeteksi kelainan pada endometrium. Walaupun begitu, pada wanita postmenopause, efikasi alat ini sebagai pendeteksi hiperplasia endometrium ataupun karsinoma tidak diketahui. USG dapat digunakan sebagai panduan untuk menentukan jika wanita mengalami perdarahan post menopause (PMB) membutuhkan tes diagnostik yang lebih spesifik lagi (seperti pipelle EMB atau kuret) untuk menentukan adanya hiperplasia atau karsinoma endometrium. 2. Pipelle Endometrial Biopsy Pengambilan sampel endometrium dengan pipelle merupakan cara yang efektif dan relatif tidak mahal untuk mengambil jaringan untuk diagnosis histologi pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal. 3. Histeroskopi dan/atau Dilatasi dan Kuretase Histeriskopi secara umum telah disepakati sebagai “gold standard” untuk mengevaluasi kavitas uterus. Polip endometrium dan mioma submucosa dapat dideteksi dengan histeroskopi dengan sensitivitas 92% dan 82%. Walaupun begitu, histeroskopi sendiri untuk mendeteksi hiperplasia dan atau karsinoma endometrium meghasilkan angka false-positive yang tinggi dan membutuhkan penggunaan dilatasi dan kuret untuk diagnosis. 4. Sonohisterografi Sonohisterografi merupakan pendekatan yang relatif baru untuk mendiagnosis penyebab dari perdarahan uterus abnormal. Keuntungan dari sonohisterografi yang melebihi dari USG transvaginal adalah kemampuannya yang lebih baik untuk mengevaluasi kelainan intrauterine seperti polip dan mioma submukosa. Walaupun begitu,



sonohisterografi sendiri memiliki nilai terbatas untuk mendiagnosis hiperplasia dan karsinoma endometrium. EMB dengan pipelle merupakan pembuktian yang efektif untuk mendiagnosis hiperplasia dan karsinoma namun memiliki sensitifitas yang rendah untuk mendiagnosa lesi yang jinak di dalam uterus. Wanita dengan perdarahan post menopause harus menjalani pemeriksaan fisik yang menyebluruh untuk menentukan sumber perdarahan. Jika pemeriksaan fisik tidak dapat menjelaskan penyebab perdarahan, USG transvaginal dapat digunakan sebagai panduan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Wanita post menopause dengan penebalan dinding uterus (>5mm) atau wanita dengan perdarahan persisten yang tidak bisa dijelaskan membutuhkan biopsi endometrium. Diagnosis hiperplasia atau karsinoma endometrium pada pemeriksaan biopsy endometrium harus dievaluasi dengan DC untuk memperoleh specimen yang lebih luas.



7. Tatalaksana Pada sebagian besar kasus , terapi hiperplasia endometrium atipik dilakukan dengan memberikan hormon progesteron. Dengan pemberian progesteron, endometrium dapat luruh dan mencegah pertumbuhan kembali. Kadang kadang disertai dengan perdarahan per vaginam. Besarnya dosis dan lamanya pemberian progesteron ditentukan secara individual. Setelah terapi , dilakukan biopsi ulang untuk melihat efek terapi.



Umumnya jenis progesterone yang diberikan adalah Medroxyprogetseron acetate (MPA) 5 – 10 mg per hari selama 10 hari setiap bulannya dan diberikana selama 3 bulan berturut turut. Pada pasien hiperplasia komplek harus dilakukan evaluasi dengan D & C fraksional dan terapi diberikan dengan progestin setiap hari selama 3 – 6 bulan. Pada pasien hiperplasia komplek dan atipik sebaiknya dilakukan histerektomi kecuali bila pasien masih menghendaki anak. Pada pasien dengan tumor penghasil estrogen harus dilakukan ekstirpasi.



Daftar pustaka Ara, S., & Roohi, M. (2011). Abnormal Uterine Bleeding; Histipathological Diagnosis by Conventional Dilatation and Curretage. The Professional Medical Journal , 587-591. Elly, J. W., Kennedy, C. M., Clark, E. C., & Bowdler, N. C. (2006). Abnormal Uterine Bleeding: A Management Algortihm. JABFM , 590-602. Munro, M. G., Critchley, H. O., Broder, M. S., & Fraser, I. S. (2011). FIGO Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in Non Gravid Women of Reproductive Age. International Journal of Gynecology and Obstetrics , 3-12.