Interstitial Lung Disease [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFARAT PENYAKIT PARU INTERSITIAL (PPI)/ INTERSTITIAL LUNG DISEASE (ILD) Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior ( KKS ) Bagian Ilmu Penyakit Paru dan Pernapasan (Pulmonologi)



Oleh : Fajar Juliansyah 1608320039 Pembimbing : dr. Edwin Anto Pakpahan, Sp.P.



KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT PARU DAN PERNAPASAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DELI SERDANG LUBUK PAKAM 2017



i



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan karunia–Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Penyakit Paru Intersitial (PPI)/ Interstitial Lung Disease (ILD)” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Penyakit Paru dan Pernapasan RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing, dr.Edwin Anto Pakpahan, Sp.P. yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingan selama dirumah sakit. Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini mungkin masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun.



Lubuk Pakam, 17 Maret 2017



Penulis



Fajar Juliansyah



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................i KATA PENGANTAR.......................................................................................ii DAFTAR ISI.....................................................................................................iii BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................1 1.1 Latar Belakang..................................................................................1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................2 2.1 Defenisi Penyakit Paru Interstisial....................................................2 2.2 Klasifikasi Penyakit Paru Interstisial................................................3 2.3 Etiologi Penyakit Paru Interstisial.....................................................8 2.4 Patofisiologi Penyakit Paru Interstisial ............................................8 2.5 Diagnosis Penyakit Paru Interstisial..................................................9 2.5.1 Anamnesis...............................................................................10 2.5.2 Pemeriksaan fisik....................................................................12 2.5.3 Pemeriksaan penunjang...........................................................12 2.6 Penyakit Paru Interstisial...................................................................16 BAB 3 PENUTUP............................................................................................28 3.1 Kesimpulan........................................................................................28 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................29



iii



4



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Penyakit



paru



interstisial



(Interstitial



lung



disease/



ILD)



merupakan kelompok penyakit paru yang ditandai dengan alveolitis parenkim dan fibrosis. Di Amerika Serikat, 15% penderita yang memerlukan perawatan rumah sakit adalah penderita ILD dan 30 – 40% ILD



adalah



fibrosis



Fibrosis/IPF/Cryptogenic



paru



idiopatik



Fibrosing



(Idiopathic



Alveolitis/CFA).



Pulmonary Suatu



studi



epidemiologi di New Mexico City menemukan insidens ILD adalah 31,5 per 100.000 untuk laki-laki dan 26,1 per 100.000 untuk wanita, sementara IPF mencapai 45% penderita ILD. Dengan banyaknya jenis penyakit yang tergolong PPI, dimana masing-masing memiliki gambaran yang mirip, serta adanya teknik diagnostik yang selalu berkembang, batasan diagnosis penyakit-penyakit PPI juga berkembang terus. Oleh karena itu sungguh tidak mudah menegakkan diagnosis dalam kelompok PPI secara pasti dan akurat. Bahkan terkadang dengan dengan teknik diagnosis yang paling invasif pun diagnosis pasti PPI bisa tidak dapat ditegakkan. Apabila diagnosis bisa ditegakkan, terapi yang efektif seringkali juga tidak tersedia.



1



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Definisi Penyakit Paru Interstisial Penyakit paru interstisial (PPI) atau interstitial lung disease (ILD) adalah kelompok berbagai penyakit yang melibatkan dinding alveolus, jaringan sekitar alveolus dan jaringan penunjang lain di paru-paru. PPI merupakan gangguan akut dan kronik yang ditandai dengan inflamasi atau fibrosis pada unit alveolar-arteri dan jalan napas distal. Karena penyakitpenyakit tersebut tidak hanya terbatas pada interstisium tetapi dapat mengenai berbagai komponen matriks di seluruh paru, maka deskripsi yang lebih akurat adalah penyakit paru parenkimal difus. Sifat- sifat interstisium yaitu (1) Terutama berasal dari jaringan ikat, (2) Berhubungan mulai dari alveolus sampai hilus, (3) Merupakan lapisan tipis yang terletak di antara sel epitel alveolus dengan sel endotel kapiler. Lapisan ini terdiri dari berupa kolagen, elastin, retikulin, membran basalis dan sel-sel mast, sel mesenkimal, histiosit, neutrofil, eosinofil, limfosit dan sel plasma. Penyakit interstitial sebenarnya dapat berupa penyakit infeksi dan penyakit non infeksi, tetapi sebagian besar yang dimaksud adalah penyakit berupa penyakit non-infeksi. Karena di antara interstisial dan alveolar



2



hanya dibatasi oleh satu lapis sel, penyakit alveolar ataupun interstisial dapat saling mempengaruhi area masing-masing, misalnya pneumonia oleh karena pneumokokus yang sebetulnya adalah penyakit alveolar yang akan menimbulkan peradangan interstisial pula. Penyakit yang menyangkut kedua area ini disebut fibrosing alveolitis.



Gambar 1. Organ Respirasi Manusia 2.2



Klasifikasi Penyakit Paru Interstisial Secara umum ILD dapat dibagi dalam 5 klasifikasi klinis yaitu (1) berhubungan dengan penyakit vaskular kolagen (Collagen vascular associated), (2) akibat pengaruh obat atau radiasi, (3) Primary or unclassified diasease related, (4) akibat pengaruh pekerjaan atau lingkungan, dan (5) penyakit fibrosis idiopatik (Idiopathic fibrotic disorders). PPI terdiri lebih dari 150 penyakit antara lain adalah fibrosis paru idiopatik, sarkoidosis, pneumonitis hipersensitivitas, pneumonitis radiasi, berbagai



pneumonia



eosinofilik,



histiositosis



X



paru,



3



limfangioleiomiomatosis, tuberus sclerosus serta berbagai kelainan paru akibat penyakit vaskular kolagen. lupus erimatosus sistemik, artritis reumatoid,



skleroderma,



polimiositisdermatomiositis



spondilitis serta



ankilosa,



mixed



sindrom



connective



tissue



Sjogren, disease



(penyakit dengan gejala campuran dari berbagai penyakit vaskular kolagen) adalah beberapa penyakit vaskular kolagen yang dapat menyebabkan PPI. Walaupun penyakit interstisium banyak jenisnya, gejala, gambaran radiografi, fisiologi dan gambaran histologinya hampir sama. Untuk memudahkan penggolongan penyakit ini, dicari cara membedakannya, yaitu



melihat



ada



tidaknya



proses



granulomatosa



dan



menilik



penyebabnya. Setiap kelompok tersebut selanjutnya dapat dibagi atas subkelompok berdasarkan ada tidaknya granuloma di interstisial atau sekitar vaskularnya. Klasifikasi penyakit-penyakit PPI tidak mudah untuk dilakukan. Apalagi ada ratusan penyakit yang bisa melibatkan interstisial paru, baik sebagai primer maupun sebagai gambaran multi organ suatu penyakit, misalnya pada berbagai penyakit-penyakit vaskular kolagen. Golongan terbesar PPI yang diketahui penyebabnya merupakan penyakit paru kerja dan lingkungan, termasuk di dalamnya akibat inhalasi debu inorganik, organik, serta berbagai gas beracun dan iritatif. Jumlah PPI yang tidak diketahui penyebabnya juga besar. Diantaranya adalah fibrosis paru idiopatik (FPI), sarkoidosis, pneumonitis hipersensitivitas dan berbagai hal yang diduga berhubungan dengan penyakit vaskular kolagen.



4



Adapun klasifikasi PPI secara rinci adalah sebagai berikut: Collagen vascular diseases associated 1. Scleroderma 2. Polymyositis-dermatomyositis 3. Systemic lupus erythematosus 4. Rheumatoid arthritis 5. Ankylosing spondylitis 6. Mixed connective tissue disease 7. Primary Sjogren syndrome



Drug and treatment induced 1. Antibiotik 2. Nitrofurantoin



Primary or unclassified disease related 1. Sarcoidosis 2. Eosinophilic granuloma 3. Amyloidosis 4. Lymphangioleiomyomatosis 5. Tuberous sclerosis 6. Neurofibromatosis 7. Lymphangitic carcinomatosis 8. Gaucher’s disease 9. Hermansky-Pudlak syndrome 10. Adult respiratory distress syndrome 11. Bone marrow transplantation 12. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) 13. Postinfectiont 14. Pulmonary vasculitis 15. Respiratory bronchiolitis 16. Interstitial cardiogenic pulmonary edema 17. Pulmonary veno-occlusive disease 18. Agnogenic myloid metaplasia 19. Familiarhemophagocytic lymphohistocytosis 20. Diaberes mellitus 21. Lysinuric protein deficiency 22. Alveolar filling disease Alveolar proteinosis Diffuse alveolar hemorrhage syndromes Lipoid pneumonia Bronchioalveolar carcinoma Chronic aspiration Eosinophilic pneumonia Alveolar microlithiasis Alveolar sarcoidosis Bronchiolitis obliterans organizing pneumonia Occupational and environmental exposure related 1. Inorganic 2. Silicosis 3. Asbestosis 4. Talc pneumoconiosis 5



a. Sulfasalazine



5.



b. Cephalosporin



6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.



c. Minocycline 3. Ethambutol 4. Antiarrhytmic a. Amiodarone b. ACE-Inhibitors c. Tocainide d. Beta-blocking agents 5. Anti-inflammatory a. Gold b. Penicillamine c. Nonsteroidal agents



antiinflammatory



6. Neutropic and psychotropic a. Dilantin b. Fluoxetine c. Carbamazepine d. Antidepressants 7. Chemoterapeutic agents a. Antibiotic b. Mitomycin C c. Bleomycin d. Alkalating agents e. Busulfan f. Cyclophosphamide g. Chlorambucil h. Melphalan i. Antimetabolities j. Methotrexate k. Azathioprine l. Cytosine arabinoside m. Nitrosoureas



17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.



Diatomaceous earth pneumoconiosis Aluminum oxide fibrosis Berylliosis Hard metal fibrosis Coal worker’s pneumoconiosis Shale pneumoconiosis Siderosis (arc welder’s lung) Stannosis (tin) Silicone pneumonitis Wood burning interstitial fibrosis Textile worker’s pneumonitis Organic (hypersensitivity pneumonitis) Bagassosis (sugar cane) Bird breeder’s lung (pigeons,parakeets,etc) Chicken handlers lung Duck fever Dove handler’s disease Farmer’s lung Coffee worker’s lung Tobacco grower’s lung Coptic disease (mummy wrappings Cheese worker’s lung Furrier’s lung Mushroom worker’s lung Paprika spilitter’s lung Miller’s lung (wheat flour) Wood worker’s disease Sequoiosis Maple bark stripper’s lung Malt worker’s lung Tea grower’s lung Suberosis (cork) Lycoperdonosis (Lycoperdon puffballs) Compost lung Humidifier lung



40. Sauna taker’s lung 41. Woodman’s disease (oak maple) 42. Pauli’s hypersensitivity pneumonitis (reagent)



and



6



n. o. p. q. r. s. t.



Carmustine (BCNU) Lomustine (CCNU) Others Procarbazine Nilutemide Alpha Interferon Paclitaxel



43. Pituitary snuff disease 44. Detergent worker’s lung (isocyanates) 45. Japanes summer-type hypersensitivity 46. Thatched roof lung 47. Familial hypersensitivity pneumonitis (wood dust) 48. Vineyard sprayer’s lung 49. Laboratory worker’s lung (rat urine) 50. Mollusk shell hypersensitivity pneumonitis 51. Goose down hypersensitivity pneumonitis 52. Ceramic tile worker’s pneumoconiosis 53. Toluene diisocyanate hypersensitivity pneumonitis 54. Machine operator’s lung



Idiopathic fibrotic disorders 1. 2. 3. 4.



Acute interstitial pneumonia (Hamman-Rich syndrome) Idiopathic pulmonary fibrosis Familial idiopathic pulmonary fibrosis 5. Lymphocitic interstitial pneumonitis 6. Bronchiolitis obliterans organizing pneumonia 7. Nonspesific interstitial pneumonia 8. Desquamative interstitial pneumonitis 9. Autoimmune hemolytic anemia 10. Idiopathic thrombocytopenic purpura 11. Cryglobulinemia 12. Inflammatory bowel diseases 13. Celiac disease 14. Whipple’s disease 15. Primary biliary cirrhosis 16. Cryptogenic cirrhosis



7



2.3



Etiologi Penyakit Paru Interstisial Penyebab PPI meliputi penyakit respirasi (misalnya pneumonia, sarkoidosis), penyakit autoimun, obat-obat dan terapi (misalnya bleomisin, oksigen, radiasi) dan faktor-faktor lingkungan pekerjaan. Penyakit paru interstisial bukanlah keganasan, juga bukan penyakit infeksi oleh organisme yang selama ini sudah dikenal. Walaupun seringkali ada varian akutnya namun umumnya penyakit ini berkembang perlahan-lahan secara kronik.



2.4



Patofisiologi Penyakit Paru Interstisial Proses patogenesis ILD dimulai dengan jejas pada lapisan epitel alveolar yang mengakibatkan proses inflamasi dengan melibatkan berbagai sel-sel inflamasi dan sel efektor imun di dalam parenkim paru. Inisiasi jejas dapat melalui inhalasi (seperti inhalasi serat mineral atau debu mineral dari pajanan pekerjaan atau lingkungan), sensitisasi antigen (seperti pada hypersensitivity pneumonitis akibat pajanan lingkungan atau pekerjaan), melalui sirkulasi darah (seperti pada penyakit vaskular kolagen, drug-induced ILD, IPF dan lain-lain). Pada interstisium dalam keadaan normal ditemukan banyak sel efektor. Lebih dari 90 % sel ini adalah makrofag alveolus yang biasanya adalah monosit. Kegunaan makrofag alveolar adalah menfagositosis organisme maupun partikel kecil yang masuk ke dalam alveolus. Alveolitis menyebabkan perubahan struktur alveolar berupa penebalan dan fibrosis jaringan interstisial paru sehingga pada akhirnya



8



terjadi penurunan fungsi paru karena alveoli tidak dapat melakukan pertukaran gas. Apabila jejas yang terjadi dapat dihindari atau dibatasi, maka proses inflamasi tidak akan berlanjut kemudian terjadi proses repair dan proses deposisi kolagen serta fibrosis tidak akan terjadi. Namun apabila jejas terus berlanjut maka proses inflamasi akan berjalan terus sehingga terjadi proliferasi fibroblas, deposisi kolagen dan penyumbatan kapiler interstisial. Akibat dari parut dan distorsi jaringan paru yang ditimbulkannya, dapat terjadi gangguan pertukaran gas dan fungsi ventilasi yang serius. Patogenesis ini berlaku untuk hampir seluruh penyakit dalam klasifikasi ILD dengan pengecualian untuk beberapa penyakit tertentu misalnya limfangioleiomiomatosis, amiloidosis, lymphangitic carcinoma,, jaringan interstisial paru diinfiltrasi oleh otot polos, amyloid fibrils, dan sel ganas. Pada beberapa alveolar filling disorders, sebelum terjadi fibrosis interstisial dan intra-alveolar, terjadi pengisian ruang alveolar dengan sel darah merah (diffuse alveolar haemorrhage syndrome), eosinofil (eosinophilic pneumonia), eksudat lipoprotein (alveolar proteinosis) atau sel ganas (bronchioloalveolar carcinoma).



2.5



Diagnosis Penyakit Paru Interstisial Pasien yang ditemukan dengan kecurigaan PPI harus dievaluasi lengkap untuk kemungkinan penyakit lain, karena infeksi (terutama pada imunodefisiensi dan transplantasi) bisa mempunyai gambaran yang mirip



9



PPI. Demikian pula metastasis keganasan yang difus serta gagal jantung kongestif harus dipikirkan bila latar belakang kliniknya mendukung. PPI terdiri atas berbagai penyakit yang memiliki kemiripan dalam gejala,



perubahan



fisiologi,



gambaran



radiologi



dan



gambaran



histopatologinya. Gejala umumnya berupa sesak napas saat beraktivitas. Fungsi respirasi menunjukkan gambaran restriktif. Terdapat pula gradien alveolar-arteri yang abnormal dan penurunan kapasitas difusi paru. Gambaran gejala histopatologi umum yang dimiliki oleh semua penyakit dalam kelompok ini adalah campuran antara infiltrat peradangan alveolus (aktif/akut) dengan daerah berparut / fibrotik (kronik). Pada stadium lanjut akan tampak kistik, gambaran sarang lebah. Gambaran ini disebut sebagai usual interstitial pneumonia. 2.5.1



Anamnesis Proses diagnostik pada PPI dimulai dari riwayat faktor lingkungan, paparan pekerjaan, penggunaan obat dan riwayat keluarga. Riwayat penyakit sekarang harus dieksplorasi progresivitasnya, serta hubungannya dengan batuk darah, demam dan gejala-gejala di luar paru lainnya. Gejala yang kurang dari 4 minggu dengan demam mengarah pada Bronchiolitis obliterans organizing pneumonia (BOOP), pneumonitis hipersensitif atau akibat obat. Sebaliknya gambaran akut seperti ini tidak ditemukan pada histiositosis paru dan PPI akibat penyakit jaringan ikat. Pasien dengan sarkoidosis dan sindrom Lofgren juga bisa terdapat demam sebentar, terdapat eritema nodosum dan artritis.



10



Evaluasi umur, status merokok dan jenis kelamin juga bisa membantu. PPI umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama diatas 50 tahun. Sarkoidosis paru umumnya terjadi pada dewasa muda atau paruh baya. Granulomatosis sel Lagerhans (disebut juga histiositosis X paru atau granuloma eosinofilik) secara khas muncul pada perokok muda. Respiratory Bronchilitis Interstitial Lung Disease (RBILD) muncul hanya pada perokok. Limfangiomiomatosis yaitu suatu kelainan yang jarang ditemukan dan terjadi hanya pada perempuan usia subur. Riwayat pekerjaan bisa mengarahkan pada kecurigaan inhalasi. Kecurigaan pneumonitis hipersensitivitas umumnya timbul setelah ada riwayat pekerjaan yang beresiko terhadap paparan zat inhalasi. Riwayat obat-obatan yang diminum, penggunaan obat-obat alternatif dan obat-obat yang dijual bebas perlu dicari karena banyak PPI merupakan akibat penggunaan obat. Riwayat disfagia atau aspirasi mengarahkan pada pneumonia aspirasi, scleroderma atau mixed connective tissue disease. Sinusitis berulang mengarah pada granulomatosis Wagener. Batuk darah menunjukkan ke arah sindrom perdarahan alveolar seperti



pada



sindrom



Goodpasture,



lupus



erimatosus



sistemik,



granulomatisis Wagener, kapilaritis paru. Artritis dicurigai ke arah berbagai penyakit vaskular kolagen atau sarkoidosis. Gejala pada kulit dan otot mengarahkan pada dermatomiositis atau polimiositis. Sicca syndrome (mata dan mulut kering) mencurigakan akan sarkoidosis, sindrom Sjogren atau penyakit vaskular kolagen lainnya.



11



2.5.2



Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan seringkali tidak menolong penegakkan diagnosis. Sebaliknya temuan fisik di luar toraks sering membantu memperjelas penyakit yang terjadi. Misalnya kelainan kulit disertai dengan limfadenopati dan hepatosplenomegali mengarahkan pada sarkoidosis. Nyeri otot dan kelemahan otot paroksimal mencurigakan adanya pilomiositis. Adanya artritis mengarahkan pada sarkoidosis dan penyakit vaskular kolagen. Atralgia juga bisa terjadi pada Fibrosis paru idiopatik (FPI) tetapi jarang sampai menyebabkan sinovitis atau artritis akut. Sklerodaktili, fenomena Raynaud dan lesi telangiektasia adalah gambaran khas skleroderma dan sindrom CREST. Iridosiklitis, uveitis atau konjungtivitis mungkin berhubungan dengan skleroderma dan sindrom vaskular kolagen. Kelainan saraf pusat disertai diabetes insipidus atau disfungsi kelenjar pituitari anterior mengarahkan pada sarkoidosis. Diabetes insipidus tanpa gangguan saraf pusat mencurigakan ke arah granulomatosis sel Lagerhans, sementara epilepsi dan retardasi mental menunjukkan adanya kemungkinan tuberous sclerosis.



2.5.3



Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium pada dugaan PPI harus meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, hiting jenis leukosit, laju endap darah, fungsi ginjal dan fungsi hati, elektrolit (Na, K, Cl, Ca), urinalisis dan tes penapisan untuk penyakit vaskular kolagen. Apabila diperlukan dapat juga



12



diperiksa kadar Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dan Creatinin Kinase (CK). Seluruh foto yang pernah dibuat harus dibandingkan. Dengan membandingkan kita bisa mendapatkan keterangan tentang awitan kronisitas, progresivitas, maupun stabilitas penyakit. Walaupun jarang, bisa saja ditemukan foto toraks yang normal pada PPI. Bila terdapat kelainan,



distribusi



dan



gambaran



kelainan



dapat



membantu



daerah



apeks/atas,



mempersempit diferensial diagnosa. Gambaran



kelainan



yang



didominasi



mengarahkan pada sarkoidosis, beriliosis, granulomatosis sel Lagerhans, fibrosis kistik, silikosis dan ankilosis spondilitis. Gambaran kelainan yang didominasi daerah tengah dan bawah menunjukkan FPI, karsinomatosis limfangitik, pneumonia eosinifilik subakut, asbestosis, skleroderma dan artritis dermatoid. Adanya adenopati hilus bilateral sekaligus paratrakeal mencurigakan ke arah sarkoidosis. Adanya kalsifikasi “kulit telur” memungkinkan



adanya



sarkoidosis



atau



silikosis.



Karsinomatosis



limfangitik ditandai antara lain dengan garis Kerley B tanpa kardiomegali sementara gambaran paru adalah gambaran PPI. Gambaran infiltrat di lobus atas dan lobus tengah yang cenderung ke tepi sehingga bagian tengah atau hilis cenderung lebuh bersih, atau sering disebut bayangan film negatif dari edema paru mengarah ke pneumonia eosinofilik kronik. Infiltrat bilateral pada saat dan lobus yang



13



sama mencurigakan ke arah BOOP, pneumonia eosinofilik kronik, PPI imbas obat, pneumonitis radiasi kambuhan/recall. Adanya plak atau penebalan lokal pleura pada gambaran umum PPI mengarah ke dugaan asbestosis. Penebalan pleura yang difus bisa juga pada pleurisy asbestosis dan bisa juga akibat artritis reumatoid, skleroderma atau keganasan. Adanya efusi pleuri mencurigakan ke arah artritis reumatoid, lupus eritematosus sistemik, reaksi obat, asbestosis, amiloidosis, limfangioleiomiomatosis atau karsinomatosis limfangitik. Dalam konteks PPI, gambaran volume paru yang relatif normal atau bahkan membesar, mencurigakan ke arah adanya obstruksi saluran napas dan ini dapat terjadi pada limfangioleiomiomatosis, granuloma eosinofilik, pneumonia hipersensitivitas, tuberous sclerosis dan sarkoidosis. Dalam menafsirkan temuan ini, harus disadari bahwa foto toraks hanya memberikan penilaian semikuantitatif dari volume paru dan seringkali tidak mencerminkan keadaan fungsional dan histologis yang terjadi. Walau bagaimanapun juga kombinasi foto toraks dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, diagnosis bisa sangat mengarah. Apapun sebabnya, gangguan restriktif paru dan penurunan kapasitas difusi paru adalah gambaran yang dominan pada PPI. Akibatnya umumnya tes fungsi paru menunjukkan adanya PPI dan menunjukkan beratnya penyakit, tetapi tidak bisa membedakan berbagai penyebab PPI. FEV 1 % umumnya normal karena baik FEV maupun FVC sama-sama turun. Dlco adalah pemeriksaan selisih tekanan oksigen di alveolus dengan



14



di arteri (PAO2-PaO2) bisa normal atau meninggi tergantung beratnya penyakit. Walaupun sangat tidak spesifik, pemeriksaan ini diyakini sebagai parameter yang sensitif untuk menilai adanya disfungsi paru terutama pada stadium dini. Dlco juga berguna untuk pengawasan perkembangan penyakit dan hasil pengobatan. Perubahan PAO2-PaO2 saat istirahat, FVC, dan Dlco dalam 1 tahun, akan menggambarkan prognosis PPI. Penyakit seperti polimiositis, skleroderma dan lupus eritematosus sistemik harus dipikirkan bila uji pada pasien yang kooperatif menunjukkan penurunan maximal voluntary ventilation (MVV) yang lebih besar dari penurunan maximal voluntary pressure (MIP) sehubungan dengan kelemahan otot. Bila terdapat kelainan obstruktif saluran napas, harus dipikirkan adanya PPOK, asma atau bronkiektasis yang menyertai PPI. Evaluasi fungsi paru saat latihan, baik tunggal maupun serial dapat membantu penatalaksanaan PPI. Beratnya hipoksemia imbas latih dan perbedaan tekanan O2 alveolus-arteri (gradient-α O2) berhubungan dengan beratnya fibrosis paru. Diagnosis



pasti



ILD



adalah



dengan



biopsi



paru.



Untuk



mendapatkan hasil jaringan yang terbaik, biopsi dilakukan dengan open lung biopsy yang mortalitas dan morbiditasnya tinggi. Selain itu bisa juga dengan prosedur video-assisted thoracoscopy (VATS) yang relatif lebih mahal



dari



biopsi



transbronkial



maupun



dengan



pemeriksaan



bronchoalveolar lavage (BAL) yang merupakan pendekatan diagnostik



15



lain dari ILD. Prosedur transbronkial dan BAL dilakukan dengan menggunakan bronkoskop serat lentur (fiberoptic bronchoscopy) yang morbiditas dan mortalitasnya lebih rendah. Pemeriksaan BAL bertujuan untuk mendapatkan sampel sel-sel dan komponen nonselular dari unit bronkoalveolar yang dapat digunakan untuk menentukan diagnosis, menentukan stadium penyakit, dan menilai kemajuan terapi (follow up) pada beberapa penyakit ILD.



2.6



Penyakit Paru Interstisial



2.6.1



Fibrosis paru idiopatik / Idiophatic pulmonary fibrosis (IPF) Fibrosis paru idiopatik atau cryptogenic fibrosing alveolitis (CFA/IPF) adalah salah suatu penyakit ILD yang etiologinya tidak diketahui, walaupun ada bentuk FPI yang diturunkan (bentuk familial), karena itu sebelum menegakkan diagnosis FPI perlu disingkirkan penyebab fibrosis paru seperti sarkoidosis, eosinophilic-granuloma, penyakit vaskular kolagen, fibrosis paru akibat infeksi, aspirasi kronik, dan obat-obatan. Pada IPF terdapat kompleks imun dalam serum dan paru pada fase aktif penyakit. Walaupun kompleks imun dapat mengaktifkan sistem komplemen namun belum ada bukti bahwa proses ini terjadi dalam paru. Kompleks imun menstimulasi makrofag untuk melepaskan berbagai faktor antara lain leukotrien B4 (LTB4) yang menarik netrofil dan eosinofil. Makrofag alveolar juga melepaskan oksidan yang menyebabkan jejas pada epitel paru sehingga terjadi proliferasi fibroblas dan deposisi kolagen.



16



Fibrosis paru idiopatik (FPI) sering juga disebut Cryptogenic Fibrosing Alveolitis (CFA). Gambaran umum FPI adalah batuk tak produktif, sesak yang progresif, ronki kering di akhir inspirasi, terutama di basal paru (walaupun pada stadium lanjut bisa sampai ke apeks). Bila terjadi konsolidasi alveolus, bisa terdengar suara napas bronkial. Jari tabuh terdapat pada sepertiga dari seluruh pasien, gambaran klinik lain pada stadium lanjut dapat ditemui sianosis, kor pulmonale, S2 jantung (bunyi jantung kedua dari katup pulmonalis jantung) mengeras. Gambaran foto toraks menunjukkan bayangan retikular atau retikulonodular di bagian bawah kedua paru. Ukuran paru biasanya mengecil. Pada High Resolution CT-Scan (HRCT) akan tampak gambaran infiltrat alveolar fokal (ground glass) dengan ukuran heterogen, cenderung melibatkan daerah tepi (subpleural) dan basal. Terdapat ruang udara kistik menyerupai sarang lebah, bronkogram udara lebih jelas, permukaan pleura tampak kasar, dinding bronkus dan pembuluh darah tampak menebal. Gambaran



HRCT akan berhubungan dengan manifestasi



histopatologi dari penyakit ini. Gambaran ground glass pada umumnya (65%) adalah akibat alveolitis aktif walaupun bisa juga (35%) disebabkan oleh fibrosis. Gambaran retikular berupa persilangan garis-garis halus dan kasar merupakan akibat adanya fibrosis, kista-kista kecil (