Jurnal PCOS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Endokrinologi Reproduksi dan Infertilitas: Clinical Expert Series



Sindrom Ovarium Polikistik Ricardo Azziz, MD, MPH



Sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah gangguan yang sangat umum, yang mewakili gangguan endokrin-metabolik paling umum pada wanita usia reproduksi. Saat ini terdapat empat fenotipe SOPK: 1) hiperandrogenisme + oligo-anovulasi + morfologi ovarium polikistik; 2) hiperandrogenisme + oligo-anovulasi; 3) hiperandrogenisme + morfologi ovarium polikistik; dan 4) oligo-anovulasi + morfologi ovarium polikistik, masing-masing dengan kesehatan jangka panjang dan implikasi metabolisme yang berbeda. Dokter harus jelas menentukan fenotipe pasien ketika membuat diagnosis SOPK. Sindrom ovarium polikistik adalah poligenik kompleks yang diturunkan, yang merupakan gangguan multifaktorial. Kelainan patofisiologi pada sekresi gonadotropin, folikulogenesis ovarium, steroidogenesis, sekresi insulin, dan fungsi jaringan adiposa, telah digambarkan pada SOPK. Wanita dengan SOPK memiliki peningkatan risiko untuk intoleransi glukosa dan diabetes mellitus tipe 2; serosis hati dan sindrom metabolik; hipertensi, dislipidemia, trombosis vaskular, masalah serebrovaskular, dan masalah kardiovaskular; subfertilitas dan komplikasi obstetri; endometrium atypia atau karsinoma, dan keganasan ovarium; dan mood serta gangguan psikoseksual. Evaluasi pasien yang diduga menderita SOPK termasuk riwayat menyeluruh dan pemeriksaan fisik, penilaian untuk adanya hirsutisme, ultrasonografi ovarium, dan pemeriksaan hormonal



untuk mengkonfirmasi hiperandrogenisme dan oligo-anovulasi yang



diperlukan dan untuk mengeksklusi gangguan yang serupa atau mirip. Keputusan terapi pada SOPK tergantung pada fenotipe pasien, perhatian, dan tujuan, dan harus fokus pada 1) menekan dan menghalangi sekresi androgen dan kerjanya, 2) peningkatan status metabolik, dan 3) peningkatan fertilitas. Namun, meskipun kemajuan yang signifikan dalam memahami patofisiologi dan diagnosis gangguan ini selama 20 tahun terakhir, gangguan ini kurang terdiagnosis dan disalahpahami oleh banyak praktisi. (Obstet Gynecol 2018; 132: 321-36). Sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah gangguan yang sangat umum, yang mewakili gangguan endokrin-metabolik yang paling umum pada wanita usia reproduksi. Laporan medis konkrit pertama mengenai SOPK dalam literatur medis kontemporer



adalah laporan seminar dari Stein dan Leventhal,1 yang pertama kali menggambarkan serangkaian pasien dengan trias ovarium polikistik, hirsutisme, dan oligo-amenore, secara klinis menghubungkan apa yang sebelumnya tampak tidak berhubungan. Namun, meskipun terdapat kemajuan yang signifikan dalam memahami patofisiologi dan diagnosis gangguan ini selama 20 tahun terakhir, gangguan ini masih kurang terdiagnosis dan disalahpahami oleh banyak praktisioner.2 Baru-baru ini, terjadi peningkatan minat mengenai SOPK untuk penjelasan masalah endokrin-metabolik atau mengenali fenotip yang berbeda dari gangguan tersebut. Lebih lanjut, jelas bahwa komunitas dokter perlu untuk menjadi lebih teredukasi, berpengetahuan, dan lebih waspada mengenai gangguan yang sangat luas ini. Berikut adalah review definisi, presentasi klinis, epidemiologi, morbiditas terkait, genetika, patofisiologi, diagnosis, dan pengobatan SOPK.



DEFINISI Terdapat tiga kriteria diagnostik untuk SOPK yang digunakan saat ini3 (Tabel 1). Meskipun terdapat perbedaan kecil dalam skema diagnostik kriteria ini, secara keseluruhan menggunakan fitur yang sama. Pemeriksaan berdasarkan kriteria ini menunjukkan bahwa dua kriteria (Rotterdam 2003 dan Androgen Excess 2006 & PCOS Society) merupakan ekspansi pertama (kriteria National Institutes of Health 1990) (Tabel 1). Kriteria National Institutes of Health 1990 mendefinisikan dua fenotipe: fenotipe A (hiperandrogenisme + oligo-anovulasi + morfologi ovarium polikistik) dan fenotipe B (hiperandrogenisme + oligo-anovulasi, tetapi bukan morfologi ovarium polikistik). Fenotipe A sering disebut SOPK fenotipe “komplit”, dan kedua fenotipe A dan B sering disebut sebagai SOPK “klasik”. Androgen Excess 2006 & PCOS Society dan



kriteria



Rotterdam



2003



mencakup



fenotipe



tambahan,



fenotipe



C



(hiperandrogenisme + morfologi ovarium polikistik, tetapi tanpa oligo-anovulasi), yang disebut SOPK “ovulasi”. Akhirnya, kriteria Rotterdam 2003 memperkenalkan fenotipe SOPK keempat, fenotipe D (oligo-anovulasi + morfologi ovarium polikistik, tanpa hiperandrogenisme), sering disebut SOPK “nonhiperandrogenik” (Tabel 1). Pada tahun 2012, National Institutes of Health Consensus Conference Panel merekomendasikan bahwa Rotterdam 2003 digunakan tetapi dengan syarat fenotipe SOPK spesifik teridentifikasi.4



Semua definisi untuk SOPK memiliki eksklusi sistematis gangguan yang serupa atau mirip. Pada pasien dengan bukti disfungsi ovulasi, penyebab umum lainnya dari oligoanovulasi harus dieksklusi seperti disfungsi tiroid dan hiperprolaktinemia dengan mengukur thyroid-stimulating hormone dan prolaktin (Kotak 1). Pada pasien dengan bukti kelebihan androgen, 21- hidroksilase (aktivitasnya ditentukan oleh P450c21 dan dikodekan oleh CYP21A2) hiperplasia adrenal nonklasik yang kurang baik harus dieksklusi dengan pengukuran dari kadar 17-hidroksiprogesteron basal, diperoleh pada fase folikuler (preovulasi) dan sebaiknya pada pagi hari.5 Pasien dengan screeninng kadar 17-hidroksiprogesteron lebih besar dari 2 ng / mL (200 ng / dL) harus menjalani tes stimulasi hormon adrenokortikotropik akut (lihat Diagnosis- Uji hormonal). Sindrom Cushing, neoplasma sekresi androgen, dan gangguan resistensi insulin yang parah (misalnya, hyperandrogenic- insulin resistance-acanthosis nigricans [sindrom HAIRAN] atau sindrom lipodistrofi) dapat dieksklusi dengan tes yang sesuai bila dicurigai secara klinis (Kotak 1 dan di bawah).



Tabel 1. Kriteria diagnostik untuk Sindrom Ovarium Polikistik 1990 NIH



Kriteria



Eksklusi



2 dari 2 kriteria yang dibutuhkan: 1. HA 2. OA



2003 ESHRE / ASRM (Rotterdam) 2 dari 3 kriteria yang dibutuhkan: 1. HA 2. OA 3. PCOM *



2006 AE-PCOS Society



2012 NIH Consensus4



2 dari 2 kriteria yang dibutuhkan: 1. HA 2. Disfungsi ovarium (OA, PCOM, atau keduanya *)



Fitur digunakan dari kriteria tahun 2003 Rotterdam , namun dengan spesifikasi fenotipe yang spesifik termasuk yang teridentifikasi:  Fenotipe A: HA + OA + PCOM *  Fenotipe B: HA + OA  Fenotipe C: HA + PCOM *  Fenotipe D: OA + PCOM *



Pengecualian gangguan yang serupa atau mirip



NIH, National Institutes of Health; ESHRE, European Society for Human Reproduction & Embryology; ASRM, American Society of Reproductive Medicine; AE-PCOS,



Androgen Excess & PCOS; HA, hiperandrogenisme klinis atau biokimia atau keduanya; OA, oligo-anovulasi; PCOM, polycystic ovarian morphology. * PCOM didefinisikan sebagai setidaknya satu ovarium dengan volume ovarium yang lebih besar dari 10 cm3 (atau 10 mL) atau peningkatan antral follicle count (AFC), yaitu dapat divisualisasikan sebagai kista pada korteks dengan ukuran ovarium 2-9 mm, atau keduanya. Meskipun penelitian yang lebih lama menunjukkan bahwa AFCS dari 12 atau lebih besar (menilai keseluruhan bukan hanya potongan sebagian cross-sectional ovarium) diindikasikan PCOM, penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa diagnostik AFC mungkin sebanyak 18. Lihat teks untuk data lebih lanjut.



Kotak 1. Uji Hormonal dan Imaging pada Evaluasi Sindrom Ovarium Polikistik



Uji hormonal 



Uji Hormonal untuk mendeteksi atau mengkonfirmasi hiperandrogenisme: o Total dan T bebas, terutama pada pasien dengan bukti jelas hiperandrogenisme klinis o



DHEAS, A4, atau keduanya meningkatkan deteksi hyperandrogenemia sekitar 15-20%







Uji hormonal untuk mendeteksi atau mengkonfirmasi disfungsi ovulasi: o P4 hari ke 22-24 dari siklus untuk mendeteksi ovulasi pada pasien hirsutisme eumenorrheic o







AMH untuk menilai peningkatan jumlah folikel antral



Uji hormonal untuk mengeksklusi gangguan yang serupa atau mirip: o TSH pada semua pasien untuk menyingkirkan disfungsi tiroid o



Prolaktin pada semua pasien untuk menyingkirkan hiperprolaktinemia



o



17-hidroksiprogesteron basal pada fase folikuler dan di pagi hari pada semua pasien untuk mengeksklusi 21-OH-defisiensi NCAH



o



Uji stimulasi ACTH akut seperti yang ditunjukkan oleh hasil 17hidroksiprogesteron basal untuk mendiagnosa 21-OH- defisiensi NCAH



o



OGTT untuk insulin dan glukosa sebagai indikasi klinis untuk mengeksklusi sindrom resistensi insulin berat (sindrom HAIRAN atau sindrom lipodistrofi)



o



Urine selama dua puluh empat jam bebas kortisol atau kortisol setelah tes



supresi deksametason semalam, sebagai indikasi klinis untuk mengeksklusi sindrom Cushing



Imaging 



Ultrasonografi pelvis pada semua pasien untuk menilai morfologi ovarium, ketebalan endometrium, dan patologi panggul lainnya







CT atau MRI Adrenal, sebagai indikasi klinis untuk mengeksklusi neoplasma adrenal







CT atau MRI Hipofisis, sebagai indikasi klinis untuk mengeksklusi neoplasma hipofisis atau sellar



T, testosteron; DHEAS, dehydroepiandrosterone sulfate; P4, progesteron; AMH, antimu¨llerian hormone; TSH, thyroid-stimulating hormon; 21-OH, 21-hidroksilase; NCAH, nonclassic adrenal hyperplasia; ACTH, adrenocorticotropic hormone; OGTT, oral glucose tolerance tes; HAIRAN, hyperandrogenic-insulin resistance-acanthosis nigricans; CT, computed tomography; MRI, magnetic resonance imaging.



EPIDEMIOLOGI Studi pertama yang menggambarkan prevalensi SOPK pada populasi yang tidak terpilih di Amerika Serikat bagian selatan dan diterbitkan pada 1998.6 Sejak itu, sejumlah studi telah melaporkan prevalensi SOPK yang mempengaruhi antara 5 dan 20% (1/20 sampai 1/5) dari wanita usia reproduksi, tergantung pada definisi yang digunakan.7 Dari semua penelitian, dan meskipun terdapat variasi dalam metodologi, prevalensi SOPK yang ditetapkan oleh kriteria National Institutes of Health 1990 relatif seragam, antara 5 dan 10%, sedangkan prevalensi SOPK oleh Androgen Excess 2006 & PCOS Society adalah rentang 10-15% dan SOPK pada Rotterdam 2003 berkisar antara 5-20%.8 Secara menyeluruh, prevalensi SOPK dalam suatu populasi tidak terkait dengan tingkat obesitas pada populasi itu,8 menunjukkan bahwa SOPK bukan merupakan konsekuensi dari epidemik obesitas modern.



PRESENTASI KLINIS



Sindrom ovarium polikistik adalah sindrom klinis, yaitu, kumpulan tanda dan gejala, termasuk hiperandrogenisme klinis atau biokimia, oligoanovulasi, dan morfologi ovarium polikistik, yang kami definisikan sebagai berikut.



Hiperandrogenisme Klinis Tanda klinis yang paling umum dari hiperandrogenisme adalah hirsutisme atau kehadiran rambut terminal berlebihan seperti laki-laki. Rambut terminal mengacu pada rambut yang tumbuh lebih besar dari 5 mm (bila tidak dipotong), medullasi (memiliki inti pusat dari keratinosit padat), dan sering memiliki bentuk dan pigmen. Atau, rambut vellus merupakan rambut yang tidak mengalami medullasi, lebih lembut, umumnya kurang dari 5 mm, dapat tidak berpigmen, dan memiliki bentuk yang seragam. Pola seperti laki-laki mengacu pada pertumbuhan rambut di area di mana pria umumnya memiliki pertumbuhan rambut terminal. Secara klinis, tingkat pertumbuhan rambut terminal seperti pria pada daerah yang dinilai menggunakan skala visual, yaitu skor Ferriman-Gallwey yang dimodifikasi.9 Skor Ferriman-Gallwey yang dimodifikasi diperoleh dengan menetapkan skor 0 (tidak ada rambut terminal terlihat) sampai skor 4 (pertumbuhan rambut terminal konsisten dengan laki-laki normal) pada sembilan area tubuh (bibir atas, dagu dan leher, dada atas, perut bagian atas, perut bagian bawah, punggung atas, punggung bawah, lengan atas, dan paha) dan kemudian menjumlahkan skor (Gambar. 1). Beberapa ketentuan untuk menilai Skor Ferriman-Gallwey yang dimodifikasi harus dipertimbangkan (Kotak 2). Sebuah atlas warna telah diterbitkan untuk membantu dalam menilai Skor Ferriman-Gallwey yang dimodifikasi.9 Bagian terakhir dari definisi hirsutisme terletak pada istilah “kelebihan”. Sebanyak apa rambut terminal yang seperti pria pada area tubuh wanita? Sebagian besar pengamat mencatat bahwa skor lebih besar dari 95 persentil penduduk harus dianggap berlebihan, dilaporkan cutoff Skor Ferriman-Gallwey yang dimodifikasi dari 6, 7, 8, atau bahkan 10. Namun, terdapat sedikit alasan biologis atau medis yang menunjukkan persentil lima keatas dari populasi dianggap sebagai abnormal. Untuk menentukan abnormal dalam hal pertumbuhan rambut terminal pada wanita, kami melakukan sebuah studi besar pada wanita kulit hitam dan putih.10 Menggunakan analisis cluster dan gejala yang berhubungan, data kami menunjukkan bahwa skor Ferriman-Gallwey yang dimodifikasi dengan skor 3 atau lebih didefinisikan abnormal.



Sebuah penelitian di Cina Han menemukan nilai cutoff yang sebanding dengan menggunakan pendekatan yang serupa.11 Jadi, meskipun Skor Ferriman-Gallwey yang dimodifikasi skornya 6 atau lebih besar dapat digunakan untuk mendefinisikan hirsutisme signifikan, skor 3 atau lebih dapat menentukan tubuh terminal abnormal atau pertumbuhan rambut wajah yang harus dievaluasi. Konsisten dengan fakta ini, dalam sebuah studi terpisah, Souter et al12 menemukan bahwa lebih dari 50% wanita dengan jumlah minimal kelebihan pertumbuhan rambut terminal (yaitu, Skor Ferriman-Gallwey yang dimodifikasi 1-5) mengalami gangguan hiperandrogenik. Akibatnya, bahkan wanita dengan derajat minimal kelebihan pertumbuhan rambut terminal tubuh dan wajah, atau bahkan mereka yang dilaporkan memiliki rambut berlebih, harus dievaluasi untuk kelebihan androgen. Tingkat hirsutisme merupakan indikator tingkat keparahan disfungsi metabolik.13 Tanda-tanda klinis lain dari hiperandrogenisme termasuk akne dan alopecia. Namun, akne dengan tidak adanya hirsutisme merupakan tanda terbaik yang tidak dapat diandalkan untuk kelebihan androgen.14 Demikian juga, mayoritas wanita dengan alopecia (difus dan sagital) tidak memiliki hyperandrogenisme.14



Hiperandrogenisme Biokimia Hiperandrogenisme juga dapat ditentukan oleh bukti konsentrasi androgen berlebih dalam sirkulasi. Namun, deteksi hyperandrogenemia tidak sesederhana kelihatannya, dan berbagai peringatan harus diingat (Kotak 3). Pentingnya menggunakan alat tes yang paling sensitif dan seakurat mungkin, terutama spektrometri massa atau immunoassay berkualitas tinggi setelah ekstraksi dan kromatografi.



Disfungsi ovulasi Oligo-ovulasi umumnya terdeteksi dari lamanya siklus menstruasi (yaitu, waktu antara episode perdarahan vagina). Berdasarkan data epidemiologi yang lebih lama, 15 oligoanovulasi dapat didefinisikan sebagai siklus menstruasi lebih dari 35 hari, yang pada gilirannya diubah menjadi 10 atau kurang dari 10 siklus per tahun. Beberapa peneliti lebih suka menggunakan definisi oligo-anovulasi yaitu delapan siklus atau kurang per tahun, yang setara dengan siklus yang lebih lama dari 45 hari panjangnya. Namun, tidak semua presentasi oligo-anovulasi terbukti secara klinis oligo-amenore. Pada beberapa wanita, disfungsi ovulasi akan muncul sebagai perdarahan menstruasi



yang sering



(polymenorrhea), sedangkan pada pasien lain mungkin muncul dengan siklus bulanan “biasa” (yaitu, eumenorrhea).16 Faktanya, 40% wanita dengan hirsutisme yang mengakui mereka eumenorrhea, ternyata oligo-anovulatori.14 Seperti pada hirsutisme,13 keparahan disfungsi menstruasi secara langsung berhubungan dengan kadar resistensi insulin.16



Morfologi Ovarium Polikistik Meskipun morfologi ovarium polikistik dapat dideteksi dengan histopatologi, secara klinis morfologi ovarium polikistik terdeteksi dengan ultrasonografi transvaginal. Morfologi ovarium polikistik didefinisikan sebagai setidaknya satu ovarium dengan volume ovarium yang lebih besar dari 10 cm3 (atau 10 mL) atau peningkatan jumlah folikel antral (yaitu, dapat divisualisasikan sebagai kista di korteks ovarium dengan diameter berukuran 2-9 mm). Jumlah yang tepat dari folikel antral, yaitu, menghitung folikel antral, untuk menetapkan diagnosis morfologi ovarium polikistik menggunakan probe transvaginal ultrasonografi highfrequency modern dimana berjumlah setidaknya 18 atau lebih.17 Beberapa peringatan dalam menilai morfologi ovarium polikistik dengan ultrasonografi digambarkan dalam Kotak 4. Meskipun gejala klinis paling menonjol pada masa reproduksi, gangguan tidak menunjukan simtomatologi dan morbiditas seumur hidup.18 Sebelum menarche, anakanak yang mengalami gangguan ini mungkin memiliki adrenarche (kelebihan produksi androgen adrenal) yang berlebihan atau prematur. Atau, pada wanita ketika mendekati akhir masa reproduksi dan saat menopause, androgen biosintesis semakin menurun, dan hirsutisme serta oligo-anovulasi dapat meningkat secara klinis. Akhirnya, kita harus mengakui bahwa fenotipe klinis SOPK yang dilaporkan oleh sebagian besar peneliti terutama didasarkan pada evaluasi pasien yang terlihat dalam keadaan klinis. Namun, jelas bahwa terdapat bias dalam rujukan SOPK. Oleh karena itu, pada keadaan klinis sering didapatkan hiperandrogenik berat dan obesitas daripada wanita dengan SOPK yang dideteksi pada penelitian epidemiologi.9 Kotak 2. Peringatan Ketika Menilai Hirsutisme 



Seluruh tubuh harus dinilai.







Pasien harus dinilai sebelum hair removal.







Tingkat variabilitas dalam menilai skor mFG harus diminimalkan.







Nilai cutoff mendefinisikan supranormal, mFG sering cukup rendah, 3 atau lebih besar.







Wanita dengan derajat kelebihan pertumbuhan rambut terminal atau yang melaporkan berbulu berlebihan harus dievaluasi untuk kelebihan androgen.







Pertumbuhan rambut terminal yang berhubungan dengan hiperandrogenisme akan berkembang progresif dan mungkin sering tidak sepenuhnya tampak pada remaja dengan SOPK.



mFG, modified Ferriman-Gallwey; PCOS, polycystic ovary syndrome.



CIRI YANG BERHUBUNGAN DAN MORBIDITAS Berat Badan Lebih dan Obesitas Adipositas berlebih telah dikaitkan dengan SOPK, terdapat berbagai laporan mencatat bahwa antara 30% dan 60% dari wanita dengan SOPK menunjukkan obesitas.3 Namun, seperti yang ditunjukkan sebelumnya, pasien yang terlihat dalam keadaan klinis lebih gemuk dan lebih hiperandrogen (di negara Amerika berkulit putih non-Hispanik) dibandingkan wanita dengan SOPK yang terdeteksi secara medis pada populasi yang tidak dipilih. Bahkan, perbedaan prevalensi obesitas dan berat badan lebih relatif sederhana, antara pasien dengan SOPK dan wanita sehat dalam populasi yang sama.9 Selanjutnya, tampaknya terdapat sedikit perbedaan dalam distribusi adipositas tubuh antara wanita dengan SOPK dan tubuh wanita populasi kontrol.19,20



Disfungsi Metabolik Mayoritas pasien dengan SOPK menunjukkan resistensi insulin kronis.21 Namun, meskipun adanya kemampuan untuk menghasilkan insulin lebih dalam menghadapi resistensi insulin, pasien dengan SOPK memproduksi insulin kurang dari derajat resistensi insulin mereka, hal ini menunjukkan tingkat relatif disfungsi β sel. Sebagai hasil dari resistensi insulin dan kompensasi hiperinsulinemia suboptimal, pasien dengan SOPK memiliki peningkatan risiko gangguan toleransi glukosa dan diabetes mellitus tipe 2. Bahkan, pasien dengan SOPK, lima sampai tujuh kali lipat lebih mungkin untuk menderita diabetes mellitus tipe 2 dari pada populasi kontrol wanita berdasarkan usia.22 Selain itu, mereka memiliki peningkatan risiko sindrom metabolik, sebuah kompleks



tanda dan gejala yang meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus tipe 2. Prevalensi sindrom metabolik pada SOPK, bergantung pada penentuannya, tampak dua kali lebih beresiko pada SOPK untuk mengalami steatosis makrovaskuler hepatik



yang juga disebut penyakit perlemakan hati non-alkoholik.



Penyakit perlemakan hati non-alkoholik, bila tidak diobati, dapat menyebabkan abnormalitas fungsi hati, steatohepatis, sirosis dan jarang menyebabkan karsinoma hepatoseluler. Kotak 3. Peringatan untuk Menilai Biokimia Hiperandrogenisme 



Setidaknya satu nilai androgen yang abnormal diperlukan untuk mendiagnosa hyperandrogenemia.







Total dan T bebas harus selalu dinilai. o Penilaian DHEAS dan A4 adalah opsional dan dapat mengidentifikasi tambahan 15-20% wanita sebagai hyperandrogenemic.







Kualitas, spesifisitas, dan sensitivitas alat uji sangat penting. o Total T harus diuji menggunakan baik RIA kualitas tinggi setelah ekstraksi sampel dan kromatografi kolom atau spektrometri massa setelah ekstraksi sampel. o T bebas harus dinilai menggunakan dialisis equilibrium, ultrafiltrasi, atau pengendapan amonium sulfat atau disajikan sebagai rasio total T untuk SHBG (yaitu, FAI).







Rentang normatif harus dikembangkan menggunakan definisi “super-kontrol” atau analisis cluster dalam populasi yang lebih besar.







Nilai cutoff dipilih untuk tes androgen harus mempertimbangkan frekuensi latar belakang gangguan.







Kadar androgen bervariasi pada usia dan lain-lain (misalnya, DHEAS) memerlukan penggunaan rentang normatif tergantung usia.







Pada pasien yang sudah hirsutisme, pengukuran androgen yang bersirkulasi sedikit membantu untuk evaluasi mereka.







Kadar androgen, berbeda dengan presentasi klinis, adalah prediktor yang buruk untuk neoplasma pada sekresi androgen.







Pada kebanyakan remaja, tingkat androgen biasanya akan berada dalam kisaran



dewasa setelah usia 14 tahun.



T, testosteron; DHEAS, dehydroepiandrosterone sulfate; RIA, radioimmunoassay; SHBG, sex hormone-binding globulin; FAI, free androgen index.



Disfungsi Vaskular Prevalensi resistensi insulin, hiperinsulinemia, dan inflamasi subakut kronis menunjukkan peningkatan risiko fungsi vaskular yang abnormal. Akibatnya, pasien dengan SOPK memiliki risiko lebih besar untuk hipertensi, masalah serebrovaskular, dan deep vein thrombosis.22 Atau, meskipun wanita dengan SOPK menunjukkan disfungsi pembuluh darah koroner, beberapa data yang ada menunjukkan peningkatan insiden, atau risiko, kejadian kardiovaskular (misalnya, infark miokard).



23,24



Apakah



SOPK mencegah kejadian kardiovaskular, dalam menghadapi faktor risiko lain, masih belum jelas.



Keganasan Kombinasi oligo-anovulasi dan hiperinsulinemia menyebabkan pasien dengan SOPK memiliki peningkatan risiko untuk hiperplasia endometrium dan karsinoma.22 Akibatnya, biopsi endometrium harus dipertimbangkan pada pasien SOPK dengan riwayat jangka panjang oligo-anovulasi yang tidak diobati, terutama jika ketebalan endometrium pada ultrasonografi meningkat. Pasien dengan SOPK juga mungkin memiliki peningkatan risiko untuk ovarium, tetapi tidak kanker payudara.22



Komplikasi reproduksi Kebanyakan pasien dengan SOPK mengalami oligoanovulasi, yang menyebabkan subfertilitas terkait dengan disfungsi ovulasi.22 Setelah kehamilan, wanita dengan SOPK tidak menunjukkan peningkatan risiko keguguran, meskipun tampaknya memiliki peningkatan risiko untuk berbagai komplikasi obstetri termasuk hipertensi akibat kehamilan, diabetes gestasional, dan makrosomia.22,25



Gangguan Mood dan Kualitas Hidup



Wanita dengan SOPK memiliki risiko lebih besar untuk kecemasan dan depresi, dimana risiko ini tampaknya paling berhubungan dengan pasien kelebihan androgen dan hiperinsulinisme.



22,26



Hal potensial lainnya mungkin termasuk kondisi sifat kronis dan



kompleks serta pengalaman diagnostik yang kurang. Tidak mengherankan, pasien dengan SOPK menunjukkan penurunan kualitas hidup, yang sangat ditentukan oleh adanya hirsutisme dan obesitas, dua faktor yang berdampak buruk pada harga diri dan citra tubuh seseorang, dan bersamaan dengan adanya gangguan mood.22



GENETIK DAN EVOLUSI Sindrom ovarium polikistik adalah poligenik kompleks yang diturunkan, merupakan gangguan multifaktorial. Banyak gen telah dipelajari, terutama melalui studi asosiasi, menggunakan pendekatan gen, tes disequilibrium transmisi (berdasarkan keluarga), atau studi asosiasi genome-wide. Dari catatan, studi asosiasi genome mengidentifikasi lokus (daerah pada kromosom) yang terlibat, bukan gen spesifik. Kandidat gen yang disarankan oleh sebuah penelitian asosiasi genome telah ditemukan berhubungan dengan kerja gonadotropin, perkembangan folikel ovarium, kerja insulin, dan pertumbuhan organ,



27



termasuk FSHB (follicle-stimulating hormone β subunit gene),



FSHR (follicle-stimulating hormone receptore gene), LHCGR (luteinizing hormone [LH] choriogonadotropin receptore gene), THADA (tiroid adenoma-Associated protein gene), ErbB4 (Erb-B2 reseptor tyrosine kinase 4 gene, juga dikenal sebagai HER4), GATA4, NEIL2, FDFT1, DENND1A (domain diferensial dinyatakan dalam domain yang mengandung gen 1A normal dan neoplastik), RAB5B, SUOX, HMGA2, dan INSR (insulin receptor gene). Hal ini penting untuk dicatat bahwa meskipun beberapa lokus diidentifikasi, tampaknya terkait dengan biologi yang mendasari SOPK, yang menghubungkan varian yang diidentifikasi untuk kelainan fungsional pada SOPK. Selanjutnya, meskipun heritabilitas SOPK diperkirakan dalam studi kembar monozigot adalah sekitar 70%,



28



proporsi heritabilitas dicatat pada lokus SOPK yang diidentifikasi sejauh ini oleh sebuah studi asosiasi genome kurang dari 10%, meskipun hal ini tidak berbeda daripada sifatsifat genetik kompleks lainnya.



Kotak 4. Peringatan Ketika Menilai Morfologi Ovarium Polikistik







Kebanyakan wanita dengan SOPK akan memiliki SOPK jika dinilai dengan hatihati.







Jika ultrasonografi harus dilakukan transabdominal, volume ovarium bisa menjadi prediktor yang lebih baik untuk penghitungan folikel antral untuk diagnosis SOPK.







Adanya folikel ovarium yang lebih besar dari 1 cm (10 mm) mungkin menunjukkan ovulasi sudah dekat, sebuah proses yang pada gilirannya dapat mengganggu pola morfologi ovarium dan ultrasonogram harus diulang di kemudian hari.







SOPK dapat bervariasi ditekan (tapi tidak dirangsang) oleh kontrasepsi hormonal; pasien sebaiknya diamati untuk penekanan hormonal selama minimal 6 bulan.







Frekuensi temuan seperti MOPK di ovarium, dengan tidak adanya tanda-tanda lain atau gejala SOPK, jauh lebih tinggi dari prevalensi SOPK, dan adanya MOPK tidak harus dianggap sebagai indikasi SOPK.







Banyak remaja akan menunjukkan morfologi seperti MOPK, dan morfologi ovarium tidak biasanya digunakan untuk menilai SOPK pada remaja.



MOPK, morfologi ovarium polikistik; SOPK, sindrom ovarium polikistik.



Akhirnya, hal serupa telah digambarkan pada populasi Han Cina dan keturunan Eropa, 29



menunjukkan bahwa gangguan tersebut mungkin setidaknya sudah berusia 60.000



tahun. Sindrom ovarium polikistik merupakan paradoks evolusi yang jelas, gangguan yang menyebabkan subfertilitas (kelemahan evolusi) dan tampaknya telah bertahan selama ribuan tahun, memiliki prevalensi yang relatif sama di seluruh dunia (dalam populasi yang diteliti sejauh ini), dan mempengaruhi sampai satu perlima dari seluruh manusia. Meskipun ada kemungkinan bahwa SOPK memberikan beberapa keuntungan evolusioner pada wanita kuno dan komunitas mereka, hal ini lebih mungkin bahwa evolusi SOPK telah didorong oleh mekanisme evolusi adaptif, termasuk pergeseran genetik yang dihasilkan dari efek serial buruk dan keseimbangan populasi yang disebabkan dari pemilihan antagonis seksual.30



PATOFISIOLOGI



Meskipun diskusi menyeluruh tentang topik yang kompleks ini melebihi batas ulasan ini, ada sejumlah patofisiologi PCOS pada umumnya yang dapat dibahas, dengan fokus pada defek utama yang diamati dan interaksinya (Gbr. 2). Gambar 2. Patofisiologi PCOS. Pelepasan pulsatil gonadotropin-releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus sering terganggu pada sindrom ovarium polikistik (PCOS), yang menyebabkan hipersekresi luteinizing hormone (LH) oleh kelenjar hipofisis, yang menginduksi disfungsi ovarium dan hiperandrogenisme. Sekresi LH yang terganggu ini tampaknya muncul pada awal pubertas dan terkait dengan gangguan penghambatan sekresi GnRH oleh progesteron. Meskipun kadar serum folliclestimulating hormone (FSH) umumnya normal, folikel tampaknya lebih resisten terhadap FSH pada wanita dengan PCOS daripada pada wanita kontrol. Efek ini mungkin hasil dari peningkatan kadar antimüllerian hormone (AMH) intraovarian. Khususnya, varian genetik dan epigenetik berkontribusi sangat rentan terhadap sebagian besar perubahan ini. Faktor-faktor lingkungan berkontribusi agak kurang, kebanyakan dengan memperburuk resistensi insulin dan disregulasi sekresi gonadotropin. PCOM, polycystic ovarian morphology; SHBG, sex hormone-binding globulin.



Pada kadar hipotalamus-hipofisis, pasien dengan PCOS menunjukkan kelainan sekresi gonadotropin, termasuk peningkatan denyut amplitudo dan frekuensi LH, dan peningkatan kadar LH yang bersirkulasi, paling jelas pada pasien yang tidak obesitas. Selain itu, aksis hipotalamus-hipofisis tampaknya sedikit resisten terhadap efek supresif progesteron pada denyut frekuensi gonadotropin-releasing hormone.31 Peningkatan denyut LH dan peningkatan pada siang hari sekresi denyut LH diamati lebih awal selama pubertas pada anak perempuan dengan hiperandrogenisme yang menunjukkan bahwa kelainan pada pelepasan gonadotropin-releasing hormone mungkin merupakan defek utama pada PCOS, setidaknya pada beberapa pasien. Peningkatan kadar LH berfungsi untuk merangsang sekresi androgen oleh sel teka ovarium. Pada kadar ovarium, folikel menunjukkan resistensi relatif terhadap follicle-stimulating hormone, yang sebagian mungkin intrinsik terhadap gangguan tersebut. Namun, hal tersebut juga mungkin sekunder terhadap tingginya kadar anti-müllerian hormone yang disekresikan oleh kelompok yang lebih besar dari folikel preantral dan lingkungan androgenik di dalam ovarium.31 Faktor-faktor lain juga dapat berkontribusi pada perkembangan folikel abnormal PCOS, termasuk peningkatan kadar insulin yang bersikulasi dan disregulasi faktor intraovarian yang mengatur perekrutan dan pertumbuhan folikel, termasuk anggota keluarga dari transforming growth factor-β (misalnya, anti-müllerian hormone, inhibins, activins, protein morfogenik tulang, dan growth differentiation factors), faktor pertumbuhan lainnya, dan sitokin.



Ada juga bukti disfungsi steroidogenik adrenokortikal pada PCOS dengan sekitar sepertiga wanita dengan PCOS31 menunjukkan kelebihan dehidroepiandrosteron sulfat, suatu androgen metabolit atau prohormon yang disekresikan hampir secara eksklusif oleh korteks adrenal. Namun, peran androgen adrenal dalam pengembangan dan pemeliharaan PCOS masih belum jelas. Resistensi insulin tersebut diatas dan hiperinsulinemia kompensasi memainkan peran penting dalam patofisiologi PCOS. Kelebihan insulin, yang bekerja secara sinergis dengan LH, merangsang produksi androgen oleh sel teka ovarium32 dan, bersama dengan kelebihan androgen, menekan produksi hati terhadap sex hormone-binding globulin.33 Kedua faktor ini mendukung perkembangan hiperandrogenisme. Etiologi penurunan sensitivitas insulin pada PCOS masih tidak jelas, meskipun disfungsi varian genetik dan epigenetik semua tampak mengarah pada defek dalam produksi dan kerja transporter seluler utama untuk glukosa, transporter glukosa 4 (GLUT4), dan defek pada pembuangan glukosa yang dimediasi insulin. Defek pada lipolisis yang dimediasi insulin juga terbukti pada pasien dengan PCOS. Selain itu, tingkat resistensi insulin pada PCOS diperburuk oleh keadaan inflamasi subakut kronis, sebagian didorong oleh kelainan produksi dan kerja adipositokin.31 Akhirnya, kontribusi obesitas dan distribusi adiposa terhadap perkembangan PCOS independen pengaruhnya terhadap sensitivitas insulin tidak jelas dan mungkin paling sederhana, terutama ketika pasien diidentifikasi dalam studi pengaturan medis yang tidak bias. Atau, ada bukti yang lebih besar bahwa jaringan adiposa wanita dengan PCOS menunjukkan berbagai defek yang mendukung keadaan inflamasi atau resistensi insulin, termasuk disfungsi adipositokin, disregulasi metabolisme asam lemak bebas, dan kelainan epigenetik yang mempengaruhi fungsi GLUT4.31



DIAGNOSIS Faktor yang paling penting dalam diagnosis PCOS adalah kesadaran dokter, pengetahuan, dan perhatian terhadap kemungkinan diagnosis. Sepertiga atau lebih wanita melaporkan lebih dari 2 tahun dan tiga atau lebih profesional kesehatan sebelum diagnosis ditegakkan.34 Secara keseluruhan, dua fitur umumnya dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko lebih tinggi terhadap PCOS: 1) wanita yang melaporkan, atau memiliki



bukti klinis, kelebihan tubuh atau rambut wajah seperti pria; dan 2) wanita dengan riwayat ketidakteraturan menstruasi atau oligoamenore. Selanjutnya, diagnosis PCOS didasarkan pada penilaian status hiperandrogenik mereka, fungsi ovulasi, dan morfologi ovarium dan pengecualian yang terkait atau menyerupai gangguan. Populasi seluas mungkin bagi para praktisi yang paling tertarik dengan morbiditas reproduksi PCOS akan diidentifikasi menggunakan kriteria Rotterdam 2003 (Tabel 1). Namun, terlepas dari kriteria mana yang dipilih untuk diagnosis, dokter harus jelas bahwa mereka juga harus menentukan fenotipe (A-D) yang dimiliki pasien, karena masing-masing dikaitkan dengan risiko yang berbeda untuk metabolisme dan morbiditas lainnya. Berikut ini kami memerincikan evaluasi pasien yang diduga menderita PCOS.



Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Pertama, semua pasien yang dievaluasi untuk PCOS harus menjalani riwayat medis lengkap dengan fokus pada tanda dan gejala inisiasi dan perkembangan, riwayat keluarga, respons terhadap pengobatan, apakah disengaja atau tidak, seiring kondisi atau terapi, dan keluhan saat ini. Pemeriksaan fisik harus mencakup penilaian seluruh tubuh untuk bukti pertumbuhan rambut terminal berlebih, alopesia, akne, akantosis nigrikans, obesitas dan distribusi adipositas, virilisasi atau maskulinisasi (hirsutisme berat, klitoromegali), bentuk dan tekstur tiroid, dan fitur Cushingoid.



Ultrasonografi Ovarium dan Pelvis Seperti ditunjukkan sebelumnya, ultrasonogram pelvis, lebih disukai ultrasonogram transvaginal, harus dilakukan untuk menilai volume dan jumlah folikel antral dari masing-masing ovarium.



Tes Hormon Penilaian hormon yang bersirkulasi pada pasien dengan dugaan PCOS dilakukan untuk tiga tujuan: 1) untuk mengkonfirmasi atau menunjukkan hiperandrogenisme, 2) untuk mengkonfirmasi atau menunjukkan disfungsi ovarium, dan 3) untuk mengecualikan yang menyerupai atau meniru gangguan (Kotak 1). Dari catatan, deteksi hiperandrogenemia



paling



berarti



pada



pasien



tersebut



tanpa



bukti



klinis



hiperandrogenisme yang jelas; jika penilaian androgen digunakan untuk evaluasi pasien yang diduga PCOS, tes yang digunakan harus memiliki kualitas dan sensitivitas terbesar. Juga seperti yang ditunjukkan sebelumnya, hingga 40% pasien dengan hirsustisme eumenorea memiliki oligo-anovulasi ketika dinilai dengan hati-hati.14 Cara paling sederhana untuk mengevaluasi oligoanovulasi pada pasien-pasien ini adalah memperoleh kadar progesteron pada hari ke 22-24 siklus (sedikit lebih lambat dari biasanya untuk pemantauan ovulasi untuk mendeteksi ovulasi yang terlambat), lebih disukai pada lebih dari satu siklus (Kotak 1). Selain itu, berbagai peneliti telah menyarankan penggunaan anti-müllerian hormone alih-alih ultrasonografi transvaginal untuk menilai keadaan ovarium sehingga peningkatan anti-müllerian hormone mencerminkan adanya peningkatan jumlah folikel preantral.31 Namun, data saat ini menunjukkan bahwa penggunaan anti-müllerian hormone untuk diagnosis PCOS masih memerlukan pertimbangan ultrasonografi transvaginal ovarium.35 Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk menentukan karakteristik uji anti-müllerian hormone yang optimal, nilai batas, dan kekuatan prediksi dari anti-müllerian hormone dalam diagnosis PCOS. Meskipun sebagian besar gangguan yang mirip atau menyerupai dikecualikan untuk evaluasi klinis, beberapa dari ini perlu dikecualikan atau didiagnosis dengan tes hormonal yang lebih spesifik. Yang utama di antaranya adalah gangguan tiroid, hiperprolaktinemia, dan hiperplasia adrenal non-klasik, yang dikecualikan dengan pengukuran thyroid-stimulating hormone, prolaktin, dan 17-hidroksiprogesteron, masing-masing. Hiperplasia adrenal non-klasik yang diakibatkan oleh defek pada CYP21A2 mempengaruhi antara 1 dan 10% wanita hirsustisme, tergantung pada etnis, dan merupakan satu-satunya gangguan autosom-resesif manusia yang paling umum. Meskipun the American College of Obstetricians and Gynecologists’ 2018 Practice Bulletin on PCOS merekomendasikan skrining untuk hiperplasia adrenal non-klasik dengan 17-hidroksiprogesteron hanya pada wanita yang merupakan anggota kelompok yang berisiko lebih tinggi untuk hiperplasia adrenal non-klasik,36 data lain menunjukkan bahwa diagnosis dini dan pengobatan kortikosteroid dapat meningkatkan hasil reproduksi.37 Oleh karena itu, semua wanita dengan tanda, gejala, atau keluhan hiperandrogenik, terlepas dari tingkatannya, harus diskrining untuk hiperplasia adrenal



non-klasik. Praktisi harus mencatat bahwa tidak mungkin untuk mendiagnosis atau bahkan mengasumsikan diagnosis hiperplasia adrenal non-klasik secara klinis38 dan penilaian 17-hidroksiprogesteron adalah wajib. Skrining untuk hiperplasia adrenal non-klasik dapat dilakukan dengan menggunakan fase folikuler basal (lebih disukai pagi) 17-hidroksiprogesteron. Jika nilai skrining melebihi 2 ng/mL (200 ng/dL), pasien harus menjalani uji stimulasi hormon adrenokortikotropik akut 1-24 dengan 17-hidroksiprogesteron yang diukur sebelumnya (untuk memastikan respons) dan 30–90 menit setelahnya. Kadar setelah stimulasi dari 17-hidroksiprogesteron lebih besar dari 10 ng/mL (1.000ng/dL) umumnya menunjukkan hiperplasia adrenal non-klasik (walaupun kadang-kadang heterozigot untuk mutasi CYP21A2 akan menunjukkan kadar kelainan ini), sedangkan kadar di atas 15 ng/mL (1.500 ng/dL atau lebih besar) hampir pasti menunjukkan hiperplasia adrenal nonklasik. Meskipun penilaian genetik CYP21A2 dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis serta menilai jenis defek pembawa, hal tersebut tidak boleh digunakan untuk menskrining hiperplasia adrenal non-klasik. Akhirnya, walaupun secara hipotetis defek dari HSD3B2 dan CYP11B1, menentukan aktivitas 3β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 11β-hidroksilase, masing-masing, dapat mengakibatkan hiperplasia adrenal non-klasik, beberapa pasien non-remaja dengan defek ini telah dijelaskan dan beberapa masih dalam ketiadaan terhadap ambiguitas genital.39,40 Dengan demikian, dan bertentangan dengan defisiensi 21-hidroksilase hiperplasia adrenal non-klasik, skrining rutin untuk 3β-hidroksisteroid dehidrogenase dan defisiensi 11-hidroksilase hiperplasia adrenal non-klasik tidak dianjurkan.



Tes Lainnya Kebutuhan untuk tes hormonal lainnya (misalnya, urin 24 jam untuk bebas kortisol atau tes supresi deksametason semalam) dan pencitraan (misalnya,madrenal) akan ditentukan oleh presentasi klinis (Kotak 1).



Penilaian untuk Komorbiditas Setelah diagnosis PCOS ditetapkan (atau selama jika diagnosis tampak hampir pasti), penilaian status metabolik dan komorbiditas harus dilakukan. Toleransi glukosa terganggu dan diabetes melitus tipe 2 harus dikecualikan dengan tes toleransi glukosa



oral (TTGO) 2 jam, 75-g,41 karena kadar glukosa basal dan hemoglobin glikosilasi sering gagal mendeteksi hal ini pada wanita dengan PCOS. Mayoritas wanita dengan PCOS dengan toleransi glukosa terganggu dan sekitar sepertiga dari mereka dengan diabetes mellitus tipe 2 tidak akan terdeteksi oleh glukosa puasa,41 dan hemoglobin glikosilasi bukan merupakan penanda yang dapat diprediksi dari intoleransi glukosa pada PCOS jika dibandingkan dengan TTGO.42 Termasuk pengukuran insulin selama TTGO juga dapat memberikan bukti tambahan tentang keberadaan dan tingkat hiperinsulinemia, yang gagal diidentifikasi oleh kadar insulin basal. Profil lipid juga dapat diperoleh, terlepas dari usia, serta tes fungsi hati pada pasien dengan obesitas atau hiperinsulinisme. Penilaian berulang toleransi glukosa dan lipidemia harus dilakukan setiap 2-3 tahun, kecuali jika ada perubahan yang signifikan dalam perjalanan klinis.41,43 Ultrasonogram transvaginal yang digunakan untuk evaluasi morfologi ovarium juga dapat dilakukan skrining untuk patologi pelvis lainnya, termasuk kelainan endometrium. Selain itu, pasien obesitas dengan PCOS mungkin menderita sleep apnea, meskipun belum jelas apakah insiden lebih besar dari yang diharapkan dari berat bedan saja.44 Akibatnya, skrining untuk sleep apnea harus dilakukan menggunakan kuesioner atau rujukan ke spesialis gangguan tidur. Selain itu, semua pasien dengan PCOS harus diskrining untuk gangguan mood, baik dengan menggunakan kuesioner khusus atau dengan rujukan ke spesialis.45



Diagnosis pada Remaja Banyak remaja akan menunjukkan full phenotype pada PCOS saat presentasi awal, yang memfasilitasi diagnosis. Namun, meskipun kadar androgen yang bersirkulasi mencapai kadar dewasa pada umumnya pada usia 15 tahun (Kotak 3), perkembangan hirsutisme mungkin tidak mencapai standar dewasa sampai nanti (Kotak 2). Selain itu, morfologi ovarium multikistik dan oligo-anovulasi mungkin lebih sering terjadi pada remaja perempuan, tidak tergantung pada PCOS; pada kenyataannya, morfologi ovarium tidak boleh digunakan untuk diagnosis PCOS pada kelompok umur ini (Kotak 4). Akibatnya, sangat penting bahwa diagnosis PCOS tidak ditujukan pada pasien muda agar pasien tidak diberi label (dan diobati) dengan diagnosis yang tidak ia miliki,46 suatu label yang memiliki implikasi seumur hidup. Follow-up tertutup dan evaluasi direkomendasikan pada remaja yang diagnosisnya belum jelas.



TERAPI Pemilihan agen terapeutik dalam PCOS tergantung pada fenotip, perhatian, dan tujuan pasien. Terapi pada PCOS akan difokuskan pada 1) menekan dan menghalangi sekresi dan kerja androgen, 2) melindungi endometrium dan meningkatkan disfungsi menstruasi, 3) meningkatkan status metabolisme, dan 4) meningkatkan fertilitas ovulasi. Sebagai contoh, hirsutisme akan merespon penekanan androgen dan blokade kerja androgen, sedangkan akne umumnya merespon dengan baik hanya pada penekanan androgen. Atau, wanita dengan alopesia androgenik merespons dengan buruk terhadap sebagian besar terapi, meskipun lebih baik terhadap 5α-reduktase daripada penghambat reseptor androgen. Lihat Kotak 5 dan juga laporan oleh Lizneva dkk.14



Tabel 5. Pilihan Terapi pada Sindrom Ovarium Polikistik Supresi produksi androgen 



Kontrasepsi oral







Kontrasepsi kombinasi lainnya (efek sederhana)







Kontrasepsi progestin-saja kerja panjang (efek sederhana)







Metformin (efek sederhana)*







Deksametason atau prednison (hanya untuk hiperplasia adrenal non-klasik terpilih)







Analog GnRH kerja panjang (hanya untuk hiperinsulinemia terpilih)*







Ketokonazol ( hanya untuk neoplasma yang mensekresi-androgen terpilih)*



Untuk hirsutisme: 



Supresi produksi androgen, terutama dengan kontrasepsi oral







Penghambat reseptor androgen:











Spironolakton*







Flutamide*†



Penghambat 5α-reduktase 







Penghambat folikel rambut omitin dekarboksilase 







Finasteride*



Topikal eflornitin HCL, 13.9%



Terapi kosmetik 



Pencukuran, depilasi, bleaching







Elektrologi







Epilasi laser



Untuk androgen-terkait akne:‡ 



Supresi produksi androgen, terutama dengan kontrasepsi oral (lihat diatas)







Pengobatan topikal (misalnya, benzoil peroksida, antibakterial, astringen)







Antibiotik oral







Isotretinoin oral



Untuk androgen-terkait alopesia: 



Supresi produksi androgen, terutama dengan kontrasepsi oral (lihat diatas)







Finasteride§







Topikal minoksidil, 2% and 5%







Transplantasi rambut



Perlindungan endometrium dan perbaikan disfungsi menstruasi 



Kontrasepsi oral







Kontrasepsi kombinasi lainnya







Kontrasepsi progestin-saja kerja panjang







Perangkat intrauterine progestin-pelepas







Metformin (efek sederhana)*



Peningkatan status metabolisme dan perbaikan potensial risiko metabolik jangka panjangᶺ 



Modifikasi gaya hidup (pada pasien obesitas)







Metformin (efek sederhana)







Tiazolidindion (untuk resistensi insulin berat)







Bedah bariatrik



Induksi ovulasi (untuk fertilitas anovulasi) 



Modifikasi gaya hidup (pada wanita dengan obesitas)







Klomifen sitrat







Letrozol *







Metformin (efek sederhana) *







Laparoscopic ovarian drilling atau reseksi baji







FSH rekombinan







Human menopausal gonadotropins



GnRH, gonadotropin-releasing hormone; FSH, follicle-stimulating hormone. * Tidak disetujui untuk tujuan ini oleh the U.S. Food and Drug Administration. † Berhubungan dengan hepatotoksisitas yang jarang, tetapi parah dan mungkin fatal. ‡ Antiandrogen bekerja buruk pada akne yang berhubungan dengan androgen. § Penghambat reseptor androgen memiliki efek terbatas pada alopesia terkait androgen. ᶺJika terjadi disfungsi metabolik lain, terapi tambahan harus dipertimbangkan seperti statin untuk dislipidemia.



Beberapa peringatan harus disebutkan. Pada pasien yang tidak mengejar konsepsi dan yang dalam kontrasepsi hormonal tidak dikontraindikasikan, pengobatan dengan kontrasepsi oral kombinasi harus menjadi bagian dari terapi awal. Kontrasepsi oral kombinasi menekan sekresi gonadotropin dan produksi androgen ovarium, mengatur perdarahan vagina, dan melindungi endometrium. Walaupun kontrasepsi oral dapat meningkatkan derajat resistensi insulin, dilakukan dengan sederhana.47 Beberapa pasien mungkin mengalami trombosis vena dalam (DVT) dan kejadian trombotik lainnya saat menggunakan kontrasepsi oral, walaupun tidak jelas apakah risikonya lebih tinggi pada PCOS dibandingkan pada pasien lain dengan massa tubuh yang serupa pada kontrasepsi oral.47 Pada pasien yang tidak mentolerir kontrasepsi oral, pertimbangan dapat diberikan kontrasepsi transdermal kombinasi atau kontrasepsi progestin saja. Atau, beberapa pasien mungkin memilih untuk pemberian progestogen siklik, yang akan melindungi endometrium dan meminimalkan risiko hiperplasia endometrium, tetapi tidak menekan produksi androgen. Penekanan produksi androgen ovarium oleh analog gonadotropinreleasing hormone kerja panjang mungkin diperlukan pada kasus tertentu, terutama pada pasien yang jarang dengan tingkat insulin yang sangat tinggi (misalnya, sindrom hiperandrogenik-resisten



insulin-akantosis



nigrikans).48



Pasien



juga



mungkin



mengalami pengurangan dalam androgen yang bersirkulasi sekunder akibat penurunan berat badan atau terapi insulin sensitizer (lihat “Meningkatkan Status Metabolik”).



Menghalangi Kerja Androgen Untuk pasien-pasien dengan hirsutisme yang signifikan, penambahan antiandrogen, termasuk penghambat reseptor androgen seperti spironolakton dan flutamid, dan



penghambat 5α-reduktase seperti finasteride akan berarti.14 Spironolakton (50-200 mg per hari) lebih disukai sebagai agen lini pertama, dan meskipun risikonya sedikit, beberapa tingkat efek samping terjadi pada lebih dari 50% pasien yang menggunakan spironolakton, terutama poliuria, hipotensi, dan sinkop; salt craving; dispepsia; sensitivitas terhadap matahari; dan jarang reaksi atopik. Namun, beberapa pasien menghentikan pengobatan.49 Pada pasien yang tidak mentolerir spironolakton, flutamid 125-500 mg setiap hari dapat dipertimbangkan. Karena flutamid telah dikaitkan dengan gagal hepatotoksik akut dan kematian yang jarang, harus digunakan hemat dan tes fungsi hati dinilai sebelum dan setiap 2-3 bulan selama pengobatan. Siproteron asetat, tidak tersedia di Amerika Serikat, merupakan progestogen dengan sifat penghambat reseptor androgen yang signifikan. Ini biasanya tersedia dalam dosis 2 mg dalam kontrasepsi oral kombinasi, meskipun sifat antiandrogeniknya mungkin tidak mudah dirasakan kecuali dosis 10-20 mg per hari digunakan. Akhirnya, 5 mg finasteride per hari dapat digunakan untuk mengurangi hirsutisme. Semua antiandrogen berbagi risiko dan efek yang sama, termasuk potensi penurunan libido dan kekuatan otot. Mereka juga memiliki potensi teratogenik yang signifikan untuk feminisasi janin laki-laki. Konsekuensinya, antiandrogen tidak boleh diberikan tanpa kontrasepsi yang tepat dan aman. Karena penghambat 5α-reduktase dan penghambat reseptor androgen beroperasi melalui mekanisme molekuler yang berbeda, dimungkinkan untuk mengkombinasikan obat-obat ini untuk efek sinergis. Demikian juga, antiandrogen dapat dikombinasikan dengan kontrasepsi oral untuk meningkatkan efek; kontrasepsi oral juga akan memberikan kontrasepsi yang diperlukan untuk pasien yang menerima antiandrogen. Respons hirsutisme akan sering muncul pada 6 bulan terapi, walaupun sering lebih cepat.49 Pengobatan harus dilanjutkan selama minimal 2 tahun dan kemudian dosisnya dikurangi atau dihentikan. Pengalaman menunjukkan bahwa sekitar 50% pasien yang menghentikan pengobatannya perlu memulai kembali terapi supresi. Pemberian topikal 13,9% eflornithine hydrochloride mungkin bernilai terhadap pertumbuhan rambut wajah ringan hingga sedang, terlepas dari etiologinya.14 Eflornithine menghambat aktivitas enzim ornitin dekarboksilase, yang memainkan peran penting dalam merangsang pertumbuhan rambut, apakah androgen-dependen atau



tidak. Eflornithine dapat digunakan dalam kombinasi dengan agen lain seperti kontrasepsi oral dan antiandrogen.



Peningkatan Status Metabolik Untuk pasien berat badan lebih atau obesitas dengan PCOS, modifikasi gaya hidup, termasuk penurunan berat badan, penyesuaian pola makan, dan peningkatan olahraga, harus menjadi bagian dari terapi lini pertama mereka.50 Pada beberapa pasien dengan morbiditas obesitas, atau pasien obesitas dengan komorbiditas, pembedahan untuk pengurangan berat badan (misalnya, gastroplasti) dapat dipertimbangkan.51 Seperti halnya orang dengan obesitas lainnya, wanita dengan PCOS merespon dengan baik terhadap pembatasan kalori.51 Meskipun tidak ada studi pasti mengenai jenis diet mana yang terbaik untuk pasien dengan PCOS, penelitian yang lebih kecil dan pengalaman klinis menunjukkan bahwa diet rendah karbohidrat dan gula sederhana lebih disukai.52 Penurunan berat badan pada pasien obesitas dengan PCOS dikaitkan dengan perbaikan sederhana dalam fungsi menstruasi dan ovulasi dan hiperandrogenemia, meskipun dengan peningkatan yang signifikan dalam status metabolisme.50 Penggunaan insulin sensitizers, khususnya metformin (2.000-2.500 mg per hari), juga harus dipertimbangkan pada pasien dengan gangguan metabolisme.31,53 Meskipun data prospektif



jangka



panjang



masih



kurang,



terapi



dengan



metformin



harus



diimplementasikan dalam jangka panjang, kecuali terjadi perubahan signifikan pada body habitus (yaitu, penurunan berat badan). Pasien yang menggunakan metformin juga mungkin mengalami peningkatan kecil dalam fungsi menstruasi dan ovulasi dan keadaan penurunan berat badan yang sederhana. Meskipun tidak semua wanita dengan PCOS akan mendapat manfaat dari metformin, pasien yang harus dipertimbangkan obatnya termasuk pasien yang kadar insulinnya meningkat pada awal atau selama TTGO, intoleransi glukosa, akantosis nigrikans, atau riwayat keluarga diabetes yang kuat. Efek samping dari metformin termasuk gangguan pencernaan dan, sangat jarang, asidosis laktat. Pemberian obat dalam dosis terbagi, bertambah hingga dosis penuh dari waktu ke waktu, dan menggunakan formulasi extended release dapat membantu mengurangi kejadian gangguan pencernaan yang signifikan. Metformin umumnya aman dalam



kehamilan,



jika



diperlukan.



Akhirnya,



insulin



sensitizer



lain



dapat



dipertimbangkan, termasuk tiazolidindion (misalnya, pioglitazon dan rosiglitazon), meskipun mereka umumnya harus disediakan untuk pasien dengan resistensi insulin atau intoleransi glukosa yang signifikan.



Tatalaksana Subfertilitas Anovulasi Untuk pasien yang menginginkan kesuburan segera, pengobatan dengan agen ovulasi oral (klomifen sitrat atau letrozol) harus dipertimbangkan.54 Sekitar 50% pasien yang berovulasi dengan klomifen akan hamil setelah tiga sampai lima siklus pengobatan. Studi menunjukkan bahwa letrozol lebih efektif daripada klomifen,55 tetapi the U.S. Food and Drug Administration belum menyetujui obat sebelumnya untuk pengobatan pasien infertil. Meskipun penambahan metformin dapat meningkatkan keberhasilan klomifen dalam jumlah kecil, metformin tidak boleh digunakan sebagai agen lini pertama untuk induksi ovulasi pada pasien infertil dengan PCOS, karena sangat kurang efektif daripada klomifen.56 Pada pasien yang gagal ovulasi atau hamil dengan klomifen atau letrozol, induksi ovulasi gonadotropin atau laparoscopic ovarian drilling dapat dipertimbangkan.57 Laparoscopic ovarian drilling dapat mengakibatkan kehamilan spontan atau meningkatkan respons terhadap agen ovulasi oral dan dalam beberapa kasus memberikan perbaikan jangka panjang pada hiperandrogenemia dan ovulasi dengan risiko yang lebih rendah untuk sindrom hiperstimulasi ovarium dan kelahiran ganda dari induksi ovulasi gonadotropin. Sebagai alternatif, laparoscopic ovarian drilling dikaitkan dengan risiko kecil dari prosedur bedah, termasuk kegagalan ovarium prematur, dan adhesi periovarium. Akhirnya, pasien dengan PCOS yang gagal induksi ovulasi, atau lebih suka untuk tidak melanjutkan ke laparoscopic ovarian drilling atau pengobatan gonadotropin, dapat memilih untuk melanjutkan ke fertilisasi in vitro dan transfer embrio. Pasien dengan PCOS memiliki risiko lebih besar untuk sindrom hiperstimulasi ovarium dengan induksi ovulasi gonadotropin dan fertilisasi in vitrotransfer embrio dan berisiko lebih tinggi untuk kehamilan ganda dengan gonadotropin.58



Pengobatan Kosmetik dan Topikal Bagi banyak pasien dengan hirsutisme dan manifestasi dermatologis lainnya dari hiperandrogenisme, terapi kosmetik atau topikal harus dipertimbangkan dan



dianjurkan.14 Untuk hirsutisme, di samping penekanan sekresi dan kerja androgen, pilihan kosmetik dapat mencakup bleaching (jika ringan), pencukuran dan epilasi berbahan kimia (jika sedang), atau pencukuran (jika berat). Secara umum, pencabutan dalam bentuk apa pun harus dihindari, karena tindakan ini tidak hanya dapat merusak saluran folikel rambut, dapat menghasilkan folikulitis persisten dan rambut tumbuh ke dalam, tetapi juga merangsang pertumbuhan rambut lebih lanjut;59 mencukur tidak merangsang pertumbuhan rambut lebih lanjut.60 Destruksi permanen folikel rambut dapat dicapai dengan menggunakan elektrologi. Elektrologi biasanya menggunakan kombinasi energi termal dan galvanik yang ditransmisikan melalui jarum halus yang diletakkan di bawah saluran folikel rambut untuk menghancurkan bulbus folikel rambut. Meskipun studi prospektif tidak tersedia, pengalaman menunjukkan bahwa di tangan yang cakap, elektrologi dapat mencapai destruksi permanen pada rambut yang dimaksud. Sayangnya prosesnya lambat dan memakan waktu (karena dilakukan pada tiap-tiap folikel rambut). Elektrologi harus digunakan secara kombinasi dengan, dan setelah waktu yang cukup dengan supresi hormon. Epilasi laser juga telah diusulkan dan dapat mencapai respon yang lebih cepat, meskipun sering kurang permanen dibandingkan elektrologi.14 Sejumlah pengobatan topikal untuk akne telah tersedia, termasuk astringen, antibiotik, dan retinoid. Untuk alopesia androgenik, pengobatan topikal dengan minoxidil topikal 2-5% dapat menjadi pilihan seperti finasteride topikal. Operasi transplantasi rambut juga mungkin diperlukan. Penatalaksanaan akne dan alopesia jangka panjang akan lebih baik jika dilakukan dengan berkonsultasi dengan ahli dermatologis.



Terapi seumur hidup Pengobatan supresif atau pemeliharaan pada PCOS umumnya menyiratkan follow-up seumur hidup dan politerapi yang melibatkan berbagai pendekatan terapi, tergantung pada presentasi, komorbiditas, usia dan tahap kehidupan, riwayat keluarga, keinginan pasien, dan tujuan medis.