43 0 188 KB
LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOARTHRITIS
Disusun Oleh : Kana Sabela Rosyad S17185/S17-D
PRODI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN A. OSTEOARTHRITIS 1. Definisi Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan (Koentjoro, 2010). Osteorathritis merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA (Sudoyo Aru dkk, 2009 dalam Nurarif dkk, 2015) 2. Etiologi Faktor resiko pada osteoarthritis, meliputi hal-hal sebagai berikut. 1. Peningkatan usia, OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita OA yang berusia di bawah 40 tahun (Helmi, 2012). Di Indonesia, prevalensi OA mencapai 5% pada usia < 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun (Soeroso et al., 2009). 2. Obesitas, membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang berkerja lebih berat, diduga memberi andil terjadinya AO (Helmi, 2012). Serta obesitas menimbulkan stres mekanis abnormal, sehingga meningkatkan frekuensi penyakit (Robbins, 2007). 3. Jenis kelamin wanita (Helmi, 2012). Perkembangan OA sendi-sendi interfalang distal tangan (nodus Heberden) lebih dominan pada perempuan. Nodus Heberdens 10 kali lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki (Price dan Wilson, 2013). Kadar estrogen yang tinggi juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan resiko (Robbins, 2007). Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi OA pada
perempuan menunjukan bahwa hormon memainkan peranan aktif dalam perkembangan dan 10 progresivitas penyakit ini (Price dan Wilson, 2013). Wanita yang telah lanjut usia atau di atas 45 tahun telah mengalami menopause sehingga terjadi penurunan estrogen. Estrogen berpengaruh pada osteoblas dan sel endotel. Apabila terjadi penurunan estrogen maka TGF-β yang dihasilkan osteoblas dan nitric oxide (NO) yang dihasilkan sel endotel akan menurun juga sehingga menyebabkan diferensiasi dan maturasi osteoklas meningkat. Estrogen juga berpengaruh pada bone marrow stroma cell dan sel mononuklear yang dapat menghasilkan HIL-1, TNF-α, IL-6 dan M-CSF sehingga dapat terjadi OA karena mediator inflamasi ini. Tidak hanya itu, estrogen juga berpengaruh pada absorbsi kalsium dan reabsorbsi kalsium di ginjal
sehingga
terjadi
hipokalasemia.
Kedaan
hipokalasemia
ini
menyebabkan mekanisme umpan balik sehingga meningkatkan hormon paratiroid. Peningkatan hormon paratiroid ini juga dapat meningkatkan resobsi tulang sehingga dapat mengakibatkan OA (Ganong, 2008). 4. Trauma, riwayat deformitas sendi yang diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan stres mekanis abnormal sehingga menigkatkan frekuensi penyakit (Helmi, 2012 ; Robbins, 2007). 5. Faktor genetik juga berperan dalam kerentanan terhadap OA, terutama pada kasus yang mengenai tangan dan panggul. Gen atau gen-gen spesifik yang bertanggung jawab untuk ini belum 11 terindentifikasi meskipun pada sebagian kasus diperkirakan terdapat keterkaitan dengan kromosom 2 dan 11 (Robbins, 2007). Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan sendi tulang akan lebih besar kemungkinan mengalami OA (Helmi, 2012).
3. Manifestasi klinik a. Nyeri sendi. b. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan pelanpelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri. c. Nyeri bertambah dengan aktifitas, membaik dengan istirahat , terasa paling nyeri pada akhir , dan seiring dengan memburuknya penyakit, menjadi semakin parah, sampai pada tahap dimana pergerakan minimal saja sudah menimbulkan rasa nyeri dan biasa menganggu tidur d. Kekakuan paling ringan pada pagi hari namun terjadi berulang-ulang sepanjang hari dengan periode istirahat. e. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit f. Pembesaran sendi (deformitas) g. Perubahan gaya berjalan h. Tanda-tanda peradangan pada sendi (nyeri tekan , gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan). (Nurarif dkk, 2015) 4. Klasifikasi Pembagian osteoarthritis berdasarkan patogenesisnya dibagi menjadi osteoarthritis primer yang disebut juga osteoarthritis idiopatik adalah osteoarthritis yang kasusanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder adalah osteoarthritis yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. osteoarthritis primer lebih sering ditemukan dari pada osteoarthritis sekunder (Arissa, 2012).
5. Komplikasi Komplikasi dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan serius. Terdapat 2 macam komplikasi yaitu : a. Komplikasi kronis Komplikas kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan yang terparah ialah terjadinya kelumpuhan b. Komplikasi akut 1) Osteonecrosis Kematian tulang terutama pada tulang paha, penyebabnya karna kehilangan aliran darah pada tulang 2) Ruptur Baker Cyst Ruptur Baker Cyst adalah pembengkakan yang disebabkan oleh cairan dari sendi lutut menonjol di bagian belakang lutut. Bagian belakang lutut juga disebut sebagai daerah poplitea lutut. Kista Baker kadang-kadang disebut kista poplitea. 3) Bursitis Bursitis adalah penekanan kecil berulang dan berlebihan yang menyebabkan bursa membengkak dan teriritasi. Bursa adalah suatu kantung berisi cairan di dekat sendi. Ketika bursa ini menjadi iritasi atau meradang, hal itu menyebabkan rasa sakit pada bagian-bagian tubuh yang bersendi. Bagian tubuh tempat terjadinya bursitis ini adalah bahu, siku, pergelangan tangan, pinggul, lutut, atau pergelangan kaki
6. Patofisiologi dan Pathway Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi ini disebabkan oleh
proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi. Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya
sendi
tersebut.
Perubahan-perubahan
degeneratif
mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya
yang
cedera sendi
infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan
fraktur ada
ligamen
atau
adanya
perubahan
metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus (Nur, 2010).
Pathway Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, faktor keturunan, faktor metabolik, faktor mekanis
Degredasi
Sintesis matriks
Kondrosit
Integritas matriks hilang
Osteoatritis
Tulang rawan sendi
Peningkatan vaskularisasi
Membran sinovial
Pelunakan & iregukaritas pada tulang rawan sendi
Pembentukan ostafit pada ujung persendian
Penebalan pada sinovial yang berupa kista
Peningkatan tekanan intraartikular
Pembengkakan pada sendi
Terbentuknya lapisan dari bahan elastk akibat pergeseran sendi atau adanya cairan yang viskosa
Kekakuan pada sendi besar atau pada jari tangan
Perubahan mekanis sendi dalam menyangga beban tubuh
Nyeri Hambatan mobilitas fisik Peningkatan beban sendi yang menanggung beban tubuh
Fibrosis pd kapsul, osteofit, iregularitas permukaan sendi
Kelemahan dan perasaan mudah lelah
Kerusakan pada tulang dan tulang rawan
Kontraktur kapsul serta instabilitas sendi
Deformitas sendi
Perubahan bentuk tubuh pada tulang dan sendi
Gangguan citra tubuh
Keletihan Nur, 2010
7. Penatalaksanaan (medis dan keperawatan) Tujuan pengobatan pada pasien osteoarthritis adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah terjadinya kontraktur atau atrofi otot. Penanganan pertama yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan terapi non farmakologis berupa edukasi mengenai penyakitnya secara lengkap, yang selanjutnya adalah memberikan terapi farmakologis untuk mengurangi nyerinya yaitu dengan memberikan analgetik lalu dilanjutkan dengan fisioterapi (Imayati, 2012). Penanganan osteoatritis berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Penanganannya terdiri dari 3 hal : Terapi non-farmakologis: a. Edukasi b. Terapi fisik dan rehabilitasi c. Penurunan berat badan Terapi farmakologis : a. Analgesik oral non-opiat b. Analgesik topikal c. NSAID d. Chondroprotective e. Steroid intra-artikuler Terapi bedah : a. Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus dsb b. Arthroscopic debridement dan joint lavage c. Osteotomi
d. Artroplasti sendi total
B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Aktivitas/Istirahat Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan, malaise. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot. b. Kardiovaskuler dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
c. Integritas Ego 1) Faktor-faktor
stress
akut/kronis
(misalnya
finansial
pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. 2) Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan). 3) Ancaman pada konsep lain. diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya ketergantungan pada orang
d. Makanan / Cairan 1) Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau cairan adekuat mual, anoreksia. 2) Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa. e. Hygiene Berbagai
kesulitan
untuk
melaksanakan
ketergantungan pada orang lain.
aktivitas
perawatan
diri,
f. Neurosensori Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi g. Nyeri/kenyamanan Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari). h. Keamanan
1) Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus 2) Lesi kulit, ulkas kaki 3) Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga 4) Demam ringan menetap 5) Kekeringan pada mata dan membran mukosa i. Interaksi Sosial Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran: isolasi. j. Penyuluhan/Pembelajaran 1) Riwayat rematik pada keluarga 2) Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa pengujian 3) Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis. k. Pemeriksaan Diagnostik 1) Reaksi aglutinasi: positif 2) LED meningkat pesat 3) protein C reaktif : positif pada masa inkubasi. 4) SDP: meningkat pada proses inflamasi 5) JDL: Menunjukkan ancaman sedang 6) Ig (Igm & Ig G) peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
7) RO:menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi, osteoporosis pada tulang yang berdekatan, formasi kista tulang, penyempitan ruang sendi.
2. Diagnosis Keperawatan No . 1.
Diagnosis
Definisi
Etiologi/ Faktor Resiko
Nyeri akut
Pengalaman sensorik atau 1. Agen pencedera fisiologis
(D.0077)
emosional yang berkaitan
(mis.
dengan kerusakan jaringan
neoplasma)
actual
atau
fungsional, 2. Agen
Inflamasi,
Tanda Mayor S:
iskemia, Mengeluh nyeri
mobilitas fisik (D.0054)
O: 1. Tekanan darah
pencedera
kimiawi O :
meningkat
(mis. Terbakar, bahan kimia 1. Tampak meringis
2. Pola napas berubah
atau
iritan)
3. Nafsu makan berubah
lambat
dan
2. Bersikap protektif
berintensitas ringan hingga 3. Agen pencedera fisik ( mis.
(mis. Waspada, posisi 4. Proses berpikir
berat
menghindari nyeri)
yang
berlangsung
abses,
amputasi,
terbakar,
Terganggu
terpotong, mengangkat berat, 3. Gelisah
5. Menarik diri
prosedur
6. Berfokus
operasi,
trauma, 4. Frekuensi nadi
latihan fisik berlebihan) Gangguan
S:-
dengan onset mendadak
kurang dari 3 bulan
2.
Tanda Minor
meningkat
pada
diri
sendiri
5. Sulit tidur S:
7. Diaforesis S:
1. Mengeluh sulit
1. Nyeri saat bergerak
lebih ekstremitas secara 3. Gangguan muskuloskleletal
menggerakkan
2. Enggan melakukan
mandiri
ekstermitas
Keterbatasan
dalam 1. Nyeri
gerakan fisik dari satu atau 2. Kekakuan sendi 4. Kontraktur
O:
pergerakan 3. Merasa cemas
saat
1. Kekuatan otot menurun
bergerak O:
2. Rentang gerak (ROM) 1. Sendi kaku menurun
2. Gerakan tidak terkoordinasi 3. Gerakan terbatas
3.
Gangguan citra tubuh (D.0083)
Perubahan persepsi tentang
4. Fisik lemah S:
1. Perubahan struktur/bentuk S :
penampilan, struktur dan
tubuh
(mis.
amputasi, 1. Mengungkapkan
fungsi fisik individu.
trauma, luka bakar, obesitas,
kecacatan/kehilangan
jerawat)
bagian tubuh
2. Perubahan fungsi tubuh (mis.
3. Perubahan fungsi kognitif 4. Efek tindakan/pengobatan (mis. pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi)
ngungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
proses penyakit, kehamilan, O : kelumpuhan)
1. Tidak mau me
1. Kehilangan bagian tubuh 2. Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang
2. Mengungkapkan perasaan negative tentang perubahan tubuh 3. Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
O: 1. Membunyikan/ menunjukkan
bagian
tubuh secara berlebihan 2. Menghindari melihat dan/atau
menyentuh
bagian tubuh 3. Fokus berlebihan pada bagian tubuh 4.
Keletihan (D.0057)
Penurunan kapasitas kerja 1. Gangguan tidur fisik dan mental yang tidak 2. Kondisi fisiologis (mis. pulih dengan istirahat
penyakit kronis, penyakit terminal, anemia, malnutrisi, kehamilan) 3. Program perawatan/pengobat an jangka panjang 4. Peristiwa hidup negatif
S:
S:
1. Merasa energi tidak
1. Merasa bersalah akibat tidak mampu
pulih walaupun telah
menjalankan
tidur
tanggung jawab
2. Merasa kurang tenaga 3. Mengeluh lelah O: 1. Tidak mampu mempertahankan
2. Libido menurun O: 1. Kebutuhan istirahat meningkat
aktivitas rutin 2. Tampak lesu (SDKI, 2016)
3. Perencanaan Keperawatan No.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (D.0077)
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 Jam
Manajemen Nyeri (I.08238)
diharapakan masalah keperawatan nyeri akut
O:
dapat menurun dengan kriteria hasil:
- Identifikasi lokasi, karakteristik,
Tingkat Nyeri (L.08066)
durasi frekuansi, kualitas,
- Keluhan nyeri dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 3 (sedang)
intensitas nyeri - Identifikasi faktor yang
- Meringis dari skala 2 (cukup meningkat)
memperberat dan meperingan
menjadi skala 3 (sedang) - Kesulitan tidur dari skala 3 (sedang) menjadi skala 4 (cukup menurun) - Berfokus pada diri sendiri dari skala 2 (cukup menurun) menjadi skala 3 (sedang)
nyeri T: - Berikan terapi teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain) - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri, dalam pemilihan strategi meredakan nyeri E: - Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri - Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri K: - Kolaborasi pemberian analgesik, 2. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
jika perlu Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 Jam Dukungan Ambulasi (I.05160) diharapakan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik dapat meningkat dengan kriteria hasil: Mobilitas Fisik (L.05042) - Pergerakan ekstermitas dari skala 2 (cukup menurun) menjadi skala 4 (cukup meningkat)
O: - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya - Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
- Nyeri dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 3 (sedang) - Kaku sendi dari skala 2 (cukup meningkat)
ambulasi T: - Fasilitasi aktivitas ambulasi
menjadi skala 4 (cukup menurun)
dengan alat bantu (mis. tongkat,
- Gerakan terbatas dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup
kruk) - Fasilitasi melakukan ambulasi
menurun)
fisik, jika perlu - Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi E: - Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi - Anjurkan melakukan ambulasi dini - Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan
3. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 Jam (D.0083)
sesuai toleransi) Promosi Citra Tubuh (I.09305)
diharapakan masalah keperawatan gangguan
O:
citra tubuh dapat meningkat dengan kriteria
- Identifikasi perubahan citra
hasil:
tubuh yang mengakibatkan
Citra Tubuh (L.09067)
isolasi sosial
- Verbalisasi perasaan negatif tentang
- Monitor frekuensi pernyataan
perubahan tubuh dari skala 3 (sedang)
kritik terhadap diri sendiri
- menjadi skala 4 (cukup menurun)
T:
- Verbalisasi kekhawatiran pada
- Diskusikan kondisi stress yang
penolakan/reaksi orang lain dari skala 2
mempengaruhi citra tubuh (mis.
(cukup meningkat) menjadi skala 3 (sedang)
Luka, penyakit, pembedahan)
- Hubungan sosial dari skala 3 (sedang)
- Diskusikan akibat pubertas,
menjadi skala 4 (cuku membaik)
kehamilan dan penuaan E: - Jelaskan pada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh - Anjurkan untuk menggunakan
4. Keletihan (D.0057)
alat bantu Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 Jam Manajemen Energi (I.05167)
diharapakan masalah keperawatan keletihan dapat menurun dengan kriteria hasil:
O: - Identifikasi gangguan fungsi
Tingkat Keletihan (L.05046)
tubuh yang mengakibatkan
- Kemampuan melakukan aktivitas rutin dari
kelelahan
skala 2 (cukup menurun) menjadi skala 4
- Monitor lokasi dan
(cukup meningkat)
ketidaknyamanan selama
- Verbalisasi lelah dari skala 1 (meningkat)
melakukan aktivitas
menjadi skala 3 (sedang) - Lesu dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi
T: - Lakukan latihan rentang gerak
skala 4 (cukup menurun) - Pola istirahat dari skala 2 (cukup memburuk)
pasif dan/atau aktif - Fasilitasi duduk di sisi tempat
menjadi skala 4 (cukup membaik
tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan E: - Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap - Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang K:
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
4. Implementasi Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien (Riyadi, 2010). Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
5. Evaluasi Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (pembandingan data dengan teori), dan perencanaan (Asmadi, 2008). Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Ismail A., 2013. Evaluasi Kualitas Hidup Penderita Osteoartritis di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Koentjoro SL, 2010. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Derajat Osteoartritis Lutut Menurut Kellgren dan Lawrence, Skripsi. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang Mardjono M., Sidharta P., 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta, Dian Rakyat, 89-91 Masyhurrosyidi H, 2013. Pengaruh Kompres Hangat Rebusan Jahe Terhadap Tingkat Nyeri Subakut dan Kronis pada Lanjut Usia dengan Osteoarthtritis Lutut di Puskesmas Arjuna Kecamatan Klojen Malang Jawa Timur. Tugas Akhir, Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.