Kelompok 1 - Corn Meal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CORN MEAL Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi Pangan Dosen Pengampu : Fathcul Anam, S.T.P., M.Sc.



Disusun Oleh Kelompok 1 Lia Anggraeni



(15630035)



Wachidah Nur Latifah (15630048)



PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2017



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Kondisi masyarakat pada saat ini lebih menyukai hal-hal yang instan, tuntutan bagi mereka untuk lebih produktif dalam segala hal, memaksa untuk lebih efektif dan efisien dalam menggunakan waktu dan tenaga. Pada akhirnya, kondisi ini berdampak pada cara pemenuhan kebutuhan pangan mereka, sehingga terjadi perubahan budaya pangan ke arah konsumsi makanan instan sehingga fenomena ini menjadi peluang yang bagus bagi pihak industri pangan untuk memproduksi makanan instan. Salah satu jenis makanan instan tersebut adalah Corn Meal. Corn meal merupakan salah satu jenis sereal yang terbuat dari biji-bijian dan di dibuat untuk dipasarkan kepada konsumen sebagai makanan alternatif yang kaya akan karbohidrat dan sebagai makanan sarapan pagi siap saji. Pada awalnya, produk yang dikembangkan oleh John H. Kellogg pada tahun 1895 ini, ditujukan untuk pasien yang mengalami gangguan pencernaan di Battle Creek Sanatorium USA, guna meningkatkan konsumsi serat pada dietnya. Saat ini, jenis sereal sarapan di pasaran sangat beragam. Ciri khas produk ini adalah teksturnya yang renyah karena kadar airnya rendah. Perbedaan teknik pengolahannya, maka bentuknya juga bervariasi: serpihan (flake), hancuran atau parutan (shredded), mengembang (puffed), panggangan (baked) dan ekstrudat (extruded). Selain itu, pemasakan merupakan tahapan proses penting dalam pembuatan sereal sarapan. Proses ini akan memodifikasi sifat fisik bahan untuk menghasilkan tekstur produk yang diinginkan.



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pemanfaatan jagung lokal menjadi produk pangan alternatif ? 2. Apakah teknologi yang tepat untuk mengolah produk pangan alternatif ? 3. Mengapa menggunakan jagung sebagai bahan pokok pembuatan pangan alternatif ?



C. Tujuan 1. Mengolah bahan pangan lokal menjadi produk pangan alternatif. 2. Menggunakan teknologi yang tepat untuk mengolah produk pangan alternatif . 3. Menggunakan jagung sebagai bahan pokok pembuatan pangan alternatif.



BAB II LANDASAN TEORI A. Jagung Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian (serelia) dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn. Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus di Daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya tanaman jagung dilakukan secara intensif karena kondisi tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhannya. Sistimatika tanaman jagung adalah sebagai berikut:



Kingdom



: Plantae (tumbuh-tumbuhan)



Divisio



: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)



Sub Divisio



: Angiospermae (berbiji tertutup)



Classis



: Monocotyledone (berkeping satu)



Ordo



: Graminae (rumput-rumputan)



Familia



: Graminaceae



Genus



: Zea



Species



: Zea mays L



Jenis jagung dapat dikelompokkan menurut umur dan bentuk biji. Menurut umur, dibagi menjadi 3 (tiga) golongan: 1. Berumur pendek (genjah): 75-90 hari, contoh: Genjah Warangan, Genjah Kertas, Abimanyu dan Arjuna. 2. Berumur sedang (tengahan): 90-120 hari, contoh: Hibrida C 1, Hibrida CP 1 dan CPI 2, Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 2, Malin, Metro dan Pandu.



3. Berumur panjang: lebih dari 120 hari, contoh: Kania Putih, Bastar, Kuning, Bima dan Harapan. Menurut bentuk biji, dibagi menjadi 7 (tujuh) golongan: 1. Jagung gigi kuda (Dent Corn) Bagian pati keras pada tipe biji dent berada di bagian sisi biji, sedangkan pati lunaknya di tengah sampai ke ujung biji. Pada waktu biji mengering, pati lunak kehilangan air lebih cepat dan lebih mengkerut dari pada pati keras, sehingga terjadi lekukan (dent) pada bagian atas biji. Tipe biji dent ini bentuknya besar, pipih dan berlekuk. Jagung hibrida tipe dent adalah tipe jagung yang populer di Amerika dan Eropa. Di Indonesia, terutama di Jawa, kira-kira 25% dari jagung yang ditanam bertipe biji semi dent (setengah gigi kuda). 2. Jagung mutiara (Flint Corn) Biji jagung tipe mutiara berbentuk bulat, licin, mengkilap dan keras karena bagian pati yang keras terdapat di bagian atas dari biji. Pada waktu masak, bagian atas dari biji mengkerut bersama-sama, sehingga menyebabkan permukaan biji bagian atas licin dan bulat. Pada umumnya varietas lokal di Indonesia tergolong ke dalam tipe biji mutiara. Sekitar 75% dari areal pertanaman jagung di Pulau Jawa bertipe biji mutiara. 3. Jagung manis (Sweet Corn) Bentuk biji jagung manis pada waktu masak keriput dan transparan. Biji jagung manis yang belum masak mengandung kadar gula lebih tinggi dari pada pati. Sifat ini ditentukan oleh satu gen sugary yang resesif. Jagung manis umumnya ditanam untuk dipanen muda pada saat masak susu (milking stage). 4. Jagung berondong (Pop Corn) Pada tipe jagung pop, proporsi pati lunak dibandingkan dengan pati keras jauh lebih kecil dari pada jagung tipe flint. Biji jagung akan meletus kalau dipanaskan karena mengembangnya uap air dalam biji. Volume pengembangannya bervariasi (tergantung pada varietasnya), dapat mencapai 15-30 kali dari besar semula. Hasil biji jagung tipe pop pada umumnya lebih rendah daripada jagung flint atau dent. 5. Jagung tepung (Flour Corn) Zat pati yang terdapat dalam endosperma jagung tepung semuanya pati lunak, kecuali di bagian sisi biji yang tipis adalah pati keras. Pada umumnya tipe jagung floury ini berumur dalam (panjang) dan khususnya ditanam di dataran tinggi Amerika Selatan (Peru dan Bolivia).



6. Jagung Pod (Pod Corn) Setiap biji jagung pod terbungkus dalam kelobot, dan seluruh tongkolnya juga terbungkus dalam kelobot. Endosperma bijinya mungkin flint, dent, pop, sweet atau waxy. 7. Jagung ketan (Waxy Corn) Endosperma pada tipe jagung waxy seluruhnya terdiri dari amylopectine, sedangkan jagung biasa mengandung ± 70% amylopectine dan 30% amylose. Jagung waxy digunakan sebagai bahan perekat, selain sebagai bahan makanan.



Bagian yang kaya akan karbohidrat adalah bagian biji. Sebagian besar karbohidrat berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin.Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis (sweet corn) tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda. Adapun kandungan jagung manis disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Gizi dalam 100 g Jagung Manis Komponen



Kadar



Karbohidrat (g) Gula (g) Serat (g) Kalori (kkal) Protein (g) Lemak (g) Vitamin A, setara dg 10 g Folat (Vit. B9), 46 g Vitamin C, 7 mg Besi, 0,5 mg Magnesium, 37 mg Potasium, 270 mg Air (g)



19 3,2 2,7 90 3,2 1,2 1% 12% 12% 4% 10% 6% 24



B. Teknik Pengolahan Puffing Puffing merupakan salah satu teknik pengolahan bahan pangan, dimana bahan pangan tersebut mengalami pengembangan akibat pengaruh perlakuan suhu atau tekanan sehingga mengakibatkan terjadinya proses perubahan pada struktur bahan tersebut (Sulaeman, 1995). Beragam jenis biji-bijian dan umbi-umbian seperti beras, ketan, shorgum, gandum, dan jagung dapat digunakan sebagai bahan baku pada proses puffing. Proses puffing dapat dilakukan jika pada bahan-bahan pertanian tersebut mempunyai kandungan pati, karena proses puffing pada dasarnya merupakan pengembangan granula pati menjadi besar. Menurut matz (1959), proses puffing dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu : 1. Atmosphere Pressure Procedures Cara ini mengaplikasikan panas yang tinggi dan mendadak untuk memperoleh penguapan air yang cepat. 2. Pressure Drop processes Cara ini menyangkut perubahan tekanan dari partikel basah yang telah sangat panas keruang pada tekanan yang lebih rendah seperti yang terjadi pada proses ekstruksi pangan. Penurunan tekanan dapat dicapai dengan melepaskan tutup pada silinder yang berisi produk yang telah disetimbangkan dengan uap bersuhu tinggi atau dapat juga dilakukan dengan memindahkan material panas yang berada dalam ruang bertekanan. Proses puffung merupakan hasil dari ekspansi yang tiba-tiba dari uap air dalam celah-celah suatu granula. Berdasarkan cara pembuatannya, puffing serealia dapat dibuat dengan tiga cara yaitu gun, oven, dan ekstruksi (Matz, 1959). Puffing gun merupakan alat puffing sederhana yang banyak digunakan oleh masyarakat Asia Timur untuk membuat makanan ringan yang berasal dari biji-bijian. Proses puffing gun terdiri dari tiga tahap yaitu: pemanasan jagung yang sudah dibersihkan, memasak dengan uap yang sangat panas pada tekanan tinggi didalam bejana, dan penurunan tekanan secara tiba-tiba. Puffing gun terdiri dari sebuah silinder horizontal yang diputar sumbunya, pembakaran gas atau pemanasan untuk memanaskan bagian luar silinder, alat-alat pembuka silinder, serta alat untuk memasukkan mengeluarkan bahan.



C. Seasoning Terdapat beberapa macam seasoning antara lain bumbu (terdiri dari garam, gula, MSG, flavor flavor, dll) minyak bumbu, bawang goreng, kecap, cabe bubuk, saus dan sambal pasta. Jenis seasoning pada setiap meal tergantung dari jenis meal dan flavornya. Adapun pada produk oat tidak digunakan bumbu-bumbu tersebut



BAB II METODE PENGOLAHAN



A. Bahan Baku Utama 1. Jagung Bahan baku utama dalam pembuatan meal ini adalah jagung. Adapun jenis jagung yang digunakan adalah jagung mutiara dengan masa panen 63 hari. Pada umumnya varietas lokal di Indonesia tergolong kedalam tipe biji mutiara sekitar 75% dari areal pertanaman di pulau Jawa. Produk sereal sarapan didasarkan pada formulasi bahan dengan kadar pati yang tinggi. Tiga komponen dasar dalam formulasi produk yaitu serealia, pemanis dan bahan pembentuk flavor. Ingredien lain yang umum digunakan yaitu garam, ragi, pewarna, vitamin, mineral dan pengawet 2. Pemanis Sukrosa adalah pemanis yang bisa diformulasikan kedalam produk atau ditambahkan di permukaan produk sebagai pelapis. Selain sebagai pemanis, penambahan sukrosa didalam produk juga berfungsi untuk membantu pengikatan antar partikel bahan dan membantu membentuk warna coklat yang diinginkan. Sebagai bahan pelapis di permukaan produk, sukrosa tidak hanya berfungsi sebagai pemberi rasa manis tetapi juga mempertahankan kerenyahan produk dengan cara menghambat penyerapan air yang berlebihan 3. Flavor Garam selalu ada didalam formula sereal sarapan. Garam berfungsi sebagai penguat flavor rasa dan memadukan berbagai komponen yang ada menjadi suatu profil flavor yang khas.



B. Bahan Tambahan 1. Air Air biasanya ditambahkan ke dalam formula sereal untuk membantu melarutkan bahan-bahan yang digunakan dan mendispersikannya secara merata keseluruh bagian adonan. Selain itu, air berfungsi untuk menghidrasi pati dan protein dan berfungsi sebagai plasticiser pada saat bahan diproses dengan suhu tinggi (Guy, 1995).



2. Vitamin dan Mineral Vitamin dan mineral seringkali ditambahkan kedalam sereal sarapan untuk mengganti vitamin dan mineral alami dari sereal yang hilang selama proses pengolahan. Proses fortifikasi perlu diperhatikan agar tidak merusak vitamin dan mineral tersebut. Untuk nutrient yang tahan panas seperti mineral, riboflavin dan niasin, penambahan dapat dilakukan didalam formula dasar. Tetapi, jika nutrient yang akan ditambahkan sensitif terhadap panas, seperti vitamin A dan tiamin, penambahan bisa dilakukan dengan menyemprotkannya pada produk akhir.



3. Pewarna Besarnya stress yang dialami bahan selama proses pencampuran didalam ekstruder menyebabkan produk extruded cereal yang dihasilkan berwarna kusam. Bahan pewarna biasanya digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.



4. Pengawet Kadar air produk serealia yang sangat rendah dapat mempercepat reaksi oksidasi lemak, memperpendek umur simpan dan menyebabkan penyimpangan flavor produk. Pada kadar air rendah, katalis logam yang memicu reaksi oksidasi (misalnya besi) tidak terhidrasi. Bentuk yang tidak terhidrasi ini akan mengkatalisis reaksi oksidasi lemak dengan lebih cepat (Manie, 1999). Antioksidan BHA dan BHT biasanya ditambahkan untuk mencegah ketengikan produk selama penyimpanan.



5. Pati Pengaruh



musim



kadang-kadang



menyebabkan



perubahan



komposisi



komponen yang ada didalam serealia. Perbedaan komposisi terutama perbedaan kandungan pati, jika jumlahnya signifikan dapat mempengaruhi kondisi proses pengolahan. Karena itu, pati kadang-kadang ditambahkan kedalam formula sereal untuk menstandarkan sifat hidrasi dari sereal.



C. Bahan Baku Seasoning Seasoning terdiri dari tiga varian rasa yaitu bakso ikan, rendang, dan sambal teri. Untuk pengolahan seasoning menggunakan teknik pengeringan. Pengeringan adalah pemisahan sejumlah kecil air dari suatu bahan sehingga mengurangi



kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sampai suatu nilai rendah yang dapat diterima, menggunakan panas. Adapun bahan tambahan pada ketiga seasoning tersebut yaitu gula, garam, bawang putih bubuk, bawang bombay bubuk, dan bubuk lada, dan vitamin (A, B1, B6, B12).



D. Cara pengolahan Secara umum, tahapan proses pengolahan sereal sarapan adalah persiapan bahan baku, pembentukan adonan (pemasakan), pembentukan sereal sarapan, penambahan bahan pelapis (sifatnya optional) dan pengemasan. 1. Persiapan Bahan Pada tahap awal diperlukan inspeksi dan analisis bahan baku serealia yang akan digunakan. Serealia dapat digunakan dalam bentuk biji utuh atau memerlukan pengolahan lebih lanjut. Seringkali biji utuh dihancurkan dengan menggunakan penggiling besi untuk mengeluarkan lapisan kulit terluar. Selanjutnya, serealia yang telah dihancurkan dan dibuang kulit luarnya dapat digiling



menjadi



tepung.



2. Pemasakan Dengan Ekstunder Pemasak Pemasakan dengan ekstruder pemasak dilakukan untuk bahan baku serealia berbentuk hancuran berukuran lebih kecil dari grits dan tepung. Produk yang dihasilkan dari pemasakan ekstrusi bisa diolah lebih lanjut menjadi bentuk puff. Proses pemasakan dengan ekstruder akan membuat proses produksi menjadi lebih efisien karena mengkombinasikan beberapa tahapan proses menjadi satu proses kontinyu.



Ekstruder pemasak pada dasarnya terdiri dari satu atau dua ulir yang berputar pada sumbunya dan dilengkapi dengan pemanas. Perputaran ulir akan mendorong bahan yang masuk disepanjang laras, mengaduk, mengadon dan memasak bahan sehingga didapatkan adonan massa plastis yang kemudian dikeluarkan melalui bukaan (die). Proses pemasakan dilakukan dengan injeksi uap panas, mantel panas pada laras dan konversi energi mekanis selama proses. Bentuk produk yang dihasilkan dapat divariasikan sesuai dengan bentuk bukaan. Pemotongan untaian adonan yang keluar dari bukaan dilakukan dengan menggunakan pisau pemotong sesuai dengan ketebalan produk yang diinginkan.



Jumlah air yang digunakan untuk proses pemasakan dengan ekstruder lebih rendah dari yang digunakan untuk pemasakan sebelumnya. Pada produk puffed cereal maka kadar air adonan awal cukup sekitar 14 – 18%. Ekstrudat yang dihasilkan dari proses pemasakan ekstrusi selanjutnya mengalami tahapan proses pembentukan sereal sarapan yang sama dengan yang dialami oleh sereal yang dimasak dengan pemasakan bertekanan.



3. Pembentukan Sereal Proses pengembangan sereal dilakukan dengan metode gun puffing. Proses pengembangan dilakukan dengan memanfaatkan penurunan tekanan secara tibatiba pada tahap akhir proses puffing. Suhu proses yang digunakan sekitar 204 260ºC pada tekanan 200 psi. Tingginya suhu dan tekanan didalam gun, menyebabkan air yang ada didalam sereal berubah bentuk menjadi uap jenuh. Penurunan tekanan secara tiba-tiba ke tekanan atmosfir menyebabkan air menguap dan mengembangkan sereal dengan struktur poros dibagian dalam. Setelah proses pengembangan (puffing), dilakukan proses sortasi untuk mengeluarkan biji yang tidak mengembang, biji hancur dan kulit. Produk selanjutnya dikering-kan untuk menurunkan kadar airnya dari 6% menjadi 2%.



4. Penambahan Bahan Pelapis Penambahan bahan pelapis merupakan proses yang sifatnya tambahan sekitar 5% dari bahan utama. Proses pelapisan gula dilakukan dengan menyemprotkan sirup gula kental dan panas ke permukaan sereal didalam sebuah drum berputar



yang menghasilkan lapisan kristal gula pada saat mengering. Lapisan gula bisa menghambat penyerapan air selama penyimpanan. Apabila sereal akan ditambahkan dengan perisa, pengawet (antioksidan) atau difortifikasi dengan vitamin dan mineral, maka komponen-komponen ini dapat disem-protkan



di



permukaan



produk



setelah



berakhirnya



proses



yang



menggunakan suhu tinggi. Penambahan komponen-komponen ini pada awal proses akan menyebabkan rusaknya seba-gian komponen selama proses pemanasan. 5. Pengemasan 1. Kemasan primer Kemasan primer yang digunakan untuk produk sereal sarapan sebaiknya bersifat kedap air dan udara. Beberapa kemasan yang dapat digunakan adalah kemasan film seperti high density polietilen (HDPE) dan polietilen (PE) yang dilapis dengan alumunium foil. Selanjutnya kemasan primer ditempatkan di dalam kemasan sekunder. 2. Kemasan Sekunder Kemasan primer ini ditempatkan dalam kemasan sekunder yang terbuat dari kotak karton, kaleng dan wadah plastik rigid. Pemilihan kemasan sekunder sangat tergantung pada produk akhir dan target pemasaran. Untuk meningkatkan ketahanan produk kemasan terhadap tekanan mekanis, maka kedalam kemasan primer dapat diisi dengan gas inert, misalnya nitrogen, agar kemasan lebih padat (menggembung) dan tahan terhadap tekanan mekanis.



BAB III HASIL PEMBAHASAN DAN INOVASI A. Spesifikasi Produk Produk Corn Meal terbuat dari jagung mutiara varietas lokal. Jagung dipilih karena merupakan sumber bahan pokok yang banyak dihasilkan di Indonesia. Jagung menggantikan peran gandum pada sereal-sereal yang banyak beredar di pasaran. Selain itu, gandum perlu import sedangkan jagung tidak. Corn Meal dibuat dalam bentuk puff cereal. Hal ini dikarenakan bentuk puff pada jagung lebih menarik dan disukai daripada bentuk flake nya. Pembuatan bentuk puff pada sereal menggunakan metode gun puffing. Proses pengembangan dilakukan dengan memanfaatkan penurunan tekanan secara tiba-tiba pada tahap akhir proses puffing. Suhu proses yang digunakan sekitar 204 - 260ºC pada tekanan 200 psi. Tingginya suhu dan tekanan didalam gun, menyebabkan air yang ada didalam sereal berubah bentuk menjadi uap jenuh. Penurunan tekanan secara tiba-tiba ke tekanan atmosfir menyebabkan air menguap dan mengembangkan sereal dengan struktur poros dibagian dalam. Setelah proses pengembangan (puffing), dilakukan proses sortasi untuk mengeluarkan biji yang tidak mengembang, biji hancur dan kulit. Produk selanjutnya dikering-kan untuk menurunkan kadar airnya dari 6% menjadi 2%. B. Keunggulan Produk Keunggulan produk Corn Meal adalah mengangkat bahan lokal Indoesia, baik dari segi bahan baku maupun varian rasa. Hal ini bertujuan untuk lebih mengenalkan kepada masyarakat bahwa makanan khas Indonesia dapat diinovasikan menjadi produk yang lebih praktis dan mudah dinikmati. Keunggulan lain dari produk Corn Meal adalah fungsinya sebagai sarapan praktis yang cukup mengenyangkan dan sebagai makanan saat bepergian. C. Unsur Kebaruan Produk Corn Meal merupakan sereal yang memiliki inovasi pada bahan baku yang digunakan yaitu jagung. Jagung masih sangat jarang digunakan pada pengolahan sereal yang beredar di pasaran Indonesia, namun sudah banyak di luar negeri. Selain itu, terdapat inovasi rasa pada produk Corn Meal. Varian rasa yang digunakan dalam Corn Meal adalah bakso ikan, rendang, dan sambal teri. Biasanya produk sereal lain



mempunyai varian rasa cokelat, vanila, kacang hijau yang bersifat varian rasa yang umum digunakan pada berbagai produk olahan. Corn Meal lebih memilih penggunaan varian rasa yang khas Indonesia. Bakso ikan merupakan produk olahan hasil laut yang umum dikenal di Indonesia. Penggunaan hasil laut turut mengembangkan potensi laut Indonesia. Rendang merupakan makanan khas Padang, Sumatera barat yang sudah mendunia. Sambal teri merupakan inovasi rasa yang menggabungkan rasa pedas dan ikan teri. Sambal tidak dapat dipisahkan dari Indonesia karena masyarakatnya yang sangat menyukai rasa pedas. Ikan teri dipilih karena merupakan hasil ikan yg cukup banyak di Indonesia dan perpaduan sambal dan ikan teri merupakan kombinasi rasa yang tepat. D. Jenis Kemasan Kemasan yang digunakan untuk produk corn meal terbagi kedalam tiga jenis kemasan 1. Kemasan primer dari segi fungsinya, yaitu untuk melindungi (protection), mengawetkan (preservation), dan termasuk fungsi artistik supaya konsumen yang melihat tertarik untuk membeli. Adapun bahan utama dari kemasan primer pada produk corn meal yaitu alumunium foil. Karena terdapat dua ukuruan kemasan yang berbeda maka masing-masing kemasan primernya sebagai berikut :



1. Kemasan 400 gram



2. Kemasan 70 gram



2.



Kemasan sekunder diperlukan untuk melindungi kemasan primer selama dalam penyimpanan di gudang, saat transportasi, dan saat didistribusikan ke pelanggan partai besar maupun pelanggan eceran. Bahan utama jenis kemasan sekunder pada corn meal adalah kotak karton untuk kemasan isi 400gram dan plastik untuk kemasan isi 70 gram. Berikut design kemasan kotak karton yang digunakan :



3.



Kemasan tersier berfungsi untuk mengantisipasi moda transportasi serta kondisi jalan pada sistem distribusinya. Kemasan tersier yang digunakan pada produk corn meal dibuat dari bahan karton bergelombang atau cardboard. Kemasan tersier atau sering juga disebut dengan transport packaging adalah kemasan yang digunakan untuk menggabungkan seluruh kemasan sekunder untuk memudahkan proses transportasi dan mencegah kerusakan produk. Berikut kemasan tersier yang digunakan pada corn meal



E. Target Pemasaran Target pasar yang menjadi sasaran produk Corn Meal adalah masyarakat usia 7-35 tahun. Usia 7 tahun dipilih menjadi awal usia target karena usia ini merupakan usia sekolah. Rentang usia tersebut dipilih berdasarkan usia produktif, baik karena usia sekolah, kuliah, maupun bekerja. Usia produktif tersebut merupakan target pasar yang potensial untuk produk Corn Meal karena mereka butuh sarapan bernutrisi untuk awal pagi sebelum aktifitas dan biasanya karena waktu yang sedikit, dibutuhkan sarapan yang praktis namun tetap padat gizi. Corn Meal adalah pilihan tepat. Selain bernutrisi dan praktis, Corn Meal juga bervarian rasa khas Indonesia.



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Produk olahan Corn Meal merupakan inovasi makanan sarapan pagi yang praktis namun tetap padat gizi. Bahan pokok dan varian rasa Corn Meal mengangkat makanan khas Indonesia bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa makanan khas Nusantara pun dapat dinikmati dalam bentuk makanan inovasi yang praktis.



B. Kritik dan Saran Demikianlah makalah ini kami susun semoga bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan maupun substansi makalah yang kurang sesuai. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari penulisan kalimat maupun produk inovasi yang penulis paparkan dari pemilihan bahan hingga pengemasan. Saran dan kritik yang membangun penulis harapkan untuk peningkatan kedepannya.



DAFTAR PUSTAKA Direktorat Gizi Masyarakat. 2000. Pedoman pemantauan konsumsi gizi. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jati, Arif Hidayat. 2010. Aplikasi Teknik Puffing Gun Dan Metode Ayakan Getar (Vibrating Mesh) Dalam Proses Pembuatan Berondong Beras Dan Berondong Ketan Butiran Berlapis Gula. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Suarni dan S. Widowati. 2007. Struktur, komposisi, dan nutrisi jagung. Bagian Buku Jagung. Puslitbang Tanaman Pangan. p. 410-426. Suarni, I.U. Firmansyah, dan Muh. Zakir. 2010. Pengaruh umur panen terhadap komposisi nutrisi jagung Srikandi Putih dan Srikandi Kuning. J. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 29(2):117-123.