Kelompok 4 - Bottom Up Dan Top Down [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS ETIKA DAN ANTI KORUPSI “BOTTOM-UP dan TOP-DOWN”



Disusun Oleh: 1) Felly Feliza Fitri



(12)



2) Lorienda Alfa Novalelya



(20)



3) Miftahul Huda Alwi S.



(22)



4) Muhammad Haris Pratama



(24)



5) Natasya Pricilia Arruan L.



(27)



6) Rati Febriani Christy



(30)



7) Zayyan Velda Send



(39)



Kelas 6-15



D III AKUNTANSI POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN Tahun Akademik 2019/2020



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI..............................................................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3 BAB II ISI..................................................................................................................................5 A. Pendekatan Bottom-Up...................................................................................................5 B. Pendekatan Top-Down....................................................................................................6 1.



Contoh Top-Down.......................................................................................................7



2.



Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Top-Down...................................................9



C. Perbandingan Bottom-Up dan Top-Down....................................................................11 BAB III PENUTUP..................................................................................................................12 A. Simpulan.......................................................................................................................12 B. Saran..............................................................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15



2



BAB I PENDAHULUAN



Setelah tahun 1997, tingkat korupsi di suatu negara menjadi salah satu pertimbangan atau prakondisi dari Bank Dunia (baik World Bank maupun IMF) dalam memberikan pinjaman untuk negara-negara berkembang. Oleh sebab itu, World Bank Institute mengembangkan program bernama Anti Corruption Care Programe yang bertujuan untuk menanamkan kesadaran mengenai korupsi, pentingnya keterlibatan masyarakat sipil untuk mencegah dan memberantas korupsi, termasuk menyediakan sarana bagi negara-negara berkembang untuk mengembangkan rencana aksi nasional untuk memberantas korupsi.. Program yang dikembangkan Bank Dunia ini didasarkan pada premis bahwa untuk memberantas korupsi secara efektif dan efisien perlu dibangun tanggung jawab bersama berbagai lembaga di masyarakat. Lembaga-lembaga yang harus dilibatkan diantaranya adalah pemerintah, parlemen, lembaga hukum, lembaga pelayanan umum, watchdog institution seperti public-auditor dan lembaga atau komisi pemberantasan korupsi, masyarakat sipil, media, dan lembaga internasional (Haarhuis : 2005). Bank Dunia menyatakan bahwa pendekatan untuk melaksanakan program antikorupsi dibedakan menjadi 2 pendekatan, yaitu pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) dan pendekatan dari atas ke bawah (top-down). Pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) didasarkan pada asumsi bahwa : 1.



Semakin luas pemahaman atau pandangan mengenai permasalahan yang ada, semakin mudah untuk meningkatkan kesadaran untuk memberantas korupsi.



2.



Adanya network atau jejaring yang baik akan lebih membantu pemerintah dan masyarakat sipil (civil society) sehingga perlu dikembangkan rasa saling percaya serta memberdayakan modal sosial (social capital) dari masyarakat.



3



3.



Perlu penyediaan data mengenai efektifitas dan efisiensi pelayanan pemerintah melalui corruption diagnostics. Dengan penyediaan data dan pengetahuan yang luas mengenai problem korupsi, reformasi administratif-politis dapat disusun secara lebih baik. Penyediaan data ini juga dapat membantu masyarakat mengerti bahaya serta akibat buruk dari korupsi.



4.



Adanya pelatihan-pelatihan khusus. Pelatihan ini dapat diambil dari toolbox yang disediakan oleh World Bank yang diharapkan dapat membantu mempercepat pemberantasan korupsi. Bahan-bahan yang ada dalam toolbox harus dipilih sendiri oleh negara di mana diadakan pelatihan karena harus menyesuaikan dengan kondisi masingmasing negara.



5.



Adanya rencana aksi pendahuluan yang dipilih atau dikonstruksi sendiri oleh negara peserta, diharapkan akan memiliki trickle-down effect dalam arti masyarakat mengetahui pentingnya pemberantasan korupsi. Pendekatan kebijakan Top-Down secara umum yaitu pendekatan dari atas kebawah,



yang menggunakan pengambilan keputusan oleh pemerintah dan kemudian di komunikasikan kepada rakyat. Menurut Agustino (2006:140) Pendekatan kebijakan Top-Down merupakan kebijakan yang dibentuk oleh para pejabat pemerintah (pusat) dan implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dilaksanakan oleh administratur atau birokrat pada level bawahnya. Pada pendekatan ini asumsi yang terjadi adalah para pembuat keputusan merupakan aktor kunci dalam keberhasilan implementasi kebijakan dari pusat/atas ke bawah. Korupsi merupakan gejala dari negara yang lemah dan institusi yang lemah (Haarhuis: 200). Reformasi di segala bidang harus dilakukan untuk menangani hal tersebut. Pendekatan dari atas atau Top-Down dilaksanan untuk mewujudkan reformasi tersebut baik dibidang hukum, politik, ekonomi, maupun administrasi pemerintah.



4



BAB II ISI A. Pendekatan Bottom-Up 1.



Menumbuhkan dan meningkatkan kultur antikorupsi. Masyarakat juga dapat meningkatkan kultur pendidikan antikorupsi kepada anak sejak



dini. Hal ini bertujuan agar dapat membentuk pribadi anak yang nantinya akan berakhlak dan berkarakter baik. Selain itu, masyarakat juga dapat membudayakan kultur antikorupsi pada kehidupan sehari-hari. Misalkan tidak melakukan korupsi waktu ketika memiliki janji kepada orang lain, tidak mencontek pekerjaan orang lain, dan tidak mengambil keuntungan secara diam-diam atas dana yang dipegang walaupun jumlah dananya sedikit. Apabila kultur tersebut sudah menjadi kebiasaan di tengah masyarakat, maka kesadaran dan rasa malu untuk melakukan tindak pidana korupsi akan menjadi sebuah budaya. 2.



Melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan sekitar. Banyak dari pengungkapan kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK



berasal dari pengaduan masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat dapat berperan penting untuk memberikan kontribusi yang baik kepada KPK dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu, hal ini juga menguatkan kedudukan KPK sebagai reformasi yang lahir dari rakyat itu sendiri. Sehingga dengan berkontribusi untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, masyarakat dapat memaksimalkan kinerja KPK dalam menyelematkan potensi kerugian negara yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintahan. 3. Mengawasi pemilihan umum dengan melihat rekam jejak calon pemimpin. Masyarakat juga dapat berperan untuk membersihkan pemerintahan dari potensi tindak pidana korupsi. Langkah yang paling efesien dan efektif adalah dengan mencermati rekam jejak calon pemimpin dalam pemilihan umum. Masyarakat harus memiliki kesadaran tinggi untuk menolak praktik politik uang dan tidak memilih calon pemimpin yang berpotensi atau 5



telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Hal ini sekaligus dapat dilakukan tidak hanya untuk menghindarkan calon pemimpin yang memiliki rekam jejak buruk dalam pemberantasan korupsi menduduki jabatan publik melainkan memberikan kesempatan untuk melakukan reformasi pemerintahan dan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berintegritas. 4.



Pendalaman nilai Pancasila kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran anti korupsi. Kelima sila Pancasila merupakan nilai yang perlu ditanamkan, dikuatkan serta



dipertahankan oleh seluruh golongan masyarakan dalam kaitannya dengan pemberantasan korupsi dari bawah. Nilai Pancasila berisikan tentang prinsip kehidupan yang memotivasi tiap manusia yang memiliki prinsip tersebut untuk selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia dengan tidak mengambil dan menggangu hak orang lain (Korupsi) sehingga apabila masyarakat mengilhami nilai Pancasila, maka budaya untuk melakukan korupsi pun akan berkurang. B. Pendekatan Top-Down Korupsi adalah gejala dari suatu negara dan institusi yang lemah (Haarhuis : 2005), sehingga harus ditangani dengan cara melakukan reformasi di segala bidang, baik hukum, politik, ekonomi maupun administrasi pemeritahan. Menurut Bozzini (2013:5), strategi untuk melawan korupsi juga telah di awali oleh institusi tertinggi suatu negara dengan mengikuti pendekatan top-down: yaitu dengan pembentukan hukum dan lembaga negara baru, kampanye kepekaan rakyat dan tuntutan akan integritas, yang kebanyakan berasal dari tingkat tertinggi pemerintahan, termasuk dari presiden sendiri. Hal ini sangat penting karena tidak mungkin untuk melawan korupsi tanpa adanya komitmen dari pimpinan tingkat atas. Struktur akuntabilitas perlu diperkuat dan transparansi dalam pengelolaan urusan publik perlu ditingkatkan, supaya perbaikan dapat dilakukan dan dipertahankan secara terun-



6



menerus. Akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi warga merupakan elemen penting untuk mempertahankan pengendalian korupsi. 1.



Contoh Top-Down Berikut beberapa upaya Indonesia dalam melawan korupsi dengan pendekatan top-



down: a.



Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai suatu lembaga antikorupsi yang independen dan efektif Semenjak berakhirnya orde baru dan dimulainya era reformasi, korupsi, kolusi, dan



nepotisme (KKN) yang merajalela dan tersebar luas dapat diatasi dalam kurun waktu yang relatif singkat meskipun sumber daya yang dimiliki KPK tidak memadai. KPK bertugas untuk memberanas korupsi secara profesional, intensif, dan terus-menerus. Untuk itu, KPK diberi kewenangan luas untuk mengawasi, menginvestigasi, dan mengusut kasus korupsi, serta memiliki kuasa untuk menahan, menyita aset, dan melakukan pemanggilan. KPK juga berperan dalam penangkapan dan penghukuman pejabat tinggi pengelola negara atau pengelola kekayaan negara yang dipisahkan, yang terlibat tipikor. Meskipun demikian, KPK tidak diuntungkan karena tidak memiliki political-will yang kuat, menyeluruh, dan berkelanjutan. Hal ini terbukti dari adanya upaya untuk menjatuhkan KPK dalam beberapa dekade terkahir. b.



Reformasi birokrasi di berbagai lembaga negara. Reformasi birokrasi merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan



mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Perubahan yang paling diutamakan saat ini adala penyederhanaan birokrasi, supaya masyarakat bisa terhindar dari oknum yang memeanfaatkan birokrasi yang panjang dan berbelit-belit.



7



Dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi, perlu partisipasi dan peran semua elemen bangsa, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Oleh karena itu, reformasi sistem penegakan hukum dan pelayanan publik yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya sangat diperlukan. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 disusun untuk mempercepat tercapainya tata kelola pemerintahan



yang



baik



dan



Kementerian/Lembaga/Pemerintah



pelaksanaan Daerah.



reformasi Reformasi



birokrasi



di



birokrasi



seluruh di



Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah meningkatkan peran pejabat pemerintah untuk melawan korupsi. Penguatan kelembagaan ini dapat diwujudkan melalui reformasi internal birokrasi dengan menerapkan mekanisme Pengawasan Internal, pemberian sanksi dan penghargaan, penerapan kode etik, audit internal, dan lain-lain) (Hart, 2001). c.



Peningkatan insentif melalui remunerasi pendapatan sebagai upaya pencegahan korupsi. KPK membuktikan dengan gaji yang lebih bagus maka efisiensi dan kinerja PNS juga



menjadi lebih bagus. Sebelumya, praktik korupsi kerap dilakukan karena PNS merasa penghasilan yang diterimanya tidak cukup. Karena itu, banyak dari mereka yang menerima gratifikasi dan tidak menolaknya. Gratifikasi ini kemudian berujung kepada praktik korupsi yang lebih besar. PNS berada di urutan kelima setelah kepolisian, peradilan, partai politik, dan parlemen dalam praktik tindak pidana korupsi, ucap mantan Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Supradiono. d.



Rotasi pejabat pemimpin lembaga merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menghentikan praktik korupsi. Badan atau lembaga yang terindikasi dengan prakti korupsi akan dirombak secara



besar-besaran, lalu kemudian dipilih wajah baru yang dapat meningkatkan kinerja dan



8



pelayanan publik. Selain itu penggantian pejabat yang menduduki posisi strategis dengan orang yang kredibel diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Langkah perubahan ini telah sukses dilakukan oleh beberapa lembaga negara contohnya Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, BPK, Kejaksaan Agung, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, dll. e.



Rekrutmen Aparatur Sipil Negara yang dilaksanakan secara profesional dan diawasi dengan ketat. Penguatan kapasitas sumber daya manusia yang mendorong birokrasi diisi oleh orang-



orang yang profesional. Sumber daya manusia yang profesion aladalah pegawai yang bekerja dengan pengetahuan dan kompetensi yang memadai danmemiliki integritas yang unggul. Penguatan kapasitas sumber daya manusia dilakukan melalui profesional development program dan character building program. Birokrasi yang profesional harus diisi oleh orangorang yang profesional, yakni orang-orang yang bekerja dengan kompetensi yang memadai. Disamping itu, penguatan kapasitas sumber daya dibutuhkan untuk membekali para pegawai agar memiliki tanggung jawab, disiplin dan patuh terhadap aturan yang berlaku. (Fatkhuri, 2017;74). Melalui profesional development program untuk peningkatan kompetensi pegawai dan menggalakkan program character building diharapkan dapat menjadi solusi untuk menimimalisir potensi korupsi dalam pelayanan publik. 2.



Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Top-Down



a.



Kelebihan Dengan perubahan pada level tertinggi pemerintahan atau peyelenggara negara,



diharapkan dapat membuat tata kelola pemerintahan di masing-masing lembaga menjadi baik dan bebas korupsi. Dapat diibaratkan apabila kepala berpikir hal yang baik, maka seluruh anggota badan lainnya juga akan melakukan hal yang baik.



9



Dengan reformasi hukum, para elit swasta dan elit politik yang korup tidak lagi kebal dari hukum. Pejabat publik yang mendukung program antikorupsi akan meningkatkan kepercayaan rakyat, sehingga mereka merasa yakin untuk mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi. Dengan bantuan pengawalan rakyat dan kebebasan pers dalam penyelenggaraan pemerintahan, KPK sebagai lembaga independent yang tidak memiliki pengaruh politik akan sangat terbantu. Terlebih dengan pemanfaatan sosial media, maka informasi penyimpangan dapat dengan mudah disebar dan rakyat dapat mengawal penegakan hukum dengan lebih baik. b.



Kekurangan Sistem politik yang tidak kondusif dan korup, membuat gerakan anti korupsi yang



bersifat top-down tidak efektif. Pemerintahan yang bersih tidak dapat terwujud apabila posisi strategis pejabat publik masih dipegang oleh para pemimpin, baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang masih mewarisi birokrasi patrimonialistik masa lalu yang korup. Pada birokrasi patrimonialistik ini, para birokrat—pejabat negara, pegawai pemerintah, kaum pengusaha, dan aparat penegak hukum, bertemu membentuk jejaring korupsi, yang memberi untung bagi mereka, dalam sebuah hubungan patron dan klien (Djafar, 2011:321). Model sistem birokrasi patrimonialistik yang selama ini mengakar, mesti diubah menjadi suatu konsep birokrasi rasional, yang memberikan dukungan sepenuhnya bagi penyelenggaraan sebuah pemerintahan modern(Djafar, 2011:321). Adanya upaya pelemahan KPK dapat membuat pejabat korup semakin leluasa melaksanakan aksinya. Selain itu, Indonesia adalah negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas, dimana setiap pemimpin daerah memiliki kebebasan dalam mengelola daerahnya. Hal ini membuat upaya pengawasan dan pengendalian menjadi cukup sulit, apabila lembaga pengawas independen di daerah tidak benar-benar independen (dapat dipengaruhi).



10



C. Perbandingan Bottom-Up dan Top-Down Pendekatan untuk melaksanakan program anti korupsi dari atas atau top down dilakukan dengan melaksanakan reformasi di segala bidang baik hukum, politik, ekonomi, maupun administrasi pemerintahan. Ini berarti upaya pemberantasan korupsi diinisiasi oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dalam pembuatan kebijakan dan pengelolaan birokrasi. Permasalahan korupsi di Indonesia merupakan persoalan yang sudah bersifat struktural, sehingga tidak bisa hanya berharap kepada kalangan birokrat dan penegak hukum. Hal ini karena, korupsi merupakan hal yang sangat dekat dengan kekuasaan. Kekuasaan merupakan salah satu peluang yang dapat menyebabkan korupsi. Sehingga, pemberantasan korupsi tidak dapat hanya dilakukan secara top down, akan tetapi harus bottom up. Pemberantasan korupsi sampai ke akar harus melibatkan peran langsung dari rakyat. Pendekatan bottom up sesuai dengan sistem pemerintahan demokrasi, di mana kebebasan masyarakat sipil untuk bersuara dan berpendapat memiliki peran dalam mengawasi pemerintahan. Masyarakat harus mengawal kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah untuk memperkecil kesempatan orang melakukan korupsi. Hukum harus diperkuat, demikian juga penegakkannya harus secara tegas memberikan hukuman yang setimpal pada koruptor. Namun hal tersebut membutuhkan sinergi dari kedua belah pihak. Salah satu asumsi dalam pendekatan bottom up adalah perlu adanya penyediaan data mengenai efisiensi dan efektifitas pelayanan pemerintah melalui corruption diagnostics. Dengan penyediaan data mengenai problem korupsi, reformasi administrative-politis dapat disusun secara lebih baik, serta membantu masyarakat paham mengenai akibat buruk dari korupsi.



11



BAB III PENUTUP A. Simpulan Korupsi merupakan akar dari banyak kerugian negara dan menjadi salah satu permasalahan penting menurut Bank Dunia. Oleh karena itu, Bank Dunia membuat program yang terus dikembangkan untuk memberantas korupsi dengan dua pendekatan yakni, pendekatan bawah ke atas (bottom-up) dan pendekatan atas ke bawah (top-bottom). Pendekatan dari bawah ke atas didasarkan atas asumsi pemahaman mendasar dan meluas mengenai korupsi akan menambah kesadaran dalam memberantas korupsi. Kecukupan Network, corruption diagnostics, pelatihan khusus dari toolbox yang disediakan oleh World Bank, serta rencana aksi pendahuluan dibutuhkan untuk membantu program antikorupsi ini. Beberapa contoh kegiatan menumbuhkan sikap antikorupsi dengan pendekatan bottom-up ini adalah, pendidikan sikap antikorupsi kepada anak-anak kecil, pendalaman nilai Pancasila kepada masyarakat, pengawasan kepada calon pemimpin yang akan dipilih dalam pemilu, serta pelaporan tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan sekitar. Kemudian, pendekatan top-down menitikberatkan pada komitmen dari pimpinan di level tertinggi dan dilaksanakan oleh pihak-pihak level di bawahnya dalam meningkatkan akuntabilitas pelayanan publik sehingga sifatnya tersentralisir. Asumsi yang digunakan ialah pejabat yang membentuk kebijakan merupakan peran penting dalam keberhasilan penerapan aturan-aturan demi menciptakan lingkungan antikorupsi. Pembentukan hukum atau lembaga baru seperti KPK dan reformasi birokrasi yang sedang berlangsung di berbagai lembaga negara mencerminkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dengan pendekatan atas ke bawah.



12



B. Saran Program antikorupsi yang terus dikembangkan ini sudah sewajarnya didukung dari berbagai pihak mulai dari tingkat tertinggi sampai tingkat individu. Permasalahan dan kerugian yang ditimbulkan dari sikap korupsi sudah nyata di depan mata merugikan setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Baik pendekatan bottom-up maupun top-bottom memiliki keunggulan, kelemahan serta perbedaan asumsi namun memiliki tujuan yang sama yaitu memberantas korupsi. Melalui tugas ini, tim penulis menarik beberapa saran serta opini yang dapat dituangkan sebagai berikut: 1.



Korupsi merupakan persoalan yang dapat dilihat dari dua sisi. Yang pertama dapat dilihat pada tingkat tinggi yang bersifat struktural pada lembaga atau institusi negara dan di tingkat terendah bersifat moralitas bagi individu. Pencegahan dan pemberatasan korupsi ini dapat dilalui melalui dua pendekatan, yakni top-bottom yang efektif menjangkau permasalahan korupsi struktural dan bottom-up bagi tingkat individu.



2.



Pemerintah harus melanjutkan reformasi birokrasi secara akuntabel dan transparan untuk memperoleh lembaga negara yang berjalan dengan efektif dan efisien.



3.



Memperkuat badan atau lembaga hukum seperti KPK, Polri, Kejaksaan, Kehakiman serta lainnya yang turut berpartisipasi mencegah dan memberantas korupsi. Hal seperti sumber daya manusia maupun anggaran dalam lingkungan tersebut dapat ditingkatkan demi mencapai kinerja yang maksimal.



4.



Mempertegas komitmen pemerintahan dalam memberi keadilan serta hukum berat bagi tersangka pidana korupsi untuk memberi efek jera bagi yang lain.



5.



Menciptakan program pendidikan antikorupsi atau pendidikan karakter dari usia dini/saat menduduki Taman Kanak-kanak (TK) untuk mengakarkan sikap bermoral pada generasi baru.



13



6.



Menyediakan keamanan yang cukup bagi setiap pihak yang melapor adanya tindak pidana korupsi, serta membangun lembaga legislatif yang dapat benar-benar menampung aspirasi rakyat serta yang tidak berpihak kepada kepentingan.



7.



Mengajak setiap lapisan masyarakat untuk mendukung setiap program atau gerakan antikorupsi yang dirancang baik dari level tertinggi maupun terendah.



8.



Sumber daya dan anggaran KPK harus ditingkatkan demi mencapai kinerja yang baik.



9.



KPK harus bebas dari intervensi politik, karena hal tersebut dapat melemahkan dan merusak kredibilitas KPK.



10. Upaya penegakan hukum selain dari KPK, seperti dari Polri, Kejaksaan, Kehakiman perlu ditingkatkan. Reformasi birokrasi dari lembaga tersebut harus dipercepat supaya dapat mendukung KPK dan bukan melemahkan KPK. (Mengingat Konfrontasi Cicak dan Buaya) 11. Transparansi, keterbukaan informasi, dan kebebasan pers harus ditingkatkan, agar masyarakat dapat mengawal penegakan hukum dengan lebih baik.



14



DAFTAR PUSTAKA Bozzini, Alessandro. 2013. Successes and limitations of a top-down approach to governance: the case of anti-corruption in Rwanda. ISPI Analysis No.164. Djafar, Wahyudi. 2011. Memotong Warisan Birokrasi Masa Lalu, Menciptakan Demarkasi Bebas Korupsi (Deducting Bureaucracy Legacy Of The Past, Creating A Free Corruption Demarcation. Online. Fatkhuri. 2017. Korupsi Dalam Birokrasi dan Strategi Pencegahannya. Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 1 No. 2 Tahun 2017 Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi. 2017. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi/Anti Korupsi. Jakarta:Kemendikbud Rahmat Fiansyah. 2013. Aksi Pemberantasan Korupsi DInilai Tidak Efektif. Kompas.com. Online. http://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/view/361/243 https://www.ispionline.it/sites/default/files/pubblicazioni/analysis_164_2013_0.pdf https://nasional.kompas.com/read/2013/12/08/1814332/Aksi.Pemberantasan.Korupsi.DInilai. Tidak.Efektif. https://news.un.org/en/story/2018/05/1010472



15