Kelompok 4 (Metode Survey Cepat) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GAMBARAN PERILAKU IBU DALAM PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA KECAMATAN MAULAFA KOTA KUPANG TAHUN 2021



KELOMPOK 4 : ANASTASIA SOFIA L. KERAF



(1807010449)



APENDITA JOICE R. Y. FREITAS



(1807010081)



ALFRIDA TERSA NANUL



(1807010031)



CLARETA MONICA O. TEJA



(1807010376)



DEWI LITA ENDRA WATI



(1807010085)



LISMA ANGELA NGGEOK



(1807010251)



MARIA FIONA PIUS



(1807010410)



ODILIA DUA ODANG



(1807010175)



RONNY SYAMUEL J. P. RATUKORE



(1807010319)



YERSINTHA TRISANLIA KATARINA



(1807010287)



PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2021



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami haturkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan kasih karunia- Nyalah kami dapat menyusun dan menyelesaikan proposal ini dengan baik dan selesai tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa penyelesaian proposal ini tak lepas dari bantuan dan penyertaan Tuhan. Kami juga berterima kasih kepada dosen atau pihak lain yang telah membantu baik secara moral dan material dalam penyelesaian proposal ini. Namun, kami juga menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran membangun dari pembaca sangat kami harapkan. Terima kasih.



Kupang, 15 Maret 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR....................................................................................................................i DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1 1.1



Latar Belakang................................................................................................................1



1.2



Rumusan Masalah...........................................................................................................2



1.3



Tujuan Penelitian............................................................................................................2



BAB II METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................................4 2.1



Jenis dan Rancangan Penelitian....................................................................................4



2.2



Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................................................4



2.3



Populasi dan Sampel.......................................................................................................4



2.4



Definisi Operasional........................................................................................................6



2.5



Jenis, Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data.......................................................8



2.6



Tehnik Pengolahan dan Analisis Data..........................................................................9



2.7



Penyajian Data..............................................................................................................10



DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................11 LAMPIRAN.................................................................................................................................12



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Imunisasi campak adalah imunisasi yang dilakukan untuk mencegah penyakit campak (measles dan morbili). Imunisasi campak diberikan pada balita ketika berusia 9 - 11 bulan. Penyakit campak pada anak akan menimbulkan komplikasi berat. Sekitar 1 dari 20 penderita campak akan mengalami komplikasi radang paru, dan 1 dari 1.000 penderita akan mengalami radang otak. Komplikasi lainnya adalah infeksi telinga yang berujung tuli. 1 dari 10 penderita berakhir tuli. 1 dari 10 penderita akan diare yang membuat mereka harus dirawat di rumah sakit (Saputra, 2014). Berdasarkan data World Health Organization (WHO),sebanyak 98 negara di dunia melaporkan peningkatan kasus campak di banding tahun 2017. Kasus campak mengalami peningkatan signifikan secara global sebesar 48,8% pada tahun 2018 dan menewaskan 136.000 orang. Kejadian campak masih tinggi di beberapa negara berkembang, terutama di benua Afrika dan Asia. Kementrian Kesehatan mencatat jumlah kasus campak dan rubella di Indonesia sangat banyak dan cenderung meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Adapun jumlah kasus suspek campak-rubella yang dilaporkan antara 2014 sampai dengan juli 2018 sebanyak 57.056 kasus, dimana 8.964 diantaranya positif campak dan 5.737 positif rubella. Tahun 2014 tercatat ada 12.943 kasus suspek, terdiri dari 2.241 positif campak dan 906 rubella. Jumlah ini bertambah mencapai 15.104 kasus suspek di 2017, dimana 2.949 diantaranya positif campak, dan 1.341 positif rubella. Hingga juli 2018 ini sudah tercatat 2.389 kasus suspek, terdiri dari 383 positif campak dan 732 positif rubella. Lebih dari tiga per empat dari total kasus yang dilaporkan, baik campak 88% maupun rubella 77%, diderita oleh anak usia dibawah 15 tahun (Kemenkes RI, 2018). Di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2014 meningkat menjadi 411 kasus, dan pada tahun 2015 menurun menjadi sebesar 284 kasus, sedangkan pada tahun 2016 meningkat



lagi menjadi sebesar 329 kasus dan pada tahun 2017 menurun menjadi 78 kasus dan pada tahun 2018 suspek campak sebnayak 110 kasus ( Profil Kesehatan NTT,2018 ). Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Kupang tahun 2018 telah ditemukan 41 kasus suspek campak, dengan kelompok usia rentan berada pada golongan umur 5-9 tahun dan usia balita dan balita. Untuk kasus suspek campak, Kota Kupang telah menerapkan system Case-Based Measles Surveillance (CBMS) atau surveilans berbasis kasus, dimana setiap ditemukan adanya satu kasus suspek campak wajib dilakukan PE dan dilakukan pengambilan sampel darah. Berdasarkan data laporan bulanan Puskesmas Oebobo terjadi penurun kasus campak dimana pada tahun 2016 sebanyak 10 kasus campak , tahun 2017 sebanyak 8 kasus campak, dan pada tahun 2018 kasus menurun sebanyak 3 kasus campak. Kemudian tahun 2016 – 2018 kelurahan dengan kasus campak paling tinggi adalah kelurahan oebobo dengan jumlah kasus sebanyak 13 kasus, kelurahan fatululi dengan jumlah kasus sebanyak 6 kasus, dan paling rendah terdapat di kelurahan oetete dengan jumlah kasus sebanyak 2 kasus campak. Berdasarkan uraian pada latar belakang, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian survey dengan judul “Cakupan Imunisasi Campak (MR) Pada Balita di RW 03 dan RW 07 di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo Kota Kupang Tahun 2021” 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah yang dapat dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Cakupan Imunisasi Campak (MR) Pada Balita di RW 03 dan RW 07 di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo Kota Kupang Tahun 2021 ?” 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan dilakukannya survei cepat adalah untuk mengevalusi program kebijakan imunisasi dari Puskesmas Oebobo dengan melihat cakupan imunisasi pada balita di Kelurahan Fatululi , Kecamatan Oebobo Kota Kupang.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Penyakit Campak 2.1.1.Pengertian Penyakit Campak Penyakit campak dikenal juga sebagai Morbili atau Measles. Campak merupakan penyakit yang sangat mudah menular yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui batuk dan bersin. Gejala penyakit campak adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) disertai dengan batuk dan/atau pilek dan/atau mata merah (conjunctivitis). Penyakit ini akan sangat berbahaya bila disertai dengan komplikasi pneumonia, diare, meningitis, bahkan dapat menyebabkan kematian. Manusia diperkirakan satu-satunya inang (reservoir), walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan dalam penularan (Kemenkes RI, 2018) Menurut WHO, penyakit campak merupakan penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk makulopopular, selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan 38oC atau lebih, juga disertai salah satu gejala batuk, pilek atau mata merah. Virus campak dikenal hanya mempunyai satu antigen. Struktur virus ini mirip dengan virus penyebab parotitis endemika dan parainfluenza. Setelah timbulnya ruam kulit, virus ini dapat ditemukan pada secret nasopharing, darah dan air kencing dalam waktu sekitar 34 jam pada suhu kamar, penyakit ini mudah ditularkan melalui saluran pernapasan pada saat penderita batuk, bersin atau sekresi dari pernapasan. Virus campak dapat bertahan selama beberapa hari pada temperatur 0oC dan selama 15 minggu pada sediaan beku, diluar tubuh manusia virus ini mudah mati. 2.1.2 Patogenesis Penyakit Campak Penyakit campak terutama menyerang anak-anak melalui saluran napas. Masa inkubasi penyakit 10-14 hari, masa prodormal 2-3 hari dengan gejala



batuk, pilek demam dan



konjungtivitis, diikuti ruam makulopapular yang khas pada kulit bersamaan dengan munculnya respon imun.Bila sembuh dari penyakit, maka penderita mempunyai imunitas terhadap infeksi ulang virus campak dalam rentang waktu yang panjang. Virus campak menyebar lewat udara



kemudian masuk ketubuh melalui saluran napas dan menginfeksi orang yang rentan terhadap penyakit. Virus berreplikasi pada saluran napas, selanjutnya menyebar ke jaringan limpa disekitarnya. Bertambahnya virus dalam kelenjar limpa mengakibatkan terjadinya viremia primer dan menyebar ke berbagai jaringan dan organ limfoid termasuk kulit saluran cerna dan hati. Sel pertama yang diinfeksi dalam darah adalah monosit, sel-sel leukosit selain monosit dapat juga diinfeksi yang juga dapat membantu untuk menyebarkan infeksi. Organ limfoid (thymus, lien, kelenjar limfe) dan jaringan limfoid (apendik dan tonsil) merupakan lokasi utama replikasi virus, ruam kulit yang muncul diseluruh tubuh disebabkan oleh respon sel T terhadap virus campak yang menginfeksi sel didalam pembuluh kapiler, karena gejala ini tidak muncul pada anak-anak yang menderita immunodefisiensi sel T. Infeksi alami karena penyakit campak cenderung menimbulkan antibodi lebih baik dibanding antibodi yang terbentuk karena vaksinasi campak. Setelah terjadi infeksi virus, dalam tubuh segera terjadi respon seluler yang kemudian diikuti oleh respon imunitas pada saat timbulnya ruam kulit. Bila pada seorang anak tidak terdeteksi adanya titer antibodi campak, maka anak tersebut termasuk kelompok rentan. 2.1.3 Gejala dan Tanda-tanda Penyakit Campak Ada 3 gejala dan tanda-tanda penyakit campak antara lain stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalensi. 1) Stadium kataral Pada stadium ini ditandai dengan panas tinggi, biasanya > 38oC selama 3 hari atau lebih, disertai gejala 3C (coryza/pilek, conjungtivitis, dan cough). Pada pemeriksaan mulut dapat dijumpai koplik’s spot dan kadang disertai diare. Pada stadium ini membedakan campak dengan influenza (common cold) cukup sulit. 2) Stadium erupsi Timbul ruam makulopapular eritromateus, pada saat suhu tubuh sedang tinggi, namun bercak tak langsung muncul diseluruh tubuh melainkan bertahap dan merambat. Mulai pada daerah kepala, belakang leher, kemudian ke badan dan anggota badan atas, selanjutnya ke



anggota badan bawah. Warnanya khas; merah dengan ukuran yang tidak terlalu besar, bercak memenuhi seluruh tubuh dalam waktu satu minggu. 3) Staudium konvalensi Pada stadium konvalensi, bercak kemerahan makulopapular berubah menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik. Untuk kasus yang telah menunjukkan hiperpigmentasi perlu dianamnesis dengan teliti, dan apabila pada masa akut (permulaan sakit) terdapat gejalagejala tersebut diatas maka kasus tersebut termasuk kasus campak klinis. 2.1.4 Diagnosis Penyakit Campak Berikut adalam diagnosis penyakit campak : 



Anamnesis berupa demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang mulai timbul dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh.







Pemeriksaan fisik berupa suhu badan tinggi (>380C), mata merah, dan ruam makulopapular.







Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan darah berupa leukopenia dan limfositopenia. Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM) campak juga dapat membantu diagnosis dan biasanya sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama dan ke-2 setelah timbulnya ruam. IgM campak ini dapat tetap terdeteksi setidaknya sampai 1 bulan sesudah infeksi. Campak harus dibedakan dari beberapa penyakit yang klinisnya juga berupa ruam



makulopapular. Gejala klinis klasik campak adalah adanya stadium prodromal demam disertai coryza, batuk, konjungtivitis, dan penyebaran ruam makulopapular. Penyakit lain yang menimbulkan ruam yang sama antara lain : 



Rubella (Campak Jerman) dengan gejala lebih ringan dan tanpa disertai batuk.







Roseola infantum dengan gejala batuk ringan dan demam yang mereda ketika ruam muncul. Parvovirus (fifth disease) dengan ruam makulopapular tanpa stadium prodromal.







Demam scarlet (scarlet fever) dengan gejala nyeri tenggorokan dan demam tanpa konjungtivitis ataupun coryza.







Penyakit Kawasaki dengan gejala demam tinggi, konjungtivitis, dan ruam, tetapi tidak disertai batuk dan bercak Koplik. Biasanya timbul nyeri dan pembengkakan sendi yang tidak ada pada campak.



2.1.5 Komplikasi Penyakit Campak Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu: 



Usia muda, terutama di bawah 1 tahun







Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor)







Pemukiman padat penduduk yang lingkungannya kotor







Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak terinfeksi HIV, malnutrisi, atau keganasan







Anak dengan defisiensi vitamin



Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain: 



Saluran pernapasan: bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis (croup)







Saluran pencernaan: diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi







Telinga: otitis media







Mata: keratitis







Sistemik: septikemia karena infeksi bakteri sekunder







Susunan saraf pusat: o Ensefalitis akut: timbul pada 0,01 – 0,1% kasus campak. Gejala berupa demam, nyeri kepala, letargi, dan perubahan status mental yang biasanya muncul antara hari ke-2 sampai hari ke-6 setelah munculnya ruam. Umumnya self-limited (dapat sembuh sendiri), tetapi pada sekitar 15% kasus terjadi perburukan yang cepat dalam 24 jam. Gejala sisa dapat berupa kehilangan pendengaran, gangguan perkembangan, kelumpuhan, dan kejang berulang. o Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE): suatu proses degeneratif susunan saraf pusat yang disebabkan infeksi persisten virus campak, timbul beberapa tahun setelah infeksi (umumnya 7 tahun). Penderita mengalami perubahan tingkah laku, retardasi mental, kejang mioklonik, dan gangguan motorik. 2.1.6 Pengobatan Penyakit Campak



Tidak ada obat spesifik untuk mengobati penyakit campak. Obat yang diberikan hanya untuk mengurangi keluhan pasien (demam, batuk, diare dan kejang).Obat simtomatik yang perlu diberikan antara lain: 



Antipiretik, antitusif







Vitamin A Vitamin A dosis tinggi diberikan sebanyak 2 kapsul (kapsul pertama diberikan saat



penderita ditemukan, kapsul kedua diberikan keesokan harinya, dosis sesuai umur penderita). Tabel : Ketentuan pemberian vitamin A Umur 0-6 bulan *) 7-11 bulan 12-59 bulan



Dosis segera 50.000 IU 100.000 IU 200.000 IU



Dosis hari ke-2 50.000 IU 100.000 IU 200.000 IU



*) Bagi balita yang tidak mendapat ASI Bila ada komplikasi pada mata, diberikan vitamin A dosis ke 3, 2 minggu kemudian sesuai dengan dosis diatas. Penderita campak yang berumur < 6 bulan yang mendapatkan ASI tidak perlu diberikan vitamin A, karena kebutuhan vitamin A sudah terpenuhi 19 melalui ASI, sehingga ibu nifas (1-42 hari setelah melahirkan) perlu diberikan vitamin A dosis tinggi melalui program. 



Antibiotik diberikan jika ada indikasi, biasanya diberikan pada kasus campak dengan komplikasi.21, 24 Apabila keadaan penderita cukup berat, segera dirujuk ke rumah sakit. 2.1.7 Pencegahan Penyakit Campak Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MMR (Measles,



Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat dapat diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15 bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada usia 5-6 tahun. Dosis vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL subkutan. Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ, pengobatan



imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak. 2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Imunisasi Campak Menurut penelitian yang dilakukan oleh Senewe (2017) terdapat 6 faktor yang mempengaruhi imunisasi, antara lain sebagai berikut : 1. Dukungan Keluarga Dukungan keluarga merupakan salah satu factor yang sangat penting untuk mewujudkan perilaku sehat. Sikap keluarga khususnya ibu yang positif mendukung imunisasi harus mendapatkan persetujuan dari suami dan adanya fasilitas imunisasi agar ibu dapat mengimunisasikan anaknya (Notoatmodjo, 2012) Keluarga yang percaya akan manfaat dari imunisasi bagi balita dan adanya dorongan dari institusi kesehatan untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan pemukiman seoptimal mungkin serta menyetujui dan mendukung keputusan untuk mencegah anak dari terkena penyakit akan mendorong lengkapnya imunisasi dasar yang diterima balita. 2. Motivasi Ibu Seorang ibu yang bersedia dating ke fasilitas kesehatan dengan membawa anaknya untuk diimunisasi karena memiliki motivasi tinggi yang didasari oleh berbagai factor seperti keyakinan bahwa imunisasi dapat mencegah anak untuk terkena penyakit menular khususnya penyakit campak. Ibu akan merasa senang dan aman apabila anaknya diberikan imunisasi karena yakin bahwa imunisasi akan mampu melindungi anaknya dari terkena penyakit-penyakit yang berbahaya. Perasaan senang dan aman tersebut akan mendorong ibu untuk melengkapi imunisasi dasar yang wajib diterima balita (Notoatmodjo, 2012). 3. Sikap ibu a) Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya bisa di tafsirkan



terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari. (Notoatmodjo, 2007) b) Komponen Pokok Sikap Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu : Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak. Komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosional memegang peranan penting. c) Tingkatan Sikap Menurut Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa seperti halnya dengan pengatahuan, sikap ini juga memiliki beberapa tingkatan yaitu: 



Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memper-hatikan stimulus yang diberikan (objek).







Merespon (responding) yang berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.







Menghargai (valuing) yang berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.







Bertanggung Jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Adapun indikator untuk mengetahui tingkat sikap terhadap kesehatan, antara lain dapat



dikelompokkan sebagai berikut : 



Sikap terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit.







Sikap tentang cara pemeliharaan dan cara hidup sehat adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup.







Sikap terhadap kesehatan lingkungan adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2007).



4. Tingkat pengetahuan ibu Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Disamping itu, pengetahuan ibu dapat diperoleh dari pendidikan atau pengamatan serta informasi yang didapat seseorang. Pengetahuan dapat menambah ilmu dari seseorang serta merupakan proses dasar dari kehidupan manusia. Melalui pengetahuan, manusia dapat melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas yang dilakukan para ibu seperti halnya dalam pelaksanaan imunisasi balita, tidak lain adalah hasil yang diperoleh dari pendidikan dan pengetahuan, sehingga dapat memberikan dorongan dan motivasi untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan (Slamet, 1999). Berkenaan dengan hal tersebut diatas, maka peran seorang ibu dalam hal imunisasi sangatlah penting. Karenanya, suatu pemahaman tentang program imunisasi sangat diperlukan. Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu (Ali, Muhammad, 2002). Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya, pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan orang lain, kemana harus mencari pengobatan bilamana sakit dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingka pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi : a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2003).



5. Tindakan ibu Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku manusia dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh dua factor pokok, yaitu factor perilaku dan factor non perilaku. Factor perilaku terdiri dari factor predisposisi, factor-faktor pemungkin dan factor dukungan. Factor predisposisi yaitu factorfaktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya. Fakor-faktor pemungkin yaitu factor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Disamping itu, terdapat factor dukungan yang diperlukan dari pihak lain seperti dukungan dari tokoh agama, tokoh masyarakat dan sebagainya. Praktik ini mempunyai tingkatan yaitu : a) Respons terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indicator praktik tingkat pertama. b) Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah menjadi praktik tingkat kedua. c) Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. 6. Pelayanan kesehatan Pelayanan kesehatan akan dirasakan berkualitas oleh para pasiennya jika pelayanannya memenuhi atau melebihi harapan pasien atau pelanggan. Penilaian para pengguna jasa kesehatan ditujukan kepada penyampaian jasa, kualitas pelayanan atau cara penyampaian jasa tersebut kepada pemakai jasa (Muninjaya, 2011).



Factor yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa adalah outcome, proses dan image jasa tersebut. Menurut Gonroos dalam Muninjaya (2011), ketiga kriteria tersebut dijabarkan menjadi enam unsur, yaitu : a) Professionalism and Skill Pada bidang pelayanan kesehatan, kriteria ini berhubungan dengan outcome yaitu pada tingkat kesembuhan pasien. Pengguna jasa akan menyadari bahwa jasa pelayanan kesehatan dihasilkan oleh sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan professional yang baik pula. b) Attitudes and Behavior Kriteria sikap dan perilaku para staf akan berhubungan dengan proses pelayanan. Pelanggan akan merasakan kalau dokter dan para medis rumah sakit maupun puskesmas telah melayani mereka dengan baik sesuai dengan standar prosedur operasional pelayanan. c) Accessibility and Flexibility Pengguna jasa pelayanan akan merasaan bahwa institusi penyedia layanan jasa, lokasi, jam kerja dan sistemnya dirancang dengan baik untuk memudahkan para pengguna jasa. Misalnya pada institusi kesehatan disesuaikan dengan keadaan sakit pasien, jarak yang harus ditempuh, tarif pelayanan dan kemampuan ekonomi pasien atau keluarga untuk membayar tarif pelayanan. d) Reliability and Trusworthines Pengguna jasa pelayanan bukan tidak memahami risiko yang mereka hadapi saat memilih pelayanan kesehatan yang ditawarkan oleh penyedia layanan kesehatan. e) Recovery Pelanggan memang menyadari jika terdapat kesalahan atau risiko akibat tindakan medis yang diambil, namun para pengguna jasa pelayanan mempercayai bahwa institusi penyedia layanan sudah melakukan perbaikan (recovery) terhadap mutu pelayanan yang ditawarkan kepada public untuk mengurangi risiko berbahaya ya akan diterima oleh pengguna jasa. f) Reputation and Credibility Pelanggan akan menyakini dengan benar bahwa penyedia jasa pelayanan memang memiliki reputasi yang baik, dapat dipercaya dan punya nilai (rating) yang tinggi



di bidang pelayanan kesehatan. Kepercayaan ini sudah terbukti dari reputasi pelayanan yang telah ditunjukkan selama ini oleh institusi jasa pelayanan kesehatan. Pelayanan petugas kesehatan dapat mempengaruhi imunisasi dasar pada anak, karena ibu merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan.



BAB III METODE PENELITIAN



3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode survey cepat (rapid survey method). Metode survey cepat merupakan suatu metode penelitian yang digunakan untuk melihat gambaran masalah atau fenomena yang terjadi dalam masyarakat dalam waktu singkat dan tepat. Penelitian ini akan memberikan gambaran keadaan subjek penelitian sehingga hasil dari penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya. 3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian ini dilakukan di wilayah RW 003 dan RW007 Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo Kota Kupang. 3.2.2. Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan April tahun 2021 3.3. Populasi Dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau subjek yang diteliti (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita dan bertempat tinggal di RW 003 dan RW 007 Kelurahan Oebobo. 3.3.2 Sampel Sampel penelitian merupakan representatif dari populasi. Jumlah sampel dalam survei cepat ditentukan paling sedikit 210 dan paling banyak 300, jumlah tersebut dianggap cukup untuk melihat cakupan atau frekuensi kejadian yang terjadi (Ariawan,dkk. 1996). Pengambilan sampel dalam survey cepat dilakukan dalam dua tahap yaitu yang pertama dengan menetapkan



kluster sebanyak 30 kluster. Kemudian pada tahap kedua yaitu pemilihan sampel. Dalam 1 kluster jumlah minimal sampel yang digunakan adalah sebanyak 7 dan maksimal sebanyak 10. Sehingga total sampel yang digunakan sebanyak 210 atau 300. 



Pemilihan Klaster



Pemilihan klaster dengan menggunakan aplikasi Csurvey. Sebelumnya peneliti mengumpulkan data klaster, yang mana klaster dalam penelitian ini adalah RT yang terdapat dalam Kelurahan Sikumana. Data tersebut meliputi jumlah KK yang kemudian dimasukan ke dalam aplikasi Csurvey, kemudian dilakukan pemilihan klaster untuk setiap RT. Jumlah RT di RW 003 dan RW 007,



Kelurahan Sikumana adalah sebanyak 6 RT, namun klaster yang



dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 klaster. Dengan menggunakan aplikasi Csurvey dapat mempermudah pemilihan klaster secara acak dengan menganut prinsip probability proportionate to size, maka dapat terpilih jumlah klaster untuk setiap RW pada tabel berikut.



Tabel Jumlah Sampel di Setiap Klaster Survei Perilaku Ibu dalam Pencegahan Diare Pada Balita di Kelurahan Sikumana







Pemilihan Sampel



Pemilihan sampel dilakukan dengan peneliti datang langsung ke lokasi yang diperkirakan sebagai pusat wilayah RT (rumah ketua RT). Kemudian peneliti melakukan pelemparan koin untuk menentukan arah yang akan di telusuri oleh peneliti (Depkes, RI, 1996). Setelah arah terpilih, kemudian peneliti melakukan pemetaan dengan menggambar semua rumah yang terlihat di sisi kanan dan kiri jalan selama peneliti menyusuri jalan tersebut. Jika menemui persimpangan peneliti kembali melakukan pelemparan koin atau memutar pena untuk menentukan arah selanjutnya. Hal tersebut terus dilakukan sampai mencapai batas wilayah. Setelah melakukan pemetaan, kemudian rumah – rumah yang terdapat didalam pemetaan diberikan penomeran berurutan dari posisi awal peneliti mulai menggambar. Untuk menentukan responden pertama dilakukan dengan cara pengundian menggunakan tabel angka acak. Setelah menemukan responden pertama peneliti kemudian mendatangi rumah responden, jika memenuhi kriteria maka dilakukan wawancara. Untuk responden selanjutnya dipilih berdasarkan rumah yang jaraknya paling dekat dengan rumah responden pertama. Jika responden pertama yang terpilih tidak memenuhi kriteria, maka akan dipilih rumah yang jaraknya paling dekat dengan rumah tersebut. Untuk pemetaan di setiap RW sudah di lampirkan di bagian akhir proposal a) Kriteria Inklusi 



Seorang ibu yang memiliki balita







Tinggal di RW 003 dan RW 007, Kelurahan Fatululi, Kecematan Oebobo







Bersedia menjadi sampel



b) Kriteria Eklusi 



Tidak bersedia menjadi sampel







Pindah rumah saat dilakukannya proses pegambilan data







Tidak memenuhi kriteria inklusi



3.4. Defenisi Operasional



No 1.



Nama



Definisi



Kriteria



Variabel



Operasional



Objektif



Cakupan



Merupakan



Imunisasi



proses untuk Tidak membuat imun



Pernah,



Instrumen



Skala Data



Kuisioner



Nominal



Kuisioner



Ordinal



Pernah



tubuh



seseorang atau kekebalan terhadap suatu penyakit, dengan



cara



pemberian vaksin



yang



merangsang system kekebalan tubuh



agar



kebal terhadap penyakit. 2



Pendidikan ibu



Merupakan



Tidak



jenjang



Sekolah,



pendidikan



Sekolah



formal



yang Dasar,



ditempuh oleh



Sekolah ibu Lanjutan



sebagai bekal Tingkat agar



dapat Pertama,



mendidik



Sekolah



anak-anaknya Lanjutan dengan baik Tingkat dan benar.



Atas, Perguruan Tinggi/Aka demik.



3



Pekerjaan



Merupakan



Ibu Rumah Kuisioner



suatu



Tangga dan



hubungan



Bekerja



Ordinal



yang melibatkan dua



pihak



antara perusahaan dengan para pekerja



atau



karyawan. 4



Fasilitas



Merupakan



Pelayanan



suatu



Kesehatan



atau



alat Puskesmas, tempat Rumah



yang digunakan untuk menyelengga rakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif



Posyandu,



Sakit



Kuisioner



Ordinal



maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,



dan



masyarakat. 3.5 Jenis, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 3.5.1 Jenis Data a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung oleh peneliti melalui kegiatan pengukuran atau observasi dengan menggunakan instrumen pengumpulan data atau wawancara maupunpengamatan secara langsung. Data primer dalam penelitian ini di dapat dari hasil wawancara dan pengisian lembar observasi. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan merupakan data yang diperoleh dari instansi yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini didapat melalui data demografis dan geografis wilayah RW. 003 dan RW. 007, Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo dan juga menggunakan data dalam Laporan PBL I Kelompok 5 FKM Universitas Nusa Cendana. 3.5.1. TeknikPengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode wawancata dan pengisian lembar observasi. 3.5.2. IntrumenPengumpulan Data Instrumen pengumpulan data merupakan alat ukur yang digunakan dalam proses pengumpulan data.



3.6 Teknik Pengolahan, Analisis Dan Penyajian Data 3.6.1 TeknikPengolahan Data a. Editing Editing dalam penelitian ini dilakukan dengan meneliti dan memeriksa data yang telah dikumpulkan untuk diteliti kelengkapannya, kejelasan makna jawaban, konsistensi maupun kesalahanan tar jawaban pada kuesioner. b. Coding Coding dalam penelitian ini dilakukan melalui proses pengkodean untuk memudahkan proses pengolahan data. c. Entry Entry dalam penelitian ini dilakukan melalui proses memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer. d. Tabulating Tabulating dalam penelitian ini dilakukan melalui proses mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti agar mudah dijumlah, disusun, dan ditata untuk dianalisis. 3.6.2 Analisis Data Penelitian ini menggunakanan alisis univariat, yaitu analisis yang digunakan untuk menggambarkan distribusi dan frekuensi masing-masing variabel baik variabel independen maupun variable dependen. Variabel dalam penelitian ini adalah cakupan imunisasi campak pada balita dan hubungan pengetahuan, sikap serta perilaku ibu terhadap imunisasi campak.Dalam penelitian ini, aplikasi yang digunakan dalam menganalisis data adalah epiinfo. 3.6.3 Penyajian Data Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang dapat digunakan untuk penarikan kesimpulan. Penyajian data penelitian ini menggunakan tabulasi yang menggambarkan distribusi frekuensi.



BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN



4.1 Gambara Umum Lokasi Penelitian



3.1 Situasi umum RW 003 dan RW 007 4.1.1



Keadaan Geografis di RW 003 Luas wilayah RW 003 seluruhnya dengan batas wilayah: 



Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Nefonaek dan Kelurahan Kelapa Lima



5.1.1







Sebelah selatam berbatasan dengan RW 005







Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Oebobo







Sebelah timur berbatasan dengan RW 004 dan RW 005



Keadaan Demografi di RW 003 Jumlah penduduk RW 003 sebanyak 528 jiwa: 



Laki – laki



: 267 jiwa







Perempuan



: 261 jiwa



Untuk menjelaskan keadaan demografi di wilayah ini digunakan data sekunder yang didapatkan dari ketua RW 003. 6.1.1



Sarana Pelayanan Kesehatan/UKBM di RW 003 Tabel 3.4 Distribusi Sarana Pelayanan Kesehatan di Wilayah RW 003 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo Tahun 2020 Sarana Pelayanan Kesehatan Jumlah Posyandu



1 (Posyandu Putri Sari)



Puskesmas



0



Rumah Sakit



0



TOTAL



1



Sumber: Data Sekunder Profil RW 003 Berdasarkan tabel 3.4, diketahui bahwa sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di wilayah RW 003 adalah posyandu (Putri Sari).



7.1.1



Data Ketenagaan atau SDM Kesehatan di wilayah RW 003 Tabel 3.5Distribusi Sumber Daya Manusia Kesehatan di Wilayah RW 003 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo Tahun 2020 Ketenagakerjaan atau SDM



Jumlah



Kesehtan Dokter



-



Perawat



4



Bidan



1



TOTAL



5



Sumber: Data Sekunder Profil RW 003



Berdasarkan tabel 3.5, diketahui distribusi SDM Kesehatan terbanyak pada RW 003 Kelurahan Fatululi adalah perawat sebanyak 4 orang dan distribusi terendah adalah bidan sebanyak 1 orang. 8.1.1



Keadaan Geografis di RW 007 Luas wilayah RW 007 seluruhnya dengan batas wilayah:



9.1.1







Sebelah Utara berbatasan dengan RW 005 dan RW 06







Sebelah Selatan berbatasan dengan RW 001 dan RW 09







Sebelah Barat berbatasan dengan RW 01







Sebelah Timur berbatasan dengan RW 13



Keadaan Demografi di RW 007 Jumlah penduduk RW 007 sebanyak 927 jiwa: 



Laki – laki



: 466 jiwa







Perempuan



: 461 jiwa



Untuk menjelaskan keadaan demografi di wilayah ini digunakan data sekunder yang didapatkan dari ketua RW 007. Distribusi penduduk di RW 007 berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin disajikan dalam tabel berikut ini: 10.1.1 Sarana Pelayanan Kesehatan/UKBM di RW 007 Tabel 3.9 Distribusi Sarana Pelayanan Kesehatan di Wilayah RW 007 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo Tahun 2020 Sarana Pelayanan Kesehatan



Jumlah



Posyandu



1 (Posyandu Santigi)



Rumah Sakit



-



Puskesmas



-



TOTAL



1



Sumber: Data Sekunder Profil RW 003 Berdasarkan tabel 3.9 diketahui bahwa sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di wilayah RW 007 adalah Posyandu (Santigi).



11.1.1 Data Ketenagaan atau SDM Kesehatan di Wilayah RW 007 Tabel 3.10Distribusi Sumber Daya Manusia Kesehatan di Wilayah RW 007 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo Tahun 2020 Ketenagakerjaan atau SDM Kesehtan



Jumlah



Dokter



1



Perawat



4



Bidan



2



TOTAL



7



Sumber: Data Sekunder Profil RW 003 Berdasarkan tabel 3.10, diketahui distribusi SDM Kesehatan terbanyak pada RW 007 Kelurahan Fatululi adalah perawat sebanyak 4 orang dan terendah adalah dokter sebanyak 1 orang. 4.2 Karakteistik Responden Jumlah ibu yang memiliki balita di RW 003 dan RW 007 adalah sebanyak 49 orang dengan karaktersitik sebagai berikut : a. Tabel distribusi ibu yang memiliki balita berdasarkan usia di RW 003 dan RW 007, di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo Tahun 2021 Umur 20-25 26-30 31-35 36-40



Frequency 9 9 6 10



Precent 0,183% 0,183% 0,122% 0,204%



41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 Total



4 1 6 3 1 49



0,081% 0,020% 0,122% 0,061% 0,020% 0,996%



Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa jumlah umur ibu yang paling banyak yaitu ditemukan pada umur diantara 36-40 tahun dengan jumlah 10 orang(0,204) Di RW 003 Dan RW 007 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo Tahun 2021 b. Tabel distribusi ibu yang memiliki balita berdasarkan status pekerjaan di RW 003 dan RW 007, di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo Tahun 2021 Status



Frequency



Precent



Cum precent



pekerjaan ibu Bekerja 19 Tidak bekerja/ibu 30



0,387% 0,613%



38,789% 100,00%



rumah tangga Total



100,00%



100,00%



49



Dari data diatas dapat diketahui Statu pekerjaan ibu ya%ng paling banyak ditemukan adalah tidak bekerja/ibu rumah tangga dengan jumlah 30 (61,22 %) Di RW 003 Dan RW 007 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo Tahun 2021 c. Tabel distribusi ibu yang memiliki balita berdasarkan pendidikan terakhir di RW 003 dan RW 007, di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo Tahun 2021. Tingkat



Frequency



Precent



Cum precent



2 11 10 19 5 2 49



4,08% 22,45% 20,41% 38,78% 10,20% 4,08% 100,00%



4,08% 26,53% 46,94% 85,71% 95,92% 100,00% 100,00%



Pendidikan Terakhir Akademi Perguruan Tinggi Sekolah Dasar SLTA SLTP Tidak Sekolah Total



Dari Tabel diatas dapat diketahui bahwa Jumlah Tingkat Pendidikan Terakhir Ibu yang paling banyak yaitu ditemukan pada Tingkat pendidikan SLTA dengan jumlah 19 (38,79%) Di RW 003 Dan RW 007 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo Tahun 2021 d. Tabel Distribusi Balita berdasarkan usia di RW 003 dan RW OO7 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo Kota Kupan Tahun 2021 Usia 0-8 bulan 9 bulan- 1 tahun 2-5 tahun Total



Frequency 1 12 36 49



Precent 2.04% 24,49% 73,47% 100,00%



Cum.percent 2.04% 100,00% 75,51% 100,00%



Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah balita terbanyak Di RW 003 Dan RW 007 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo pada usia 2-5 tahun dengan jumlah sebear 36 orang (75,51%). e. Tabel distribusi statu Imunisasi Campak pada balita di RW 003 dan RW 007 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo Tahun 2021 Cakupan Tidak



Imunisasi Imunisasi



Lengkap Imunisasi Lengkap Total



Frequency



Precent



3



6,12%



46 49



93,88% 100,00%



Cum percent 6,12 % 100,00% 100,00%



Tabel di atas menunjukan bahwa terdapat 46 balita (93,88 %) yang sudah mendapatkan imunisasi lengkap Di RW 003 Dan RW 007 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo. f. Tabel distribusi status imunisasi balita berdasarkan usia ibu di RW 003 dan RW 007, di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo Tahun 2021 Umur



Status Imunisasi



Total



20-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 Frequency Precent



Sudah



Belum



7 9 6 10 4 1 5 3 1 46 93,88%



2



9 9 6 10 4 1 1 6 3 1 3 49 6,12% 100,00%



% a. Tabel distribusi status imunisasi balita berdasarkan usia ibu di RW 003 dan RW 007, di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo Tahun 2021 Pendidikan



Status Imunisasi



Total



Terakhir Sudah Akademi Perguruan Tinggi Sekolah Dasar SLTA SLTP Tidak Sekolah Frequency Precent



2 10 10 18 4 2 46 93,88%



Belum 2 11 10 1 19 1 5 2 3 49 6,12% 100,00% 1



% a. Tabel distribusi status imunisasi balita berdasarkan status pekerjaan ibuibu di RW 003 dan RW 007, di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo Tahun 2021 Status



Status Imunisasi



Pekerjaan Ibu Sudah



Belum



Total



Bekerja 28 Tidak bekerja/ibu 28



2 2



rumah tangga Frequency Precent



3 49 6,12% 100,00%



46 93,88%



19 30



% 4.3 Pembahasan 4.3.1



CakupanImunisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengembangkan indeks pembangunan



Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang terdiridari 24 indikator kesehatan utama salah satunya adalah cakupanimunisasi dasar. BerdasarkanRenstraDinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur 2019-2023, target imunisasi dasar lengkap100%.Imunisasicampak adalah salah satu komponen imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah, untuk melindungi anak dari penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan bahkankematian. Agar terpenuhinya target yang telah ditetapkan tersebut, Puskesmas Oebobo dengan sigap melakukan program imunisasi campak pada seluruh lapisan masyarakat yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas termasuk masyarat RW 03 dan RW 07. Selain itu, Puskesmas Oebobo juga melakukan imunisasi lanjutan pada anak-anak usia SD di sekolah-sekolah yang ada di dalam wilayah kerja Puskesmas Oebobo. Berdasarkan hasil survey cepat yang telah dilakukan pada RW 03 dan RW 07 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo didapatkan bahwa cakupan imunisai campak mencapai 93,88%. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan imunisasi campak di RW 03 dan RW 07 belum mencapai target yang telah di tetapkan oleh Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur 2019-2023. Cakupan imunisasi campak yang belum mencapai target yang ditetapkan dipengaruhi oleh banyak faktor dimulai dari motivasi ibu, dukungan keluarga, tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, perilaku dan pelayanan kesehatan. Faktor lain seperti usia dan pekerjaan juga mempengaruhi cakupan imunisasi campak. Oleh karena itu Puskesmas Oebobo perlu mendapatkan dukungan masyarakat dengan cara masyarakat berpartisipasi dalam pemenuhan cakupan imunisasi melalui penyuluhan dan kampanye kegiatan imunisasi campak.



4.3.2



Umur Ibu Umur adalah usia individu yang dihitung saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin



cukup umur, tingkat kematangan seseorang dalam berpikir logis akan semakin baik. Umur ibu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam tingkat cakupan imunisasi campak pada anak.Semakin meningkatnya umur ibu, pengalaman yang telah didapatkan juga semakin banyak khusunya dalam mengurus anak. Ibu yang pernah tidak membawa anaknya untuk melakukan imunisasi akan mudah terkena penyakit sehingga berdasarkan pengalaman ini ibu akan memiliki kesadaran untuk membawa anaknya melakukan imunisasi campak. Berdasarkan hasil survey cepat yang dilakukan pada RW 03 dan RW 07 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo didapatkan bahwa responden berusia 20-30 tahun dengan jumlah responden paling banyak yaitu sebanyak 18 responden sedangkan jumlah responden paling sedikit berada pada rentang umur 61-70 tahun yaitu sebanyak 1 responden. Survei cepat yang telah dilakukan pada RW 03 dan RW 07 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo ditemukan bahwa jumlah responden yang memiliki balita yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap berada pada jenjang usia 20-30 tahun adalah dua (2) orang dari 3 orang responden. Hasil survei ini menyimpulkan bahwa usia memiliki hubungan dengan status imunisasi balita yang dapat dilihat dari jumlah usia ibu dengan status imunisasi balita. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pramadhita (2012) yang menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan status imunisasi balita. 4.3.3



Tingkat pendidikan Ibu Tingkat pendidikan yang tinggi pada ibu diharapkan akan meningkatkan lebih besar



keterlibatannya dalam



membawa anaknya mengikuti program imunisasi campak, memiliki



pemahaman yang lebih baik tentang kesehatan anak khususnya mengenai campak, Selain itu dengan pendidikan tinggi diharapkan ibu mempunyai kesadaran yang tinggi dalam melakukan pencegahan mengenai masalah kesehatan campak pada anaknya. Kesadaran yang baik ini tentunya dapat menggerakkan motivasi ibu untuk membawa anaknya mengikuti program imunisasi campak. Berdasarkan hasil survey cepat yang dilakukan pada RW 03 dan RW 07 Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo responden yang memiliki tingkat pendidikan paling banyak berada



pada tingkat SLTA yaitu sebanyak 18 responden dan ibu yang memiliki tingkat pendidikan paling sedikit berada pada tingkat akademi dan tidak sekolah yaitu sebanyak 2 responden. Sementara itu, tingkat pendidikan ibu berdasarkan data balita yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap ditemukan sangat bervariasi dimana terdapat tiga (3) responden dengan tingkat pendidikan SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status imunisasi balita. Hasil survei ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ponidjan (2012) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan Status imunisasi bayi ibu. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rikianto,dkk (2016) juga ditemukan tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar di UPK Puskesmas Perumnas II Kota Pontianak. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan Miftahol dkk justru menemukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan status imunisasi anak. 4.3.4



Pekerjaan Ibu Pekerjaan ibu mempengaruhi keikutsertaan ibu dalam membawa anaknya melakukan



imunisasi campak. Ibu yang bekerja akan memiliki waktu yang sedikit bersama anaknya karena harus membagi waktu untuk melakukan pekerjaannya. Ibu yang bekerja terkadang tidak memperhatikan kesehatan anaknya dengan baik. Sedangkan pada ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga memiliki waktu yang banyak bersama anaknya sehingga dapat memperhatikan kesehatan anaknya. Berdasarkan hasil survey cepat yang dilakukan pada RW 03 dan RW 07 Kelurahan FatululiKecamatanOebobo responden yang bekerja sebanyak 18 repondendan responden yang tidak bekerja sebanyak 30 orang dan ditemukan bahwa dari 3 responden yang memiliki balita yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap, ada dua (2) responden yang tidak memiliki pekerjaan dan ada satu (1) responden yang bekerja. Berdasarkan data tersebut, disimpulkan bahwa pekerjaan memiliki hubungan terhadap kelengkapan imunisasi balita. Hasil survei cepat ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pramadhita (2012) yang menemukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status imunisai anak. Sedangkan, Nanda,dkk (2009) menemukan bahwa status pekerjaan ibu tidak berhubungan dengan kelengkapan pemberian imunisasi.



DAFTAR PUSTAKA



Hudhah, Miftahol dkk. Perilaku Ibu dalam Imunisasi Dasar Lengkap Di Puskesmas Gayam Kabupaten Sumenep. 2017. Vol 5. No. 2 Hal 167-180 Nugraheni, Ani Nanda dkk. 2009. Hubungan Status Pekerjaan Ibu Dengan Kelengkapan Imunisasi Pada Balita di Puskesmas Kraton Yogyakarta. Nugroho, Pramadhita Janu. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Usia dan Pekerjaan Ibu dengan Status Imunisasi Dasar Bayi Di Desa Japanan Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten. Skripsi. Surakarta:2016. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Thaib, dkk. Cakupan Imunisasi Dasar Anak Usia 1-5 Tahun dan Beberapa Faktor yang Berhubungan di Poliklinik Anak Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA). Aceh. 2013. Sari Pediatri, Vol. 14. No. 5



Triana, Vivi. Faktor yang Berhubungan Dengan Pemberian Imunisasi Lengkap pada Bayi. 2015. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. Vol. 10. No. 2, Hal 123-135



LAMPIRAN



Lembar Kuisioner KUISIONER PENELITIAN Gambaran Perilaku Ibu dalam Pencegahan Diare Pada Balita di Kelurahan Sikumana Kota Kupang Tahun 2021



1) No. Responden



:



2) Nama



:



3) RT/RW



:



4) Usia



:



5) Jenis Kelain



:



6) Pekerjaan



:



7) Pendidikan Terakhir *) a. Tidak Sekolah b. SD c. SMP/Sederajat d. SMA/Sederajat e. Akademik/PT 8) Riwayat Diare*) a. Pernah b. Tidak Pernah *) Lingkari jawaban yang sesuai



PERTANYAAN 1. Apakah ibu selalu mencuci tangan saat sebelum menyiapkan makanan untuk anak ibu a. Selalu b. Kadang – kadang c. Tidak Pernah 4. Apakah ibu selalu mensterilkan peralatan makan balita sebelum dan sesudah digunakan a. Selalu b. Kadang – kadang c. Tidak Pernah 5. Apakah ibu selalu memberikan ASI ekslusif pada balita



a. Selalu b. Kadang – kadang c. Tidak Pernah 6. Apakah selalu membersihkan payudara sebelum memberikan ASI a. Selalu b. Kadang – kadang c. Tidak Pernah 7. Apakah ibu memiliki jamban di rumah a. Ya b. Tidak 8. Apakah jamban tersebut milik pribadi a. Ya b. Tidak 9. Apakah jamban tersebut memiliki septic tank a. Ya b. Tidak 10. Apakah ibu selalu menggunakan air matang untuk di minum a. Ya b. Tidak 11. Apakah ibu menggunakan air bersih dalam memasak a. Ya b. Tidak 12. Apakah ibu selalu menggunakan air bersih untuk mencui pakaian balita a. Ya b. Tidak 13. Apakah balita ibu selalu diberikan sayur a. Selalu b. Kadang – kadang c. Tidak Pernah 14. Apakah Balita ibu selalu diberikan buah a. Selalu



b. Kadang – kadang c. Tidak Pernah Petunjuk Pengisian : lingkari jawaban yang sesuai



LAMPIRAN PEMETAAN Pemetaan RW 01



Pemetaan RW 03



Pemetaan RW 04



Pemetaan RW 05



Pemetaan RW 06



Pemetaan RW 07



Pemetaan RW 08



Pemetaan RW 11



Pemetaan RW 12



Pemetaan RW 13



Pemetaan RW 14



Pemetaan RW 15



Pemetaan RW 16



Pemetaan RW 17



Pemetaan RW 18