Kualitas Tidur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini menguraikan landasan teori tentang lansia, kualitas tidur, dan terapi madu. Disertai uraian mengenai kerangka teori, kerangka konsep, dan hipotesis penelitian. A. Lansia Menurut World Health Organisation (WHO), lansia dikategorikan ke dalam empat kelompok berbeda yaitu middle age (45-59 tahun), elderly (60-74 tahun), old (75-90 tahun), dan very old (>90 tahun) (Bandiyah, 2009)(Naja, S. , Makhlouf, M.M.E.D. , Chehab, 2017). Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas (Kemenkes, 2016). Sedangkan menurut Bappenas, penduduk lanjut usia adalah penduduk berumur 60 tahun ke atas (Bappenas, 2014). Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia yaitu gangguan tidur. Lansia tidur sekitar 6 jam setiap malam. Sekitar 20% sampai 25% tidur berupa tidur REM (Rapid Eye Movement Sleep). Banyak lansia terbangun lebih sering di malam hari dan sering kali mereka memerlukan waktu yang lama untuk dapat kembali tidur. Karena perubahan dalam tidur tahap IV, maka para lansia mengalami tidur pemulihan yang lebih sedikit (Kozier, 2010). B. Kualitas Tidur 1. Pengertian Menurut Islamiyah (2018), tidur adalah bentuk fisiologis dan berulang dari penurunan kesadaran secara reversibel dimana terjadi penurunan fungsi kognitif secara global sehingga otak tidak merespon secara penuh terhadap



8



9



stimulus sekitar. Kozier (2010) mengatakan bahwa tidur merupakan kebutuhan dasar manusia dan berfungsi mengembalikan energi seseorang setelah melakukan aktivitas sehari-hari. Mencapai kualitas tidur yang baik penting untuk kesehatan. Hidayat mengatakan bahwa kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Rudimin, Harianto, & Rahayu, 2017). Kebutuhan tidur menjadi rujukan untuk menentukan seberapa baik kualitas tidur seseorang. Menurut Kozier (2010), kebutuhan tidur tergantung pada usia seseorang. Kebutuhan tidur pada bayi 22 jam per hari, anak usia sekolah 8-12 jam per malam, remaja 8-10 jam waktu tidur tiap malam, dewasa 6-8 jam per malam dan lansia yaitu sekitar 6 jam setiap malam. Menurut Islamiyah (2018), berkurangnya kualitas dan kuantitas tidur dapat menyebabkan gangguan tidur. Kozier (2010) menambahkan, apabila kualitas dan kuantitas tidur berkurang maka orang tersebut seringkali mudah marah, depresi, lelah, dan memiliki kontrol emosi yang buruk. Kualitas tidur seringkali berkurang pada lansia. Kozier (2010) menyebutkan beberapa faktor utama yang seringkali berpengaruh pada tidur sehingga timbul gangguan tidur yaitu efek samping obat, penyakit refluks lambung, menyebabkan



gangguan pernapasan dan sirkulasi



yang dapat



ketidaknyamanan bernapas, nyeri akibat artritis, nokturia, depresi, kehilangan pasangan hidup, gangguan rutinitas tidur saat seseorang dirawat inap atau ditempatkan di suatu perawatan jangka panjang, dan kebingungan yang berhubungan delirium atau demensia Gangguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati, umumnya menyebabkan tidur terganggu yang menghasilkan salah satu dari tiga masalah insomnia, yaitu : gerakan abnormal atau sensasi saat tidur atau ketika terbangun di malam hari, atau kantuk yang berlebihan di siang hari (Potter & Perry, 2010). 2. Siklus Tidur (Islamiyah, 2018) Siklus tidur pada orang dewasa normal siklus ini dibagi menjadi 5 fase, yakni fase 1 sampai dengan 4 yang disebut Non Rapid Eye Movement Sleep (NREM) dan fase ke 5 yang disebut dengan Rapid Eye Movement Sleep (REM). Kelima siklus ini dapat berulang beberapa kali dalam suatu periode tidur. Berikut fase-fase yang ada pada siklus tidur : a. Fase bangun/wakefulness Pada fase wakefulness ditandai dengan adanya mata terpejam dan gelombang alfa akan mengalami penurunan saat membuka mata atau konsentrasi. b. Fase 1 NREM Fase 1 atau juga disebut drowsiness merupakan fase transisi yang ditandai dengan gerakan bola mata melambat. c. Fase 2 NREM Pada fase ini ditandai dengan aktivitas tonus otot yang menurun.



d. Fase 3 dan 4 NREM Fase 3 dan 4 secara bersamaan disebut tidur dengan Slow Wave Sleep (SWS) dan dikatakan sebagai fase tidur yang paling dalam dimana berfungsi mengembalikan kesegaran tubuh dan merestorasi kondisi tubuh setelah beraktivitas. e. Fase REM Selama fase ini, mata akan bergerak secara cepat dibawah kelopak mata yang tertutup ketika bermimpi. Fase REM (Rapid Eye Movement Sleep) secara normal terjadi 60-90 menit setelah dimulainya tidur. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur (Kozier, 2010) a. Sakit Sakit yang menyebabkan nyeri atau gangguan fisik dapat menyebabkan masalah tidur. Orang yang sakit memerlukan tidur lebih banyak dibandingkan keadaan normal dan irama tidur serta bangun yang normal seringkali terganggu. Orang yang kurang mendapat waktu tidur REM pada akhirnya menghabiskan lebih banyak waktu tidur dibandingkan orang normal pada tahap tidur ini. b. Lingkungan Lingkungan dapat mempercepat atau memperlambat tidur. Setiap perubahan misalnya suara bising di lingkungan dapat menghambat tidur. Ketidaknyamanan akibat suhu lingkungan dan kurang ventilasi dapat memengaruhi tidur. Kadar cahaya dapat menjadi



faktor lain yang berpengaruh. Seseorang yang terbiasa tidur dalam gelap mungkin sulit tidur pada keadaan terang. c. Letih Diperkirakan bahwa orang yang letih sedang biasanya mengalami tidur yang tenang. Letih juga memngaruhi pola tidur seseorang. Semakin letih seseorang, semakin pendek periode tidur REM (Rapid Eye Movement Sleep) pertama. Saat seseorang beristirahat, periode REM menjadi lebih panjang. d. Gaya hidup Seseorang yang jam kerjanya bergeser dan seringkali berganti jam kerja harus mengatur aktivitas untuk siap tertidur di saat yang tepat. Olahraga sedang biasanya kondusif untuk tidur, tetapi olahraga berlebihan dapat memperlambat tidur. Kemampuan seseorang untuk relaks sebelum istirahat adalah faktor terpenting yang memengaruhi kemampuan untuk tertidur. e. Stres emosional Ansietas dan depresi seringkali mengganggu tidur. Seseorang yang pikirannya dipenuhi dengan masalah pribadi mungkin tidak mampu relaks dengan cukup untuk dapat tidur. Ansietas meningkatkan kadar norepinefrin dalam darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Perubahan kimia ini menyebabkan kurangnya waktu tidur pada tahap IV NREM (Non Rapid Eye Movement Sleep) dan tidur REM (Rapid



Eye Movement Sleep) serta lebih banyak perubahan dalam tahap tidur lain dan lebih sering terbangun. f. Stimulan dan alkohol Minuman yang mengandung kafein bekerja sebagai stimulan sistem saraf pusat sehingga memengaruhi tidur. Orang yang minum alkohol dalam jumlah berlebihan seringkali mengalami gangguan waktu tidur. Alkohol yang berlebihan mengganggu tidur REM (Rapid Eye Movement Sleep) atau biasa disebut fase V dalam tidur, walaupun dapat mempercepat awitan tidur. Sementara mengganti kehilangan waktu tidur REM setelah beberapa efek yang disebabkan oleh alkohol menghilang, individu seringkali mengalami mimpi buruk. Orang yang toleran terhadap alkohol mungkin tidak mampu tidur dengan baik dan akibatnya menjadi mudah marah. g. Diet Penurunan berat badan telah dihubungkan dengan pengurangan waktu tidur total serta tidur yang terputus dan bangun tidur lebih awal. Di sisi lain, pertambahan berat badan tampak berhubungan dengan peningkatan total waktu tidur, berkurangnya tidur yang terputus, dan bangun tidur lebih lambat. L-triptofan yang terkandung dalam makanan, misalnya dalam keju dan susu dapat menginduksi tidur atau merangsang rasa kantuk untuk memulai tidur, menjadi sebuah bukti yang mungkin dapat menjelaskan mengapa susu hangat membantu seseorang untuk tidur.



h. Merokok Nikotin memiliki efek stimulan pada tubuh dan perokok seringkali lebih sulit tertidur dibandingkan bukan perokok. Perokok biasanya mudah terbangun dan seringkali menggambarkan diri mereka sebagai orang yang tidur di waktu fajar. Dengan tidak merokok setelah makan malam, seseorang biasanya dapat tidur dengan lebih baik terlebih lagi banyak orang yang dahulunya perokok melaporkan bahwa pola tidur mereka membaik setelah mereka berhenti merokok. i. Motivasi Keinginan untuk tetap terjaga seringkali dapat mengatasi rasa letih seseorang. Misalnya, seorang yang sudah lelah mungkin dapat tetap terjaga saat menghadiri konser yang menarik. Sebaliknya, ketika seseorang mengalami rasa bosan dan tidak termotivasi untuk tetap terjaga, tidur seringkali terjadi dengan cepat. j. Obat-obatan Beberapa obat memengaruhi kualitas tidur. Hipnotik dapat memengaruhi tahap III dan IV tidur NREM (Non Rapid Eye Movement Sleep) dan menekan tidur REM (Rapid Eye Movement Sleep). Penyekat beta diketahui menyebabkan insomnia dan mimpi buruk. Narkotik, seperti meperidin hidroklorida (Demerol) dan morfin, diketahui menekan tidur REM dan menyebabkan sering terbangun serta rasa kantuk.



C. Terapi Madu Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga (Ariandi, 2017). Nektar adalah senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar tanaman dalam bentuk larutan gula (Rosdiana, 2008). Madu berbentuk cairan kental. Warnanya bening atau kuning pucat, sampai coklat kekuningan. Rasanya manis dengan aroma enak dan segar. Kandungan energinya sangat tinggi, 1 kg madu setara dengan 50 butir telur, 5,6 liter susu atau 1,7 kg daging. Madu yang baik adalah madu yang memenuhi standar internasional per 100 gram. Komposisi nutrisi madu yaitu mengandung air sebanyak 17%, fruktosa 38,5%, glukosa 31%, maltosa 7,2%, karbohidrat 4,2%, sukrosa 1,5%, dan enzim, mineral, serta vitamin 0,5%. Sehingga total energi yang terkandung dalam madu yaitu 294 kal (Rosdiana, 2008). Madu memiliki berbagai fungsi salah satunya sebagai obat. Madu menyembuhkan berbagai pernyakit, hal ini sudah diketahui sejak zaman Mesir kuno. Konsumsi madu menyebabkan tubuh memproduksi serotonin lebih banyak dalam otak, suatu senyawa kimia yang mampu memberikan ketenangan sehingga merasa lebih rileks dan tidur nyenyak (Rosdiana, 2008). Konsumsi madu sesuai standar internasional yaitu 100 gram perhari. Apabila dikonversikan ke dalam satuan cc maka sama dengan 0.07 liter atau 70 ml (Department, 2018).



D. Kerangka Teori



a. Efek samping obat b. Penyakit refluks lambung c. Gangguan pernapasan dan sirkulasi yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan bernapas d. Nyeri akibat artritis e. Nokturia f. Depresi g. Kehilangan pasangan hidup h. Gangguan rutinitas tidur saat seseorang dirawat inap atau ditempatkan di suatu perawatan jangka panjang i. Kebingungan yang berhubungan delirium atau demensia



Lansia



Gangguan tidur (insomnia) Terapi Madu Kualitas Tidur



Skema 2.1 Kerangka Teori Sumber : (Rosdiana, 2008), (Kozier, 2010), (Potter & Perry, 2010), (Kemenkes, 2016)



E. Kerangka Konsep Variabel Independen Terapi Madu Variabel Dependen Gangguan Tidur



Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian



Kualitas tidur



F. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2016). Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho : tidak ada pengaruh terapi madu terhadap peningkatan kualitas tidur Ha : ada pengaruh terapi madu terhadap peningkatan kualitas tidur.