9 0 247 KB
LAPORAN SEMINAR KASUS ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN PADA NY. S USIA 38 TAHUN G2P1Ab0Ah1 USIA KEHAMILAN 36+4 MINGGU DENGAN PRE EKLAMSIA DI RSUD SLEMAN TAHUN 2021
Disusun Oleh : LAILYA NUR ISTIQOMAH P07124219040
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SEMESTER V POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN YOGYAKARTA TAHUN 2021
HALAMAN PERSETUJUAN Laporan Seminar Kasus Patologis Asuhan Kebidanan Kehamilan Pada Ny. S Usia 38 Tahun G2P1Ab0Ah1 Usia Kehamilan 36+4 Minggu dengan Pre eklamsia di Poli Kandungan, RSUD Sleman Tahun 2021 Telah Mendapatkan Persetujuan Pada Tanggal :
Menyetujui Pembimbing Akademik
Pembimbing Lahan
Nurdjanah, SST. M.Kes
Riyanti, S.ST
NIP. 197502172005012002
NIP. 196502101994032011
ii
HALAMAN PENGESAHAN Laporan Seminar Kasus Patologis Asuhan Kebidanan Kehamilan Pada Ny. S Usia 38 Tahun G2P1Ab0Ah1 Usia Kehamilan 36+4 Minggu dengan Pre eklamsia di Poli Kandungan, RSUD Sleman Tahun 2021 Telah Disahkan Pada Tanggal :
Mengesahkan Pembimbing Akademik
Pembimbing Lahan
Nurdjanah, SST, M.Kes
Riyanti, S.ST
NIP. 197502172005012002
NIP. 196502101994032011
Mengetahui, Ketua Jurusan Kebidanan
Dr. Yuni Kusmiyati, SST, MPH NIP. 197606202002122001
iii
KATA PENGANTAR Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan dukungan yang diberikan dalam penyusunan laporan ini kepada: 1. Dr. Yuni Kusmiyati, SST., MPH, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan menyusun Laporan Seminar Kasus Praktik Kebidanan Patologis ini. 2. Yuliasti Eka Purnamaningrum, S.ST., M.PH., selaku Ketua Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan menyusun Laporan Seminar Kasus Praktik Kebidanan Patologis ini. 3. Nurdjanah,
SST,
M.Kes
selaku
Pembimbing
Akademik
yang
telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam meyusun Laporan Seminar Kasus Praktik Kebidanan Patologis ini. 4. Riyanti, S.ST selaku Pembimbing Lahan yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun Laporan Seminar Kasus Praktik Kebidanan Patologis ini. 5. Ny. S yang telah bersedia menjadi klien dalam seminar kasus praktik kebidanan kegawatdaruratan. 6. Teman-teman
dan
semua
pihak
telah
memberikan
motivasi
untuk
menyelesaikan laporan ini. Kami menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya laporan ini. Kami juga berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi kami sebagai penyusun.
Sleman, 08 Oktober 2021 Penyusun
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................iii KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1 1.1. Latar Belakang Penulisan..........................................................................1 1.2. TUJUAN PENULISAN...............................................................................3 1.2.1. TUJUAN UMUM..................................................................................4 1.2.2. TUJUAN KHUSUS..............................................................................4 1.2.3. MANFAAT...........................................................................................4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6 2.1. KEGAWATDARURATAN MATERNAL......................................................6 2.1.1. Pengertian...........................................................................................6 2.1.2. Jenis-jenis kegawatdaruratan maternal masa kehamilan....................6 2.1.3. Pengkajian awal kasus kegawatdaruratan kebidanan secara tepat....7 2.1.4. Peran bidan pada kegawat daruratan kebidanan................................8 2.2. Konsep Dasar Pre-Eklamsia Pada Kehamilan...........................................9 BAB III TINJAUAN KASUS PEMBAHASAN......................................................9 3.1. Tinjauan Kasus........................................................................................37 3.2. Pembahasan............................................................................................48 BAB IV PENUTUP............................................................................................50 4.1. Kesimpulan..............................................................................................50 4.2. Saran.......................................................................................................50
v
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................52
vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penulisan Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan dan persalinan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, proteinuria dan oedema, yang kadang-kadang disertai dengan komplikasi koma. Gejala dari preeklampsia seperti hipertensi, oedema dan proteinuria sering tidak diperhatikan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul menjadi preeklampsi berat, bahkan eklampsia (Prawihardjo S, 2014: 532). Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual. Kadang-kadang sukar untuk menetukan gejala preeklampsia mana yang timbul lebih dahulu. Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklampsia ialah oedema, hipertensi, dan terakhir proteinuria merupakan gejala yang paling penting. Namun sayangnya penderita sering kali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrum, maka penyakit ini sudah cukup lanjut (Sarwono, 2014). Gejala preeklampsia dapat dicegah dan dideteksi secara dini. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda-tanda preeklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia. Ibu hamil yang mengalami preeklampsia berat perlu ditangani dengan segera. Penanganan ini dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak (Prawihardjo S, 2014: 543). Status gizi merupakan salah salah satu status kesehatan yang mempengaruhi kejadian preeklampsia selain riwayat penyakit-penyakit yang terkait (preeklampsia, hipertensi, dan diabetes melitus). Ibu hamil yang mengalami
obesitas
beresiko
lebih
besar
mengalami
preeklampsia.
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat. Semakin gemuk seseorang maka semakin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti
1
2
makin berat pula fungsi pemompaan jantung sehingga dapat meyebabkan terjadinya preeklampsia. Selain itu faktor kecemasan juga menjadi pemicu terjadinya preeklampsia dimana kecemasan dapat mengakibatkan gangguan seperti meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung (Dyah Ayu Wulandari, 2016:17). Dampak preeklampsia pada ibu hamil yaitu terjadi kerusakan organorgan tubuh seperti, sistem saraf pusat, perdarahan intrakranial, gagal jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati dan edema paru, sedangkan pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction, solusio plasenta, prematur, sindroma distress, kematian janin, perdarahan intraventikular, kematian janin, dan kematian maternal (Sarwono, 2014:550). Insiden preeklampsia di Negara berkembang sekitar 1,8%-18%. Preeklampsia dan eklampsia menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian di Indonesia dengan presentasi sebesar 26,9% pada tahun 2012 dan meningkat kembali pada tahun 2013 yaitu sebanyak 27,1%. (Depkes RI, 2015). Kematian ibu terjadi akibat berbagai komplikasi dalam kehamilan, persalinan atau periode setelah melahirkan. Komplikasi tersebut disebabkan oleh penyakit langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung terjadi akibat komplikasi obstetrik atau penyakit kronik yang menjadi lebih berat selama kehamilan. Penyebab langsung yang sering ditemui antara lain perdarahan, preeklampsia/eklampsia,dan infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung terjadi akibat penyakit yang telah ada sejak atau sebelum kehamilan atau penyakit yang timbul selama kehamilan seperti malaria dan anemia. (Sarwono, 2014). Data yang didapatkan menurut WHO pada tahun 2014 melaporkan bahwa Angka Kematian Ibu di dunia mencapai 289.000 jiwa. Amerika Serikat yaitu 9300 jiwa, Afrika Utara yaitu 179.000 jiwa dan Asia Tenggara mencapai 16.000 jiwa. Angka Kematian Ibu (AKI) di Asia Tenggara yaitu Indonesia mencakup 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup dan Malasyia 39 per 100.000 kelahiran hidup. (WHO, 2014). Di Indonesia AKI tergolong masih tinggi dan merupakan masalah besar bagi pembangunan
3
kesehatan Indonesia. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) AKI tahun 2012 meningkata yaitu sebesar 350/100.000 kelahiran hidup dari 288/100.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab kematian
ibu
di
Indonesia
adalaha
perdarahan,
39%,
preeklampsia/eklampsia 24%, infeksi 7%, partus lama 5%, abortus 5% dan lainnya 33% (SDKI, 2012). Sedangkan di Negara maju, angka kejadian preeklampsia berkisar antara 6% - 7% (Kemenkes, 2014). Sedangkan untuk di jogja sendiri seperti di RSUD Kota Yogyakarta. Jumlah ibu bersalin pada periode 1 Januari 2017 – 31 Desember 2018 sebanyak 1.918 ibu bersalin spontan maupun dengan tindakan. Berdasarkan data tersebut ditemukan 257 ibu bersalin dengan preeclampsia. Berbeda lagi pada RSUD Sleman dengan melihat banyaknya ibu bersalin dengan preeklamsia berat di RSUD Sleman Yogyakarta karena termaksud RS rujukan terutama dari puskesmas 60 %, BPS 19.90 %, rumah bersalin 12.60 %, Dokter 4.60 %, dan RS lain 2.90 %. Dalam seminggu sendiri persalinan dengan pre eklamsia sebanyak 3-5 kejadian, sehingga hal tersebut sebagian besar ibu bersalin di RSUD Sleman adalah preeklamsia dan pre eklamsia berat Pada umunya kehamilan akan berlangsung normal dan sering kali kehamilan berubah menjadi kehamilan patologi. Deteksi dini gejala dan tanda bahaya selama kehamilan merupakan upaya terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan yang serius terhadap kehamilan ataupun keselamatan ibu hamil. Deteksi dini didapatkan dari pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada saat pemeriksaan kehamilan (antenatal care). Karena itu pemeriksaan kehamilan rutin mutlak dilakukan agar preeklampsia dapat dideteksi lebih awal (Sarwono, 2014). Dari data-data yang ada diatas kejadian preeklampsia pada ibu hamil kadang meningkat dan kadang menurun namun dari angka kejadian tersebut dapat menjadi acuan bagi kita sebagai petugas tenaga kesehatan khsusunya seorang Bidan yang harus mampu mengurangi sepenuhnya angka kejadian preeklampsia. Karena dapat kita ketahui bahwa seorang ibu hamil yang mengalami preeklampsia berat akan beresiko mengalami kejang dan syok dan kadang berujung pada kematian apabila tidak mendapatkan penanganan yang cepat. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti
4
termotivasi untuk melakukan penelitian tentang Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil dengan Preeklampsia. 1.2. TUJUAN PENULISAN 1.2.1. TUJUAN UMUM Mahasiswa
dapat
mengetahui
cara
penanganan
serta
mengembangkan pola pikir dalam memberikan asuhan kebidanan pada Ny. S usia 38 tahun G2P1Ab0Ah1 usia kehamilan 36 +3 minggu dengan kehamilan Pre Eklamisa di RSUD Sleman sesuai dengan kompetensi dan wewenang bidan. 1.2.2. TUJUAN KHUSUS 1.
Mahasiswa dapat melaksanakan pengkajian kasus Ny. S dengan kehamilan pre eklamsia.
2.
Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa/masalah kebidanan berdasarkan data subyektif dan data obyektif pada kasus Ny. S dengan kehamilan pre eklamsia.
3.
Mahasiswa dapat menentukan masalah potensial yang mungkin terjadi pada kasus Ny. S dengan kehamilan pre eklamsia.
4.
Mahasiswa mampu menentukan kebutuhan segera pada kasus kasus Ny. S dengan kehamilan pre eklamsia.
5.
Mahasiswa dapat merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada kasus Ny. S dengan kehamilan pre eklamsia.
6.
Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan untuk menangani kasus Ny. S dengan kehamilan pre eklamsia.
7.
Mahasiswa dapat melaksanakan evaluasi untuk menangani kasus Ny. S dengan kehamilan pre eklamsia.
8.
Mahasiswa dapat melakukan pendokumentasian kasus Ny. S dengan kehamilan pre-eklamsia.
1.2.3. MANFAAT 1.
Bagi Mahasiswa
5
a)
Mahasiswa mampu melakukan dan dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan / teori dan pengalaman nyata / kasus dalam
memberikan
asuhan
kebidanan
pada
dengan
kehamilan pre eklamsia. b)
Menambah wawasan dan pengalaman mahasiswa dalam memperoleh
kasus
kehamilan
dengan
pree
eklamsia
sehingga dapat menambah keterampilan. 2.
Bagi Bidan Pelaksana Dapat memberikan asuhan kebidanan yang tepat, cepat dan komprehensif terutama pada kehamilan dengan pre eklamsia.
3.
Bagi Ibu hamil Dapat memahami kondisi atau keadaan kehamilan ibu sendiri serta mengetahui anjuran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KEGAWATDARURATAN MATERNAL 2.1.1. Pengertian a)
Kegawatdaruratan Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya. Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak
terduga
dan
membutuhkan
tindakan
segera
guna
menyelamatkan jiwa. b)
Kegawatdaruratan Obstetri Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan, selama atau sesudah persalinan.
c)
Kasus Gawat Darurat Obstetri Kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat fatal yaitu, kematian pada ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu, janin dan bayi baru lahir.
2.1.2. Jenis-jenis kegawatdaruratan maternal masa kehamilan a)
b)
Pada Kehamilan Muda : 1)
Abortus;
2)
Kehamilan Ektopik Terganggu;
3)
Mola Hidatidosa.
Pada Kehamilan Lanjut 1)
Perdarahan antepartum (solutio plasenta dan plasenta previa);
2)
Pre Eklamsia/Eklamsia;
3)
Kehamilan ganda;
6
7
4)
Kelainan dalam lamanya kehamilan (prematur, postmatur, IUGR);
5)
Kelainan air ketuban (ketuban pecah sebelum waktunya, polihidramnion, oligohidramnion).
c)
Syok obstetric.
2.1.3. Pengkajian awal kasus kegawatdaruratan kebidanan secara tepat a)
Jalan nafas dan pernafasan Perhatikan
adanya
cyanosis,
gawat
nafas,
lakukan
pemeriksaan pada kulit: adakah pucat, suara paru: adakah wheezing, sirkulasi tanda tanda syok, kaji kulit (dingin), nadi (cepat >110 kali/menit dan lemah), tekanan darah (rendah, sistolik < 90 mmHg). b)
Perdarahan pervaginam Bila ada perdarahan pervaginam, tanyakan : Apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan, riwayat persalinan sebelumnya dan sekarang, bagaimana proses kelahiran plasenta, kaji kondisi vulva (jumlah darah yang keluar, plasenta tertahan), uterus (adakah atonia uteri), dan kondisi kandung kemih (apakah penuh).
c)
Klien tidak sadar/kejang Tanyakan pada keluarga, apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan, periksa: tekanan darah (tinggi, diastolic > 90 mmHg), temperatur (lebih dari 380C).
d)
Demam yang berbahaya Tanyakan apakah ibu lemah, lethargic, sering nyeri saat berkemih.
Periksa
temperatur
(lebih
dari
39 0C),
tingkat
kesadaran, kaku kuduk, paru paru (pernafasan dangkal), abdomen (tegang), vulva (keluar cairan purulen), payudara bengkak. e)
Nyeri abdomen Tanyakan Apakah ibu sedang hamil dan usia kehamilan. Periksa tekanan darah (rendah, sistolik < 90 mmHg), nadi (cepat,
8
lebih dari 110 kali/ menit) temperatur (lebih dari 38 0C), uterus (status kehamilan). f)
Perhatikan tanda-tanda berikut: Keluaran darah, adanya kontraksi uterus, pucat, lemah, pusing, sakit kepala, pandangan kabur, pecah ketuban, demam dan gawat nafas.
2.1.4. Peran bidan pada kegawat daruratan kebidanan Bidan mempunyai peranan penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan, pertolongan pada ibu, pengawasan pada bayi baru lahir (neonatus), pada persalinan, ibu post partum serta mampu mengidentifikasi penyimpangan dari kehamilan dan persalinan normal dan melakukan penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang tepat. Pengenalan
dan
penanganan
kasus-kasus
yang
gawat
seharusnya mendapat prioritas utama dalam usaha menurunkan angka kesakitan serta angka kematian ibu, namun tentu saja pencegahan
lebih
baik
daripada
pengobatan.
Dalam
kegawatdaruratan, peran bidan antara lain: a)
Melakukan pengenalan segera kondisi gawat darurat
b)
Stabilisasi klein (ibu), dengan oksigen, terapi cairan, dan medikamentosa dengan: 1)
Menjamin kelancaran jalan nafas, memperbaiki fungsi sistem respirasi dan sirkulasi
c)
2)
Menghentikan perdarahan
3)
Mengganti cairan tubuh yang hilang
4)
Mengatasi nyeri dan kegelisahan
Ditempat kerja, menyiapkan sarana dan prasarana di kamar bersalin, yaitu: 1)
Menyiapkan
radiant
warmer/
lampu
pemanas
mencegah kehilangan panas pada bayi 2)
Menyiapkan alat resusitasi kit untuk ibu dan bayi
3)
Menyiapkan alat pelindung diri
untuk
9
4) d)
Menyiapkan obat obatan emergensi
Memiliki keterampilan klinik, yaitu: 1)
Mampu melakukan resusitasi pada ibu dan bayi dengan peralatan yang berkesinambungan.
2)
Memahami dan mampu melakukan metode efektif dalam pelayanan ibu dan bayi baru lahir, yang meliputi making pregnancy safer, safe motherhood, bonding attachment, inisiasi menyusu dini dan lain lainnya.
2.2. Pre-Eklamsia Pada Kehamilan Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. 4.
Definisi Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.4 Preeklampsia, sebelumnya selalu didefinisika dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.4 Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama. Definisi
10
hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurangkurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Rekomendasi pengukuran tekanan darah:
a.
Pemeriksaan dimulai ketika pasien dalam keadaan tenang.
b.
Sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa atau yang setara, yang sudah tervalidasi.
c.
Posisi duduk dengan manset sesuai level jantung.
d.
Gunakan ukuran manset yang sesuai.
e.
Gunakan bunyi korotkoff V (hilangnya suara) pada pengukuran tekanan darah diastolik.4 Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan
antara kuantititas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin massif (lebih dari 5g) telah dieliminasi dari
kriteria
pemberatan
preeklampsia
(preeklampsia
berat).
Proteinuria merupakan penanda objektif, yang menunjukkan adanya kebocoran endotel yang luas, suatu ciri khas preeklampsia. Walaupun
begitu,
jika
tekanan
darah
meningkat
signifikan,
berbahaya bagi ibu sekaligus janin jika kenaikan ini diabaikan karena proteinuria belum timbul. Berdasarkan penelitian Chesley, 10% kejang eklampsia terjadi sebelum ditemukan proteinuria. 18 Rekomendasi pemeriksaan protein urin: Proteinuria ditegakkan jika didapatkan secara kuantitatif produksi protein urin lebih dari 300 mg per 24 jam, namun jika hal ini tidak dapat dilakukan, pemeriksaan dapat digantikan dengan pemeriksaan semikuantitatif menggunakan dipstik urin >1+.4 5.
Etiologi Penyebab Pre-Eklamsia hingga saat ini belum dapat diketahui secara pasti. Namun diduga kondisi Pre-Eklamsia disebabkan karena
plasenta.plasenta
itu
sendiri
merupakan
kumpulan
pembuluh darah yang menghubungkan antara janin dan ibu. Ini adalah organ penting yang berfungsi untuk menyalurkan darah dan
11
memasok kebutuhan janin dari ibu. Pada wanita dengan PreEklamsia, pembuluh darah ini tidak berkembang secara normal. Pembuluh darah tersebut lebih sempit dari pembuluh darah dan bereaksi secara berbeda terhadap sinyal hormone. Pada akhirnya hal tersebut membuat tekana darah menjadi lebih tinggi. 6.
Diagnosis Preeklampsia Terjadinya peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mmHg atau peningkatan tekanan sistolik 15 mmHg atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sekurangkurangnya 90 mmHg atau lebih dengan kenaikan 20 mmHg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnosis preeklampsia.9 Kriteria terbaru sudah tidak mengkategorikan preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat. Preeklampsia hanya ada dua kriteria yaitu preeklampsia dan preeklampsia berat, dengan kriteria diagnosis sebagai berikut:4,6,18 a)
Preeklampsia Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan preeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ
spesifik
akibat
preeklampsia
tersebut.
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinurin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia. Kriteria minimal preeklampsia yaitu:
1) Tekanan darah >140/90 mmHg yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan pada wanita dengan tekanan darah yang sebelumnya normal
2) Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick >+1.
12
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti dengan salah satu tanda gejala di bawah ini:
1) Gangguan ginjal: keratin serum 1,2 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
2) Edema paru 3) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi traminas 2 kali normal dan atau adanya nyeri epigastrum/region kanan atas abdomen
4) Trombositopenia: trombosit 160/100 mm Hg 2) Proteinuria: pada pemeriksaan carik celup (dipstrik) >+2 atau 2,0 g/24 jam
3) Gangguan ginjal: keratin serum 1,2 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4) Edema paru
13
5) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi traminas 2 kali normal dan atau adanya nyeri epigastrum/region kanan atas abdomen
6) Trombositopenia: trombosit < 100.000/microliter 7) Didapatkan gejala neurologis: nyeri kepala, stroke, dan gangguan penglihatan
8) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplacenta : oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR).4 c)
Hipertensi gestasional: hipertensi yang didapatkan pertama kali saat
kehamilan,
tanpa
disertai
proteinuria,
dan
kondisi
menghilang 3 bulan pascapersalinan d)
Hipertensi kronik : hipertensi yang sudah ada sebelum umur kehamilan 20 minggu (midpregnancy) atau kondisi hipertensi muncul setelah umur kehamilan 20 minggu tetapi menetp sampai 3 bulan pasca persalinan.
e)
Preeklampsia superimposed adalah
hipertensi kronik yang
disertai dengan tanda-tanda Pre-Eklamsia 4.
Patofisiologi Preeklampsia Meskipun penyebab preeklampsia masih belum diketahui, bukti manifestasi klinisnya mulai tampak sejak awal kehamilan, berupa perubahan patofisiologi tersamar yang terakumulasi sepanjang kehamilan dan akhir nya menjadi nyata secara klinis. Preeklampsia adalah gangguan multisistem dengan etiologi komplek yang khusus terjadi selama kehamilan.
a) Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta Pada kehamilan normal, rahim, dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang-cabang arteri urterina dan arteri varika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus myometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spinalis
14
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi tropoblas ke dalam lapisan otot arteri spinalis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spinalis. Invasi tropoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spinalis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spinalis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spinalis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resisten vaskuler, dan
peningkatan
aliran
darah
pada
daerah
uteroplasenta.
Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spinalis”. Pada hipertensi kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel tropoblas pada lapisan otot arteri spinalis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spinalis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spinalis tidak memungkingkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya,
arteri
spinalis
relatif
mengalami
vasokontriksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spinalis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan perubahanperubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya. Diameter rata-rata arteri spinalis pada kehamilan normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spinalis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke uteroplasenta.19
a) Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, Dan Disfungsi Endotel 1) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi tropoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spinalis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta
yang
mengalami
iskemia
dan
hipoksia
menghasilkan oksidan atau radikal bebas. Radikal bebas adalah senyawa penerima electron atau atom/molekul yang
15
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu mungkin dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut ”toksemia”. Radikal hidroksil merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain merusak dan protein sel endotel. Produksi oksidan atau radikal bebas dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi produksi antioksidan. 2) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan (HDK) Pada HDK telah terbukti bahwa kadar oksigen, khusus nya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal Vitamin E pada HDK menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksigen peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak yang relatif lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang berubah menjadi peroksida lemak. 3) Disfungsi sel endotel Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran
sel
endotel
16
mengakibatkan
terganggunya
fungsi
endotel,
bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel”.19
b) Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin Konsep dari maternal fetal (paternal) maladaptasi imunologik menjadi implikasi umum sebagai penyebab preeklampsia. Implantasi
fetoplasenta
ke
permukaan
miometrium
membutuhkan beberapa elemen yaitu toleransi immunologik antara fetoplasenta dan maternal, pertumbuhan trofoblas yang melakukan
invasi
kedalam
lumen
arteri
spiralis
dan
pembentukan sistem pertahanan imun. Komponen fetoplasenta yang melakukan invasi ke miometrium melalui arteri spiralis secara imunologik menimbulkan dampak adaptasi dan mal adaptasi yang sangat penting dalam proses kehamilan. Dampak adaptasi menyebabkan tidak terjadi penolakan hasil konsepsi yang bersifat asing, hal ini disebabkan karena adanya Human Leukocyte Antigen Protein G
(HLA-G) berperan
penting dalam modulasi sistem imun. HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu dan mempermudah invasi sel trofoblas ke jaringan desidua ibu. Sebaliknya pada plasenta hipertensi dalam kehamilan
terjadi
penurunan
HLA-G
yang
kemungkinan
menyebabkan terjadinya mal-adaptasi. Mal-adaptasi diikuti dengan peningkatan rasio sel T yaitu Thelper 1 / Thelper 2 menyebabkan peningkatan produksi sitokin
proinflamasi.
Pada
sel
Thelper1
menyebabkan
peningkatan TNFα dan peningkatan INFy sedangkan pada Thelper 2 menyebabkan peningkatan IL-6 dan penurunan TGFB1. Peningkatan
inflamasi
sitokin menyebabkan
hipoksia
plasenta sehingga hal ini membebaskan zat-zat toksis beredar dalam sirkulasi darah ibu yang menyebabkan terjadinya stress
17
oksidatif. Stress oksidatif bersamaan dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel pembuluh darah yang disebut disfungsi endotel.19,20
c) Teori Adaptasi Kardiovaskuler Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopressor atau dibutuhkan kadar vasopressor lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokontriksi. Pada kehamilan normal terjadi refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopressor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopressor hilang bila diberi prostaglandin sintesa
inhibitor
(bahan
yang
menghambat
produksi
prostaglandin). Prostaglandin ini dikemudian hari ternyata adalah
prostasiklin.
Pada
hipertensi
dalam
kehamilan
kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokontriksi dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopressor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.19
d) Teori Stimulus Inflamasi Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris tropoblas, sebagai sisa-sisa proses apotosis dan nekrotik tropoblas, akibat reaksi stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris tropoblas juga meningkat. Makin banyak sel tropoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar pada hamil ganda, maka stress
18
oksidatif sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris tropoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.19 5.
Faktor Predisposisi Kejadian Preeklampsia
a) Faktor risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama Anamnesis: 1) Usia >40 tahun Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Usia berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga mempengaruhi status kesehatan. Usia reproduktif sehat yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Sedangkan usia ibu >35 tahun seiring bertambahnya usia rentan untuk terjadi peningkatan tekanan darah karena terjadi degenerasi. Adanya perubahan patologis, yaitu terjadinya spasme pembuluh darah arteriol menuju organ penting alam tubuh sehingga menimbulkan gangguan metabolism jaringan, gangguan peredaran darah menuju retroplasenter.19 Kategori usia untuk mengetahui hubungan antar usia dengan preeklampsia dalam penelitian Imung adalah sebagai berikut21:
a) Usia 35 tahun
19
Berdasarkan penelitian dari Dietl, wanita hamil pada usia lebih dari 40 tahun lebih berisiko mengalami hipertensi, dan preeklampsia banyak terjadi pada ibu hamil umur > 40 tahun. Hasilnya juga menunjukkan bahwa 59,1% preeklampsia terjadi pada nulipara dengan umur > 40 tahun.22 Duckitt
melaporkan
peningkatan
risiko
preeklampsia
hampir dua kali lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih baik pada primipara (RR 1,68 95%CI 1,23 - 2,29), maupun multipara (RR 1,96 95%CI 1,34 - 2,87). Sedangkan usia muda tidak meningkatkan risiko preeklampsia secara bermakna.4
2) Primigravida Status gravida adalah wanita yang sedang hamil. Status gravida dibagi menjadi 2 kategori: a) Primigravida adalah wanita yang hamil untuk pertama kalinya, b) Multigravida adalah wanita yang hamil ke 2 atau lebih. Preeklampsia banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida, terutama primigravida usia muda. Primigravida lebih berisiko mengalami preeklampsia
daripada
multigravida
karena
preeklampsia
biasanya timbul pada wanita yang pertama kali terpapar virus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut mekanisme imunologik pembentukan blocking antibody yang dilakukan oleh HLA-G
terhadap antigen plasenta belum terbentuk secara
sempurna, sehingga proses implantasi trofoblas ke jaringan desidual ibu menjadi terganggu. Primigravida juga rentan stress dalam menghadapi persalinan yang menstimulasi tubuh unuk mengeluarkan kortisol. Efek kortisol adalah meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan tekanan darah juga akan meningkat.19 Nulipara lebih berisiko mengalami preeklampsia daripada multipara karena preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang pertama kali terpapar virus korion. Berdasarkan studi Bdolah, kehamilan nullipara memiliki kadar sFlt1 dan sFlt1 / PlGF bersirkulasi lebih tinggi daripada kehamilan multipara,
20
menunjukkan
hubungan
dengan
ketidakseimbangan
angiogenik. Diambil bersama-sama dengan peran patogenik faktor antiangiogenik pada preeklampsia, nulipara merupakan faktor risiko untuk pengembangan preeklamsia.4,23
3) Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya Riwayat
preeklampsia
pada
kehamilan
sebelumnya
merupakan faktor risiko utama. Menurut Duckit risiko meningkat hingga 7 kali lipat (RR 7,19 95% CI 5,85 - 8,83). Kehamilan pada
wanita
dengan
riwayat
preeklampsia
sebelumnya
berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal yang buruk.4
4) Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor risiko preeklampsia, walaupun bukan nullipara karena risiko meningkat pada wanita yang memiliki paparan rendah terhadap sperma.4
5) Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih Hubungan antara risiko terjadinya dengan interval/jarak kehamilan lebih signifikan dibandingkan dengan risiko yang ditimbulkan dari pergantian pasangan seksual. Risiko pada kehamilan kedua atau ketiga secara langsung berhubungan dengan waktu persalinan sebelumnya. Ketika intervalnya lebih dari
10
tahun,
maka
risiko
ibu
tersebut
mengalami
preeklampsia adalah sama dengan ibu yang belum pernah melahirkan.
Dibandingkan
dengan
wanita
dengan
jarak
kehamilan dari 18 hingga 23 bulan, wanita dengan jarak kehamilan
lebih
meningkatkan
lama
risiko
dari
59
preeklampsia
eklampsia (1,80; 1,38-2,32).19,24
6) Kehamilan multipel/kehamilan ganda
bulan (1,83;
secara
signifikan
1,72-1,94)
dan
21
Kehamilan
ganda
meningkatkan
risiko
preeklampsia
sebesar 3 kali lipat. Dengan adanya kehamilan ganda dan hidramnion, menjadi penyebab meningkatnya resiten intramural pada pembuluh darah myometrium, yang dapat berkaitan dengan peninggian tegangan myometrium dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Wanita dengan kehamilan kembar berisiko lebih tinggi mengalami preeklampsia hal ini disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan produksi hormon.19
7) IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) Nerenberg mengemukakan berdasarkan penelitian bahwa wanita hamil dengan diabetes memiliki risiko 90% lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak memiliki diabetes (OR 1.9; 95% CI 1.7-2.1). Diabetes dan preeklampsia adalah dua kondisi umum yang berhubungan dengan kehamilan, keduanya terkait dengan hasil kesehatan ibu dan janin yang buruk. Diabetes dan preeklampsia memiliki faktor risiko yang sama (misalnya, obesitas,
sindrom
ovarium
polikistik,
usia
ibu
lanjut,
peningkatan berat badan kehamilan), hiperinsulinemia dikaitkan dengan kedua kondisi. Diabetes dan preekampsia memiliki bukti disfungsi vaskular endotel.25
8) Hipertensi kronik Penyakit kronik seperti hipertensi kronik bisa berkembang menjadi
preeklampsia.
hipertensi
kronik
lebih
Yaitu
pada
ibu
4
tahun.
dari
dengan
riwayat
Chappel
juga
menyimpulkan bahwa ada 7 faktor risiko yang dapat dinilai secara
dini
sebagai
prediktor
terjadinya
preeklampsia
superimposed pada wanita hamil dengan hipertensi kronik.18
9) Penyakit Ginjal Pada wanita hamil, ginjal dipaksa bekerja keras sampai ke titik dimana ginjal tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan yang
22
semakin meningkat. Wanita hamil dengan gagal ginjal kronik memiliki
ginjal
yang semakin
memperburuk status dan
fungsinya. Beberapa tanda yang menunjukkan menurunnya fungsi ginjal antara lain adalah hipertensi yang semakin tinggi dan terjadi peningkatan jumlah produk buangan yang sudah disaring oleh ginjal di dalam darah. Ibu hamil yang menderita penyakit ginjal dalam jangka waktu yang lama biasanya juga menderita tekanan darah tinggi. Ibu hamil dengan penyakit ginjal dan tekanan darah tinggi memiliki risiko lebih besar mengalami preeklampsia.19
10) Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit atau donor embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis
yang
populer
penyebab
preeklampsia
adalah
maladaptasi imun. Mekanisme dibalik efek protektif dari paparan sperma masih belum diketahui. Data menunjukkan adanya peningkatan frekuensi preeklampsia setelah inseminasi donor sperma dan oosit, frekuensi preeklampsia yang tinggi pada kehamilan remaja, serta makin mengecilnya kemungkinan terjadinyapreeklampsia pada wanita hamil dari pasangan yang sama dalam jangka waktu yang lebih lama. Walaupun preeklampsia
dipertimbangkan
sebagai
penyakit
pada
kehamilan pertama, frekuensi preeklampsia menurun drastis pada kehamilan berikutnya apabila kehamilan pertama tidak mengalami
preeklampsia.
Namun,
efek
protektif
dari
multiparitas menurun apabila berganti pasangan.4
11) Obesitas sebelum hamil (IMT >30 kg/m2) IMT adalah rumus yang sederhana untuk menentukan status gizi, terutama yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan berat badan. Rumus menentukan IMT adalah sebagai berikut:
23
IMT = Berat Badan (dalam kg) / Tinggi Badan2 (dalam meter) Klasifikasi IMT di Indonesia sudah disesuaikan dengan karakteristik Negara berkembang. Perbedaan karakteristik menjadi penyebab tidak bisa disamaratakan IMT di Negara maju
dengan
Negara
berkembang.
Sehingga
diambil
kesimpulan batas ambang IMT di Indonesia adalah sebagai berikut:26 Tabel 2. Klasifikasi IMT
Kurus
Kategori
IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat
27,0
Obesitas adalah kondisi IMT yang masuk ketaegori gemuk (kelebihan berat badan tigkat berat). Obesitas sebelum hamil dan IMT saat pertama kali ANC merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko ini semakin besar dengan semakin besarnya IMT pada wanita hamil karena obesitas berhubungan dengan penimbunan lemak yang berisiko munculnya penyakit degeneratif. Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas dapat memicu terjadi nya preeklampsia melalui pelepasan sitokin-sitokin inflamasi dari sel jaringan lemak, selanjutnya sitokin menyebabkan inflamasi pada endotel sistemik. Peningkatan IMT sebelum hamil meningkatkan risiko preeklampsia 2,5 kali lipat dan peningkatan IMT selama ANC meningkatkan risiko preeklampsia sebesar 1,5 kali lipat.27
24
Faktor lain penyebab preeklampsia:
a. Pekerjaan ibu Pekerjaan
dapat
mempengaruhi
terjadinya
risiko
preeklampsia. Wanita yang bekerja memiliki risiko lebih tinggi mengalami preeklampsia dibandingkan dengan ibu rumah tangga. Pekerjaan dikaitkan dengan adanya aktifitas fisik dan stress yang merupakan faktor risiko terjadinya preeklampsia. Akan tetapi pada kelompok ibu yang tidak bekerja
dengan
tingkat
pendapatan
yang
rendah
mengakibatkan frekuensi ANC berkurang dan kualitas gizi yang rendah. Selain itu kelompok buruh/tani biasanya dari kalangan pendidikan rendah yang kurang pengetahuan tentang ANC dan gizi.9 Studi dari Imaroh menunjukkan bahwa ibu bekerja mempengaruhi faktor risiko kejadian preeklampsia pada ibu hamil
dengan
risiko
7
kali
lebih
besar
terjadinya
preeklampsia. Begitu juga menurut Sukfitrianty bahwa ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan hipertensi pada wanita hamil dimana ibu hamil yang berstatus bekerja berisiko lebih tinggi sebesar 4 kali menderita hipertensi kehamilan dibandingkan ibu hamil yang tidak bekerja.9
b. Pendidikan ibu Berdasarkan UU no 20 tahun 2003 pendidikan di Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu pendidikan dasar (SDSMP), pendidikan menengah (SMA), dan pendidikan tinggi (Diploma-Perguruan tinggi). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk makin banyak pengetahuan tentang kesehatan baik dari orang lain maupun dari media massa. Sejalan dengan penelitian Astuti berdasar uji chi
25
square pada variabel pendidikan bernilai p = 0,002. Hal ini menujukkan ada hubungan signifikan antara pendidikan dengan kejadian preeklampsia bahwa ibu yang berpendidikan rendah lebih berisiko 4 kali di banding ibu yang berpendidikan tinggi. 6.
Komplikasi a)
Komplikasi Maternal
1) Eklampsia Eklampsia merupakan
kasus akut
pada
penderita preeklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma, eklampsia selalu didahului dengan preeklampsia. Timbulnya kejang pada perempuan dengan preeklampsia yang tidak disebabkan oleh penyakit lain disebut eklampsia.
2) Sindrom Hemolysis, Elevated Liver Enzimes, Low Platelet Count (HELLP) Pada preeklampsia sindrom HEELP terjadi karena adanya peningkatan enzim hati dan penurunan trombosit, peningkatan enzim kemungkinan disebabkan nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobules hepar. Perubahan
fungsi
dan
integritas
hepar
termasuk
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat amniotransferase serum.18
3) Ablasi Retina Ablasia retina merupakan keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina. Gangguan penglihatan pada wanita dengan preeklampsia juga dapat disebabkan karena ablasia retina dengan kerusakan epitel pigmen retina karena adanya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah akibat penimbunan cairan yang terjadi pada proses peradangan.
26
Gangguan pada penglihatan karena perubahan pada retina. Tampak edema retina, spasme setempat atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri. Jarang terjadi perdarahan
atau
arterisklerotika
eksudat
pada
atau
preeklampsia
apasme.
Retiopati
terlihat
bilamana
didasari penyakit hipertensi yang menahun. Spasme arteri retina yang nyata menunjukkan adanya preeklampsia berat. Pada preeklampsia pelepasan retina karena edema introkuler merupakan indikasi pengakhiran kehamilan segera. Biasanya retina akan melekat kembali dalam dua hari sampai dua bulan setelah persalinan.18
4) Gagal Ginjal Perubahan pada ginjal disebabkan oleh karena aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan ginjal berhubungan dengan terjadinya proteinuria dan retensi garam serta air. Pada kehamilan normalpenyerapan meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi akibat spasme arterioles ginjalmenyebabkan filtrasi natrium menurun yang menyebabkan retensi garam dan juga terjadi retensi air. Filtrasi glomerulus pada preeclampsia dapat menurun 50% dari normal sehingga menyebabkan dieresis turun. Pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria sampai anuria.18
5) Edema Paru Penderita
preeklampsia
mempunyai
risiko
besar
terjadinya edema paru disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru dan menurunnya dieresis. Kerusakan vaskuler dapat menyebabkan perpindahan protein dan cairan ke dalam lobus-lobus paru. Kondisi tersebut diperburuk dengan terapi sulih cairan yang dilakukan selama penanganan preeklampsia dan pencegahan eklampsia. Selain itu,
27
gangguan jantung akibat hipertensi dan kerja ekstra jantung untuk memompa darah ke dalam sirkulasi sistemik yang menyempit dapat menyebabkan kongesti paru.18,19
6) Kerusakan Hati Vasokontriksi menyebabkan hipoksia sel hati. Sel hati mengalami nekrosis yang diindikasikan oleh adanya enzim hati seperti transminase aspartat dalam darah. Kerusakan sel endothelial pembuluh darah dalam hati menyebabkan nyeri karena hati membesar dalam kapsul hati. Hal ini dirasakan oleh ibu sebagai nyeri epigastrik/nyeri uluhati.18
7) Penyakit Kardiovaskuler Gangguan berat pada fungsi kardiofaskuler normal lazim terjadi pada preeklampsia atau eklampsia. Gangguan ini berkaitan dengan peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi, preload jantung, yang sangat dipengaruhi
oleh
tidak
adanya
hipervolemia
pada
kehamilan akibat penyakit atau justru meningkatsecara introgenik akibat infus larutan kristaloid atau onkotik intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasi cairan intravakuler ke dalam ekstrasel, dan yang penting ke dalam paruparu.18
8) Gangguan Saraf Tekanan
darah
meningkat
pada
preeklampsia
menimbulkan menimbulkan gangguan sirkulasi darah ke otak dan menyebabkan perdarahan atau edema jaringan otak atatu terjadi kekurangan oksigen (hipoksia otak). Menifestasi klinis dari gangguan sirkulasi, hipoksia atau perdarahan otak menimbulkan gejala gangguan saraf diantaranya gejala objektif yaitu kejang (hiperrefleksia) dan koma. Kemungkinan penyakit yang dapat menimbulkan gejala yang sama adalah epilepsi dan gangguan otak
28
karena infeksi, tumor otak, dan perdarahan karena trauma.18
b) Komplikasi Neonatal 1) Pertumbuhan Janin terhambat Ibu hamil dengan preeklampsia dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat karena perubahan patologis pada
plasenta,
sehingga
janin
berisiko
terhadap
keterbatasan pertumbuhan.19
2) Prematuritas Preeklampsia
memberikan
pengaruh
buruk
pada
kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, pada waktu lahir plasenta terlihat lebih kecil daripada plasenta yang normal untuk usia kehamilan, premature aging terlihat jelas dengan berbagai daerah sinsitianya pecah, banyak terdapat nekrosis iskemik dan posisi fibrin intervilosa.19
3) Fetal distress Preeklampsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti sindroma distress napas. Hal ini dapat terjadi karena vasospasme yang merupakan akibat kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan menyebabkan
aliran
darah
dalam
plasenta
menjadi
terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadikan gawat janin.19 7.
Pencegahan Berbagai strategi yang digunakan untuk mencegah atau memodifikasi keparahan preeklampsia antara lain:
a. Antenatal Care (ANC)
29
Deteksi dini preeklampsia dilakukan dengan berbagai pemeriksaaan tanda biologis, biofisik dan biokimia sebelum timbulnya gejala klinis sindrom preeklampsi. Hal ini diupayakan dengan mengidentifikasi kehamilan risiko tinggi dan mencegah pengobatan dalam rangka menurunkan komplikasi penyakit dan kematian melalui modifikasi ANC.18 WHO merekomendasikan semua ibu hamil harus melakukan kunjungan ANC minimal 8x. Yaitu kunjungan pertama dilakukan sebelum usia kehamilan 12 minggu dan kunjungan selanjutnya di usia kehamilan 20, 26, 30, 34, 36, 38 dan 40 minggu.5 Preeklampsia tidak selalu dapat didiagnosis pasti. Jadi berdasarkan sifat alami penyakit ini, baik American College of Obstetricians and Gynecilogists (ACOG) maupun Kelompok Kerja Nasional High Blood Pressure Education Programe menganjurkan kunjungan ANC yang lebih sering, bahkan jika preeklampsia hanya dicurigai. Pemantauan yang lebih ketat memungkinkan lebih cepatnya identifikasi perubahan
tekanan darah
yang berbahaya,
temuan
laboratorium yang penting, dan perkembangan tanda dan gejala yang penting. Frekuensi kunjungan ANC bertambah sering pada trimester ketiga, dan hal ini membantu deteksi dini preeklampsia.18
b.
Manipulasi Diet 1) Suplemantasi Kalsium WHO merekomendasikan pemberian kalsium rutin sebanyak 1500-2000 mg elemen kalsium perhari, terbagi menjadi 3 dosis (dianjurkan dikonsumsi mengikuti waktu makan). Lama konsumsi adalah semenjak kehamilan 20 minggu hingga akhir kehamilan. Pemberian kalsium dianjurkan untuk ibu hamil terutama dengan risiko tinggi untuk terjadinya hipertensi pada kehamilan dan daerah dengan asupan kalsium yang rendah. Studi dari Khaing juga menyatakan bahwa
30
suplemen kalsium dapat digunakan untuk pencegahan preeklampsia.5,29
2) Suplementasi Vitamin D Institute
of
Medicine
(IOM)
dan
ACOG
merekomendasikan suplemen vitamin D 600 IU perhari untuk ibu hamil guna mendukung metabolisme tulang ibu dan janin. Dan dosis 1000-2000 IU per hari untuk kasus defisiensi vitamin D.30 Namun paparan sinar matahari mungkin lebih terkait kuat dengan tingkat vitamin D dibandingkan dengan asupan vitamin D oral. Bentuk
aktif
vitamin
1,25dihidrokolecalsiferol
D
yang
disebut
(1,25-(OH)2D3)
dengan secara
langsung mempengaruhi absorbsi kalsium di usus bersama dengan hormon paratiroid bekerja secara sinergis meningkatkan reabsorbsi kalsium dari tulang.5 25(OH)D pertama dihidroksilasi di hati. Metabolit yang dihasilkan, 25(OH)D, sangat stabil dan karena itu paling sering digunakan untuk mengukur status vitamin D. Hidroksilasi kedua ke bentuk aktif 1,25(OH)D kebanyakan terjadi di ginjal dalam proses yang diatur secara ketat oleh kalsium, fosfor dan kadar hormon paratiroid. Setelah hidroksilasi kedua, 1,25(OH)D berikatan dengan vitamin D Receptor (VDR). VDR adalah faktor transkripsi yang produknya terlibat dalam beragam aktivitas termasuk metabolisme tulang, pertumbuhan sel dan diferensiasi, metabolisme glukosa dan fungsi kekebalan tubuh. Enzim yang bertanggung jawab untuk aktivasi vitamin D (1αhydroxyase) dan reseptornya telah ditemukan di jaringan perifer seperti plasenta yang menunjukkan peran yang lebih jauh menjangkau vitamin D daripada metabolisme tulang saja. Menurut Achkar pemberian vitamin D sejak awal kehamilan bisa mengurangi risiko preeklampsia. Begitu juga menurut Bodnar defisiensi vitamin D meningkatkan risiko preeklampsia.5,14 Faktor immunologik diduga berperan terhadap kejadian hipertensi dalam kehamilan. Pada preeklampsi plasenta menunjukan respon inflamasi yang kuat dan terjadinya peningkatan dalam aktivitas sistem
31
immunologi. Hal ini menyatakan bahwa sistem immunomodulasi vitamin D secara potensial memberikan manfaat terhadap implantasi plasenta selama kehamilan. Kecukupan akan pemenuhan kebutuhan vitamin D memberikan efek imunomodulasi dan regulasi tekanan darah.20 Sinar matahari merupakan sumber utama vitamin D yang paling baik. Sinar UVB yang berasal dari matahari diserap oleh kulit dan kemudian mengubah 7dehidrokolesterol di kulit menjadi previtamin D3 yang selanjutnya secara spontan dikonversikan menjadi vitamin D3 (kolekasiferol). Vitamin D ini mengalami hidrolisis, hidrolisis yang pertama terjadi dalam hati dalam bentuk 25(OH)D selanjutnya hidrolisis yang kedua terjadi di dalam dan diluar ginjal dalam bentuk 1,25(OH)2D. Hasil penelitian Khaing menunjukkan bahwa vitamin D dapat mengurangi risiko preeklampsia sekitar 53% dan 50% bila dibandingkan dengan plasebo.20,29 Paparan sinar matahari sebesar satu satuan Minimal Erythemal Dose (MED) yaitu mulai munculnya kemerahan yang ringan di kulit, sudah dapat meningkatkan konsentrasi vitamin D yang setara dengansuplementasi 10.000 –20.000 IU. Intensitas UVB sinar matahari adalah rendah pada pukul 07.00 pagi, meningkat pada jam-jam berikutnya sampai dengan pukul 11.00; setelah pukul 11.00 intensitas ini relatif stabil dan tinggi sampai dengan pukul 14.00 untuk kemudian menurun, dan pada pukul 16.00 mencapai intensitas yang sama dengan pada pukul 07.00. Penelitian oleh Holick melaporkan bahwa waktu pajanan yang dibutuhkan pada intensitas 1 MED/jam adalah 1/4 x 60 menit atau sama dengan 15 menit.13 Jika intensitas pajanan adalah 2 MED/jam, maka lama pemajanan lebih singkat. Intensitas ultraviolet puncaknya pada pukul 11.00–13.00 selama 1–2 MED/jam. Paparan sinar matahari di muka dan lengan selama 25 menit pada pukul 09.00 atau pukul 11.00– 13.00 selama 15 menit sudah meningkatkan konsentrasi vitamin D sebesar 2700 IU tiap kali pemaparan. Sebaiknya untuk mencegah defisiensi vitamin D dapat dilakukan dengan terpapar sinar matahari 15–30 menit selama 2–3 kali/minggu atau 2 jam/minggu.13
c.
Antioksidan
32
d.
Terdapat data empiris bahwa ketidakseimbangan antara aktivitas oksidan dan antioksidan mungkin memiliki peran penting dalam pathogenesis preeklampsia. Dua antioksidan alamiah yaitu vitamin C dan vitamin E dapat menurunkan oksidan tersebut. Suplementasi diet diajukan sebagai metode untuk memperbaiki kemampuan oksidatif perempuan yang berisiko mengalami preeklampsia.18 Agen Antitrombotik (aspirin dosis rendah) Dengan aspirin dosis rendah yaitu dalam dosis oral 50 hingga 150 mg/hari, aspirin secara efektif menghambat biosintesan A2 dalam trombosit dengan efek minimal pada produksi prostlasiklin vaskuler. Berdasarkan penelitian Paris
Collaborative
Group
untuk
perempuan
yang
mendapatkan aspirin, risiko relatif preeklampsia menurun secara
bermakna
sebesar
10%
untuk
terjadinya
preeklampsia. Karena manfaat marginal ini, menggunakan aspirin dosis rendah yang disesuaikan bagi tiap individu untuk mencegah berulangnya preeklampsia.18 8.
Penatalaksanaan Pre-Eklamsia
a.
Penatalaksanaan preeklampsia
1) Monitor tekanan darah 2x sehari dan cek protein urin rutin 2) Pemeriksaan laboratorium darah (Hb, Hct, AT, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT) dan urin rutin
3) Monitor kondisi janin 4) Rencana terminasi kehamilan pada usia 37 minggu. Atau usia 3 liter
Keluhan
tidak ada
tidak ada
Pola Eliminasi
BAB
BAK
Frekuensi
1 kali sehari
7-8 kali sehari
Warna
Kecoklatan
Kuning jernih
Bau
Khas feces
Khas urine
Konsisten
Padat – lembek
Cair
Jumlah
Dalam batas normal
Dalam batas normal (terakhir BAK pada saat
sebelum
pemeriksaan) f.
Pola aktivitas Kegiatan sehari-hari
: mengerjakan pekerjaan rumah sebagai ibu
rumah tangga Istirahat/Tidur Seksualitas
: Malam
: 8 jam
Siang
: 1 jam
: Frekuensi Keluhan
g.
: 2 kali sebulan : tidak ada keluhan
Personal Hygiene Kebiasaan mandi 2 kali sehari Kebiasaan membersihkan alat kelamin ketika melakukan Personal Hygiene seperti mandi dan setelah BAB/BAK Kebiasaan mengganti pakaian dalam 3 kali sehari atau ketika ibu merasa sudah tidak nyaman
40
Jenis pakaian dalam yang digunakan berbahan katun dan menyerap keringat h.
Imunisasi TT 1 Tanggal Bayi
TT 4 Tanggal SD
TT 2 Tanggal Bayi
TT5 Tanggal CATEN
TT 3 Tanggal SD 4.
Riwayat Kehamilan, Persalinan dan nifas yang lalu
Hami
Persalinan
l ke Tgl lahir
1.
Jenis
Umur kehamilan
200
Aterm
2
2.
o
Persalina
g
n spontan
bidan
Komplikasi Ibu Tidak ada
Bayi
Jenis
BB
kelamin
Lahir
Tida k
Laktas Komplikas i
310
P
Ya
0 gr
ada
i
Mulai memakai
Jenis Kontraseps
Tangga
i
l
Oleh
tempat
Berhenti/Ganti Cara Keluhan
Tangga l
Oleh
Tempat
Suntik
2002
Bida
Puskesma
badan
n
s
bertamba
3.
IUD
Suntik
2004
2012
Bida
Puskesma
n
s
Bida
Puskesma
n
s
Tidak ada
Tidak ada
Alasan Berat
2004
Bida
Puskesma
badan
n
s
bertamba
h 2.
ada
Riwayat Kontrasepsi yang digunakan
Berat 1.
Tidak
Hamil saat ini
5. N
Penolon
Nifas
h 2012
2021
Bida
Puskesma
n
s
-
-
Masa waktu habis Hamil
41
Rencana
:
Ibu
mengatakan
belum
memiliki
rencana
menggunakan kontrasepsi. 6.
Riwayat Kesehatan a.
Penyakit sistemik yang pernah/sedang diderita Ibu mengatakan tidak pernah atau sedang menderita penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, Campak, HIV/AIDS. Ibu mengatakan tidak pernah atau sedang menderita penyakit keturunan seperti Asma, Jantung, Diabetes, Hipertensi. Ibu mengatakan mempunyai riwayat terpapar Covid-19 dengan gejala ringan pada bulan Juni dan sudah melaksanak isolasi di rumah dengan pemantuan dari pihak tenaga kesehatan selama 14 hari. Ibu mengatakan belum vaksin covid-19dan akan vaksi ketika sudah melahirkan nanti.
b.
Penyakit yang pernah/sedang diderita keluarga Ibu mengatakan keluarganya tidak pernah atau sedang menderita penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, Campak, HIV/AIDS. Ibu mengatakan keluarganya tidak pernah atau sedang menderita penyakit keturunan seperti Asma, Jantung, Diabetes, Hipertensi.ibu mengatakan keluarganya mempunyai riwayat terpapar covid-19 yaitu anak pertamanya dengan gejala ringan pada bulan juni dan sudah melaksanakan isolasi mandiri selama 14 hari.
c.
Riwayat keturunan kembar Ibu mengatakan keluarganya tidak ada riwayat keturunan kembar
d.
Riwayat Alergi Makanan
:ibu mengatakan tidak mempunyai alergi
terhadap
makanan tertentu Obat
:ibu mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obatobatan tertentu
Zat lain
:ibu mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap zat lain
Kebiasaan-kebiasaan
42
Merokok
: ibu mengatakan bahwa ibu tidak
pernah merokok Minum jamu-jamuan
:
ibu
mengatakan
tidak
pernah
:
ibu
mengatakan
tidak
pernah
:
ibu
meminum jamu-jamuan Minum-minuman keras meminum minuman keras Makanan/minuman pantang
mengatakan
tidak
boleh
memakan daging-dagingan merah, makanan yang kuat rasa Perubahan pola makan
:
ibu
mengatakan
pada
saat
kehamilan awal nafsu makan ibu bertambah dan menjadi lebih sering. 7. Riwayat Psikologi Spiritual a.
Kehamilan ini
Dinginkan
b.
Pengetahuan ibu tentang kehamillan
Tidak diinginkan
Ibu mengatakan bahwa ibu tahu tentang kehamilanya sekarang yaitu dengan pre eklamsia serta ibu mengatakan belum mengetahi tentang tanda bahaya persalinan, ketidaknyamanan kehamilan trimester III,serta gizi ibu hamil atau makanan yang seharusnya dikurangi saat ini dan bagaimana memantau kesejahteraan janin sendiri. c.
Pengetahuan ibu tentang kondisi/keadaan yang dialami sekarang Ibu mengatakan bahwa ibu sepenuhnya tahu tentang kondisi yang ibu alami karena minimnya informasi atau pengetahuan tentang kehamilan, serta ibu mengatakan bahwa tekanan darah mulai tinggi muncul saat usia kehamilan menginjak 32 minggu.
d.
Penerimaan ibu terhadap kehamilan saat ini Ibu mengatakan sangat senang dengan kehamilan ini
e.
Tanggapan keluarga terhadap kehamilan Ibu mentakan suami senang dengan adanya kehamilan yang ini, dan juga anggota keluarga lain seperti anak pertama, orang tua, maupun mertua juga ikut merasa senang.
f.
Persiapan/rencana persalinan -
Biaya persalinan
: BPJS
43
-
Tempat besalin
: RSUD Sleman
-
Penolong persalinan adalah
:-
-
Transportasi rujukan
:-
-
Calon donor darah
: Anak pertama/ kakak
-
Pendamping persalinan
: Suami
DATA OBYEKTIF 1.
Pemeriksaan Umum a.
Keadaan umum
b.
Tanda Vital
c.
d.
: Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah
: 146/89
mmHg
Nadi
: 101
kali per menit
Pernafasan
: 20
kali per menit
Suhu
: 36,3
○
TB
: 177
cm
BB
: sebelum hamil 78 kg, BB sekarang 91 kg
Kenaikan BB
: 13 kg
IMT
: 24,9
kg/m²
LLA
: 35
cm
Kepala
: Tidak ada oedem, bersih
Wajah
: Tidak ada oedem, tidak terfapat Kloasma
Mata
: Simetris, sclera putih, konjungtiva merah
C
muda Leher
: Tidak pembengkakakn kelenjar tiroid,
limfe, dan vena jugularis e.
Payudara
: Bentuk
: Simetris. Nulat,
Tidak ada benjolan Aerola mammae
f.
: aerola kehitaman
Putting susu
: menonjol keluar
Kolostrum
: belum ada pengeluaran ASI
Abdomen
: tidak ada bekas luka, bentuk bulat
memanjang g.
Palpasi Leopold
:
44
Leopold I
:TFU 2 jari dibawah px
Teraba bagian lunak, bulat, dan tidak melenting kemungkinan bokong Kesimpulan bokong Leopold II
:Letak janin memanjang Perut sebelah kiri teraba janin bagian keras datar kemungkinan punggung Kesimpulan punggung Kesimpulan ekstermitas Perut sebelah kanan teraba bagian terkecil j anin Kemungkinan ekstremitas Kesimpulan ekstermitas
Leopold III
:Teraba bagian terbawah teraba bulat, keras, dan melenting kemungkinan kepala Kesimpulan kepala
Leopold IV
:Posisi tangan bagian sudah masuk panggul Kesimpulan Divergen
Osborn Test
: Tidak dilakukan
TFU (Mc Donald)
: 33 cm
TBJ
: (33-12)x155 : 3.255 gram
Auskultasi DJJ
:punctum maximum puki Frekuensi 134 x/menit
h.
Ekstremitas Oedem
: kedua tangan tidak terdapat oedem tetapi
kedua kaki terdapat oedem Varices
: kedua kaki dan tangan tidak terdapat
varices Reflek Patela
: kedua kaki dan tangan terdapat reflek
patela Kuku tidak panjang
: kedua tangan dan kaki bersih dan juga
45
i.
Genetalia
: tidak dilakukan karena ibu hamil tidak
bersedia Anus
: tidak dilakukan karena ibu hamil tidak
bersedia Hemoroid
: tidak dilakukan karena ibu hamil tidak
bersedia 2.
3.
Pemeriksaan panggul Distansia spinarum :
cm(23-26cm)
Distansia cristarum :
cm(26-29cm)
Boudelouqe
:
cm(18-20cm)
Lingkar panggul
:
cm(80-90cm)
tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 06 April 2021 Hb : 15 2.
PITC : Non Reaktif
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 29 September 2021 Protein Urine : positif
4.
Data Penunjang 1. Sejak diketahui ibu mengalami pre eklamsia maka diberikan terapi obat yaitu : Nifedipine 10mg 3x1 dengan air putih ANALISA 1.
Diagnosa Ny. S usia 37 tahun G2P1Ab0Ah1 Usia Kehamilan 36+4 minggu dengan Pre-Eklamsia
2.
Masalah a.
Kecemasan pasien tentang keadaan yang dialami
b.
Kecemasan tentang keadaan janin akibat penyakit yang diderita. Hal ini bisa muncul apabila pengeteahuan ibu tentang PreEklamsia kurang (Salmah dkk, 2006)
46
3.
Kebutuhan a.
KIE mengenai Pre-Eklamsia
b.
KIE risiko kehamilan Pre-Eklamsia
PENATALAKSANAAN Tanggal 30 September pukul 10.38 WIB 1.
Memberitahu kepada ibu bahwa keadaan umum ibu dalam keadaan baik E : Ibu mengerti dan merasa tenang
2.
Menjelaskan kepada ibu apa itu Pre-Eklamsia secara umum yaitu komplikasi kehamilan dan persalinan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, proteinuria dan oedema, yang kadangkadang disertai dengan komplikasi koma. Dengan gejala seperti hipertensi, adanya pembengakakan pada anggota tubuh, dan proteinuria positif. E : Ibu mengerti dan paham
3.
Memberitahu kepada ibu bahwa keluhan yang dialami merupakan gejala yang muncul jika mengalami Pre-Eklamsia. E : ibu paham dan mengerti
4.
Menganjurkan ibu untuk mengonsumsi makanan yang bergizi agar kebutuhan bayi dan ibu tetap terpenuhi E : ibu bersedia dengan anjutan yang diberikan
5.
Memberitahu ibu tentang pantangan selama hamil ini : a.
Mengurani makanan yang asin, gurih, dan berminyak
b.
Mengurangi konsumsi daging merah seperti daging kambing
c.
Menghindari kegiatan yang berat
E : ibu mengerti dan bersedia melakukan 6.
Memberikan KIE kepada ibu tentang tanda-tanda persalinan yaitu adanya ketuban yang pecah atau merembes, adanya kontraksi palsu, perubahan emosional, lebih seringbuang air kecil, keluar lender kental bercampur darah, sulit tidur. E : ibu paham dan mengerti
7.
Memberitahu ibu tentang tanda bahaya kehamilan pada trimester III yaitu adanya ketidaknyamanan saat tidur dikarenakakn semakin
47
membesar perut ib sehinggan menekan irgan yang ada di dalam tubuh E : ibu paham dan mengerti 8.
Menganjurkan ibu untuk selalu menghitung gerak janin bayi setiap 12 jam sekali pada waktu yang sama setiap hari untuk memantau kesejahteraan janin. E : ibu bersedia melakukan anjran yang sudah diberikan
9.
Memberitahu ibu untuk minum obat berupa tablet tambah darah sebanyak 1x1 sebanyak 30 tablet, calcium lactate 3x1 , obat hipertensi yaitu nifedipine yang diminum 3x1 dan menganjurkan mengonsumsi obat dengan air putih E : ibu mengerti dan bersedia melakukanya
10.
Memberitahu ibu untuk melakukan kunjungan ulang 2 minggu lagi tepatnya tanggal 14 Oktober 2021 atau apabila ada keluhan disarankan untuk segera kembali untuk memeriksakan kondisi E : ibu mengerti dan bersedia kembali
11.
Melakukan pendokumentasian E : pendokumentasian telah dilakukan di buku KIA da di rekam medic Sleman, 08 Oktober 2021
Pembimbing Akademik
Pembimbing Lahan
(Nurdjannah, SST, M.Kes)
(Riyanti, S.ST)
Praktikan
(Lailya Nur Istiqomah)
48
3.2. Pembahasan Pada bab ini telah diuraikan pembahasan kasus yang diambil sesuai dengan manajemen kebidanan SOAP mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi penatalaksanaan. Dalam hal ini juga akan diuraikan tentang persamaan dan kesenjangan antara teori yang ada dengan praktik yang ditemukan dilapangan. Pengkajian merupakan tahap awal yang digunakan sebagai landasan dalam proses pemberian asuhan kebidanan. Tahap ini mencakup kegiatan pengumpulan, pengolahan dan analisa data atau fakta yang dikumpulkan dari beberapa data subjektif dan objektif. Data tersebut diperoleh dengan wawancara,
observasi,
studi
dokumentasi
dan
studi
kepustakaan.
Berdasarkan data yang diperoleh ibu datang ke Poli Obsgyn/kandungan mengatakan Ibu mengatakan dirujuk dari RS At- Turrots dikarenakan kehamilannya dengan Pre- Eklamsia. Ibu mengatakan akhir-akhir ini merasa lemas saat melakukan pekerjaan berat, sedikit merasa pusing,adanya bengkak pada kaki, tidak ada nyeri ulu hati, tidak batuk, tidak pilek, tidak demam, tidak sesak, ibu belum merasakan kenceng-kenceng, belum mengeluarkan lender darah. Data objektif diperoleh setelah dilakukan pemeriksaan umum, fisik dan penunjang untuk merumuskan diagnosis yang akan ditetapkan pada kasus yang didapatkan dengan berkolaborasi dengan dokter obgyn akan melakukan USG. Dalam hal ini pemeriksaan umum yang dilakukan sesuai dengan teori yaitu keadaan umum, kesadaran, tanda vital dan pemeriksaan fisik seperti abdomen. Setelah dilakukan pemeriksaan umum dan fisik didapatkan hasil yaitu ibu dan janin dalam keadaan baik. Namun tidak dilakukan pemeriksaan cardiotocography (CTG) karena keadaan ibu dan bayi dinilai baik berdasarkan hasil pemeriksaan USG. Dokter menyarankan untuk tetap menguani makanan asin,
juga tidak dianjurkan untuk tidak
melakukan pekerjaan berat, dan tetap meminum obat yang duah diberikan.
49
Serta kemabli untuk control ulang pada tanggal 14 Oktober 2021 atau jika ada keluhan disarankan untuk datang lebih awal. Untuk menganalisa dilakukan identifikasi terhadap masalah atau interpretasi yang benar atas data yang telah dikumpulkan sehingga dapat merumuskan masalah atau diagnosa yang spesifik. Pada tinjauan teori telah disebutkan bahwa kehamilan dengan Pre-Eklamsia merupakan kehamilan yang berpotensi adanya komplikasi, diantaranya adalah adanya Sindrom help, resiko penyakit kardiovaskuler, termaksud 4x peningkatan resiko hipertensi, dan 2x resiko penyakit jantung iskemik, stroke, dan DVT dimasa yad serta adanya resko kematian lebih tinggi termasuk disebabkan oleh penyakit serebrovaskuler. Dengan demikian penerapan tinjauan pustaka dan studi kasus pada Ny. S terdapat persamaan dalam diagnosa yang ditegakkan atau pada langkah pengkajian ini tidak terdapat kesenjangan teori yaitu kehamilan dengan Pre-Eklamsia. Dari diagnosa yang telah ditegakkan, oleh sebab itu pasien dijelaskan mengenai hasil pemeriksaannya kemudian diberikan dukungan motivasi agar tetap tenang. Kasus ini dapat terjadi karena ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahundan ada dugaan adanya kelainan perkembangan dan fungsi plasenta, yaitu organ yang berfungsi menyalurkan darah dan nutrisi untuk janin. Pada penatalaksanaan asuhan kebidanan kehamilan pada Ny. S, telah dilakukan tindakan kolaborasi dengan dokter untuk dilakukan USG. Ibu dijelaskan risiko apa saja yang akan terjadi dengan kehamilan dengan PreEklamsia ini. Hasil evaluasi kasus ini adalah pada tanggal 30 September 2021 Ny. S tetap melakukan terapi obat dan melakukan sesuai anjuran dokter, ibu dalam keadaan baik dan belum merasakan tanda-tanda persalinan. Berdasarkan kasus tersebut dapat dilihat bahwa pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan Permenkes tentang Standar Pelayanan Bidan yang berlaku.
BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Dari kasus Asuhan Kebidanan pada Ny. S usia 37 tahun G2P1Ab0Ah1 Usia Kehamilan 36+4minggu dengan kehamilan pre eklamsia dengan prinsip manajemen asuhan kebidanan metode SOAP dan penatalaksanaan telah sesuai dengan teori dan SOAP yang ada di RSUD Sleman, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Telah dilaksanakan pengkajian data subjektif dan objektif pada Ny. S usia 37 tahun G2P1Ab0Ah1 Usia Kehamilan 36+4 minggu dengan pre eklamsia di RSUD Sleman.
2.
Diagnosa yang dapat ditegakkan sesuai dengan keadaan ibu dan teori adalah ibu hamil dengan indikasi pre eklamsia.
3.
Terdapat risiko komplikasi pada Ny. S karena adanya faktor risiko kehamilan pre eklamsia.
4.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus Ny. S adalah melakukan kolaborasi dengan dokter untuk melakukan USG serta pemantauan kehamilan agar dapat mencegah komplikasi pada ibu. Memberitahu ibu mengenai keadaanya dan memberikan KIE mengenai Pre-Eklamsia, gizi ibu hamil, pantangan yang harus dilakukan.
4.2. Saran 1.
Bagi bidan pelaksana di Poli kandungan RSUD Sleman Diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan asuhan yang telah diberikan dalam pelayanan di poli kandungan.
2.
Bagi mahasiswa Diharapkan lebih memperdalam ilmu dan teori tentang kehamilan
dengan kegawatdaruratan, sehingga dapat melakukan asuhan yang tepat. Selain itu diharapkan dapat mengkaji setiap informasi yang dapat
50
51
menunjang analisa dengan rinci sehingga pendokumentasian dapat dilakukan sesuai dengan manajemen SOAP.
DAFTAR PUSTAKA Adriani, Merryana
dan
Bambang
Wiratmaji. 2013. Pengantar
Gizi
Masyarakat. Jakarta : Kencana. Almatsier, Sunita. 2011. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia. Pustaka Utama August, MD, MPH, P. and M Sibai, MD, B. (2021). Preeclampsia: Clinical features and diagnosis:hhtps://www.uptodate.com/contents/preclampsia-clinicalfeatures-and-diagnosis Departemen Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pelayanan Antenatal. Jakarta : Depkes RI Dinas Kesehatan Yogyakarta. 2020. Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2019. Yogyakarta : Dinkes DIY Fauziah, Siti & Sutejo. 2012. Keperawatan Maternitas Kehamilan - Vol. 1. Jakarta : Prenada Media. Hatini, Erina Eka. 2019. Asuhan kebidanan kehamilan. Malang : Wineka media. Idaningsih, Ayu. 2021. Asuhan Kebidanan Kehamilan. Cirebon : LovRinz Publishing. Kementerian Kesehatan RI. 2016. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Jakarta : Kemenkes RI Kementerian Kesehatan RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta : Kemenkes RI Pratiwi, Liliek & Hanarnik Nawangsari. 2020. Modul Ajar dan Praktikum Keperawatan Maternitas. Sukabumi : Jejak publisher Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Kebidanan Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Putri, Lidia Aditama & Siti Mudlikah. 2019. Obstetri dan Ginekologi. Gresik : Guepedia Preeclampsia:
Practice
eMedicine.
Essentials,
Overview,
[online]
Pathophysiology. Available
(2021). at:
https://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview#a27 Romauli, Suryati. 2011. Konsep Dasar Asuhan Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika
52
Rahmadewi, Herartri R. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kehamilan risiko tinggi. Jakarta : EGC Rochjati, Poedji. 2011. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil (Edisi 2): Pengenalan Faktor Risiko Deteksi Dini Ibu Hamil Risiko Tinggi. Surabaya : Airlangga University Pres Yuanita, Syaiful & Lilis Fatmawati. 2019. Asuhan Keperawatan Kehamilan. Surabaya : Jakad Publishing
53