Lapkas Anastesi Umum Pada Eklampsia Dan HELLP Syndrome [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan (HDK) merupakan peringkat kedua penyebab



kematian ibu setelah perdarahan. Penyebab kematian lainnya yaitu infeksi, partus lama atau tidak maju dan abortus. Kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh tiga penyebab tersebut. Namun sejak tahun 2003 proporsinya telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan sedangkan HDK proporsinya semakin meningkat. Lebih dari 25% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2013 disebabkan oleh HDK, dalam hal ini preeklampsia berat merupakan penyebab terbesar dari golongan HDK yang menimbulkan komplikasi hingga menyebabkan kematian.1 Di seluruh dunia, kejadian preeklampsia diperkirakan terjadi antara 2%10% dari kehamilan. WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8% 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273 per tahun atau sekitar 5,3%. Kejadian eklampsia pada negara-negara maju seperti Amerika Utara dan Eropa diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran. Sedangkan kejadian eklampsia di negara berkembang sangat bervariasi, mulai dari 1 kasus per 100 kehamilan sampai 1 kasus per 1.700 kehamilan (0,06 - 1%). Di negara-negara Afrika seperti Afrika Selatan, Mesir, Tanzania dan Ethiopia bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%. Di Nigeria, prevalensi berkisar antara 2% sampai 16,7%.2 Eklampsia jarang terjadi namun merupakan komplikasi yang berat dari kehamilan dan persalinan.3 Beberapa pengobatan seperti magnesium sulfat diketahui dapat menurunkan insidensi terjadinya eklampsia dan mengurangi risiko kematian ibu atau mortalitas serta kekambuhan kejang serta lebih baik dibandingkan fenitoin dan diazepam.4



HELLP Syndrome atau sindroma HELLP adalah kumpulan gejala yang mencakup hemolisis, peningkatan enzim liver, dan jumlah platelet yang kurang dari batas bawah. Bersama dengan preeklampsia, sindroma HELLP adalah penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi pada ibu hamil di dunia. HELLP biasanya berkembang secara tiba-tiba dalam kehamilan (Usia Kehamilan/UK 27-37 minggu) atau pada masa puerperium. Sebagai salah satu bentuk kriteria dari preeklampsia berat, HELLP memiliki onset yang juga mengawali proses gangguan pada perkembangan dan fungsi plasenta, dan iskemia yang memicu stress oksidatif, yang secara akumulatif akan mengganggu endothelium melalui aktivasi platelet, vasokonstriktor, dan menyebabkan terganggunya kehamilan normal yang ditunjukkan dengan abnormalitas relaksasi vaskular.5 World Health Organization (WHO) menetapkan standar rata-rata persalinan operasi sesar di sebuah negara adalah sekitar 5-15% per 1000 kelahiran di dunia. Menurut WHO, peningkatan persalinan dengan operasi sesar di seluruh negara terjadi semenjak tahun 2007- 2008 yaitu 110.000 per kelahiran diseluruh Asia.6 Di Indonesia sendiri, angka kejadian operasi sesar juga terus meningkat baik di rumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit swasta. Menurut Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan terjadi kecenderungan peningkatan operasi sesar di Indonesia dari tahun 1991 sampai tahun 2007 yaitu 1,3-6,8 persen. Persalinan sesar di kota jauh lebih tinggi dibandingkan di desa yaitu 11 persen dibandingkan 3,9 persen.7 Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan kelahiran dengan metode operasi sesar sebesar 9,8 persen dari total 49.603 kelahiran sepanjang tahun 2010 sampai dengan 2013, dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan terendah di Sulawesi Tenggara (3,3%) dimana Sumatera Utara berada pada peringkat keenam tertinggi.8 1.2.



Tujuan Penulisan Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami tinjauan ilmu



teoretis dan mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap eklampsia serta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.



1.3.



Manfaat Penulisan Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah



untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang eklampsia terutama penatalaksanaan awal mengenai trauma kepala. Selain itu, laporan kasus ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai eklampsia.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.



Anestesi terhadap Fisiologi Ibu Hamil Anestesi untuk obstetric berbeda dengan tindakan anestesi yang lain,



karena : 9 1.



Ibu masuk rumah sakit pada hari saat akan melahirkan, sehingga persiapan praoperasi sangat singkat.



2.



Ada dua insan yang perlu diperhatikan, yaitu ibu dan bayi yang akan dilahirkan.



3.



Terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang dimulai pada tiga bulan terakhir kehamilan.



4.



Adanya resiko muntah, regurgitasi, dan aspirasi setiap saat.



5.



Efek obat yang diberikan dapat mempengaruhi bayi karena menembus barrier plasenta.



Pada wanita hamil mulai 3 bulan terakhir, terjadi perubahan dalam volume darah, sistem respirasi, kardiovaskuler, susunan saraf pusat, susunan saraf perifer, renal, saluran cerna, muskuloskleteal, dermatologi, jaringan mammae, dan mata. 2.2.1 Berat Badan dan Komposisi Berat badan rata-rata meningkat selama kehamilan kira-kira 17% dari BB sebelum hamil atau kira-kira 12 kg. Penambahan berat adalah akibat dari peningkatan uterus dan isi uterus (uterus 1 kg, cairan amnion 1 kg, fetus dan plasenta 4 kg), peningkatan volume darah dan cairan interstisial (masing-masing 2 kg) dan lemak serta protein baru kira-kira 4 kg.9 Implikasi klinis terhadap anestesi: konsumsi oksigen meningkat sehingga harus diberikan oksigen sebelum induksi anestesi umum. Penusukan anestesi spinal atau epidural menjadi lebih sulit, karena penambahan berat badan dan penambahan besar payudara, kemungkinan menimbulkan kesulitan intubasi.9



Tabel 2.1. Rekomendasi Penambahan Berat Badan pada Ibu Hamil.10 Kategori IMT



IMT sebelum



Rekomendasi



Penambahan BB



Hamil



Penambahan Berat



pada Trimester 2



Badan (kg)



dan 3 (kg/minggu)



Kurang



< 18,5



13 – 18



0,5 – 0,6



Normal



18,5 – 24,9



11 – 16



0,4 – 0,5



Overweight



25 – 29,9



7 – 11



0,2 – 0,3



Obesitas



>30



5–9



0,1 – 0,3



Berdasarkan American College of Obstetricans and Gynecologists penambahan berat badan pada Trimester 1 antara 0,5 – 2 kg.10 2.2.2 Sistem Respirasi Konsumsi



oksigen



meningkat



30-40%



selama



kehamilan



yang



dibandingkan dengan post partum sebagai control. Peneliti lain membandingkan dengan nilai 8-12 bulan post partum sebagi control, dijumpai kenaikan konsumsi oksigen sebesar 60%. Peningkatan yang progresi ini disebabkan terutama oleh kebutuhan metabolik fetus, uterus, dan plasenta dan sekunder oleh kenaikan kerja jantung dan paru. Produksi CO2 menunjukkan perubahan yang sama dengan konsumsi oksigen.9 Terjadi pembesaran kapiler pada mukosa nasal, oropharyngeal, dan laring dimulai pada trimester pertama dan meningkat secara progresif sepanjang kehamilan, yang membuat pernapasan melalui hidung menjadi sulit. Perubahan pada parameter respirasi mulai pada minggu ke-4 kehamilan. Ventilasi semenit meningkat pada aterm kira-kira 45% diatas nilai waktu tidak hamil. Peningkatan volume semenit itu disebabkan oleh karena peningkatan volume tidal (45%) sedangkan frekuensi nafas tidak berubah. Ventilasi alveoli meningkat 45% seperti peningkatan volume tidal, tetapi dead space meningkat 45%. PaCO2 menurun sampai 30 mmHg pada kehamilan 12 minggu, tetapi tidak berubah sampai kehamilan aterm. Peningkatan konsentrasi progreston selama kehamilan menurunkan ambang pusat nafas di medulla oblongata terhadap CO2.



Tabel 2.2. Gas Darah Selama Kehamilan Trimester Tidak Hamil



1



2



3



PaCO2 (mmHg)



40



30



30



30



PaO2 (mmHg)



100



107



105



103



pH



7,40



7,44



7,44



7,44



HCO3- (mEq/L)



24



21



20



20



Pada kehamilan aterm functional residual capacity (FRC), expiratory reserve volume (ERV) dan residual volume (RV) menurun. Perubahan-perubahan ini disebabkan karena diafragma terdorong keatas oleh uterus yang gravid. FRC menurun 15-20% menimbulkan peningkatan “Shunt” dan kurangnya cadangan oksigen. Faktor-faktor ini akan menimbulkan penurunan yang cepat dari PaO2 selama induksi anestesi, maka untuk menghindari kerjadian ini, sebelum induksi pasien, mutlak harus diberikan oksigen 100% selama 3 menit (nafas biasa) atau cukup 4 kali nafas dengan inspirasi maksimal selama 30 detik. Vital capacity dan resistensi paru menurun. Terjadi perubahan-perubahan anatomis, mukosa, edematus dan gampang rusak, maka harus dihindari intubasi nasal dan ukuran pipa endotracheal harus yang lebih kecil daripada untuk intubasi endotracheal ibu yang tidak hamil. Penurunan FRC, peningkatan ventilasi semenit (hiperventilasi), juga penurunan minimum alveolar concentration (MAC), akan menyebabkan ibu hamil mudah dipengaruhi obat anestesi inhalasi dari pada penderita yang tidak hamil.



Tabel 2.3. Perubahan Fisiologi Respirasi pada Kehamilan Aterm Parameter



Perubahan







Inspiratroy reserve volume (IRV)



+5%







Tidal Volume (TV)



+45%







Expiratory reserve volume (ERV)



-25%







Residual Volume (RV)



-15%



Volume Paru



Kapasitas Paru 



Inspiratory Capacity



+15%







Functional Residual Capacity (FRV)



-20%







Vital Capacity







Total lung Capacity



Tidak Berubah -5% +45%



Dead Space Laju Nafas



Tidak Berubah



Ventilasi 



Minute Ventilation







Alveolar Ventilation



+45% +45%



2.2.3 Perubahan Volume Darah Volume darah ibu selama kehamilan meningkat dimulai pada trimester pertama (15%) dan meningkat dengan cepat pada trimester kedua (50%) dan trimester ketiga (55%), termasuk peningkatan volume plasma, sel darah merah, dan sel darah putih. Volume plasma meningkat 40-50%, sedangkan sel darah merah meningkat 15-20%, yang menyebabkan terjadinya anemia fisiologis. Disebabkan hemodilusi ini, viskositas darah menurun kurang lebih 20%. Faktor pemebekuan I, VII, VIII, IX, X dan XII dan fibrinogen meningkat. Pada proses kehamilan dengan bertambahnya umur kehamilan, jumlah trombosit menurun. Perubahan-perubahan ini adalah untuk perlindungan terhadap pendarahan katastropik, tetapi juga akan menjadi predisposisi tromboemboli. Peningkatan volume darah mempunyai fungsi untuk memelihara kebutuhan



peningkatan sirkulasi karena ada pembesaran uterus dan feto-plasenta, mengisi peningkatan reservoir vena, melindungi ibu dari pendarahan saat kehamilan, selama kehamilan ibu menjadi hiperkoagulopati. Keadaan ini berlangsung sampai 8 minggu setelah melahirkan. 2.2.4 Perubahan Sistem Kardiovaskuler Curah jantung meningkat sebesar 30-40% dan peningkatan maksimal dicapai pada kehamilan 24 minggu. Peningkatan curah jantung 10-15 kali permenit pada kehamilan 28-32 minggu. Dengan ekokardiografi terlihat adanya peningkatan ukuran ruangan pada end diastolic dan ada penebalan dinding ventrikel kiri. Pembesaran uterus yang gravid dapat menyebabkan komrepsi aortocaval ketika wanita hamil tersebut berada pada posisi supine dan hal ini akan menyebabkan penurunan aliran balik vena/venous return dan maternal hipotensi, menimbulkan keaadan yang disebut supine hypotensive syndrome. Curah jantung meningkat selama persalinan dan lebih tinggi 50% dari saat sebelum persalinan. Setelah post partum, curah jantung meningkat dan dapat mencapai 80%, hal ini terjadi oleh karena saat kontraksi uterus terjadi plasental autotranfusi sebanyak 300-500ml. Tekanan vena sentral meningkat 4-6 cmH2O karenan peningkatan volume darah ibu. Peningkatan curah jantung tidak dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan penyakit katup jantung (misal: aorta stenosis, mitral stenosis) atau penyakit jantung coroner. Decompensatio cordis yang berat dapat terjadi pada kehamilan 24 minggu, selama persainan dan segera setelah persalinan.



Tabel 2.4. Hubungan Curah Jantung, Stroke Volume dan Laju Jantung dengan Posisi dan Usia Kehamilan Usia Kehamilan (minggu) 20 – 24



28 – 31



38 – 40



Post Partum (6 – 8 bulan)



Parameter



Aktual



%



Aktual



%



Aktual



%



Nilai



Curah Jantung (L/m) 



Supine



6,4



28



6,0



22



4,5



-12



5,1







Lateral



6,9



38



7,0



41



5,7



15



5,0







Duduk



5,9



29



6,4



39



5,2



13



4,6



Stroke Volume (ml) 



Supine



88



21



77



5



52



-28



73







Lateral



95



33



88



23



69



-2,8



71







Duduk



74



30



72



28



58



-2,3



57



Laju Jantung (x/menit) 



Supine



74



7



83



20



80



23



70







Lateral



73



5



82



17



83



20



70







Duduk



83



3



92



13



89



10



81



2.2.5 Perubahan pada Ginjal Glomerular filtration rate (GFR) meningkat selama kehamilan karena peningkatan renal plasma flow. Renal blood flow (RBP) dan GFR meningkat 150% pada trimester pertama kehamilan, tetapi menurun lagi sampai 60% diatas wanita yang tidak hamil, pada saat kehamilan aterm. Hal ini terjadi akibat hormon progesterone. Kreatinini, blood urea nitrogen (BUN), asam urat juga menurun tetapi umumnya normal. Suatu peningkatan dalam laju filtrasi menyebabkan plasma BUN dan konsentrasi kreatinin kira-kira 40-50% lebih rendah dari wanita yang tidak hamil. REabsorpsi natrium pada tubulus meningkat, tetapi glukosa dan asam amino tidak diabsorpsi dengan efisien, maka glikosuri dan amino acid uri merupakan hal



yang normal pada ibu hamil. Tabel 2.4. Perubahan pada Sistem Renal Parameter



Tidak Hamil



Hamil



BUN (mg/dl)



0,67



0,46



Kreatinin (mg/dl)



13



8,7



Maka bila wanita hamil, nilainya sama seperti yang tidak hamil berarti ada kelainan ginjal. Pasien preeklampsi mungkin ada diambang gagal ginjal, walaupun hasil pemeriksaan laboratorium normal. 2.2.6 Perubahan pada Saluran Pencernaan Perubahan anatomi dan hormonal pada kehamilan merupakan faktor prediposisi terjadinya oesophageal regurgitasi dan aspirasi paru. Uterus yang gravid menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan merubah posisi normal gastroesophageal junction. Pergerakan saluran cerna, absorpsi makanan dan tekanan sphincter oesophageal bagian distal menurun, disebabkan karena peningkatan kadar progesterone plasma. Peningkatan sekresi hormone gastrin akan meningkatkan sekresi asam lambung. Obat-obat analgesic akan memperlambat pengosongan gaster. Karena perubahan-perubahan tersebut wanita hamil harus selalu diperhitungkan lambung penu, dengan tidak terpacu pada waktu makan terakhir, misalnya walaupun sudah puasa lebih dari 6 jam, lambung bsia saja masih penuh. Penggunaan antacid yang non-partikel secara rutin adalah penting sebelum seksio seas area dan sebelum induksi regional anestesi. Perubahan gastrointestinal akan kembalai dalam 6 minggu postpartum. 2.2.7 Perubahan Susunan Saraf Pusat (SSP) dan Susunan Saraf Perifer Susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer berubah selama kehamilan, MAC menurun 25-40% selama kehamilan. Peningkatan konsentrasi progesterone dan endorphin adalah penyebab penurunan MAC tersebut, dimana progesterone lebih berperan, oleh karena konsentrasi endorphin tidak meningkat selama kehamilan sampai pasien mulai ada his. Terdapat penyebaran dermatom yang lebih lebar pada ibu hamil setelah epidural anestesi. Hal ini karena ruangan epidural menyempit karena pembesaran



plexus venosus epidural disebabkan karena kompresi aortocaval oleh uterus yang membesar. Tetapi penelitian-penelitian yang baru menunjukkan baha perbedaan ini sudah ada pada kehamilan muda (8-12 minggu) dimana uterus masih kecil. Terdapat faktor-faktor lain, yaitu: respiratori alkalosis kompensata, penurunan protein plasma atau protein likuor serebrospinal dan hormon-hormon selama kehamilan (progesterone).Pada ibu hamil, dosis obat anestesi harus dikurangi. 2.2.8 Perubahan Sistem Muskuloskeletal, Dermatologi, Mata Hormon relaxin menyebabkan relaksasi ligamentun dan melunakkan jaringan kolagen. Terjadi hiperpigmentasi kulit daerah muka, leher, garis tengah abdomen akibat melanocyte stimulating hormon. Tekanan intraokuler menurun selama kehamilan karenan peningkatan kadar progesteron, adanya relaxin. Penurunan produksi humor aqueous disebabkan peningkatan sekresi chorlonic gonadotropin. Akibat relaksasi ligamentum dan kolagen pada kolumna vertebralis dapat terjadi lordosis. Ibu hamil yang lordosis menyulitkan dilakukan spinal atau epidural analgesia. Pembesaran payudara, terutama pasien dengan leher pendek akan menyulitkan intubasi. Perubahan tekanan intraokuler dapat menimbulkan gangguan penglihatan. 2.2.9 Plasenta Fungsi pertukaran gas respirasi, nutrisi dan ekskresi janin, plasenta dibentuk dari jaringan ibu dan janin serta mendapat pasokan darah dari kedua jaringan tersebut. Plasenta terdiri dari tonjolan jaringan janin (villi) yang terletak dalam vaskuler ibu (intervillous). Sebagai akibat dari susunan ini kapiler-kapiler janin dalam villi dapat melakukan pertukaran substansi dengan darah ibu, dimana darah ibu dalam rongga intervilli berasal dari arteri spiralis cabang arteri uterine dan kemudian mengalir kembali melalui vena uterine. Darah janin dalam villi berasal dari 2 buah arteri umbilical dan kembali ke janin melalui sebuah vena umbilical. Pertukaran pada plasenta secara difusi terjadi pada gas respirasi dan ion-ion yang kecil ditransportasi melalui proses difusi, kebanyakan obat-obat yang digunakan dalam anestesi mempunnyai berat dibawah 1000 dan dapat berdifusi melwati plasenta. Zat yang larut dalam lemak seperti tiopentan paling cepat



berdifusi. Obat-obat dengan ikatan protein tinggi seperti bupivacaine juga sulit beridifusi melewati plasenta. Oleh karena itu harus memperhatikan obat yang dapat menembus sawar darah plasenta.



2.2



Eklampsia



2.2.1



Definisi Eklampsia didefinisikan sebagai terjadinya onset baru dari kejang umum



atau koma pada wanita dengan preeklampsia. Eklampsia merupakan komplikasi dari preeklampsia yang serius yang mengancam jiwa ibu atau janin yang sedang dikandung.11 2.2.2



Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the



National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 ialah:12 1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan. 2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. 3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma 4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria. 5. Hipertensi gestasional (transient hypertension) adalah hipertensi yang timbul setelah kehamilan 20 minggu tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tandatanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria. 2.2.3



Etiologi Etiologi preeklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih belum



sepenuhnya difahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the disease of theories”. Pada saat ini hipotesis utama



yang dapat diterima untuk menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta (terlihat pada gambar 2.1) Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ.13



Gambar 2.1. Pebandingan antara invasi sitotrofoblas pada kehamilan normal dan pada preeklamsia. Pada kehamilan normal sitotrofoblas mampu menginvasi arteri



spiralis yang mengakibatkan arteri tersebut mengalami dilatasi sedangkan pada preeklampsia sitotrofoblas tidak mampu menginvasi arteri spiralis sehingga arteri spiralis tidak mengalami vasodilatasi.13 2.2.4



Faktor Resiko Terjadinya Preeklampsia dan Eklampsia Berdasarkan data epiemiologi ternyata preeklamsia dan eklampsia lebih



sering terjadi pada wanita-wanita berikut:14 



Preeklampsia lebih sering terjadi pada kehamilan pertama.







Preeklampsia lebih sering terjadi pada ibu-ibu setelah berganti pasangan.







Preeklampsi lebih sering terjadi pada ibu-ibu yang menggunakan alat kontrasepsi.







Preeklamsia menurun ada wanita-wanita yang mengalami defisiensi kekebalan (sel T) terkait HIV.







Kehamilan ganda.







Wanita dengan diabetes melitus.







Hipertensi essensial kronik.







Mola hidatidosa.







Hidrops fetalis.







Bayi besar.







Obesitas.







Riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklampsia.







Riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklampsia



2.2.5



Patofisiologi Patogenesis kejang eklampsia adalah kurang dipahami. Kejang telah



dikaitkan dengan trombus platelet, hipoksia karena vasokonstriksi lokal, dan fokus dari perdarahan di korteks. Dalam beberapa dekade terakhir, dan ketika temua gejala secara klinis, patologis dan neuroimaging, disumpulkan ada dua teori scara umum untuk menjelaskan kelainan otak yang terkait dengan eklampsia. Disfungsi sel endotel yang didapatkan pada sindrom preeklampsia mungkin memainkan peran penting dalam kedua teori berikut:14



1. Teori pertama menyatakan bahwa dalam merespon hipertensi berat akut menyebabkan vasospasme serebrovaskular. Teori ini didasarkan pada hasil angiografi yang memperlihatkan adanya penampilan difus atau multifokal segmental yang dicurigai sebagai vasospasme dari pembuluh darah serebral pada wanita dengan preeklamsia berat dan eklampsia. Dalam skema ini, berkurangnya CBF (cerebrovascular blood flow) mengakibatkan iskemia, edema sitotoksik, dan akhirnya infark jaringan otak.13 2. Teori kedua adalah bahwa peningkatan mendadak tekanan darah sistemik melebihi kapasitas autoregulatory serebrovaskular yang normal. Kawasan tersebut dipaksa untuk bervasodilatasi dan vasokonstriksi berkembang, terutama di zona batas arteri. Pada tingkat kapiler, gangguan tekanan ujung-ujung kapiler menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik, hyperperfusion, dan ekstravasasi plasma dan sel darah merah melalui pembukaan tight junction endotel yang mengarah ke akumulasi edema vasogenik.13 2.2.6



Manifestasi Klinis Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang



disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan.12 Pada penderita peeklampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejalagejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodorma akan terjadinya kejang. Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodorma ini disebut sebagai empending eclampsia atau imminent eclampsia.12 Berikut adalah rangkaian gejala pada eklampsia. Kejang eklampsia dapat dibagi menjadi 2 tahap:  Tahap 1, kejang eklampsia berlangsung 15-20 detik dan dimulai dengan wajah berkedut. Tubuh menjadi kaku, yang menyebabkan kontraksi otot umum.15  Tahap 2, kejang eklampsia berlangsung sekitar 60 detik. Dimulai pada rahang, bergerak ke otot-otot wajah dan kelopak mata, dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Otot-otot mulai bergantian antara berkontraksi dan relaksasi dalam urutan cepat.15



Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun pada kasus – kasus yang berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.15 Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat mencapai 50 kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat.15 2.2.7



Diagnosis Diagnosis eklampsia ditegakkan adanya gejala preeklampsia yang ditandai



dengan peningkatan tekanan darah, proteinuria, dan disertai kejang atau koma pada kehamilan > 20 minggu.13 1. Anamnesis Pasien dengan eklamsi biasanya dibawa ke rumah sakit karena mengalami kejang atau koma secara tiba-tiba. Tanyakan sudah berapa lama pasien mengalami kejang dan ada tidaknya kehilanga kesadaran setelah kejang. Tanyakan kepada keluarga pasien tentang tekanan darah sebelum kehamilan, apakah pasien sudah mengalami hipertensi sebelum kehamilan atau tidak. Tanyakan juga tentang riwayat kehamilan sebelumnya apakah sudah pernah kejang atau tidak pada kehamilan sebelumnya.12 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik terkait dengan eklamsi adalah pengukuran tekanan darah, karena pada pasien dengan eklampsi selalu didahului oleh gejala preeklampsia. pemeriksaan fuduskopi untuk menyingkirka adanya edama pupil.12



3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang cukup penting untuk menegakkan eclampsia adalah proteinuria. Telah disebutkan diatas bahwa eklampsia selalu didahului oleh preeklampsia, oleh karena itu penting untuk mengetahui kadar protein dalam urin.13 2.2.8



Penatalaksanaan Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi



fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengendalikan hipoksemia dan asidemia. Mencegah trauma pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.12 1. Penanganan Kejang Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan utama untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklampsia berat dan eklampsia. Cara pemberiannya adalah sebagai berikut:16,17  Dosis awal - MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit. - Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 gr larutan MgSO4 50%, masingmasing 5 gr di bokong kanan dan kiri secara IM, ditambah 1 ml lignokain 2% pada spuit yang sama. Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4. - Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 2 gr (larutan 40%) IV selama 5 menit.  Dosis pemeliharaan - MgSO4 1-2 gr perjam per infus, 15 tetes/menit atau 5 gr MgSO4 IM tiap 4 jam. - Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pascapersalinan atau kejang berakhir.  Sebelum pemberian MgSO4, periksa:



- Frekuensi pernafasan minimal 16/menit. - Refleks patella (+). - Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir.  Hentikan pemberian MgSO4, jika: - Frekuensi pernapasan < 16/menit. - Refleks patella (-). - Urin < 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir.  Siapkan antidotum - Jika terjadi henti nafas: lakukan ventilasi (masker dan balon, ventilator) berikan kalsium glukonat 1 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi. Jika MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam, dengan resiko terjadinya depresi pernafasan neonatal. Dosis tunggal diazepam jarang menimbulkan depresi pernapasan neonatal. Pemberian terus menerus secara intravena meningkatkan resiko depresi pernapasan pada bayi yang sudah mengalami iskemia uteroplasental dan persalinan prematur. Pengaruh diazepam dapat berlangsung beberapa hari. Cara pemberian diazepam diuraikan sebagai berikut:16 Catatan: Diazepam hanya dipakai jika MgSO4 tidak tersedia. Pemberian intravena.  Dosis awal - Diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit. - Jika kejang berulang, ulangi dosis awal.  Dosis pemelihraan - Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer Laktet per infus. - Depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis > 30 mg/jam. - Jangan berikan > 100 mg/24 jam  Pemberian melalui rektum - Jika pemberian IV tidak mungkin, diazepam dapat diberikan per rektal, dengan dosis awal 20 mg dalam spuit 10 ml tanpa jarum.



- Jika konvulsi tidak teratasi dalam 10 menit, beri tambahan 10 mg/jam atau lebih, bergantung pada berat badan pasien dan respon klinik. 2. Penanganan Hipertensi Jika tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih, berikan obat antihipertensi. Tujuannya adalah untuk mempertahankan tekanan diastolik di antara 90 – 100 mmHg dan mencegah perdarahan serebral. Obat pilihan adalah hidralazin.16  Berikan hidralazin 5 mg IV pelan-pelan setiap 5 menit sampai tekanan darah turun. Ulang setiap jam jika perlu atau berikan hidralazin 12,5 mg IV setiap 2 jam.17  Jika hidralazin tidak tersedia, berikan: 17 - Labetolol 10 mg IV: 



Jika respons tidak baik (tekanan diastolik tetap > 110 mmHg), berikan labetolol 20 mg IV.







Naikkan dosis sampai 40 mg dan 80 mg jika respons tidak baik sesudah 10 menit.



- Atau berikan nifedipin 5 mg sublingual. Jika tidak baik setelah 10 menit, beri tambahan 5 mg sublingual. - Metildopa 3 x 250 – 500 mg/hari. 3. Penanganan Persalinan Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil. Penundaan persalinan meningkatkan resiko untuk ibu dan janin.12 



Periksa serviks.







Jika serviks matang, lakukan pemecahan ketuban, lalu induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.







Jika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada eklampsia) atau dalam 24 jam (pada preeklampsia), lakukan seksio sesarea.







Jika denyut jantung janin < 100/menit atau > 180/menit lakukan seksio sesarea







Jika serviks belum matang, janin hidup, lakukan seksio sesarea.







Jika anestesia untuk seksio sesarea tidak tersedia, atau jika janin mati atau terlalu kecil:



- Usahakan lahir pervaginam. - Matangkan serviks dengan misoprostol, prostaglandin, atau kateter Foley. Catatan: jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa:16 



Tidak terdapat koagulopati.







Anestesia yang aman/terpilih adalah anestesia umum, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan resiko hipotensi. Resiko ini dapat dikurangi dengan memberikan 500 – 1000 ml cairan IV sebelum anestesia.







Jika anestesia umum tidak tersedia, janin mati, atau kemungkinan hidup kecil, lakukan persalinan pervaginam.



4. Perawatan Pascapersalinan  Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam setelah persalinan atau kejang terakhir.17  Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik masih 10 mmHg atau lebih.17  Pantau urin. 2.2.9



Komplikasi



1. Edema pulmonal Edema pulmonal dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan.12 2. Perdarahan otak Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv. Apabila perdarahan otak tersebut tidak fatal maka penderita dapat mengalami hemiplegia. Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat hipertensi kronis. Pada kasus yang jarang perdarahan otak dapat disebabkan pecahnya aneurisma Berry atau arterio venous malformation. Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai



akibat edema serebri yang luas. Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans tentorial.12 3. Kebutaan Pada kira – kira10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.12 4. Gangguan psikis Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2 minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis dengan dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.12 2.2.10 Prognosis Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologi akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.12 Eklamsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.12 2.3



Anestesi untuk Seksio Sesarea Seksio sesarea adalah melahirkan bayi melalui insisi abdominal dan dinding



uterus. Teknik anestesi yang biasa dilakukan adalah Teknik anestesi regional dan anestesi umum.



2.3.1



Anestesi Regional



2.3.1.1 Anestesi Spinal Keuntungan anestesi spinal untuk seksio seasrea antara lain tekniknya sederhana, induksinya cepat, kontak janin dengan obat-obatan minimal, pasiennya sadar dan bahaya aspirasi minimal. Kerugian anestesi spinal adalah tingginya kejadian hipotensi yang sering menimbulkan kejadian mual muntah intrapartum, kemungkinan timbulnya post dural puncture headache (PDPH), lama kerja obat anestesi terbatas.9 Kejadian mual muntah sering terjadi akibat hipotensi sistemik yang menyebabkan aliran darah ke otak menurun sehingga terjadi hipoksia serebral dan traksi peritoneum atau visera yang menyebabkan reaksi vagal berupa bradikardi dan penurunan curah jantung. Dengan pemberian efedrin dapat mengatasi hipotensi dan mual muntah, karena asam basa darah umbilical bayi dalam batas normal. Penambahan opiate intratekal atau epidural akan memperbaiki kualitas anestesi dan mengurangi nyeri yang merangsang pusat muntah melalui nervus vagus.9 Angka kejadian hipotensi sampai 30% umumnnya pada awal induksi: terjadi pada sekitar 80% pasien. Selain itu bila blockade simpatis lebih tinggi maka resiko hipotensi akan lebih besar lagi sehingga dapat menimbulkan mual-muntah. Hal ini diperbesar oleh penekanan aorta dan vena cava inferior oleh uterus yang gravid ketika pasien dalam posisi supine.9 Hipotensi maternal bisa mengancam kehidupan ibu dan janin bila penurunan tekanan darah dan curah jantung tidak cepat dikoreksi. Keadaan hipotensi maternal walaupun singkat bisa menyebabkan penurunan APGAR score, bahkan sampai dapat menimbulkan asidosis bila kejadian hipotensi maternal berlangsung lama. Bila hipotensi tidak lebih dari 2 menit asidosis fetal minimal dan tidak ada pengaruh pada neurobehavioral bayi yang baru lahir.9 Untuk mencegah terjadinya hipotensi maternal pada anestesi spinal, maka 15-30 menit pemasukan intratekal, pasien diberikan inuse RL sebanyak 1000-1500 ml. Beberapa peneliti menganjurkan pemberian sedikit dekstrose (1% dekstrose di dalam RL) untuk mempertahankan euglikemia. Bila memungkinkan merubah posisi pasien menjadi miring ke kiri, beri efedrin 0,1-0,2 mg/KgBB. 9



Kontraindikasi spinal anestesi untuk seksio sesarea adalah pendarahan hebat pada ibu, hipotensi berat, gangguan pembekuan darah, kelainan neurologis, pasien menolak, kesulitan teknis, tubuh pasien pendek atau morbid obesitas, sepsis, dan hypovolemia.9 2.3.1.2 Anestesi Epidural Keuntungan epidural analgesia untuk seksio sesarea adalah kejadian dan beratnya hipotensi ibu lebih rendah, tidak ada tusukan duramater yang menyebabkan kurangnya PDPH, dengan memasang kateter dapat digunakan pada operasi yang lama juga untuk menghilangkan sakit pada periode pascabedah. Kerugiannya adalah teknik lebih sulit dari pada analgesia spinal, onset obat anestesi lebih lama dan membutuhkan obat anesesi local yang lebih banyak.9 Komplikasi dapat terjadi kejadian menyuntik intravaskuler melalui epidural kateter, terjadinya emboli udara pada vena dan menggigil. Kontranindikasi anestesi epidural adalah hipotensi berat, gangguan koagulasi, kelainan neurologis, pasien menolak, kesulitan teknis dan sepsis. 9 Tabel 2.5. Perbedaan antara Spinal dan Epidural Anestesi untuk Seksio Sesarea Anestesi Spinal



Anestesi Epidural



Keuntungan :



Keuntungan :



Sederhana, cepat, reliable.



Kejadian hipotensi rendah



Paparan obat minimal.



Menghindarkan tusukan duramater



Ibu bangun



Dengan kateter dapat digunakan untuk operasi yang lama dan analgesia pascabedah



Kerugian :



Kerugian :



Hipotensi



Lebih kompleks



Mual muntah



Mulai kerja lebih lama



Headache



Diperlukan anestesi local yang lebih banyak



2.3.2



Anestesi Umum Keuntungan anestesi umum adalah induksinya cepat, mudah dikendalikan,



kegagalan anestesi tidak ada, dapat menghindari terjadinya hipontesi. Kerugian adalah kemungkinan adanya aspirasi, masalah pengelolaan jalan nafas, bayi terkena obat-obat narkotik.9 Aspirasi pneumonia akibat aspirasi cairan lambung disebut sebagai Mendelson syndrome, maka penting sekali menetralkan asam lambung. Tetapi pemberian antasi jangan berbentuk partkel. Glycopyrrolate suatu antikolinergik dapat menurunkan sekresi gaster, tetapi dapat menyebabkan relaksasi sphincter gastroesophageal, sehingga meningkatkan risiko regurgiatasi dan aspirasi. Pemberian anti histamin (H2) reseptor antagonis dapat menghambat sekresi asam lambung dan menurunkan voume gaster. Metoclopramid dapat meningkatkan motilitas gaster dan karena itu tonus sphincter esofagus meningkat, juga berek anti emetic sentral yang bekerja di chemoreceptor trigger zone (CTZ). Terjadi penurunan oksigen pada ibu hamil yang lebih cepat daripada pasien tidak hamil. Sehingga harus diberikan preoksigenasi sebelum memulai induksi anestesi. Pada fetus dapat terjadi depresi neonates oleh karena perubahanperubahan fisiologis pada ibu dan obat-obatan narkotik. Hipoventilasi akan mengurangi tekanan oksigen pada ibu dan menyebabkan perubahan asam-basa yang membuat depresi biokimia. Hiperventilasi ibu selama anestesi menyebabkan penurnan tekanan O2 fetal karena vasokonstriksi pembuluh umbbilikal sekunder terhadap hipokarbi ibu, perubahan hemodinamik ibu akibat peningkatan tekanan intratorakal yang menyebabkan penurunan aortic blood flow dan uterine blood flow.



Tabel 2.6 Obat Induksi Anestesi untuk Seksio Sesarea Parameter



Tiopental



Ketamin



Methohexital



Dosis (mg/kg)



3–4



1 – 1,5



1



Keuntungan



Kerugian



Aman



Anestesi dan



Pemulihan cepat



Obat Standar saat ini



analgesia



Depresi



Meningkatkan



Kontraindikasi



Kardiovaskuler



laju nadi dan



pada pasien



tekanan darah



epilepsi



Parameter



Etomidate



Midazolam



Propofol



Dosis (mg/kg)



0,3



0,2



2 – 2,5



Keuntungan



Perubahan pada



Stabil



Pemulihan lebih



kardiorespirasi



kardiovaskuler.



cepat



Masih menekan



Efek anestesi



Kejadian



kardiovaskuler



antergrade



hipotensi lebih



minimal Kerugian



tinggi



2.4



Anestesi pada Pasien Eklampsia dan HELLP syndrome Pada keadaan emergensi yang betul-betul memerlukan operasi yang segera,



pengoptimalan keadaaan pasien harus dijalankan. Perbaikan volume darah, pengendalian hipertensi, memperbaiki fungsi ginjal, anti konvulsi terapi akan mempermudah pengelolaan anestesi. Regional anestesi tidak boleh dilakukan bila jumlah trombosit < 70.000/mm3.9 Epidural anestesia digunakan untuk seksio sesarea pada pasien pre eklampsi dengan volume cairan dan pembekuan yang normal. Penurunan rasa sakit akan mengurangi gejolak tekanan darah. Dengan regional anestesia terjadi pengurangan endogenous epinephrine dan norepinephrine, jadi akan memperbaiki uteroplasental blood flow. Anastesia spinal dihubungkan dengan hipotensi berat dan tiba-tiba blockade simpatis, yang bias menyebabkan penurunan perfusi uteroplasental dan fetal asfiksia. 9



Anestesi umum, mungkin diperlukan untuk seksio sesasrea emergensi dengan fetal distress dan menghindari pelebaran ruangan intravaskuler akibat blockade simpatis. Adanya edema jaringan lunak dapat menimbulkan kesulitan saat induksi karena adanya pembengkakan periglottic. Dihindari pemakaian ketamin. Indikasi anestesi umum: hypovolemia yang dihubungkan dengan pendarahan, pasien dengan plasenta previa atau solusio plasenta akan lebih buruk dengan regional dari pada anestesi umum dan acute fetal distress oleh karena menunggu bekerjanya obat dan persiapan regional anestesi lebih lambat. Obat-obat yang dipakai selama anestesi umum: 9 1. N2O Sedikit sekali atau hamper tidak mendepresi bayi bila diberikan dengan minimal 50% O2 dan diberikan dalam periode < 20 menit dengan O2 5070%. 2. Pentotal Pada dosis ≤ 4 mg/kg tidak menyebabkan depresi pada infant. 3. Muscle Relaxant Untuk fasilitas intubasi bisa dipakai succinylcholine, vecuronium, atracurium, rocuronium, vecuronium. Obat-obat ini tidak menembus barrier plasenta. 4. Pitocin Obat-obat oxytocics yang paling serng digunakan adalah sintetik hormone pituitary posterior yaitu oxytocin (Pitocin) dan ergot alkaloid ergonovine (Ergotrat) dan methergine. Oxytocin bekerja pada otot polos uterus untuk menstimulasi frekuensi dan kerusakan kekuatan kontraksi. Efek pada system kardiovaskuler adalah penurunan tekanan sistolik, diastolic, takikardia, aritmia. Pada dosis tinggi bisa bekerja sebagai antidiuretic yang bisa membuat intoksikasi air, edema serebral, konvulsi, bila diberikan cairan iv yang berlebihan.



Pada pasien dengan eclampsia cegah dan terapi konvulsi dengan phenytoin dan MgSO4. Hati-hati dalam mengganti volume deficit dan berikan vasodilator



untuk terapi hipertensi. Jika tidak ada kontraindikasi pilihan pertama adalah epidural anestesi. Anastesi umum memerlukan pengelolaan jalan nafas yang terampil, pengendalian tekanan darah saat intubasi dengan nitroglyserine atau MgSO4., hati-hati interaksi obat terutama magnesium dan pelemas otot dan hatihati dalam pengelolaan pasca bedah tetap bisa terjadi konvulsi 10 hari sampai 2 minggu setelah melahirkan.9 Diagnosis HELLP syndrome ditegakkan dengan hemolysis (H), elevated liver enzyme (EL), dan low platelet (LP). Kondisi ini terjadi pada 0,1-0,6% dari seluruh kehamilan. 4-12% dari preeklampsia berkembang menjadi HELLP syndrome. Seperti pre-eklampsia etiologinya adalah aktifasi dari kaskade koagulasi dan komplemen, meningkatnya tonus vaskuler, agregasi platelet, dan perubahan rasio tromboksan dan prostasiklin. Semua keadaan tersebut menyebabkan perubahan mikrovaskuler dan endotel secara menyeluruh, sehingga terjadi anemia hemolitik mikroangiopati, meningkatnya enzim hepar dan trombositopenia. Penatalaksanaan HELLP syndrome adalah terminasi kehamilan, bila masa gestasi < 34 minggu, ibu dan fetus stabil, kehamilan dapat dipertahankan sampai maturitas paru fetus tercapai.



BAB III STATUS PASIEN 3.1.



3.2.



Identitas Pasien Nama



: NS (P)



Umur



: 33 tahun



Suku



: Jawa



Agama



: Islam



Pekarjaan



: Pegawai Swasta



Alamat



: Dusun II Keriahen Tani



Tanggal masuk (IGD)



: 05 Oktober 2018



Tanggal konsul Anastesi



: 08 Oktober 2018



Berat badan



: 75 kg



Tinggi badan



: 165 cm



Anamesis (alloanamnesa) Keluhan Utama



: Kejang



Telaah



: Hal ini telah dialami pasien sejak 6 jam yang lalu.



Kejang bersifat menghentak dan terjadi pada seluruh tubuh. Riwayat kejang sebelumnya (-). Demam (-). Saat ini os sedang hamil anak ketiga dengan usia kehamilan 25-26 minggu. Riwayat kontrol kehamilan (+) sebanyak 2 kali di bidan. Riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan sebelumnya (+). Riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan saat ini (+) dengan tekanan darah tertinggi 170/100 mmHg, namun Os tidak mengonsumsi obat anti hipertensi. Riwayat keluar darah dari kemaluan (-). Perut terasa mules mau melahirkan (-). Os merupakan rujukan dari RS luar dengan diagnosa preeklampsia berat.



3.3.



RPT



: Tidak dijumpai



RPO



: MgSO4, Metildopa



Time Sequences



Tanggal 11-10-2018 23.18 WIB. Pasien masuk ke IGD obgyn H. Adam Malik. Pasien dibawa dalam keadaan sadar. 23.35 WIB Pasien dikonsulkan ke departemen obgyn.



Tanggal 12-10-2018 03.55 WIB Pasien dikonsul ke departemen anestesi dan perinatologi untuk pendampingan sectio ceasarean cito. 05.30 WIB Pasien di operasi di KBE



Tanggal 15-102018 17.00 WIB Pasien masih di monitor di ICU Pavilliun



12.00 WIB Pasien di monitior di ICU Pavilliun



3.4 Primary Survey



  



  



A (airway) Airway clear. Snoring (-), Gargling (-), Crowing (-) B (breathing) Inspeksi Nafas spontan, pergerakan thoraks kiri dan kanan simetris, tidak ada ketinggalan bernapas, tidak ada retraksi. Palpasi Stem premitus kedua lapangan paru normal Perkusi Sonor di kedua lapangan paru Auskultasi Suara pernapasan: vesikuler, suara tambahan (-), RR: 20 kali per menit, SaO2 = 99%



          



3.5.



C (circulation) Tekanan Darah : 190/90 mmHg Frekuensi Nadi : 90 kali per menit, regular; t/v: kuat/cukup; sianosis (-) Akral hangat, merah, kering CRT < 2 detik IV line terpasang D (disability) AVPU : Pain response Kesadaran: CM, GCS 15 (E4M6V5) Pupil isokor, 3mm/3mm, RC (+/+) E (exposure) Suhu aksila : 37 ̊C Edema (+) pada ekstremitas bawah Fraktur (-)



Secondary Survey B1 (Breath)



: Airway clear, SP/ST: vesikuler/-, S/G/C : -/-/-, RR: 20 x/i, SpO2: 99%



B2 (Blood)



: Akral: hangat, merah, kering, TD: 200/100 mmHg, HR: 102 x/menit, reguler, t/v: cukup/kuat, CRT