Laporan 3 Fitokimia Pemantauan Ekstrak 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PERCOBAAN 3 PEMANTAUAN EKSTRAK Disusun oleh : Kelompok 1A dan 1B 1. Widianti



(10060312086)



1. Lia Wahyuni



(10060312106)



2. Tria Alviana



(10060312084)



2. Yuli Kusmawati (10060312116)



3. Meilinda A. R (10060312095)



3. Della Diana Putri (10060312107)



4. Anton P. N



4. Faza Faidhan



(10060312098)



(10060312115)



5. Nita Hadiyanti



(10060312126)



Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 2 Desember 2014 Hari, Tanggal Laporan



: Selasa, 16 Desember 2014



Asisten Praktikum



: Audyta Maharani Putri, S.Farm



LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2014



PERCOBAAN 3 PEMANTAUAN EKSTRAK



I. Tujuan Percobaan - Dapat memastikan adanya komponen dalam ekstrak - Dapat melakukan kromatografi lapis tipis - Dapat mengetahui Rf pada kromatografi lapis tipis II. Teori Dasar Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut banyak dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod atau logam-logam tertentu dalam larutan air. Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan senyawa atas dasar perbedaan kelarutan pada dua jenis pelarut yang berbeda yang tidak saling bercampur. Jika analit berada dalam pelarut anorganik, maka pelarut yang digunakan adalah pelarut organik, dan sebaliknya.(Yazid, 2005) Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara bertahap (batch) atau dengan cara kontinyu. Cara paling sederhana dan banyak dilakukan adalah ekstraksi bertahap. Tekniknya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut pertama melalui corong pemisah, kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua pelarut. Setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan dan lapisan yang berada di bawah dengan kerapatan lebih besar dapat dipisahkan untuk dilakukan analisis selanjutnya. (Khopkar, 2010) Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit – analit dalam sampel terdistribusi antara dua fase yaitu fase diam dan gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Dalam kromatografi kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair (Rohman, 2009). Kromatografi lapis tipis adalah salah satu cara analisis yang digunakan untuk memisahkan komponen secara cepat berdasarkan prinsip adsorpsi, ini sangat sesuai untuk analisis kualitatif campuran dalam skala mikro.



Kromatografi ini menggunakan lempengan kaca atau aluminium yang dilapisi dengan adsorben berupa serbuk halus yang serba rata pada lempeng dengan ketebalan 0,1 - 0,25 mm. (Harjana, 2003) Fase diam dalam kromatografi lapis tipis adalah bagian yang bertindak sebagai penjerap yang berupa padatan (silikagel, alumina, kieselguhr, selulosa, polimida, dan lain - lain). Fase gerak di dalam KLT adalah bagian yang bertindak sebagai pelarut pengembang yang akan membawa senyawa – senyawa yang akan dipisahkan dalam arah menaik. Pemilihan pelarut yang terbaik merupakan tahap yang kritis. Pendekatan yang paling rnudah adalah tes kelarutan dan sampel. Kalau komponen diketahui indikasinya. maka sifatsifat fisika-kimia dapat dipakai sebagai pertimbangan pemilihan pelarut. Harga Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu pelarut, suhu, ukuran dari bejana, sifat dari campuran dan lain lain. Tempuyung Tempuyung merupakan tanaman yang mengandung beberapa senyawa kimia antara lain senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, glikosida, tanin, dan polifenol. (Winarto, 2004) a. Klasifikasi Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas: Asteridae Ordo: Asterales Famili: Asteraceae Genus: Sonchus Spesies: Sonchus arvensis L. b. Deskripsi Tempuyung tumbuh liar di tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit terlindung, seperti di tebing-tebing, tepi saluran air, atau tanah terlantar, kadang ditanam sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan



yang berasal dari Eurasia ini bias ditemukan pada daerah yang banyak turun hujan pada ketinggian 50-1.650 m dpl. Terna tahunan, tegak, tinggi 0,6-2 m, mengandung getah putih, dengan akar tunggang yang kuat. Batang berongga dan berusuk. Daun tunggal, bagian bawah tumbuh berkumpul pada pangkal membentuk roset akar. Helai daun berbentuk lanset atau lonjong, ujung runcing, pangkal bentuk jantung, tepi berbagi menyirip tidak teratur, panjang 6-48 cm, lebar 3-12 cm, warnanya hijau muda. Daun yang keluar dari tangkai bunga bentuknya lebih kecil dengan pangkal memeluk batang, letak berjauhan, berseling. Perbungaan berbentuk bonggol yang bergabung dalam malai, bertangkai, mahkota bentuk jarum, warnanya kuning cerah, lama kelamaan menjadi merah kecokelatan. Buah kotak, berusuk lima, bentuknya memanjang sekitar 4 mm, pipih, berambut, cokelat kekuningan. Ada keanekaragaman tumbuhan ini, yang berdaun kecil disebut lempung, dan yang berdaun besar dengan tinggi mencapai 2 m disebut rayana. Batang muda dan daun walaupun rasanya pahit bisa dimakan sebagai lalapan. c. Sifat dan Khasiat Tempuyung rasanya pahit dan dingin. Berkhasiat menghilangkan panas dan racun, peluruh kencing (diuretic), penghancur batu (litotriptik), antiurolitiasis, dan menghilangkan bengkak. III.



Alat dan Bahan



-



Alat Bejana Plat KLT Pipa Kapiler Cawan Kertas Saring Kaca arloji Corong Pisah Batang Pengaduk Gelas Ukur



IV.Prosedur Percobaan A. Ekstraksi Cair – Cair



-



Bahan Ekstrak Daun Tempuyung Etanol Ekstrak n-heksan Ekstrak etil asetat N-heksan Etil asetat Kloroform



Pada proses ekstraksi cair – cair pertama corong pisah yang berukuran 250 ml pada keadaan bersih, dengan di bilas menggunakan ethanol lalu di keringkan. Simplisia yang telah di haluskan di timbang kemudian di masukkan ke dalam gelas kimia dan di larutkan dalam air dan etanol, setelahitu di masukkan ke dalam corong pisah yang telah di siapkan, kemudian di tambahkan 100 ml pelarut yaitu nheksan lalu corong di tutup dan di kocok sekitar 10 menit dengan



sesekali



membuka



keran



untuk



mengurangi



tekanan uap yang terjadi di dalam corong. Setelah itu corong pisah di simpan dan di tegakkan pada klem sehingga kedua lapisan terpisah dengan jelas, kemudian lapisan bagian atas di ambil dengan menggunakan pipet volume untuk memisahkan fase tersebut. Setelah itu fase yang berada di dalam corong di tambah pelarut etil asetat sebanyak 100 ml, lalu corong di tutup kembali dan di kocok beberapa menit. Setelah itu di simpan pada klem dan di biarkan fase nya memisah, setelah itu fase tersebut di pisahkan lalu di uapkan. B. Kromatografi Lapis Tipis



Pada proses pemantauan ekstrak, yaitu dengan cara



kromatografi



lapis



tipis



pertama



bejana



disiapkan



kemudian bejana tersebut dilapisi dengan kertas saring. Kemudian fase gerak dan pengembang disiapkan, setelah itu fase gerak dan pengembang yang telah di siapkan di masukkan ke dalam bejana kemudian di tutup dengan rapat, dan di biarkan hingga jenuh dengan uap fas gerak. Setelah jenuh, plat silica gel GF254 di siapkan dan sejumlah ekstrak kental di larutkan di dalam beberapa ml pelarut sampai diperoleh ekstrak yang tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental. Ekstrak di totolkan pada plat silica



gel GF254 yang telah di siapkan dengan menggunakan pipa kapiler,



totolan



mengering.



ekstrak



Setelah



tersebut



mengering



di



pelat



biarkan yang



sampai



sudah



di



totolkan di masukkan ke dalam bejana, kemudian fase gerak di biarkan naik sampai 2 cm sebelum pinggir pelat, lalu



pelat



di



angkat



dan



di



biarkan



mengering



(pengembang menguap), kemudian warna bercak di lihat di bawah sinar tampak, sinar ultraviolet dan dengan penampak bercak asam sulfat 10% dalam methanol, kemudian hasil di amati. V. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan ekstraksi cair cair : Ekstrak : Daun Tempuyung Pelarut : N- Heksane Etil Asetat Kloroform Terbentuk 2 lapisan yang diambil lapisan N-Heksane dengan berat jenis sebagai berikut : Berat Jenis N-Heksane : 0,6 Berat Jenis air :1 Banyaknya pelarut yang digunakan pada saat ECC (ekstraksi cair-cair) : Etanol : 20 mL Air : 80 mL N-Heksane : 100 mL Etil Asetat: 100 mL Ekstraksi cair-cair dilakukan dua kali didapat fase N-Heksane, fase Etil Asetat dan fase Air. Fase N-Heksane dan fase Etil Asetat diuapkan pada waterbath agar mendapatkan fase yang lebih pekat. Lalu setelah itu dilakukan pemantauan ekstrak menggunakan metode KLT. Hasil pengamatan pemantauan dengan KLT : Pengujian 1. Kloroform :



Hasil Pengamatan - Tidak menghasilkan spot



etilasetat (5:5) yang baik 2. Kloroform : etil - Tidak menghasilkan spot asetat (3:2)



yang baik



Dokumentasi



3. N heksan : etil



- Tidak menghasilkan spot



(7:3) 4. Kloroform :



yang baik - Tidak menghasilkan spot



etilasetat (8:2) 5. N heksan :



yang baik - Tidak menghasilkan spot



etilasestat (3:7) yang baik 6. Kloroform : - Tidak menghasilkan spot etilasetat (9:1) 7. N heksan :



yang baik - Tidak menghasilkan spot



etilasetat (5:5) 8. N heksan :



yang baik - Menghasilkan spot N heksan Rf1 = 1,3/4 = 0,325 Rf2 = 2,2/4 = 0,55 Rf3 = 2,3/4 = 0,575 Rf4 = 2,8/4 = 0,7 Rf5 = ¾ = 0,75 Rf6 = 3,1/4 = 0,775 Rf7 = 3,4/4 = 0,85 Etilasetat Rf1 = 1,3/4 = 0,325 Rf2 = 2,2/4 = 0,55 Rf3 = 2,3/4 = 0,575 Rf4 = 2,8/4 = 0,7 Rf5 = ¾ = 0,75 Rf6 = 3,1/4 = 0,775 Rf7 = 3,4/4 = 0,85 Ekstrak Rf1 = 0,325 Rf2 = 0,55



etilasetat (6:4)



VI.



n heksan : etil (7 : 3)



N heksan : etil (6:4)



Pembahasan Tempuyung merupakan salah satu tanaman obat yang berkhasiat. Tempuyung termasuk dalam suku Asteraceae yang tumbuh di ketinggian 501.600m dpl dan sangat cocok berada di lingkungan yang memiliki curah hujan merata sepanjang tahun atau daerah dengan musim kemarau pendek.



Sebagai tanaman liar. Tumbuhan ini mengandung kalium, flafonoid, taraksasterol, inositol, dan yang lain. Pada praktikum kali ini yaitu dilakukan ektraksi cair cair menggunakan corong pisah dan pemantauan ekstrak dengan kromatografi lapis tipis. Ektraksi cair cair menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat. Langkah pertama yang dilakukan adalah ektrak daun tempuyung sebanyak 5 gram di larutkan dengan menggunakan campuran etanol dan air 100 mL, menggunakan etanol karena ekstrak daun tempuyung kurang larut di air sehingga menggunakan sedikit etanol. Setelah dilarutkan kemudian di masukan kedalam corong pisah dan ditambahkan n-heksan sebanyak 100 mL, terbentuk 2 lapisan dimana fase n-heksan berada di atas karena BJ n-heksan lebih kecil dibandingkan dengan air, lalu fase n-heksan di ambil dan diuapkan. Setelah fase n-heksan diambil kemudian pelarut etilasetat sebanyak 100 mL dimasukan ke dalam corong pisah dan di ekstraksi cair cair sehingga didapat fase etilasetat lalu diuapkan. Setelah dilakukan ekstraksi cair cair kemudian dilakukan pemantauan ekstrak. Pemantauan ekstrak adalah suatu metode yang digunakan untuk memantau ada tidaknya senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak daun tempuyung, setelah dilakukan proses ekstraksi dengan metode maserasi. Dimana kita ketahui bahwasanya sudah dilakukan pengujian ada tidaknya senyawa metabolit sekunder pada simplisia daun tempuyung melalui skrining fitokimia. Metode yang digunakan dalam pemantauan ekstrak daun tempuyung yaitu metode kromatografi lapis tipis. Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. Salah satu cara analisis yang digunakan untuk memisahkan komponen secara cepat berdasarkan prinsip adsorpsi. Metode ini sangat sesuai untuk analisis kualitatif campuran dalam skala mikro. Kromatografi ini menggunakan lempengan kaca atau aluminium yang dilapisi dengan adsorben berupa serbuk halus yang serba rata pada lempeng dengan ketebalan 0,1 - 0,25 mm. menggunakan metode KLT karena prosesnya sederhana dan cepat.



Prosesnya eluen dijenuhkan terlebih dahulu dalam bejana dengan dimasukkan kertas saring, guna kertas saring adalah sebagai penanda bahwa keadaan didalam chamber sudah jenuh. Plat KLT sebelum ditotolkan dengan ekstrak, terlebih dahulu dikeringkan didalam oven yang bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap didalam plat KLT agar pelarut cepat naik. Kemudian ditotolkan beberapa mL ektrak yang sudah dilarutkan (diencerkan) dengan etanol, fase n-heksan yang telah diencerkan, dan fase etil asetat yang sudah diencerkan. Pada saat penotolan dilakukan setipis mungkin di plat KLT agar pemisahan berjalan secara sempurna. Plat KLT diberi batas yaitu setinggi 1 cm dari bagian bawah yang akan dicelupkan kedalam eluen, jika tidak diberi batasan maka kemungkinan proses elusi tidak berjalan sempurna. Setelah itu dimasukan kedalam bejana yang sudah dijenuhkan. Tingginya fase gerak dalam bejana harus lebih rendah daripada totolan bercak, jangan sampai tenggelam. Dibiarkan fase gerak naik. Diangkat pelat dibiarkan mengering. Kemudian dilihat warna bercak dibawah sinar UV. Untuk mendapatkan pemisahan yang baik dan zona yang jelas maka konsentrasi sampel yang digunakan untuk KLT haruslah sekecil mungkin. Konsentrasi yang besar dan sampel akan memberikan zona pemisahan yang tumpang tindih (overload). Identifikasi dan senyawa - senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dilakukan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi – reaksi warna. Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254. Digunakan silika gel GF 254 karena G adalah gipsum yaitu CaSO4 yang dapat menempel pada dinding kaca. F254 adalah fluororesein 254, yang artinya bahwa plat silika tersebut dapat memantulkan cahaya jika dilihat dibawah sinar UV 254, yaitu warnanya adalah hijau. Silika Gel GF 254 digunakan karena pori-pori dari silika gel yang padat dan teksturnya yang tidak mudah robek sehingga dapat menyerap warna dengan sempurna. Dari hasil percobaan praktikan mencoba menggunakan beberapa eluen menggunakan KLT, namun dari sekian banyak percobaan yang dilakukan tidak menghasilkan spot yang diinginkan karena hal ini menunjukan kalau sampel terlalu polar. Sehingga menggunakan eluen yang diatas tidak begitu



menunjukan hasil yang baik. Namun ada beberapa yang mendekati diantaranya n-heksan : etil asetat (7:3), n-heksan : etil asetat (6:4). Jadi pelarut yang lebih cocok untuk digunakan diantara yang lain yaitu n-heksan : etil asetat (6:4). Menghasilkan spot yang paling banyak. Rf n-heksan dan etil asetat yang didapat adalah 0,325; 0,55; 0,575; 0,7; 0,75; 0,775; 0,85. Dan Rf ekstrak yang di dapat yaitu 0,325 dan 0,55. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf: 1. Struktur kimia dan senyawa yang sedang dipisahkan 2. Pelarut 3. Tebal dan kerataan dan lapisan penyerap 4. Sifat dan penyerap dan derajat aktifitasnya 5. Kejenuhari ruangan akan pelarut 6. Teknik percobaan 7. Jumlah cuplikan yang digunakan 8. Suhu 9. Kesetimbangan 10. Konsentrasi dan komposisi larutan yang diperiksa 11. Panjang trayek inigrasi 12. Ketidakhomogenan kertas 13. Arah serabut kertas 14. Kelembaban udara ( Sastrohainidjojo, 1979) VII.



Kesimpulan - Pemantauan ekstrak dilakukan dengan KLT - KLT dilakukan dengan cara menotolkan sampel pada plat silika gel - Plat KLT di aktivasi agar kering dan pelarut cepat naik - Fungsi kertas saring adalah sebagai penanda bahwa keadaan di dalam -



chamber sudah jenuh. Eluen yang digunakan adalah n-heksan : etilasetat (6:4) Rf n-heksan dan etil asetat yang didapat adalah 0,325; 0,55; 0,575; 0,7;



-



0,75; 0,775; 0,85 Rf ekstrak yang di dapat adalah 0,325 dan 0,55



VIII. Daftar Pustaka Estien Yazid. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta Harjana, 2003 . Kromatografi Lapis Tipis .UIT : Yogyakarta Khopkar. 2010. Konsep Dasar kimia Analitik. Jakarta: UI-PRESS. Rohman. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu: Yogyakarta Sastrohainidjojo, 1979. Pemantauan Ekstrak. Ponorogo: Jawa Timur



Winarto, W.P. 2004. Tempuyung Tanaman Penghancur Batu Ginjal. Tanggerang : Argo Media Pustaka.