20 0 1 MB
BAB I LAPORAN KASUS Nama : An. R Umur : 3 th Alamat: Ambarawa III Riwayat Penyakit (Alloanamnesis dengan ibu pasien tanggal 6 November 2016)
Keluhan utama
: Demam
III.1 Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari sebelum masuk rumah sakit,pasien demam tinggi, mendadak, dan terus menerus. Demam tidak diukur dengan termometer. Demam turun dengan obat penurun panas namun naik kembali. Demam turun dengan sendirinya dan tibul bintik-bintik merah pada kedua lengan. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala (+), nyeri sendi (+), mual (+), muntah (-), batuk (-), pilek (-) mimisan (-), gusi berdarah (-), lemas (+) bintik merah di kulit
(+), BAB hitam (-), Uji bendung (+). Pasien kerap kali mual setiap mau makan, nafsu makan menjadi menurun. Pasien hanya dapat makan beberapa suap/hari sehingga pasien tampak
lemas Pasien mengatakan tetangga di sekitar tempat tinggalnya ada yang sedang
menderita DBD pada 1 minggu yang lalu Pasien tidak sehabis pergi keluar kota
Riwayat penyakit dahulu
1 tahun sebelumnya pasien pernah menderita DBD dan dirawat dirumah sakit
III.2 Riwayat kehamilan Ibu pasien dengan G2P1A1 Hamil 39 minggu rutin ke dokter untuk ANC, Ibu biasa ANC 1 kali perbulan selama 3 bulan pertama kehamilan, dilanjutkan 2
1
kali per bulan mulai bulan keenam sampai kelahiran. Penyakit saat kehamilan tidak ada Riwayat kelahiran Tempat Kelahiran
Bidan
Penolong Persalinan
Bidan
Cara Persalinan
Normal, spontan
Masa Gestasi
39 minggu
Berat Badan : 3.950 gram Panjang Badan Lahir : 53 cm Riwayat kelahiran
Lingkar kepala : tidak tahu Langsung menangis APGAR score : tidak tahu Kelainan bawaan : tidak ada
Riwayat Perkembangan Pertumbuhan gigi pertama
: 7 bulan
Psikomotor Tengkurap
:4
bulan
Duduk
:7
bulan
Berdiri
: 10
bulan
Bicara
: 11
bulan
Berjalan
: 12
bulan
Gangguan Perkembangan
: Tidak terdapat gangguan perkembangan
Kesan Perkembangan
: Tumbuh kembang baik sesuai dengan usia
Riwayat Imunisasi
2
VAKSIN
DASAR (umur)
BCG
1 bulan
6 bulan
-
DPT/ DT
2 bulan
4 bulan
6 bulan
Polio
0 bulan
2 bulan
4 bulan dan 6 bulan
Campak
9 bulan
-
-
Hepatitis B
0 bulan
1 bulan
6 bulan
MMR
-
-
-
Kesan : Imunisasi dasar pada pasien sudah lengkap Riwayat tumbuh kembang Usia (bulan) 1
Motorik kasar Refeleks
Bahasa Respon wajah ke
Motorik kasar Mengangkat
mengepal
suara
kepala posisi
Sosial Menatap wajah
menghadap ke 2
4
6
Mengikuti benda
Bersuara vokal
bawah Mengangkat
Tersentum
dengan mata
(“aaa”,”eee”)
kepala posisi
menanggapi
melewati garis
menghadap ke
tengah
bawah hingga
Tangan
Tertawa dan
45o Duduk dengan
membuka Meraih benda ke
berceloteh Menengok ke
kepala stabil Berguling ke
mulut Memegang
arah suara Bersuara
posisi terlentang Duduk sendiri
benda dengan
konsonan
Tersenyum spontan
Menggapai mainan
telapak tangan
9
12
Berdiri bila
Mengenali orang
Memegang
Berkata
diangkat Berdiri sendiri
Makan sendiri
benda dengan
“mama”,”dada”
dengan
melambaikan
jemari Membantu
tanpa memahami 2-4 kata
dipegangi Berdiri sendiri
tangan Menunjuk apa
membuka
yang diinginkan
halaman buku
15
Mencoret-coret
Mengikuti
Berjalan dengan
perintah dengan
satu tangan
isyarat 4-6 kata
dipegang Berjalan sendiri
Minum dari cangkir
3
Mengikuti
Meniru gerakan
perintah tanpa 18
isyarat 10-20 kata
Membuka
Berjalan naik
halaman buku
Makan sendiri dengan sendok
Menyebut empat 24
Menyelesaikan
bagian tubuh Menggabungkan
menjingkat
Membuka jaket
2-3 kata Menggunakan
Menendang bola
Mengucapkan
puzzle tunggal
“aku” dan
keinginan
Membuat garis
“kamu” Menyebut semua
Menayuh sepeda
Melepas celana,
lurus horizontal
bagian tubuh
roda tiga
mencuci dan
30
dan vertikal
mengeringkan
Membuat
Menyebut nama
Melambungkan
tangan Menggunakan
lingkaran
lengkap, umur
bola
toilet
Menggambar
dan jenis kelamin Menyebut dua
Menaiki tangga
Menggunakan
orang dengan 3
warna
36
bagian
baju mengetahui depan dan belakang
Kesan : Perkembangan sesuai dengan usia Riwayat Keluarga Pasien merupakan anak laki-laki tunggal
PEMERIKSAAN FISIK Tanggal
: 6/11/2016
PEMERIKSAAN UMUM Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
:
4
Nadi
: 100x /menit, reguler, volume cukup, equalitas sama kanan kiri
Suhu
: 37,10C
RR
: 22x/menit
TD
: 100/60 mmHg, tourniquet test (+)
Data Antropometri
:
BB
: 13 kg
TB
: 101cm
Lingkar kepala
: 49,5 cm
Lingkar lengan atas
: 15 cm
Status Gizi : Menurut Z score BB/Umur : Berat badan cukup TB/Umur : Tinggi normal BB/TB
: Gizi baik
Kesan: Gizi baik tinggi normal berat badan cukup STATUS GENERALIS KEPALA Bentuk dan ukuran
: Normocephali
Rambut dan kulit kepala
: Warna rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut. kulit kepala bersih.
Mata
: Palpebra tidak tampak oedem, konjungtiva hiperemis, kornea jernih, sklera putih tidak ikterik, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga
: Normotia, sekret -/-, serumen -/+
Hidung
: sekret +/+, deviasi septum (-), nafas cuping hidung (-). Epistaksis -/-
Bibir
: Warna merah muda, kering
Mulut
: Mukosa bukal merah muda, gusi berdarahan (-),
5
stomatitis aphtosa (-), lidah kotor (-), oral hygiene baik, halitosis (-) Gigi-geligi
: Gigi lengkap, karies (-) 7654321
123456
7654321
1234567
Lidah
: Normoglotia, tidak ada papil atrofi
Tonsil
: T1-T1 tampak tenang, kripta tidak melebar, detritus (-)
Faring
: hiperemis (+) sekret (-) arkus faring simeteris, uvula ditengah
LEHER : trakea ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba kelenjar getah bening THORAKS Dinding thoraks I : bentuk dada datar, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis PARU I : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak terdapat retraksi P : Vocal fremitus sama teraba sama kuat pada kedua lapang paru P: Sonor di seluruh lapang paru Batas paru kanan-hepar
: setinggi ICS V linea midklavikularis dextra
Batas paru kiri-gaster
: setinggi ICS VII linea axillaris anterior
A: Suara nafas vesikuler, ronkhi basah halus -/-. Wheezing -/-
JANTUNG
6
I : Ictus cordis terlihat pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V P : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V P : Batas kanan jantung
: linea parasternalis dextra setinggi ICS III, IV, V
Batas kiri jantung
: linea midklavikularis sinistra setinggi ICS V
Batas atas jantung A
: linea parasternalis sinistra setinggi ICS II : Bunyi jantung I-II irama reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN I : bentuk datar, simetris, tidak tampak pelebaran vena A : Bising usus (+) normal 3x/menit P : lemas, tidak teraba massa, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kulit normal, nyeri tekan epigastrium (-) P : Timpani pada empat kuadaran abdomen, shifting dullness(-), nyeri ketok (–) ANUS Tidak ada kelainan GENITAL Jenis kelamin perempuan ANGGOTA GERAK Akral hangat, tidak terdapat oedem dan sianosis pada keempat ekstremitas, turgor kulit baik, CRT 3detik KULIT Warna kulit sawo matang, tidak kering, ptekie pada lengan kanan dan kiri KELENJAR GETAH BENING Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening suboccipital, retroaurikuler, preaurikular, submandibular, submental, sepanjang cervical, supraklavikular, infraklavikula, axilla, inguinal
7
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Refleks fisiologis : Biceps +/+ , Triceps +/+ , Patella +/+ , Achilles +/+ Refleks patologis : Babbinski -/- , Chaddok -/- , Schaeffer -/- , Gordon -/Tanda rangsang meningeal (-)
Pemeriksaan Penunjang 5/11/2016 Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Hb
12,8
10,1-12,8 g/dl
Ht
38,2 L
40 – 52 %
Eritrosit
4,71 juta
3.6 – 5,2 juta/µL
Leukosit
6.1 L
4,800 – 10,000 / µL
Trombosit
50.000 L
150,000 – 400.000 /µL
MCV
81 L
82-96 fl
MCH
27,3
27-32 pg
MCHC
34
32-37 g/dL
RDW
11,8
10-16 %
MPV
8.4
7-11 mikro m3
Limfosit
3,1
1,5-6,5 10*3/mikro
Monosit
1,1 L
0-0,8 10*3/mikro
Limfosit%
43.0 H
25-40%
Monosit%
10.1 H
2-8%
Eosinofil%
0.3 L
2-4%
Basofil%
0.7
0-1%
Neutrofil %
45.1 L
40-70
PCT
0,049 L
0,2-0,5%
5
Positif lemah
Hematologi Darah Rutin
Serologi Anti salmonela IgM
8
Demam hari ke 4 5 6 7
Tanggal 5/11/16 6/11/16 7/11/16 8/11/16
HB 12,8 13,4 11,2 10.6
HT 38,2 40,1 34,3 32.8
Trombosit 50.000 55.000 49.000 78.000
Leukosit 6.1 7.4 12.4 9.8
Diagnosis Kerja DHF grade II Prognosis Diagnosis Banding Typhoid Fever Planning Terapi :
Infus Asering 90 cc pada 1 jam pertama dan dilanjutkan 14 tpm Injk Ondansentron ½ amp PCT syrp 3x 1 cth Psidii syrp 3x1 cth Tirah baring Planning diagnosis Cek darah rutin Prognosis: Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
Quo ad functionam
: Bonam
Follow up Tanggal 5/11/ 2016
Follow up Terapi S: demam+, mual+, P: O:100/70mmhg, RR: 21, Infus Asering 14 tpm T: 37,7, N: 88, Uji Injk Ondansentron ½ bendung (+) A: DHFgr II
6/11/2016
amp PCT syrp 3x 1 cth Psidii syrp 3x1 cth
S: Demam(-), mual (-) P: O: 100/60mmhg, RR: 20, Infus Asering 14 tpm Psidii syrp 3x1 cth T: 36,8, N: 86, Azitromisin 1x125 mg A: DHF gr II
9
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk yang masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia. Penyakit ini memiliki spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated frebile illness, demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) serta mencakup manifestasi yang paling berat, yaitu dengue shock syndrome (DSS).Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah Virus Dengue yang termasuk group B Arthropod Borne Viruses (Arbovirosis), terdiri dari 4 tipe (tipe 1, 2, 3, 4). Serotipe virus dominan di Indonesia adalah tipe 3 yang tersebar di berbagai daerah dan menyebabkan kasus yang berat. Dengue hemorrhagic fever (DHF) atau disebut sebagai DBD banyak di temukan di daerah tropis dan subtropis. Diperkirakan 50 milyar infeksi virus dengue terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. DBD endemik pada pada lebih dari 100 negara WHO, seperti Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah DBD setiap tahun. Diperkirakan 500000 orang dengan DBD di rawat setiap tahunnya dengan persentase terbesar yaitu 90% adalah anak-anak yang berusia di bawah lima tahun. Di Indonesia jumlah penderita dan luas daerah penyebaran DBD semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia, demam berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Sejak saat itu penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Infeksi virus dengue adalah infeksi yang ditularkan melalui vektor nyamuk aedes aegypti yang mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok (DSS).1 II.2 Etiologi Transmisi virus dengue berdasarkan faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik terdiri dari virus, vektor dan host. Sedangkan faktor abiotik termasuk suhu, kelembaban dan curah hujan.2 Demam dengue (DD) dan DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini merupakan kelompok virus dengan single-strand RNA.2 Genome virus dengue disusun oleh tiga gen protein yang menyandi nukleokapsid atau protein inti (C), membran yang berhubungan dengan protein (M), protein pembungkus (E), dan tujuh protein gen non-struktural (NS). Terdapat 4 serotipe virus dengue, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Infeksi pada satu serotipe virus memiliki kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Infeksi sekunder dengan serotipe yang lain atau infeksi multipel dengan serotipe yang berbeda menyebabkan infeksi berat dari dengue (DBD/DSS).2 Terdapat dua vektor penting dari infeksi virus dengue adalah Aedes (Stegomyia) aegypti (Ae. aegypti) dan Aedes (Stegomyia) albopictus (Ae. albopictus). Aedes (Stegomyia) aegypti (Ae. aegypti) berasal dari Afrika sedangkan Aedes (Stegomyia) albopictus (Ae. albopictus) merupakan spesies Asia
11
yang merupakan asli dari Asia Tenggara dan pulau Pasifik Barat dan Samudra India. Akan tetapi, selama bebearapa dekade terakhir spesies ini menyebar ke Afrika, Asia Barat, Eropa dan Amerika Utara & Selatan.2 Host virus dengue berkembang dari hanya nyamuk, menjadi primata bukan manusia setelah itu menjadi manusia pada proses evolusi. Viremia di dalam tubuh manusia memiliki titer tertinggi pada 2 hari sebelum onset demam dan berakhir 57 hari setelah onset demam.2 II.3 Epidemiologi Di Asia Tenggara istilah haemorrhagic fever pertama kali digunakan di Filipina pada tahun 1953. Pada tahun 1958 penyakit serupa menjadi endemik di Bangkok1. Saat ini sekitar 2,5 juta orang, 20% dari populasi dunia pada negara tropis dan subtropis berisiko terkena DBD.2 Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Epidemi di luar Pulau Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung1. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Peningkatan jumlah ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus termasuk lemahnya upaya pengendalian DBD, sehingga upaya pengendalian DBD perlu lebih mendapat perhatian terutama pada tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas.3 Pada tahun 2009, Provinsi DKI Jakarta memiliki angka insidensi DBD tertinggi, yaitu 313 kasus per 100.000 penduduk). Sedangkan Nusa Tenggara Timur memiliki angka insidensi DBD terendah (8 kasus per 100.000 penduduk). Menurut Depkes RI, 2009, terdapat 11 provinsi yang termasuk dalam daerah risiko tinggi DBD, diantaranya adalah DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bali, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, D.I. Yogyakarta, Sumatera Barat, dan Banten. Dalam waktu 2005 – 2009 terdapat 5 provinsi dengan angka insidensi tertinngi. Provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Timur selalu berada dalam 5 provinsi dengan angka insidensi DBD tertinggi.3
12
II.4 Patofisiologi Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya kebocoran plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan trombositopenia. Kebocoran plasma ini yang membedakan demam dengue dan demam berdarah dengue. 4,5 Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas.6 Beberapa teori dan hipotesis yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah : 1. Teori virulensi virus
6. Teori endotoksin
2. Teori imunopatologi
7. Teori limfosit
3. Teori antigen antibodi
8. Teori trombosit endotel
4. Teori infection enchancing
9. Teori apoptosis.
4
antibody 5. Teori mediator Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul teori infeksi sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen, dari sini berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran endotoksemia dan limfosit T. 4
13
Gambar 1. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD
Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing antibody dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami. 5 Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda dapat memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya berlaku pada anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G anti dengue dari ibu. Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T memori berperan penting dalam patofisiologi DBD. 5 Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory. Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan dasar imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama perjalanan infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear yang terinfeksi virus dengue. Berdasarkan data epidemiologi dan studi in vitro, teori ini dikenal sebagai ”antibody dependent enhancement” (ADE) yang dianut untuk menjelaskan patogenesis DBD/DSS. Hipotesis ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder dengan serotipe virus dengue heterolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD dan DSS. 7 Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu : 1. Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan masuk dalam monosit. 2. Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum tulang (terjadi viremia). 3. Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor koagulasi. 5 Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari:
14
1. Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi) 2. Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing antibody). 5 Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan kompleks imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga penyakit cenderung lebih berat.5
Gambar 2. Teori secondary heterologous infection
Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon imun meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999) menjelaskan bahwa kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue terjadi akibat efek sinergistik dari IFN-γ, TNF-α dan protein kompleman teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.1 Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus membentuk kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc monosit (makrofag). Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui antigen MHC memicu limfosit T (CD4 dan CD 8) sehingga terjadi 15
pelepasan sitokin (IFN-γ) yang mengaktivasi sel lain termasuk makrofag sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi platelet, produksi sitokin (TNFα, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.
Gambar 3. Respon imun padainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksidan patogenesis DBD/DSS
16
Tabel 1. Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD
II.5 Manifestasi Klinis DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah. Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar, dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Ptekia halus yang tersebar di anggota gerak, muka dan aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan juga dapat terjadi di setiap organ tubuh. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai. Perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi ditemukan dan biasanya timbul setelah renjatan yang tidak dapat diatasi. Pada masa konvalesens seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan/telapak kaki. Perbedaan antara DBD dan DD dapat dilihat dari tabel 1.1
17
Tabel 2. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue
Demam Dengue
Gejala Klinis
Demam Berdarah
++
Nyeri Kepala
Dengue +
+++
Muntah
++
+
Mual
+
++
Nyeri Otot
+
++
Ruam Kulit
+
++
Diare
+
+
Batuk
+
+
Pilek
+
++
Limfadenopati
+
+
Kejang
+
0
Kesadaran menurun
++
0
Obstipasi
+
+
Uji tornikuet positif
++
++++
Petekie
+++
0
Perdarahan saluran
+
++
cerna
+++
+
Hepatomegali
+++
++
Nyeri perut
++++
0
Trombositopenia
+++
Syok
Waktu inkubasi DBD adalah 1 – 7 hari. Manfestasi klinis DBD pada anak bervariasi dan dipengaruhi oleh umur anak. Pada anak baru lahir dan anak yang lebih muda, dapat ditandai oleh demam 1-5 hari, inflamasi faring, rinitis, dan batuk sedang. Mayoritas anak yang lebih tua dan remaja yang terinfeksi menyebabkan onset demam yang tiba-tiba dan dengan temperatur yang meningkat dengan cepat sampai 39,4 – 41,1ºC. Selain itu disertai dengan nyeri pada frontalis dan retro orbital terutama pada mata. Kadang, terdapat nyeri pada punggung 18
belakang yang mendahului demam (back-break fever). Denyut nadi dapat menjadi lemah tergantung derajat demam. Gejala nyeri pada otot dan sendi juga dapat ditemukan dan rasa sakit menjadi meningkat jika penyakit menjadi berat.6 Selain itu, anak juga dapat menjadi gelisah dan teraba pada tangan dan kaki, keadaan ini sebenarnya mencerminkan keadaan pre syok, atau oleh karena demam dan manifestasi perdarahan di kulit terlihat.1 Gejala klinis demam pada DBD terjadi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari di sebagian besar kasus.2 Manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet poitif dan salah satu bentuk perdarahan yang lain (ptekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis, dan atau melena juga dapat ditemukan pada DBD.1 Hepatomegali juga dapat di temukan di beberapa stadium penyakit pada 90% - 98% anak-anak.2 Syok dapat ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun ( 20%
DBD*
III
Seperti derajat I dan II disertai
kegagalan sirkulasi (nadi lemah, denyut
nadi
20mmHg), gelisah).
menurun hipotensi,
Trombositopenia
< 100
000 sel/mm3
(< dan
Hematokrit meningkat > 20%
21
DBD*
IV
Seperti derajat II disertai syok
berat dengan tekanan darah dan denyut
nadi
yang
Trombositopenia
< 100
000 sel/mm3
sulit
terdeteksi.
Hematokrit meningkat > 20%
* DBD derajat III dan IV adalah DSS
Gambar 4. Manifestasi/patofisiologi pada DBD
II.7 Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium a. Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit 20%
31
Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue
32
Kriteria memulangkan pasien : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Tampak perbaikan secara klinis Hematokrit stabil Tiga hari setelah syok teratasi Jumlah trombosit diatas 50.000/ml Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).1
II.10 Pencegahan 1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) a. Melakukan metode 3 M (Menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga. b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan. c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%. 2. Foging Focus dan Foging Masal a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1 minggu b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka waktu 1 bulan c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan Swing Fog 3. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. 4. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.12
BAB III ANALISIS KASUS Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk yang masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia. Vektor dari virus dengue adalah aedes aegypti dan aedes
33
albopictus yang dapat menyebabkan penularan virus dengue pada suatu lokasi. Pada pasien didapatkan lingkungan disekitar pasien ada terserang demam berdarah. DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah. Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar, dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Pada anamnesis didapatkan demam pada hari pertama dan turun pada hari ketiga serta muncul bintik-bintik merah pada kedua lengan saat dilakukan uji touniquet menunjukan hasil positif. Dari tipe demamnya demam pada DBD memiliki gambaran yang khas yaitu seperti pelana kuda hal tersebut ditemukan pada pasien dimana pasien demam 3 hari setelah itu demam turun dengan sendirinya pada hari ke empat. Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi, hasil pemeriksaan lab pada pasien didapatkan trombositopenia (50.000 sel/mm3). DHF gade II diapat kan trombositopenia < 100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematokrit > 20% yang disertai perdarahan spontan pada pasiem ditemukan trombositopenia dan perdarahan spontan dengan timbul bintik-bintik merah pada lengan. Dari hasil Anamnesi, pemeriksan fisik dan pemerikasaan laboratorium maka ditegakkan DHF grade II. Tatalaksan DHF grade II deiberiakn cairan awal RL/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+DS 6-7 ml dan monitor tanda vital / nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam jika ada perbaikan tidak gelisah, nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup (1ml/kgbb/jam dan Ht turun (2x pemeriksaan ) maka cairan diturunkan 3ml/kgbb/jam dan di stop 24-48 jam apabila tand vital/ ht membaik selain terapi cairan diberikan juga terapi untuk gejala simtomatis. Progonosis pada pasien quo ed vitam bonam, quo ed sanationam dubia ad bonam serta ed functionam bonan. BAB IV KESIMPULAN
1. Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk yang masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia.
34
2. DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah. 3. Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi,
4. DHF diklasifikasikan menurut derajatnya menjadi grade I, II, III dan IV yang menentukan terapi dari DHF tersebut
DAFTAR PUSTAKA 1. Soedarmo Poorwo, SS, dkk. 2012. BukuAjar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia 2. World Health Organization. 2011. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New Delhi: WHO
35
3. Kementrian kesehatan RI 2010, Demam Berdarah Dengue di Indonesia Tahun 1968-2009, Buletin Jendela Epidemiologi, Kemenkes RI, Jakarta, vol. 2, Agustus 2010, hlm1-4 4. Sutaryo. 2004. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.hlm.32-43 5. Hadinegoro SRS. 2001. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib Aap, Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31 Juli 2001. hlm. 41-55 6. Halstead SB. 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman RE,Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia : WB Saunders. Chapter 266 7. Setiabudi D.2005. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book 13th National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7. hlm. 329 8. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls. 2004. Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting. Current Management of Pediatrics Problems. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2004 9. World Health Organization Regional Office for South East Asia. 1999. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidelines. New Delhi : WHO. 10. Samsi TK. 2000. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras. Cermin Dunia Kedokteran; 126 : 5-13 11. Soegijanto S. 2004. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Surabaya : Airlangga University Press.hlm.1-9 12. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1 Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2002.
36
37