Laporan Kasus HMD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK BBLR, HMD GRADE I, SEPSIS



Disusun Oleh: Melissa Juliana / 01073170068



Pembimbing: dr. Irene Akasia Oktariana, Sp.A



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MARINIR CILANDAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN PERIODE 28 JANUARI 2018 – 7 APRIL 2019 JAKARTA SELATAN



BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama



: By. Ny. SK



Usia



: 1 hari (Usia Kehamilan 28 minggu)



Tanggal lahir



: 20 Februari 2019 (Pukul 02.00 WIB)



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Alamat



: Jl. Rawa Simpruk 09 RT/RW 011/009, Jakarta Selatan



No Rekam Medik



: 41.58.XX



Tanggal Masuk RS



: 20 Februari 2019 (Pukul 07.30)



ANAMNESIS Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien via telepon dan kepada bidan Puskesmas di IGD Rumah Sakit Marinir Cilandak (RSMC) pada tanggal 20 Maret 2019 pukul 08.00.



Keluhan Utama Berat badan lahir rendah (1600 gram) dan demam dengan suhu 38,2 C.



Riwayat Penyakit Sekarang Seorang bayi lahir pada tanggal 20 Februari 2019 pukul 02.00 di kamar mandi rumah dengan jenis kelamin laki-laki. Segera setelah lahir, bayi kemudian dibawa ke puskesmas oleh orang tuanya dengan kondisi ari-ari masih tersambung dengan tali pusar bayi. Saat berada di Puskesmas, tali pusar kemudian dipotong, bayi dikeringkan dan dibungkus menggunakan plastik dan bedong. Bayi kemudian langsung dibawa ke IGD RSMC oleh bidan Puskesmas. Bayi langsung menangis saat lahir, retraksi dinding dada (+), sesak (+), gerak aktif, BAK (+) kuning jernih, tonus otot kuat dan kulit kemerahan. Tidak ditemukan adanya kecacatan, anus (+), skrotum (+), dan penis (+). Saat berada di IGD, saturasi bayi berkisar pada angka 98-99%. Bayi kemudian diantar ke ruang bayi dan dirawat di dalam inkubator serta diberikan oksigen 0,5 lpm dengan menggunakan nasal canul.



1



Riwayat Pre-Natal Ny. SK berusia 23 tahun, merupakan kehamilan kedua. Ibu bayi hanya melakukan kontrol ke puskesmas sebanyak 2x selama masa kehamilan. Ibu bayi juga tidak pernah menjalani pemeriksaan USG selama kehamilan. Selama kehamilan, ibu pasien tidak pernah memiliki keluhan yang mengganggu kehamilannya. Memiliki riwayat demam tinggi, batuk, pilek dan di diagnosis terkena demam typhoid 1 minggu sebelum kelahiran bayi. Memiliki riwayat keputihan selama kehamilan, tetapi tidak berbau. Riwayat hipertensi (-), kencing manis (-), gangguan pernapasan (-) dan penyakit lainnya.



Riwayat Intranatal Bayi lahir pada tanggal 20/2/2019 pukul 02.00 WIB dengan metode pervaginam di kamar mandi rumahnya, dibantu oleh neneknya. Warna ketuban jernih dan tidak berbau. Tidak ada riwayat ketuban pecah dini ataupun partus lama. Berdasarkan status antopometri bayi, bayi merupakan NKB-SMK.



Riwayat Post-natal Bayi dikeringkan dan dijaga agar tetap hangat oleh ibunya. Bayi kemudian dibawa ke Puskesmas oleh ibunya dengan kondisi ari-ari masi menyatu dengan tali pusar bayi. Bayi tidak mendapatkan inisiasi menyusui dini (IMD). Sesampainya di puskesmas, tali pusar dipotong dan dibawa ke RSMC. Bayi kemudian dirawat di dalam NICU menggunakan incubator. Dilakukan pengecekan darah dan perawatan tanda bahaya.



Riwayat Imunisasi Bayi belum mendapatkan imunisasi apapun. Di puskesmas, diberikan injeksi vitamin K 0,5mg dan diberikan salep mata di Puskesmas.



Riwayat Kehamilan Ibu  Ibu mengalami demam tinggi, batuk, pilek dan di diagnossa terkena demam typhoid 1 minggu sebelum kelahiran bayi.  Ada riwayat keputihan saat hamil, tapi tidak berbau  Ketuban pecah sesaat sebelum bayi lahir  Ibu tidak rutin kontrol ke puskesmas dan tidak pernah melakukan USG



2



 Tidak pernah melakukan vaksinasi selama kehamilan  Asma disangkal, hipertensi disangkal, kencing manis disangkal, perdarahan saat kehamilan disangkal  Riwayat persalinan sebelumnya : pervaginam, cukup bulan, selisih usia 3 tahun  G2P1A0, usia kehamilan 28 minggu Riwayat Sosio-Ekonomi Pasien berasal dari sosio-ekonomi menengah kebawah. Pasien datang ke RSMC tanpa BPJS, akan tetapi karena keberatan dalam hal biaya perawatan, pasien segera didaftarkan BPJS. Ibu pasien bekerja sebagai karwayan sementara pekerjaan ayah tidak terdata.



Pemeriksaan Fisik (20/2/2019) 



KU



: Sakit sedang, tampak sesak







Kesadaran



: Kompos Mentis, GCS 15







TTV











Nadi



: 151x/menit



Pernapasan



: 63x/menit



Suhu



: 38,2 C



Saturasi



: 99%



Data antropometri Berat Badan Lahir



: 1600 gram



Panjang Badan



: 40 cm



Lingkar Kepala



: 29 cm



Lingkar Dada



: 27 cm



Lingkar Perut



: 22 cm



Ballard Score Total : (usia 2 hari, pemeriksaan tanggal 22/2/19)



3



Posture



:3



Square Window : 0 Arm Recoil



:4



Popliteal Angle : 2 Scarf Sign



:1



Heel to Ear



:2



Kulit



: 1 (merah muda halus, vena-vena tampak)



Lanugo



: 0 (jarang)



Permukaan plantar kaki : 1 (garis-garis merah tipis)



4



Payudara



: 2 (areola berbintil, puncak 1 – 2 mm)



Daun telinga



: 2 (pinna memutar penuh, lunak, tapi sudah rekoil)



Kelamin



: 2 (testis menuju kebawah, rugae sedikit)



 Total Ballard Score : 20 (usia 32 minggu) 



Score Downe



Skor Downe



0



1



2



Hasil



Frekuensi



80



1



Retraksi



Tidak ada



Ringan



Berat



1



Sianosis



Tidak ada



Hilang dengan O2



Sianosis menetap walaupun



0



nafas



diberi O2 Air Entry



Udara Masuk



Penurunan ringan



Tidak ada udara masuk



1



Merintih



Tidak merintih



Dapat didengar



Dapat didengar tanpa alat



1



stetoskop



bantu



Total



4(sesak nafas sedang)



Kepala Bentuk dan ukuran



: Normocephali, Hematoma (-)



Rambut



: Berwarna hitam, distribusi tidak merata



Wajah



: Tidak tampak edema, dismorfik wajah tidak tampak



Mata



: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), kornea dan lensa tidak terlihat keruh, respon cahaya (+)



Telinga



: Normotia, simetris kanan dan kiri, tidak ada secret, tidak ada darah



Hidung



: Bentuk dan posisi normal, nafas cuping hidung (-), deviasi septum sulit di nilai, mukosa tidak hiperemis, tidak terlihat sekret



Tenggorokan



: Tonsil sulit dinilai, hiperemis (-), detritus (–)



5



Mulut



: Tidak terlihat sianosis, mukosa dan bibir kering hipersalivasi (-), mulut simetris saat bayi menangis, tidak ada cleft palate



Fontanel



: Cekung (+)



Thorax Inspeksi



: Bentuk dada normal, pernafasan simetris, retraksi (+/+)



Auskultasi



:



Paru



: VBS (+/+) menurun di kedua lapang paru, ronchi (-/-), wheezing (-/-), sesak (+), merintih (+)



Jantung



: S1/S2 reguler, murmur (-)



Abdomen Inspeksi



: Datar, dilatasi vena (-)



Auskultasi



: Bising usus (+)



Genitalia eksterna Skrotum (+/+), testis menuju kebawah, rugae sedikit, penis (+), anus (+) Ekstremitas Tidak ada edema, tidak ada sianosis, gerakan aktif, tonus otot baik, telapak tangan tidak pucat, telapak kaki tidak pucat, jari-jari lengkap. Kulit Tipis, pembuluh darah terlihat jelas, Turgor tidak di periksa, sianosis (-), ikterik (-). Neurologis o Status Mental : Bayi Sadar (GCS 15, E4V5M6) o Motorik : Aktif, gerakan bertujuan o Reflex primitive o Palmar grasp + o Plantar grasp + o Moro reflex + o Rooting reflex + o Tonik leher simetris



6



PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Ibu (20/2/19) 



Hb



: 12,8







Ht



: 36,3







Eritrosit



: 4,24







Trombosit



: 223







Leukosit



: 27,5







Goldar



: O+







Granulosit



: 92,9%







Limfosit



: 6,2%



Laboratorium Bayi (20/2/19) 



Hb



: 18,4 (17-22)







Ht



: 59 (45-61)







Leukosit



: 16,6 (9.000-30.000)







Trombosit



: 190 (200.000-400.000)







GDS cito (RS)



: 71







GDS Puskesmas



: 49



X-Ray Thorax (20/2/19)



7



Cor



: Bentuk, letak dan ukuran normal, aorta normal.



Paru



: Corakan bronkovaskular baik. Hilus tidak jelas memadat. Tampak gambaran bercak granul di perihiler kedua paru.



Sinus dan diafragma baik. Tulang-tulang intak. Kesan : HMD Grade I.



RESUME By. Ny. SK, laki-laki berusia 0 hari datang ke IGD RSMC pada pukul 07.30 dengan keluhan berat lahir rendah dan demam dengan suhu 38,2 C. Pada saat bayi lahir, usia kehamilan ibu adalah 28 minggu. Berdasarkan anamnesis, diketahui bahwa riwayat persalinan bayi adalah tidak higienis karena lahir di kamar mandi dan dibantu oleh neneknya. Ibu bayi juga diketahui memiliki riwayat demam tinggi, batuk, pilek dan terdiagnosis demam typhoid 1 minggu sebelum kelahiran bayi. Ibu bayi juga tidak rutin kontrol ke Puskesmas dan tidak pernah melakukan USG. Ibu bayi juga tidak pernah melakukan vaksinasi selama masa kehamilan.



Pada TTV ditemukan pernapasan 63x/menit dan suhu 38.2 C. Saat dilakukan pemeriksaan fisik, ditemukan bayi sesak, terdapat retraksi intercostal, suprasternal dan substernal, VBS menurun di kedua lapang paru, dan bayi merintih. Berat badan bayi saat ditimbang adalah 1600 gram. Berdasarkan perhitungan ballard score, total ballard score bayi adalah 20 yang berarti berusia 32 minggu. Berdasarkan scoring downe didapatkan bayi mengalami sesak napas sedang dengan score 4.



Pada pemeriksaan laboratorium, ditermukan trombositopenia dengan nilai trombosit 190,000 dan GDS bayi saat di puskesmas adalah 49. Hasil laboratorium ibu menunjukkan leukosit 27,500. Saat dilakukan pemeriksaan rontgen thorax ditemukan adanya bercak granul di perihiler kedua paru dengan kesan HMD grade 1.



DIAGNOSIS NKB-SMK HMD Grade I Sepsis



8



TATALAKSANA (20/2/19) Oksigen 0,5 lpm via nasal canul Infus Dextrose 10% 6cc/jam Cefotaxime 2x80mg (hari ke-1) Aminophilin 2x3,5mg Stop peroral Bila saturasi jika SpO2 pasang CPAP Stop peroral



22/2/19 – PERINA LEVEL 2, Pukul 16.00 (2 hari) S



Sesak (+), retraksi (+), kuning (-), menangis kurang kuat, BAB (+), BAK (+).



O



HR : 149x/menit RR : 70x/menit Suhu : 36,6 C SpO2 : 97% Akral hangat BB :1600 gram Balans Cairan : -45,3cc/24jam Diuresis : 3,9cc/kgBB/jam



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis



P



Oksigen 0,5 lpm via nasal kanul IVFD D 10% 6cc/jam Cefotaxime 2x80mg (hari ke-3) Aminophilin 2x3,5mg Aminoinfant steril 6% 10cc/hari Sanmol 3x0,15cc (K/P) Jika SpO2 jika SpO2 pasang CPAP Terapi blue light 1 lampu (hari ke-1)



11



24/2/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 16.00 (4 hari) S



Pasien dapat bergerak spontan, kuning (+) kramer II-III, pernapasan cuping hidung (-), retraksi (+), sesak berkurang, menangis (+) , cyanosis (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan.



O



HR 138 x/menit RR 60 x/menit Suhu 36.9C SpO2 99%, via nasal canul 0,5 lpm Akral hangat Balance: +12.6cc/24jam Diuresis: 2.3 cc/kg/jam Lab 24/2/1029 BT : 13.08 (14.02)



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis Hiperbilirubinemia



P



IV D10% 6cc/jam Inj cefotaxime 2x80 mg (hari ke-5) Inj aminophylline 2x3.5 mg Aminosteril infant 6% 10cc/hari O2 nasal kanul 0.5 lpm Sanmol 3 x 0.15cc (K/P) Cek SpO2 dan TTV -> jika SpO2 pasang CPAP Terapi Blue Light 1 lampu (hari ke-2)



25/2/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 16.00 (5 hari) S



Kuning (+) Kramer II, menangis kurang kuat, sesak (-), retraksi minimal, BAB (+) BAK (+)



O



HR : 158x/min RR : 52x SpO2 : 98%



12



T : 36,7 derajat Balans : +2,8cc/24jam Diuresis : 2,86cc/kgBB/jam Lab 25/02 /2019 BT 11,80 dari 13,80 Hb 17,7 dari 17,5 Ht 55 dari 51 Leu 10,2 dari 5,8 Tr 184 dari 187



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis Hiperbilirubinemia



P



Oksigen 0,5 LPM via NC IV D10% 6cc/jam Inj cefotaxime 3 x 80 mg (hari ke-6) Inj. aminofilin 2 x 3,5 mg Inj gentamycin 8 mg / 36 jam (hari ke-1, pk.20.00) Aminosteril infant 6% 15 cc/ hari Blue light therapy (hari ke-3) Pasang OGT 6 x 3-5 ml



26/2/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 16.00 (6 hari) S



Kuning (+) kramer II, menangis (+), sesak (-), retraksi (minimal), BAB (+) BAK (+)



O



HR : 152x/min RR : 52x S : 36.9 SpO2 : 97%, 0.4LPM NC Akral hangat BB : 1400 gram Balans : +30cc/12jam Diuresis : 2.34cc/ kgBB/ jam



13



Lab 26/02/19 GDS : 112



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis Hiperbilirubinemia



P



Oksigen 0,4 LPM via NC IV D10% 6cc/jam Inj cefotaxime 2x80mg (hari ke-7) Injeksi aminofilin 2x3.5mg Inj gentamycin 8mg/36jam Aminosteril infant 6% 20cc/hari OGT 6 x 3-5ml Bluelight (hari ke-4)



27/2/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 16.00 (7 hari) S



Kuning (-), menangis (+), sesak (-), retraksi (-), BAB (+) BAK (+)



O



HR : 138x/min RR : 50x/menit S : 37.1 C SpO2 : 98%, 0.4Lpm via NC BB : 1400gram Balans : +44.6 cc/24jam Diuresis : 2.66 cc/kgbb/jam



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis



P



Oksigen 0,4 LPM via NC Kaen 4A 7cc/jam Inj cefotaxime 2x80mg (hari ke-8) Injeksi aminofilin 2x3.5mg Inj gentamycin 8mg/36jam (hari ke-2 pk. 08.00) Aminosteril infant 6% 20cc/hari OGT 12x5cc



14



28/2/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 16.00 (8 hari) S



Kuning (-), menangis (+), sesak (-), retraksi (-) BAB (+) BAK (+), sianosis (-), minum susu melalui OGT (+)



O



HR : 140x/min RR : 51x S : 37 C SpO2 : 99%, 0.4Lpm via NC BB : 1500 gram Balans : +46,6 ml/24 jam Diuresis : 3,5cc/kgBB/jam



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis



P



Oksigen 0,4 LPM via NC Kaen 4A 7 cc/jam Inj cefotaxime 2x80mg (hari ke-9) Injeksi aminofilin 2x3.5mg Inj gentamycin 8mg/36jam (hari ke-3, pk. 20.00) Aminosteril infant 6% 20cc/hari OGT 12x5 cc



1/3/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 16.00 (9 hari) S



Kuning (-), menangis (+), sesak (-), retraksi (-) BAB (+) BAK (+), sianosis (-), minum susu melalui OGT (+)



O



HR : 133x/min RR : 55x S : 37 C SpO2 : 99%, 0.2 Lpm via NC BB : 1500 gram Balance : + 23,6 cc/24jam Diuresis : 4,1 cc/kgbb/jam



15



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis



P



Oksigen 0,2 LPM via NC Kaen 4A 7 cc/jam Inj cefotaxime 2x80mg (hari ke-10) Injeksi aminofilin 2x3.5mg Inj gentamycin 8mg/36jam Aminosteril infant 6% 20cc/hari OGT 12x5 cc



2/3/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 16.00 (10 hari) S



Kuning (+) kramer II-III, menangis (+), sesak (-), retraksi (-) BAB (+) BAK (+).



O



HR : 138x/menit RR : 50x/menit S : 36.9 SpO2 : 98%, 0.2 Lpm via NC BB saat ini : 1550gram Balans: +59.6 cc/24 jam Diuresis: 4.7 cc/kgbb/jam Lab 02/03/19 Hb 11.9 (17,7) Ht 34 (55) Leu 12.1 (10,2) Tro 158.000 (184) BT 15.98 (11.80)



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis Hiperbilirubinemia



P



Oksigen 0,2 LPM via NC Kaen 4A 10 cc/jam



16



Inj. aminofilin 2x3.5mg Inj. gentamycin 8mg/36jam (hari ke-4 pk.08.00) Aminosteril infant 6% 20cc/hari OGT 12x 6 cc Blue Light 1 Lampu (hari -1) Rencana Swab Anus



3/3/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 16.00 (11 hari) S



Kuning berkurang (kramer II), sesak (-), retraksi (-), sianosis (-), menangis (+), minum via OGT (+), residu OGT (-), bergerak aktif.



O



HR 121x/menit T 36,8 C RR 47x /min Sp02 99% via NC 0,2 lpm BB : 1550 gram Balans : +97,5 Diuresis : 2,7cc/kgBB/jam



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis dalam perbaikan Hiperbilirubinemia



P



Oksigen 0,2 lpm via nasal canul Kaen 4A 10 tpm Inj aminofilin 2 x 3 ,5 mg Inj gentamycin 8 mg / 36 jam (pemberian ke-5 pukul 20.00) Aminosteril infant 6% 20 cc / hari Blue light therapy 1 lampu (hari-2) OGT 12x 6 cc R/ swab anus (4/3/19) Cek BT ulang (4/3/19)



17



4/3/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 13.30 (12 hari) S



Kuning (-), sesak (-), retraksi (-), sianosis (-), menangis (+), minum via OGT (+), residu OGT (-), bergerak aktif.



O



HR : 134x/menit T : 36,7 C RR : 49x/min Sp02 98% via NC 0,2 lpm BB : 1400 gram Balans : +72,5 Diuresis : 3,47cc/KgBB/jam Lab 4/2/19 BT : 9,71 (15,98)



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis dalam perbaikan



P



Oksigen 0,2 lpm via nasal canul Kaen 4A 10 tpm Inj aminofilin 2 x 3 ,5 mg Fluconazone 6mg drip dalam 1 jam, setelah 24 jam  4,5mg drip dalam 1 jam. Aminosteril infant 6% 20 cc / hari OGT 12x 7,5 cc



5/3/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 15.00 (13 hari) S



Kuning (-), sesak (-), retraksi (-), sianosis (-), menangis (+), minum via OGT (+), residu OGT (-), bergerak aktif.



O



HR : 135x/menit T : 37 C RR : 47x/min Sp02 98% via NC 0,1 lpm BB : 1400 gram Rectal Swab : Hyfa (-) Balans : 117,5



18



Diuresis : + 3,19cc/kgBB/jam



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis dalam perbaikan



P



Oksigen 0,1 lpm via nasal canul Kaen 4A 10 tpm Inj aminofilin 2 x 3 ,5 mg Fluconazone 4,5mg drip dalam 1 jam. Aminosteril infant 6% 20 cc / hari OGT 12x 7,5 cc



6/3/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 13.30 (14 hari) S



Kuning (-), sesak (-), retraksi (-), sianosis (-), menangis (+), minum via OGT (+), residu OGT (-), bergerak aktif.



O



HR : 139x/menit T : 36,7 C RR : 46x/min Sp02 98% via NC 0,1 lpm BB : 1400 gram Balans : +58 Diuresis : 3,5cc/kgBB/jam



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis dalam perbaikan



P



Oksigen 0,1 lpm via nasal canul Kaen 4A 10 tpm Inj aminofilin 2 x 3 ,5 mg Fluconazone 4,5mg drip dalam 1 jam. Aminosteril infant 6% 20 cc / hari OGT 12x 10 cc



19



7/3/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 09.00 (15 hari) S



Kuning (-), sesak (-), retraksi (-), sianosis (-), menangis (+), pernapasan cuping hidung (-), minum via OGT (+), residu OGT (-), bergerak aktif.



O



HR : 140x/menit T : 36,8 C RR : 44x/min Sp02 99% via NC 0,1 lpm BB : 1600 gram Balans : +124 Diuresis : 2,86cc/kgBB/jam Lab 07/03/19 Hb : 10,8 dari 11,9 Ht : 32 dari 34 Leu : 8,5 dari 12,1 Trombo : 197 dari 158 GDS : 93mg/dL



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis dalam perbaikan



P



Oksigen 0,1 lpm via nasal canul Kaen 4A 10 tpm Inj aminofilin 2 x 3 ,5 mg Fluconazone 4,5mg drip dalam 1 jam. Aminosteril infant 6% 20 cc / hari OGT 12x 10 cc



20



8/3/19– PERINA LEVEL 2, Pukul 15.00 (16 hari) S



Kuning (-), sesak (-), retraksi (-), sianosis (-), menangis kuat (+), pernapasan cuping hidung (-), minum via OGT (+), residu OGT (-), bergerak aktif.



O



HR : 146x/menit RR : 46x/menit S : 37 C Sp02 : 98% via oksigen 0,1 lpm BB : 1600 gram Balans : +190 Diuresis : 3,9cc/kgBB/jam



A



NKB-SMK HMD Grade I Sepsis dalam perbaikan



P



Oksigen 0,1 lpm via nasal canul Kaen 4A 10 tpm Inj aminofilin 2 x 3 ,5 mg Fluconazone 4,5mg drip dalam 1 jam. Aminosteril infant 6% 20 cc / hari OGT 12x 10 cc



21



BAB II TINJAUAN PUSTAKA BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) KLASIFIKASI  Klasifikasi menurut berat lahir, yaitu :  Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)  Bayi Berat Lahir Cukup/Normal  Bayi Berat Lahir Lebih  Klasifikasi menurut masa gestasi atau umur kehamilan :  Bayi Kurang Bulan  Bayi Cukup Bulan  Bayi Lebih Bulan DEFINISI  Berat lahir : Berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Bayi yang lahir di rumah, waktu pengukuran berat badan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam. Pengukuran dilakukan di tempat fasilitas kesehatan.  Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) : berat < 2500gram tanpa memandang masa gestasi.  Bayi Berat Lahir Cukup/Normal : berat >2500 – 4000gram.  Bayi Berat Lahir Lebih : berat > 4000gram.  Bayi Kurang Bulan : masa gestasi < 37 minggu.  Bayi Cukup Bulan : masa gestasi 37 – 42 minggu.  Bayi Lebih Bulan : masa gestasi > 42 minggu.



MASALAH Masalah lebih sering dijumpai pada Bayi Kurang Bulan (BKB) dam Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Masalah sebagai berikut : 1. Ketidakstabilan suhu



BKB memiliki kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuh akibat : 



Peningkatan hilangnya panas







Kurangnya lemak subkutan 22







Rasio luas permukaan terhadap berat badan yang besar







Produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan ketidakmampuan untuk menggigil



2. Kesulitan pernapasan 



Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke PMH (Penyakit Membran Hialin)







Resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya reflex batuk, reflex menghisap dan refeks menelan







Thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah







Pernafasan yang periodik dan apnea



3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi 



Refleks isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34 minggu







Motilitas usus yang menurun







Pengosongan lambung tertunda







Pencernaan dan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak kurang







Defisiensi enzim laktase pada brush border usus







Menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein dan zat besi dalam tubuh







Meningkatnya resiko EKN (Enterokolitis Nekrotikans)



4. Imaturitas hati 



Konjugasi dan ekskresi bilirubin terganggu







Defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K



5. Imaturitas ginjal 



Ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load besar







Akumulasi asam anorgaik dengan asidosis metabolik







Ketidakseimbangan elektrolit, misalnya hiponatremia / hipernatremia, hiperkalemia / glikosuria ginjal



6. Imaturitas imunologis



Resiko infeksi tinggi akibat : 



Tidak banyak transfer IgG maternal melalui plasenta selama trimester ke-3







Fagositosis terganggu







Penurunan faktor komplemen



7. Kelainan neurologis 



Refleks isap dan telan yang imatur







Penurunan motilitas usus







Apnea dan bradikardia berulang 23







Perdarahan intraventrikel dan leukomalasia periventrikel







Pengaturan perfusi serebral yang buruk







Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE)







Retinopati prematuritas







Kejang







Hipotonia



8. Kelainan kardiovaskular  Patent Ductus Arteriosus (PDA) merupakan hal yang umum ditemui pada bayi



BKB  Hipotensi atau hipertensi 9. Kelainan hematologis  Anemia (onset dini atau lanjut)  Hiperbilirubinemia  Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)  Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN) 10. Metabolisme  Hipokalsemia  Hipoglikemia atau hiperglikemia



KECUKUPAN NUTRISI BAYI PREMATUR 1. Kecukupan Cairan Sekitar 90% komposisi tubuh janin mulai usia gestasi 24 minggu adalah cairan yang mengisi ruang ekstraseluler. Pascalahir, fungsi diuresis terbagi tiga yaitu fase pradiuresis (24-48 jam pascalahir), fase diuresis (2-4 hari pascalahir) dan fase pascadiuresis (sampai minggu ke dua pascalahir). Pada fase diuresis, terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sedangkan pada fase pasca diuresis, terjadi penurunan berat badan 5-10% karena perubahan komposisi jumlah cairan ekstraseluler dan peningkatan volume intraselular. Cairan yang dibutuhkan bayi prematur dipengaruhi oleh usia kehamilan, kondisi klinis, dan penyakit yang mendasari. Perhitungan kebutuhan cairan didasarkan pada insensible water loss (IWL) dan produksi urin. IWL meningkat pada bayi prematur karena epidermisnya belum mengalami keratinisasi, sehingga perlu dirawat pada inkubator berdinding ganda dengan kelembaban 70-80%.



24



Pemberian cairan bertujuan untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit pada fase diuresis dan mencegah kehilangan cairan ekstraseluler pada fase pascadiuresis. Jumlah diuresis dipertahankan pada 1-3 mL/kgBB/jam. Jumlah cairan yang diberikan pada fase pradiuresis adalah IWL ditambah jumlah diuresis minimal 1 mL/kgBB/jam. Kebutuhan cairan ditingkatkan 10-20 mL/kgBB/hari sampai 140-160 mL/kgBB/hari pada minggu pertama (fase pascadiuresis), maksimal 200 mL/kgBB/hari pada minggu kedua agar tercapai pertumbuhan optimal intrauterin. Pemberian cairan tidak saja ditujukan untuk mencegah dehidrasi pada bayi prematur tetapi juga dijaga tidak berlebih untuk mengurangi risiko terjadinya persistent ductus arteriosus (PDA), displasia bronkopulmonar, enterokolitis nekrotikans (EKN), dan perdarahan intrakranial. Restriksi cairan secara bermakna meningkatkan risiko terjadinya PDA dan EKN. Rekomendasi ESPGHAN mengenai kebutuhan cairan terdapat dalam tabel 1.



Tabel 1. Rekomendasi Pemberian Cairan 2. Kecukupan Energi Bayi prematur membutuhkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Kecukupan kalori berbanding lurus dengan kecukupan protein yang digunakan untuk metabolisme. Jumlah yang dianjurkan diberikan secara parenteral adalah 90– 100 kkal/kg/hari dan secara enteral 115-120 kkal/kg/ hari. Jumlah kalori tersebut digunakan untuk metabolisme protein sebesar 3,5-4 g/kg/hari. Besaran kalori minimal untuk metabolisme basal sekitar 40–60 kkal/kg/hari, yang digunakan untuk mencegah katabolisme protein 1.5 g/kg/hari sehingga dapat terjadi balans nitrogen yang positif.



25



Tabel 2. Rekomendasi Kecukupan Energi 3. Kecukupan Karbohidrat Kebutuhan metabolisme dan fisiologi mengalami perubahan yang sangat besar dari nutrisi transplasenta pada kehidupan intrauterin ke ekstrauterin. Bila bayi tidak menerima nutrisi parenteral atau enteral dini, bayi akan mengalami katabolisme dengan kehilangan nitrogen. Glukosa merupakan sumber energi utama proses metabolisme dalam tubuh, terutama untuk otak dan jantung bayi prematur, sebelum oksidasi lipid berkembang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian. Rata-rata pemakaian glukosa pada bayi prematur dua kali lebih tinggi dari bayi cukup bulan. Selain itu, akibat hemostasis glukosa yang masih imatur maka bayi prematur tidak mampu menjamin ketersediaan glukosa di hari-hari pertama kelahiran dan dapat terjadi abnormalitas hemostasis glukosa. Pemberian glukosa pada bayi prematur harus dimulai dalam 24 jam pertama pascalahir dengan kecepatan infus glukosa (glucose infusion rate, GIR) 6-8 mg/kgBB/menit, kemudian ditingkatkan bertahap 1-2 mg/kgBB/ menit sampai mencapai kecukupan maksimal dukungan NPT dengan GIR 12-13 mg/kgBB/menit. Dalam pemberian glukosa ini perlu pemantauan terhadap risiko terjadinya hiperglikemi. Kadar gula darah dipertahankan 50- 120 mg/dL.



Tabel 3. Rekomendasi Kecukupan Karbohidrat



26



4. Kecukupan Protein Asupan protein tinggi merupakan bagian dari nutrisi agresif dini sebagai upaya mencegah gagal tumbuh kembang pascalahir pada bayi prematur. Bayi prematur dengan berat lahir amat sangat rendah akan kehilangan protein 1-2% atau 0,6-1,2 g/kgBB apabila sumber kalori hanya berasal dari karbohidrat. Kehilangan protein semakin bertambah dengan semakin mudanya usia kehamilan. Defisit protein pada bayi prematur menimbulkan morbiditas jangka pendek dan panjang. Kejar pertumbuhan membutuhkan waktu lama, dan kurang nutrisi pada awal kelahiran akan berdampak pada gangguan perkembangan, kognitif, sebanding dengan adanya gangguan pertumbuhan. Penelitian merekomendasikan pemberian protein 1,5 g/kgBB/hari pada 24 jam pertama pascalahir, ditingkatkan 0,5-1 g/kgBB/hari. Dosis maksimal protein pada minggu pertama untuk bayi dengan berat lahir ≥1000 gram dapat mencapai 3,5-4 g/kgBB/hari, sedangkan pada bayi dengan berat lahir 200 mg/dL pemberian lipid intravena bisa dikurangi atau dihentikan. Begitu juga pada kondisi sepsis, lipid intravena dapat diturunkan atau dihentikan berdasarkan tingkat beratnya sepsis, karena saat sepsis terjadi penurunan ekskresi trigliserda dan oksidasi asam lemak, yang berakibat meningkatkan kadar trigliserida dalam plasma. Pada keadaan peningkatan kadar bilirubin yang mendekati ambang tranfusi tukar, perlu penyesuaian dosis lipid intravena menjadi 0,5-1 g/kg/hari.



Tabel 5. Rekomendasi Kecukupan Lemak



28



CARA PEMBERIAN NUTRISI Cara pemberian nutrisi pada bayi prematur memperhatikan kematangan fungsi oral yaitu kemampuan mengisap serta koordinasi mengisap, menelan, dan bernapas.



Tabel 6. Rute Pemberian Nutrisi Pada Bayi Prematur KRITERIA MEMULANGKAN BAYI Sebelum pulang bayi harus sudah harus mampu minum sendiri, baik dengan botol maupun dengan puting susu ibunya, selain itu kenaikan berat badan berkisar antara 10-30 g/hari dan suhu tubuh tetap normal di ruang biasa. Bayi harus tidak menderita apneu atau bradikardi, dan tidak memerlukan oksigen atau obat yang diberikan melalui pembuluh darah Biasanya bayi prematur dipulangkan dengan berat badan lebih dari 2000 gram dan semua masalah berat sudah diatasi.



29



SEPSIS DEFINISI Berdasarkan IDAI 2008, definisi sepsis pada bayi adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang, atau air kemih. Berdasarkan American College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM), sepsis merupakan sindrom respon inflamasi sistemik yang terjadi akibat infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Menurut ACCP/SCCM, sepsis tergolong berat bila disertai disfungsi organ kardiovaskular dan gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ lainnya seperti sistem neurologi, hematologi, urogeital, atau hepatologi. Syok sepsis terjadi pada bayi bila bayi masih mengalami hipotensi walau sudah mendapat terapi cairan yang adekuat. Apabila bayi tidak mampu mempertahankan homeostasis tubuh hingga terjadi perubahan fungsi 2 atau lebuh organ tubuh maka bayi sudah mengalami sindroma disfungsi multi organ. Berbeda dengan respon inflamasi sistemik lainnua, sepsis didahului oleh sebuah infeksi.



EPIDEMIOLOGI Sepsis neonatorum terjadi pada 1-8 per 1000 kelahiran.Insidensi tersebut meingkat pada bayi derat berat badan dibawah 1500 gr yaitu 13-27 per 1000 kelahrian.Sepsis neonatorum mempunyai insidensi kematian sekitar 13-25% seluruh kasus.Insidensi dari neonatal sepsis lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan.



PATOFISIOLOGI Patofisiologi dari sepsis neonatorum memliki tiga kemungkinan yaitu pertama,bayi menderita infeksi dimana sumbernya berasal dari ibu bayi.Infeksi ini dapat disebabkan oleh infeksi TORCH,treponema palidum atau listeria.Sepsis neonatorum juga dapat disebabkan oleh prosedur obstetri yang berisiko akibat kurangnya perhatian pada teknik septik/antiseptik dan sterilitas prosedur.Pada kondisi ini bayi dapat menerima infeksi dari cairan amnion yang terkontaminasi.Infeksi juga daapt berasal dari kuman yang ada di vagina,dimana bayi meneria paparan kuman setelah amnion pecah.



30



Patofisiologi dari sepsis neonatorum dimulai dengan SIRS(Systemic Inflammatory Response Syndrome).Respon inflamasi sistemik yang terjadi pada SIRS termediasi dengan sekresi sitokin.Sekresi sitokin secara sistemik (IL-1,IL-2 dan TNFalpha).Perubahan juga terjadi pada sistem koagulasi sistemik.Pada keadaan SIRS terjadi peningkatan pembentukan tissue factor(TF bersama dengan faktor VII yang menyebabkan koagulasi.Kedua faktor tersebut menyebabkan sekresi dari faktor X dan faktor XI yang menyebabkan hiperkoagulasi.Hiperkoagulasi tersebut menyebabkan pembentukan thrombin yang berlebihan.Hal ini menyebabkan peningkatan produksi fibrin dari fibrinogen.Hal ini dialkukan untuk mencegah terjadinya fibrinolisis.Supresi fibrinolisis tersebut terjadi akibat peningkatan ari plasminogen-activator-inhibitor-1 yang dirangsang oleh TNF alpha dan juga aktifasi dari thrombin activatable fibrinolysis inhibitor(TAFI).Supresi dari fibrinolisis tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi



fibrin



darah.Akumulasi



dari



fibrin



menyebabkan



formasi



dari



mikrothrombus yang menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah kecil.Hal ini menyebabkan hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga menganngu fungsi organ tubuh.Maka dari itu manifestasi klinis dari sepsis adalah sindrom distres pernapasan,hipotensi,gagal ginjal dan kematian bila sepsis tidak diatasi.



KECURIGAAN SEPSIS Kategori A 



Kategori B (misalnya:







Tremor



apnea, napas lebih dari 60x/menit,







Letargi atau lunglai



retraksi dinding dada, grunting







Mengantuk,aktifitas



Kesulitan



bernapas



berkurang



pada waktu ekspirasi, sianosis



iritable atau rewel,muntah,perut



sentral)



kembung







Kejang







Tidak Sadar







Suhu tubuh tidak normal (sejak







Air ketuban tercampur meconium



lahir dan tidak memberi respons







Malas minum,sebelumnya minum



terhadap terapi) atau suhu tidak







Tanda-tanda mulai muncul setelah hari keempat



dengan baik



stabil sesudah pengukuran suhu normalselama tiga kali atau lebih



31







Persalinan di lingkungan yang kurang higienis







Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis



Tabel 7. Kategori A dan B Kecurigaan Sepsis Terdapat kecurigaan sepsis apabila : 



Terdapat 2 atau lebih kategori A







Terdapat 3 atau lebih kategori B







Jika tidak ditemukan riwayat infeksi intrauterine : 1 kategori A dan 1 atau 2 kategori B



DIAGNOSIS Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan dan prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, diagnosis sepsis neonatal sulit ditegakkan karena gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala spesis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lain pada neonatus. Selain itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis. Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain : 



Faktor Resiko







Gambaran Klinik







Pemeriksaan Penunjang



Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis pasien. Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan ataupun kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal. Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien. Pada sepsis awitan dini faktor resiko dikelompokan menjadi :



32



1. Faktor ibu : 



Persalinan dan kelahiran kurang bulan







Ketuban pecah lebih dari 18 – 24 jam







Chorioamnionitis







Persalinan dengan tindakan







Demam pada ibu ( > 38,4 °C )







Infeksi saluran kencing pada ibu







Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu



2. Faktor bayi 



Asfiksia perinatal







Berat lahir rendah







Bayi kurang bulan







Prosedur invasif







Kelainan bawaan



Semua faktor diatas sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari dan sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal tidak banyak mengalami perubahan dalam dekade terakhir ini.



Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien. Keadaan ini sering ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang intensif neonatus, bayi kurang bulan yang mengalamai lama rawat, nutrisi parenteral yang berlarut-larut, infeksi yang bersumber dari alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau infeksi silang dari bayi lain atau dari tenaga medik yang merawat bayi. Faktor resiko awitan dini maupun lambat ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gejala klinis. Hal ini akan meningkatkan identifikasi dini dan tata laksana yang lebih efisien pada sepsis neonatal sehingga dapat memperbaiki mortalitas dan morbiditas pasien.



33



Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Pada sepsis awitan dini janin yang terinfeksi mungkin menderita takikardi, lahir dengan asfiksia, dan memerlukan resusitasi karena nilai apgar yang rendah. Setelah lahir bayi terlihat lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia, dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.



Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf pusat seperti letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah, kadang-kadang terdengar high pitch cry dan bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang. Kelainan kardiovaskular seperti hipotensi, pucat, sianosis, dingin, dan clammy skin. Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi seperti perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipneu, apneu, merintih, dan retraksi.



Gambaran Klinis Disfungsi Multiorgan pada Bayi Gangguan Organ Kardiovaskular



Gambaran Klinis 



Tekanan darah sistolik 90/menit







PaCO2 > 65 mmHg







Pa02 < 40 mmHg







Memerlukan ventilasi rnekanik







Fi02 < 200 tanpa kelainan jantung sianotik



Sistem







Hb < 5 g/dL



hematologik







WBC < 3.000 sel/mm2







Trombosit < 20 000



Saluran napas



34







D-dimer > 0.5ug/m1 pada PTT >20 detik atau waktu tromboplastin > 60 detik



Sistem



saraf







Kesadaran menurun diserta dilatasi pupil







Ureum > 100 mg/dL







Creatinin > 20 mg/dL



pusat Gangguan ginjal



Gastroenterologi



Perdarahan gastrointestinal disertai dengan penurunan Hb > 2 g, hipotensi, perlu transfusi darah, atau operasi gastrointestinal



Hepar



Bilirubin total >3 mg% Tabel 8. Gejala Disfungsi Multi-Organ Pada Bayi



Bervariasinya gejala klinik dan gambaran klinis yang tidak seragam menyebabkan kesulitan dalam menentukan diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya sering dipergunakan dalam membantu menegakan diagnosis. Upaya inipun tampaknya masih belum dapat diandalkan. Sampai saat ini pemeriksaan laboratorium tunggal yang mempunyai sensitivitas dan spesifitas tinggi sebagai indikator sepsis, belum ditemukann. Dalam penentuan diagnosis, interpretasi hasil laboratorium hendaknya memperhatikan faktor resiko dan gejala klinis yang terjadi.



PEMERIKSAAN PENUNJANG Dengan keberagaman gejala klinis dari sepsis, dibutuhkan pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk membantu menegakkan diagnosis sepsis atau disebut dengan septic work out. Sampai saat ini, baku emas dari diagnosis sepsis adalah hasil kultur, namun pemeriksaan ini membutuhkan waktu minimal 2-5 hari untuk mendapatlan hasil. Interpretasi hasil kultur yang berbeda dengan pola penyebaran mikroorganisme di tempat sekitar membutuhkan perhatian lebih. Hasil kultur ini dapat dipengaruhi riwayat



pemberian



antibiotik



sebelumnya



dan



kemungkinan



kontaminasi.



Pemeriksaan untuk mengenail mikroorganisme yang dapat dilakukan pertama kali adalah pewarnaan gram.[16] Pemeriksaan lain dalam septic work out yang dapat dilakukan adalah:



35



 Jumlah trombosit. Hasil yang dapat ditemukan pada pemeriksaan darah pasien 10%-60% pasien sepsis neonatal adalah trombositopenia. Trombositopenia tersebut dapat ditemukan setelah 1-3 minggu diagnosis ditegakkan dengan jumlah trombosit 28 hari 50 mg/kgBB setiap 12 jam IV atau



36



IM), atau carbapenem (meropenem 20 mg/kgBB perdosis IV drip dalam 30 menit, dengan interval 12 jam bila usia kehamilan 32 munggu dan usia bayi ≤ 7 hari. Interval 8 jam bila usia kehamilan 14 hari atau usia kehamilan > 32 munggu dan usia bayi < 7 hari), yang ditambah dengan gentamisin (diberikan berdasarkan dosis dengan IV drip selama 30 menit). Extended spectrum penicillin pada kondisi ini dapat berupa ampisillin-sulbactam atau piperacillin-tazobactam (50 to 100 mg/kgBB IV dalam 30 menit atau IM. Dengan interval setiap 12 jam untuk usia kehamilan ≤ 29 minggu pada bayi usia 0-28 hari, usia kehamilan 30-36 minggu dengan usia bayi 0-14 hari, dan usia kehamilan 37-44 minggu untuk bayi usia 0-7 hari. Setiap 8 jam untuk usia kehamilan ≤ 29 minggu pada bayi usia >24 hari, usia kehamilan 30-36 minggu dengan usia bayi > 14 hari, dan usia kehamilan 37-44 minggu untuk bayi usia > 7 hari. Setiap 6 jam untuk bayi semua usia yang usia kehamilannya ≥ 45 minggu). Pada kasus infeksi Stafilokokus koagulase negatif yang berasal dari central venous catheter (CVC) atau Methicillin-resistance Staphylococcus aureus (MRSA) maka dapat diberikan antbiotik klindamycin (5-7.5 mg/kgBB IV dalam 30 menit, IM, atau PO. Dengan interval. Dengan interval setiap 12 jam untuk usia kehamilan ≤ 29 minggu pada bayi usia 0-28 hari, usia kehamilan 30-36 minggu dengan usia bayi 0-14 hari, dan usia kehamilan ≥ 37 minggu untuk bayi usia 0-7 hari. Setiap 8 jam untuk usia kehamilan ≤ 29 minggu pada bayi usia >28 hari, usia kehamilan 30-36 minggu dengan usia bayi > 14 hari, dan usia kehamilan >37 minggu untuk bayi usia > 7 hari.) atau vankomisin. Pasa pasien yang mengalami neutropenia maka antibiotik lini pertamanya adalah cefepime, piperacillin-tazobactam, atau meropenem. Lalu, lini kedua pada kondisi ini berupa vankomisin, clindamycin, atau teikoplanin. Pasien sepsis dengan kondisi toxic shock syndrom dapat diberikan antibiotik vankomisin, linezolid (untuk anak 12 tahun 1200 mg/hari dibagi dalam 2 dosis via IV atau per oral), atau clindamycin.



Apabila bankteri penyebab belum diketahui, maka beberapa kombinasi antibiotik yang dapat diberikan berupa kombinasi dari extended-spectrum penicillin dengan tanpa aminoglikosida, sefalosporin generasi ketiga atau keempat dengan tanpa aminoglikosida dengan tanpa vankomisin, atau karbapenem dengan tanpa



37



aminoglikosida dengan tanpa vankomisin. Pilihan utama obat extended-spectrum penicillin dalam terapi sepsis adalah ampisilin-sulbaktam. Jika bakteri gram positif pengobatan antibiotik diberikan selama 10-14 hari. Jika merupakan bakteri gram negatif, pengobatan antibiotik diteruskan hingga 2 – 3 minggu.



Tabel 9. Dosis obat gentamisin perinatal



38



GANGGUAN NAPAS PADA NEONATUS



DEFINISI Suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan yang ditandai dengan : takipnea (frekuensi nafas >60-80 kali/menit) dan retraksi (cekungan atau tarikan kulit intercostal dan/atau substernal selama inspirasi). Penyakit membran hialin atau hyaline membrane disease (HMD) juga dikenali sebagai respiratory distress syndrome (RDS) adalah gangguan respirasi yang ditemukan terutama pada bayi prematur akibat kurangnya surfaktan sehingga mengakibatkan kolapsnya alveoli.



KLASIFIKASI GANGGUAN NAPAS



Tabel 10. Klasifikasi Gangguan Napas



EPIDEMIOLOGI Gangguan nafas neonatus atau respiratory distress syndrome sering dijumpai pada bayi kurang bulan. Biasanya sindroma ini ditemukan pada hari-hari pertama kehidupan neonatus. Insidensi TTN pada suatu penelitian pada 33289 bayi yang lahir dengan UK 37-42 minggu adalah 5.7 dalam 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat, insidensi penyakit membrane hialin (PMH) sendiri berkisar sekitar 20 ribu hingga 30 ribu neonatus setiap tahun nya dan merupakan bagian dari komplikasi kehamilan.



39



Sekitar 50 % yang lahir pada minggu ke 26-28 kehamilan, bayi nya menderita penyakit membrane hialin dan kurang dari 30 % pada bayi premature yang lahir pada umur kehamilan 30-31 minggu. Pada satu laporan, insidensi dari PMH adalah 42 % dari bayi yang beratnya berkisar 500 hingga 1500g, 71 % insidensi pada bayi yang berat nya 501 hingga 750g, 54 % yang berat nya 751-1000g, 36 % yang berat nya 1001-1250g, dan 22% pada bayi yang berat nya berkisar 1251-1500g. Spektrum dari gangguan nafas neonatus sendiri terdiri dari beberapa penyakit system respirasi yang sering terjadi, beberapa contoh nya adalah transient tachypnea of newborn, penyakit membrane hialin, dysplasia bronkopulmonar, dan hipertensi pulmonar persisten. Yang paling sering terjadi dari ketiga ini adalah penyakit membrane hialin pada bayi premature dam TTN yang terjadi pada bayi yang lebih dewasa.



PATOFISIOLOGI  Transient Tachypnea of Newborn TTN diakibatkan karena kegagalan klirens cairan paru saat lahir, mengakibatkan kelebihan cairan paru. Cairan ini mengisi rongga uara pada paru dan akan bergerak ke interstisial ekstra alveolar dan berkumpul pada jaringan perivaskular dan fisura interlobaris hingga cairan ini masuk ke drainase limfatik atau vaskuler.  Penyakit Membrane Hialin (PMH) Penyakit ini diakibatkan karena defisiensi surfaktan yang menurunkan tegangan perukaan alveolus. Fungsi dari surfaktan ini adalah menurunkan tegangan yang dibutuhkan untuk membuka alveolus dan memelihara stabilitas alveolus. Hal ini mengakibatkan tidak cukup nya tekanan udara saat inspirasi, maupun tekanan yang dihasilkan volume residu untuk tetap membuka rongga udara dalam paru.  Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) BPD merupakan penyakit kronis dari naonatus yang premature dan memiliki tingakt morbiditas dan mortalitas yang signifikan. BPD dapat didefinisikan dengan kebutuhan suplementasi oksigen pada umur 28 hari postnatal atau 36 minggu umur post menstruasi. definisi ini tidak dapat digunakan pada bayi yang berat nya kurang dari 1000g atau umur kehamilan = 32 minggu. Setiap bayi ini harus membutuhkan paling tidak 21 % fiO2 pada umur 28 hari postnatal. o



Bayi yang lahir < 32 minggu diperiksa saat 36 minggu umur postmenstruasi atau saat bayi dipulangkan kerumah. BPD ringan didefinisikan dengan kemampuan bayi untuk bernafas udara ruangan pada 36 minggu umur postmenstruasi. BPD sedang didefinisikan sebagai kebutuhan < 30 % FiO2 pada umur 36 minggu HPHT atau saat bayi pulang. BPD berat didefinisikan sebagai kebutuhan ≥ 30 % FiO2 dan/atau VTP pada umur 36 minggu HPHT atau saat dipulangkan.



o



Bayi yang lahir ≥32 minggu di periksa saat bayi berumur antara 28-56 hari umur post natal atau saat bayi dipulangkan. BPD ringan didefinisikan dengan kemampuan bayi yang dpaat bernafas udara ruang saat bayi berumur 56 hari atau saat dipulangkan. BPD sedang didefinisikan sebagai kebutuhan oksigen pada kebutuhan 60 nafas/menit) merupakan fitur yang paling sering terjadi. Bayi dengan kondisi ini biasanya memiliki sianosis dan peningkatan kerja nafas yang ditandai dengan nasal flaring, retraksi intercostal dan subcostal, dan expiratory grunting. Diameter anterior-posterior dari dada dapat meningkat. Dari auskultasi, suara nafas bayi-bayi TTN biasanya bersih. TTN ringan sampai sedang biasanya bergejala dalam 12 hingga 24 jam. Akan tetapi tanda dapat bertahan selama 72 jam pada kasus TTN berat. Bayi biasanya hanya memerlukan FiO2 sebesar 40 % untuk mendapatkan oksigenasi yang adekuat. Akan tetapi, TTN biasanya terjadi pada bayi aterm dan jarang sekali terjadi pada bayi preterm. Faktor risiko TTN yang lain berupa diabetes pada ibu hamil, obesitas maternal, dan asma maternal



42



 Bronchopulmonary Dysplasia BPD diasosiasikan dengan factor risiko multiple, biasanya bayi lahir premature, ventilasi mekanik, toksisitas oksigen, dan infeksi. Hal ini terjadi biasanya pada bayi premature ekstrim (18 jam)



-



Bila suhu aksiler 34-36,5oC atau 37,5-39oC tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam



-



Bila suhu masih belum stabil atau gangguan napas belum ada perbaikan, ambil sampel darah, dan berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar sepsis



-



Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan di atas



-



Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis



-



Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi napas menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang):



-



Kurangi terapi O2 secara bertahap



-



Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam 45



-



Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusu. Bila bayi tak bisa menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum



-



Amati bayi selama 24 jam, setelah pemberian antibiotika dihentikan. Jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minum baik dan tidak ada alasan bayi tetap tinggaldi RS, bayi dapat dipulangkan.



Gangguan nafas berat Semakin kecil bayi, kemungkinan terjadi gangguan napas semakin sering dan semakin berat. Pada bayi kecil (berat lahir