LP HMD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN HYALINE MEMBRANE DISEASE STASE KEPERAWATAN ANAK



Disusun Oleh



:



SHELLY MENTARI



17160090



PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA 2017/2018



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan Pendahuluan : Hyaline Membrane Disease Nama : Shelly Mentari NIM : 17160090



Mengetahui,



Pembimbing Akademik



Pembimbing Klinik



(



(



)



)



LAPORAN PENDAHULUAN HYALINE MEMBRAN DISEASE Pd By. Ny. M Di BANGSAL PICU RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO



A. Pengertian Hyaline Membrane Disease (HMD) atau disebut juga Respiratory Distress Syndrome (RDS) merupakan hasil dari ketidakmaturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30% dari kematian neonatus diakibatkan oleh HMD atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004 didalam Leifer 2007). Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi (Bobak, 2005). Sindrom distres pernapasan/respiratory distress syndrome (RDS) merupakan suatu gangguan respiratori pada neonatus terutama akibat kurangnya surfaktan yang berfungsi menurunkan tekanan permukaan alveoli dan mempertahankan alveoli agar tidak kolaps (Gomella TL, 2013). Jadi HMD disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) atau Sindroma Gawat Nafas tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung, grunting. Tipe pernapasan dispnea/takipnea, retraksi dinding dada, dan sianosis).



B. Etiologi Penyebab utama terjadinya HMD adalah defisiensi atau kerusakan surfaktan. Faktor penyebab defisiensi surfaktan pada HMD yaitu: a. Premature (usia gestasi dibawah 32 minggu) b. Asfiksia perinatal c. Maternal diabetes d. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar Hyaline Membrane Disease (HMD sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya



semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian HMD pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian HMD (Surasmi, 2003). Kegagalan mengembangkan functional residual capacity (FRC) dan kecenderungan dari paru yang terkena untuk mengalami atelektasis berhubungan dengan tingginya tegangan permukaan dan absennya phosphatydilglycerol, phosphatydilinositol,



phosphatydilserin,



phosphatydilethanolamine



dan



sphigomyelin. Pembentukan surfaktan dipengaruhi Ph normal, suhu dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia pulmonal yang terjadi akibat hipovolemia, hipotensi dan stress dingin, menghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang melapisi paru-paru juga dapat rusak akibat konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek pengaturan respirasi, mengakibatkan semakin berkurangnya surfaktan.



C. Tanda dan Gejala Adapun manifestasi klinis Hyaline Membran Disease (HMD) adalah sebagai berikut: a. Penyakit membrane hyaline ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. b. Riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama. c. Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O2 yang menurun dan karena pirau vena arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan respiratory grunting Gambaran klinik yang biasa ditemukan pada HMD yaitu gangguan pernafasan berupa: a. Dispneu b. Sianosis c. Retraksi suprasternal/epigastrik/intercostals d. Grunting expirasi Didapatkan gejala lain seperti :



a. bradikardi b. Hipotensi c. Kardiomegali d. Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki e. Hipotermi f. Tonus otot yang menurun g. Pada gambaran radiology: Terdapat bercak-bercak difus berupa infiltrate retikulogranular disertai dengan air bronkogram.



D. Pathway



E. Pemeriksaan Penunjang 1. Gambaran Radiologis -



Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membrane hyaline misalnya pneumothoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontegn paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi.



2. Gambaran Laboratorium -



Pemeriksaan Darah Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. Ph darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.



3. Pemeriksaan Fungsi Paru -



Perhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti, volume tidal yang menurun, lung compliance berkurang, fungsi residu merendah disertai kapasitas vital yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.



4. Pemeriksaan Fungsi Kardiovaskuler -



Penyelidikan



dengan



kateterisasi



jantung



memperhatikan



bebrapa



perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik. 5. Gambaran Patologi atau Hispatologi -



Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membrane hyaline didalam alveolus dan duktus alveolaris. Disamping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami emfisema. Membrane hyaline yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.



F. Penatalaksanaan Medis 1. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5 -37 derajat C) dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator, kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%) (Ngastiyah, 2005). 2. Pemberian oksigen Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti: fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasis retrolental), (Ngastiyah, 2005). 3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. Asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3, secara intravena (Ngastiyah, 2005). 4. Pemberian antibiotic untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamicin 3-5 mg/kg BB/hari (Ngastiyah, 2005). 5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien HMD adalah pemberian surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun harganya amat mahal (Ngastiyah, 2005).



G. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit membrane hyaline, diantaranya (Staf Pengajar, IKA, FKUI, 2005): a. Perdarahan intrakranial oleh belum berkembangnya sistem saraf pusat terutama sistem vaskularisasinya, adanya hipoksia dan hipotensi yang kadangkadang disertai renjatan. Faktor tersebut dapat membuka nekrosis iskemik, terutama pada pembuluh darah kapiler di daerah periventrikular dan dapat juga di ganglia basalis dan jaringan otak. b. Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun, apneu, gerakan bola mata yang aneh, kekakuan ekstermitas dan bentuk kejang neonatus lainnya.



c. Komplikasi pneumothoraks atau pneuma mediastrium mungkin timbul pada bayi yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanis. Pemberian O2 dengan tekanan yang tidak terkontrol baik, mungkin menyebabkan pecahnya alveolus sehingga udara pernafasan yang memasuki rongga-rongga toraks atau rongga mediastrium.



H. Asuhan Keperawatan Pengkajian 1) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian. 2) Riwayat Kesehatan -



Riwayat Maternal Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau intrapartus.



-



Status Infant Saat Lahir Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi lahir melalui operasi caesar.



3) Data Dasar Pengkajian -



Cardiovaskuler Bradikardia (60 kali/menit) Nafas grunting Pernafasan cuping hidung



Pernafasan dangkal Retraksi suprasternal dan substernal Sianosis Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea -



Status Behavioral Letargi



4) Pemeriksaan Diagnostik a. Set rontgen dada: untuk melihat densitas etelektasis dan elevasi diafragma dengan over distensi duktus alveolar. b. Bronchogrsm udara: untuk menentukan ventilasi jalan napas. c. Data laboratorium: -



Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi HMD).



-



Lesitin/spinomegali (L/S) ratio 2:1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru.



-



Phospatidyglicerol: meningkat saat usia gestasi 35 minggu.



-



GDA: PaO2 >50 mmHg, saturasi oksigen 92-94%, Ph 7,3 – 7,45.



-



Level potasium: meningkat sebagai hasil dari relase potassium dari sel alveolar yang rusak.



Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi. 2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan energi atau kelelahan, keterbatasan, dan pengembangan otot. 3. Ketidakefektifan thermoregulasi berhubungan dengan lemak subkutan, dan peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat HMD.



Intervensi Keperawatan No. 1



Diagnosa Keperawatan Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.



Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawawatan selama x24 jam diharapkan status pernafasan: pertukaran gas dapat ditingkatkan dari level 1 ke level 3 dengan kriteria hasil: NOC: Status Pernafasan: Pertukaran Gas. 1. Tekanan parsial oksigen didarah arteri (PaO2) 2. Tekanan parsial karbondioksida didarah arteri (PaCO2) 3. Saturasi oksigen 4. Hasil rontgen dada 5. Keseimbangan ventilasi dan perfusi 6. Dispnea saat beristirahat 7. Sianosis 8. Gangguan kesadaran



Intervensi



Rasional



NIC: Monitor tanda-tanda vital 1. Kaji status pernafasan perhatikan adanya tanda-tanda distress pernafasan, misalnya takipnea, pernafasan cuping hidung, mengorok, retraksi dinding dada, suara nafas tambahan ronkhi 2. Pantau masukan dan saluran cairan, timbang BB sesuai indikasi 3. Tingkatkan istirahat dengan minimalkan rangsangan dan penggunaan energi 4. Observasi terhadap tanda dan lokasi sianosis 5. Kolaborasi: berikan oksigen sesuai kebutuhan dengan masker kap selang endotrakeal, pantau jumlah pemberian oksigen dan durasi pemberian



1. Takipnea menandakan distress pernafasan, mengorok menunjukkan upaya mempertahankan ekspansi alveolar, pernafasan cuping hidung untuk meningkatkan masukan oksigen, ronki menandakan vasokontriksi pulmonal b.d hipoksemia sebagai respon peningkatkan kadar oksigen 2. Penurunan BB dan peningkatan saluran urine dapat menandakan fase diuretic dari HMD biasanya mulai pada 72-96 jam dan mendahului resolusi kondisi 3. Menurunkan laju metabolik dan konsumsi oksigen 4. Sianosis merupakan tanda lanjut dari PaO2 rendah 5. Hipoksemia dan asidemia dapat berlanjut menurunkan produksi



2



3



Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan energi atau kelelahan, keterbatasan, dan pengembangan otot.



Ketidakefektifan thermoregulasi



Setelah dilakukan tindakan keperawawatan selama x24 jam diharapkan status pernafasan: ventilasi dapat diitngkatkan dari level 1 ke level 3 dengan kriteria hasil: NOC: Status Pernafsan: Ventilasi 1. Frekuensi pernafasan 2. Irama pernafasan 3. Kedalaman inspirasi 4. Suara perkusi nafas 5. Penggunaan otot bantu nafas 6. Suara nafas tambahan 7. Atelektasis 8. Retraksi dinding dada



Setelah dilakukan tindakan



NIC: Kepatenan Jalan Nafas 1. Kaji frekuensi pernafasan dan pola pernafasan, perhatikan adanya apnea dan perubahan frekuensi jantung, tonus otot dan warna kulit berkenaan dengan prosedur atau perawatan, lakukan pemantauan jantung pernafasan atau pernafasan yang kontinu 2. Posisikan bayi pada abdomen atau terlentang dengan gulungan popok dibawah baku untuk mengahasilkan sedikit hiperekstensi 3. Berikan rangsangan taktil segera(misalnya: gosokan punggung bayi bila terjadi apnea, perhatikan adanya sianosis, bradikardia, atau hipotania, anjurkan kontak dengan orang tua 4. Berikan oksigen sesuai indikasi NIC: Perawatan Bayi Prematur



1.



2.



3.



4.



surfaktan, meningkatkan tahanan vascular pulmonal Membantu dalam membedakan perputaran pernafasan normal dari serangan apneic sejati, terutama sebelum gestasi minggu ke- 30 Posisi ini dapat memudahkan pernafasan dan menurunkan episode apnea, khususnya hipoksia, asidosis metabolic atau hiperkapnea Merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembali pernafasan spontan. Kadang bayi mengalami kejadian apnea lebih sedikit atau tidak ada atau bradikardia bila orang tua menyentuh dan berbicara pada mereka Hipokalsemia mempredisposisi kan bayi pada apnea



1. Hipotermia cenderung



berhubungan dengan lemak subkutan, dan peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat HMD.



keperawawatan selama x24 jam diharapkan thermoregulasi adekuat dari level 1 ke level 3 dengan kriteria hasil: NOC: Thermoregulasi Bayi Baru Lahir 1. Berat badan 2. Suhu tidak stabil 3. Hipertermi 4. Hipotermi 5. Napas tidak teratur 6. Takipnea 7. Kegelisahan 8. Perubahan warna kulit 9. Glukosa tidak stabil



1. Kaji suhu dengan menggunakan thermostat. Ulangi setiap 15 menit selama penghangatan ulang 2. Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, inkubator, tempat tidur terbuka dengan penyebar hangat 3. Pantau sistem pengatur suhu inkubator (pertahankan batas akan pada 98,6 derajat F, tergantung pada ukuran atau usia bayi) 4. Perhatikan adanya takipnea atau apnea, sianosis umum, akrosianosis atau kulit belang, bradikardi, menangis buruk atau letargi, evaluasi derajat dan lokasi ikterik 5. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, misalnya GDA, glukosa serum, elektrolit, dan kadar bilirubin



membuat bayi stress 2. Mempertahankan lingkungan termonetral, dan membantu mencegah stress dingin 3. Hipertermia dengan akibat peningkatan laju metabolisme kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terjadi apabila suhu lingkungan yang dikontrol terlalu tinggi 4. Tanda-tanda ini menandakan stress dingin yang dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan kalori serta membuat bayi cenderung pada asidosis berkenaan dengan metabolisme anaerob 5. Stress dingin dapat meningkatkan kebutuhan terhadap glukosa dan oksigen serta dapat mengakibatkan masalah asam basa bila bayi mengalami metabolisme, apabila kadar oksigen kurag terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek karena pelepasan



asam lemak dari metabolisme lemak coklat bersaing dengan bilirubin pada ikatan albumin



DAFTAR PUSTAKA Bobak, lowdemik, (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC. Leifer, Gloria (2007). Introduction to Maternity anda Pediatric Nursing. Saunders Elvier. St Louis Missori. Doengoes dan Moorhouse. (2010). Rencana Perawatan Maternal Pedoman Untuk Pencegahan dan dokumentasi Perawatan Klien Edisi 2. Jakarta: EGC Nelson. (1999). Ilmu Kesehatan Anak. Volume I1. Edisi 15. Jakarta: EGC. Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Edisi 2 Jakarta: EGC. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (2005). Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: bagian ilmu Kesehatan Anak Fakultaas Kedokteran UI. Surasmi, A, dkk. (2003). Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta: EGC. Suriadi dan Rita. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 1 Jakarta: PT. Fajar Interpratama.