Laporan Kasus Ureterolitiasis 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering terjadi di Indonesia. BSK adalah suatu keadaan dimana dalam saluran kemih individu terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin. Pembentukan batu dapat terjadi ketika tingginya konsetrasi kristal urin yang membentuk batu seperti zat kalsium, oksalat, asam urat dan atau zat yang menghambat pembentukan batu (sitrat) yang rendah. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut lithogenesis, dan dapat terbentuk pada ginjal dan disebut (nefrolithiasis), ureter



(ureterolithiasis),



vesica



urinaria



(vesicolithiasis),



dan



uretra



(urethrolithiasis).1 Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik Urologi sedangkan di Amerika Serikat tahun 2007 dilaporkan sekitar 5-10% penduduk dalam hidupnya pernah menderita penyakit ini. Di Eropa bagian selatan di sekitar laut tengah angka kejadian penyakit ini sekitar 6-9% 2 Epidemiologi kejadian dari ureretrolitiasis bergantung pada faktor yang berbeda-beda. Prevalensi dan insidensi yang terjadi bergantung pada geografi area, distribusi jenis kelamin dan usia, serta komposisi batu saluran kemih dan lokasi batu tersebut. Perbedaan tersebut kemudian karena perbedaan ras, diet, dan faktor iklim. Lebih lanjut, kondisi sosio-ekonomi juga berkontribusi pada prevalensi, insidens serta tipe BSK terkait komposisi batu dan lokasi terbentuknya batu tersebut. Secara epidemiologis survey yang dilakukan pada negara-negara berkembang menunjukkan prevalensi sebesar 4-20 persen, namun pada akhir abad ke-20 prevalensi dan insidens BSK bagian atas seperti ureterolitiasis masih terus meningkat di Negara-negara barat. Hal ini mungkin disebabkan perubahan pada nutrisi dan faktor lingkungan.



1



Pada daerah dengan iklim tropis masalah BSK masih terus meningkat, terutama pada bagian atas saluran kemih.Biasanya gejala akan muncul ketika BSK yang terbentuk bertahan di ureter dan mengakibatkan obstruksi. 20 persen dari BSK ditemukan pada sepertiga atas ureter dan 75 persen di sepertiga bawahureter.2,3 Gejala-gejala yang dominan pada ureterolitiasis yaitu nyeri pada punggung, nyeri pada perut bagian bawah atau nyeri pada pinggang yang menjalar hingga kebelakang badan. Gejala-gejala seperti ini tidak spesifik terjadi hanya pada Ureterolitiasis, untuk itu pemeriksaan imaging radiologi diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memiliki gejala serupa dengan ureterolitiasis.4  



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Fisiologi Ginjal Ginjal (Ren) adalah suatu organ



yang mempunyai peran penting



dalam mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak dibelakang peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal. Ginjal berwarna coklat kemerahan dan berada disisi kanan dan kiri kolumna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3.Ginjal dextra terletak sedikit lebih rendah dari pada sinistra karena adanya lobus hepatis yang besar. Masing-masing ginjal memiliki fasies anterior, fasies inferior, margo lateralis,margo medialis,ekstremitas superior dan ekstremitas inferior. Bagian luarginjaldilapisiolehcapsulafibrosa,capsula adiposa, fasia renalis dan corpus adiposum pararenal. Masing masing ginjal memiliki bagian yang berwarna coklat gelap dibagian luar yang disebut korteks dan medulla renalis dibagian dalam yang berwarna coklat lebih terang. Medulla renalis terdiri darikira-kira 12 piramis renalis yang masing- masing memiliki papilla renalis dibagian apeksnya. Diantara piramis renalister dapat kolumna renalis yang memisahkan setiap piramis renalis.



3



Gambar 1. Anatomi Ginjal.5 Batas-batas Ureter: Ureter dextra : 



Anterior : duodenum, ileum terminalis, a.v. colica dextra, a.v. testicularis/ovarica dextra







Posterior: m psoas dextra, bifurcatio a. iliaca communic dextra



Ureter Sinistra : 



Anterior : Colon sigmoid, Mesocolon sigmoid, a.v llae & a.a Jejunalis, a.v testiculari/orarica sinistra. Posterior: M. Psoas Sinistra, Bifurcatio a. iliaca comunis Sinistra. Sama dengan pielum, dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat



yang dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai nyeri sangat hebat. Dinding muskuler tersebut mempunyai hubungan langsung dengan lapisan otot dinding pielum di sebelah cranial dan dengan otot dinding buli-buli disebelah kaudal. Ureter menembus dinding muskuler masuk ke kandung kemih secara miring sehingga dapat mencegah terjadinya aliran balik dari kandung kemih ke ureter



4



sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli secara anatomik terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit dari pada ditempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut ditempat itu. Tempat-tempat penyempitan yang dimaksud adalah: 



Perbatasan pelvis renalis - ureter (pelvi-ureter junction







Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis







Saat masuk ke dalam vesica urinaria



Vaskularisasi :







Arteri : arteri yang memperdarahi ureter adalah ujung atas oleh arteri renalis, bagian tengah oleh arteri testicularis atau arteri ovarica, dan didalam pelvis oleh arteri vesicalis inferior







Vena :Vena yang memperdarahi ginjal adalah Vena renalis yang bermuara ke Vena cava inferior.



Innervasi : 



plexus renalis yang berlokasi disekitar arteri renalis, mengandung postganglionic fibers dari saraf simpatis setinggi Thorakal 10 hingga Lumbal 2. Serabut-serabut saraf dari plexus renalis memasuki ginjal bersama dengan percabangan dari arteri renalis dan berperan dalam regulasi tonus vaskular dan sekresi dari renin.



Untuk kepentingan radiologi ureter dibagi menjadi 2 bagian : 



Ureter proksimal : yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka







ureter distal : mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke kandung kemih



5



Untuk kepentingan pembedahan, dibagi 3 bagian : 



1/3 proksimal : dimulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum







1/3 medial : dimulai dari batas atas sacrum sampai batas bawah sacrum







1/3 distal : dimulai dar batas bawah sacrum sampai masuk ke kandung kemih



Pengisian ureter dengan urin merupakan proses pasif. Peristalsis pelvis ginjal dan ureter meneruskan air kemih dari ureter ke kandung kemih, mengatasi tahanan pada hubungan antara ureter dan kandung kemuh dan mencegah terjadinya refluks.Hubungan ureter dan kandung kemih menjamin aliran urin bebas dari ureter ke dalam bulu-buli. Susunan anatominya membentuk mekanisme katup muscular sehingga makin terisi kandung kemih, katup ureterovesika makin tertutup rapat.6



B. Etiologi Ureterolitiasis Pembentukan



kalikuli



disebabkan



oleh



keadaan



supersaturasi.



Supersaturasi adalah ketika suatu pelarut sudah kehabisan daya larutnya. Suatu jenis larutan mempunyai ambang batas kejenuhan dimana sudah tidak bisa melarutkan suatu zat terlarut sama seperti jika Anda memiliki segelas air tawar kemudian Anda masukan gula sebanyak-banyaknya sampai air tersebut tidak bisa melarutkan lagi. Tanda bahwa air tersebut tidak bisa melarutkan lagi adalah ketika Anda melihat gula yang Anda masukan tersebut mengendap di dasar gelas dan tidak bisa larut walaupun Anda aduk selama mungkin. Hal ini terjadi juga pada batu saluran kemih. Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis papil) dan multifaktor. Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar. Beberapa teori pembentukan batu adalah:1,6



6



a. Teori Nukleasi Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih. b. Teori Matriks Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu. c. Penghambatan kristalisasi Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain: magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih. C. Manifestasi Klinis Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada letak batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih. Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada pasien urolithiasis:1,8,9 1) Nyeri Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan non kolik.Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada saluran kemih sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar.Nyeri kolik juga karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu pada saluran kemih.Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan pada terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.



7



Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal sehingga menyebabkan nyeri hebat dengan peningkatan produksi prostglandin E2 ginjal. Rasa nyeri akan bertambah berat apabila batu bergerak turun dan menyebabkan obstruksi. Pada ureter bagian distal (bawah) akan menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora pada wanita. 2) Gangguan miksi Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin (urine flow) mengalami penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan.Pada pasien nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih terjadi di ginjal sehingga urin yang masuk ke vesika urinaria mengalami penurunan.Sedangkan pada pasien uretrolithiasis, obstruksi urin terjadi di saluran paling akhir sehingga kekuatan untuk mengeluarkan urin ada namun hambatan pada saluran menyebabkan urin stagnansi.Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar secara spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli. 3) Hematuria Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini akan menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga urin yang dikeluarkan bercampur dengan darah (hematuria). Hematuria tidak selalu terjadi pada pasien urolithiasis, namun jika terjadi lesi pada saluran kemih utamanya ginjal maka seringkali menimbulkan hematuria yang masive, hal ini dikarenakan vaskuler pada ginjal sangat kaya dan memiliki sensitivitas yang tinggi dan didukung jika karakteristik batu yang tajam pada sisinya. 4) Mual dan Muntah Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien mengalami stress yang tinggi dan memacu sekresi HCl pada lambung (Brooker, 2009). Selain itu, hal



8



ini juga dapat disebabkan karena adanya stimulasi dari celiac plexus, namun gejala gastrointestinal biasanya tidak ada.



D.



Diagnosis



Diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. -



Batu Ureter Gerakan pristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan. Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing.Batu yang ukurannya kecil (2 cm,dengan angka bebas batu sebesar 89%, lebih tinggi dari angka bebas batu bila dilakukan ESWL yakni 43% 2. Batu kalik ginjal, terutama batu kaliks inferior dengan ukuran 2 cm, dengan angka bebas batu 90% dibandingkan dengan ESWL 28.8% 3. Batu multiple, pernah dilaporkan kasus batu multiple pada ginjal tapal kuda dan berhasil di ekstraksi batu sebanyak 36 bua dengan menyisakan 1 fragmen kecil pada kalis media posterior.



14



4. Batu pada uretropelvic junction dan ureter proksimal. Batu pada tempat ini seringkali impacted dan menimbulkan kesulitan saat pengambilannya. 5. Batu ginjal besar. PCNL pada batu besar terutama staghorn membutuhkan waktu operasi yang lebih lama, mungkin juga membutuhkan beberapa sesi operasi, dan harus diantisipasi kemungkinan adanya batu sisa. 6. Batu pada solitary kidney. Bada batu solitary kidney lebih aman diterapi dengan PCNL dibandingkan dengan bedah terbuka. b.



Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli).



c. Ureteroskopi (URS) Penemuan ureteroskopi pada tahun 1980-an telah mengubah secara dramatis manajemen batu saluran kemih. Ureteroskopi rigid digunakan bersama dengan litotripsi ultrasonik, litotripsi elektrohidrolik, litotripsi laser



dan



litotripsi



pneumatik



agar



memberikan



hasil



lebih



baik.Pengangkatan batu juga dapat dilakukan dengan ekstraksi keranjang



di



bawah



pengamatan



langsung



dengan



fluoroskopi.Perkembangan dalam bidang serat optik dan sistem irigasi menghasilkan alat baru yaitu ureteroskop semirigid yang lebih kecil. (6,9 sampai 8,5 F). Penemuan miniskop semirigid dan ureteroskop fleksibel membuat kita dapat mencapai ureter atas dan sistem pengumpul intrarenal secara lebih aman.Namun, keterbatasan dari alat semirigid dan fleksibel ini adalah sempitnya saluran untuk bekerja.Saat ini, pilihan alat tergantung dari lokasi batu, komposisi batu dan pengalaman klinikus, serta ketersediaan alat. 3. Bedah Terbuka Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.



15



Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi



untuk



mengambil



batu



pada



saluran



ginjal,



dan



ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau



mengalami



pengkerutan



akibat



batu



saluran



kemih



yang



menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun. Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior.Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.Perawatan di rumah sakit berkisar antara 2 sampai 7 hari. Disabilitas pasca operasi berkisar antara 4 sampai 6 minggu.1,6



4. Pemasangan Stent Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter.Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu.Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.



G. Pencegahan Untuk mencegah pembentukan kristal fosfat, ammonium, magnesium, semua batu yang ada dalam saluran kemih harus dihilangkan karena kuman



16



B.Proteus dapat berada di bagian yang sulit dicapai oleh antibiotik. Karena itu untuk batu struvit mutlak harus dicegah adanya batu residu agar infeksi dapat dibasmi sempurna.Kristalisasi asam urat sangat tergantung pada pH urin. Bila pH selalu di atas 6,2 maka tidak akan terbentuk kristal asam urat. Pencegahannya adalah dengan diet dan pada penyakit asam urat yang tinggi dalam serum dapat diberikan alopurinol. Kalsium oksalat terdapat pada 75% batu ginjal dan merupakan komposisi yang paling sering ditemukan pada batu saluran kemih, dalam keadaan normal kalsium oksalat tidak berada dalam puncak saturasi di air kemih. Faktor utama yang menentukan saturasi oksalat kalsium adalah kalsium dan oksalat.Oksalat mempunyai potensi jauh lebih besar jika dibanding dengan kalsium sebagai faktor saturasi di air kemih sehingga untuk menghindari terjadinya kristalisasi kalsium oksalat yang terpenting adalah mencegah ekskresi oksalat di air kemih.Ekskresi oksalat di air kemih sebagian berasal dari makanan, tetapi sebagian besar bersumber dari metabolisme endogen.Dari bahan makanan yang paling banyak mengandung oksalat adalah bayam, teh, kopi dan coklat. Makanan dengan rendah oksalat merupakan cara yang bermanfaat untk mengurangi ekskresi okasalat. H. Komplikasi Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi pasca operasi. Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PCNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat



17



pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PCNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini. Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PCNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PCNL.Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PCNL dan kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.



18



BAB III LAPORAN KASUS Nama



: Bpk. RH



Jenis kelamin



: Laki-laki



Umur



: 53 tahun



Agama



: Kristen Protestan



Alamat



: Tondano Timur



Pekerjaan



: Petani



No. RM



: 53.02.89



MRS



: 17 April 2018



ANAMNESIS Pasien masuk RSUP Prof. dr. R. D. Kandou dengan : Keluhan Utama : Nyeri pada kedua pinggang dan tidak bisa BAK Riwayat Penyakit Sekarang : 



Nyeri pada kedua pinggang sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu.







Nyeri dirasakan hilang timbul, berdurasi lebih dari 15 menit.







Sifat nyerinya seperti ditusuk-tusuk. Sebelumnya pasien mengalami:







Riwayat keluar pasir saat BAK (+),







BAK terputus-putus(-),







BAK tidak puas (+)







Keluar darah saat BAK (+)







Demam (-)







Nyeri saat BAK (+)



19



Riwayat Penyakit Dahulu 



Pasien pernah mengalami hal seperti ini sekitar tahun 2013 dan kemudian memeriksakan diri ke dokter.







Pasien



memiliki



riwayat



asam



urat



sudah



10



tahun



dan



mengkonsumsi obat Allopurinol. 



Hipertensi dan Diabetes disangkal pasien.



Riwayat Keluarga 



Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien



Riwayat Sosial Ekonomi 



Pendidikan terakhir pasien sampai SMA.







Pasien bekerja sebagai petani







Memiliki 6 anak, dan meninggal 1 karena sakit.







Riwayat mengonsumsi Rokok (+), Alkohol (+), Kopi (+), Teh (+), sering minum-minuman bersoda.



PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum



: tampak sakit sedang



Kesadaran



: compos mentis



Tanda-tanda Vital



:







Tekanan darah 130/80







nadi88x/menit regular kuat angkat







resiprasi 20x/menit







suhu 36,6o C







tinggi badan 178 cm







berat badan 89 kg.



Kepala : tidak ada kelainan



20



Leher : tidak ada kelainan Dada : tidak ada kelainan Abdomen



: I : Datar, Benjolan (-), bekas luka (-) A: Bising Usus (+) Normal P: Hepar dan Limpa tidak ada pembesaran P: Nyeri Tekan kuadran kanan bawah



Ektremitas Atas dan Bawah : Tidak ada kelainan.



Status Urologis Regio costovertebralis : I : tanda radang (-), benjolan (-) P: massa (-), ballotement (-), bulging (-) P: nyeri ketok CVA (+/+) Regio Suprapubik



:I :datar, benjolan (-) P :nyeri tekan (-), buli-buli tidak teraba



Genitalia



: tidak teraba adanya massa atau batu



Rectal toucher



: TSA cekat, mukosa licin, ampula kosong, prostat tidak teraba membesar



Hanscoen



: faeces (-), lendir(-),darah(-)



PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Hasil Lab 17-04-2018 Parameter Leukosit Eritrosit Hemoglobin Trombosit



Hasil 13.000/uL, 4.55 x106 /uL 12.8 g/dL 331x103



21



MCH MCHC MCV SGOT SGPT Ureum Cr



28.1 pg 32,4 g/dL 86.7 fL 16 U/L 12 U/L 50 mg/DL 3,5 mg/DL



X-Foto Thoraks Kesimpulan radiologis



: Foto Thoraks Normal.



B. EKG Jantung Irama sinus, HR 62x/menit, Axis normal. Kesan EKG : dalam batas normal. C. CT-SCAN Tampak bayangan batu ureter distal dextra et sinistra dengan luas penampang ± 0.53 cm dan panjang 1.14 cm craniocaudal. DIAGNOSA KERJA : Ureterolithiasis Bilateral TERAPI Non farmakologi



: Nefrostomi Cito



Farmakologi



: Ketorolac 30 mg/8 jam intravena, ranitidin 50 mg/12 jam intravena, NaCl 0.9% 500mL/ 8 jam intravena.



Dilakukan operasi tindakan nefrostomi bilateral. Uraian pembedahan : 1. Penderita tidur di meja operasi dengan posisi prone. 2. Dilakukan asepsis dan antiseptic pada lapangan operasi.



22



3. Dilakukan anastesi local dengan lidocain 2% di bawah arcus costae XI dextra dan sinistra 4. Dilakukan pungsi kearah ginjal kiri dan kanan, keluar urine 5. Mandrin dikeluarkan, masukan guide wire ke dalam sheath jarum pungsi 6. Dilakukan dilatasi dengan dilator, dimasukkan kateter nefrostomi ukuran Fr 7 7. Kateter di fiksasi di kulit. 8. Operasi selesai. Setelah dilakukan operasi pada pasien direncanakan untuk cek Darah lengkap post operasi. Hasil Lab Post Op 18-04-2018 Parameter Leukosit Eritrosit Hemoglobin Trombosit MCH MCHC MCV



Hasil 11.200/uL, 3.94 x106 /uL 11.1 g/dL 321x103 30,1 pg 32,8 g/dL 90,3 fL



FOLLOW UP Tanggal 18-04-2018 S : Nyeri kedua pinggang (+) O: St. urologis : CVA



: terpasang nefrostomi bilateral +/+, aliran lancar +/+, Nyeri ketok +/+



OUE



: darah (-)



Suprapubik : NT (-), massa (-) A: Ureterolitiasis Bilateral



23



P: 



Analgetik







Antibiotik







Terapi lanjut



Tanggal 19-04-2018 S : Nyeri kedua pinggang (+) O: St. urologis : CVA



: terpasang nefrostomi bilateral +/+, aliran lancar +/+, Nyeri ketok +/+



OUE



: darah (-)



Suprapubik : NT (-), massa (-) A: Ureterolitiasis Bilateral P: 



Rencana Ureterolitotomi







Analgetik







Antibiotik







Terapi lanjut



Tanggal 20-04-2018 S : Nyeri kedua pinggang (+) O: St. urologis : CVA



: terpasang nefrostomi bilateral +/+, aliran lancar +/+, Nyeri ketok +/+



OUE



: darah (-)



24



Suprapubik : NT (-), massa (-) A: Ureterolitiasis Bilateral P: 



Rencana Ureterolitotomi







Analgetik







Antibiotik







Terapi lanjut



Tanggal 21-04-2018 S : Nyeri kedua pinggang (+) O: St. urologis : CVA



: terpasang nefrostomi bilateral +/+, aliran lancar +/+, Nyeri ketok +/+



OUE



: darah (-)



Suprapubik : NT (-), massa (-) A: Ureterolitiasis Bilateral P: 



Rencana Ureterolitotomi (23-4-2018)







Analgetik







Antibiotik







Terapi lanjut



Tanggal 22-04-2018 S : Nyeri kedua pinggang (+) O: St. urologis : CVA



: terpasang nefrostomi bilateral +/+, aliran lancar +/+,



25



Nyeri ketok +/+ OUE



: darah (-)



Suprapubik : NT (-), massa (-) A: Ureterolitiasis Bilateral P: 



Rencana Ureterolitotomi besok







Analgetik







Antibiotik







Terapi Lanjut



Tanggal 23-04-2018 S : Nyeri kedua pinggang (+) O: St. urologis : CVA



: terpasang nefrostomi bilateral +/+, aliran lancar +/+, Nyeri ketok +/+



OUE



: darah (-)



Suprapubik : NT (-), massa (-) A: Ureterolitiasis Bilateral P: 



Operasi ureterolitotomi batal







Analgetik







Antibiotik







Terapi lanjut



Tanggal 24-04-2018 S : Nyeri kedua pinggang (+) O: St. urologis :



26



CVA



: terpasang nefrostomi bilateral +/+, aliran lancar +/+, Nyeri ketok +/+



OUE



: darah (-)



Suprapubik : NT (-), massa (-) A: Ureterolitiasis Bilateral P: 



Analgetik







Antibiotik







Terapi Lanjut



Tanggal 25-04-2018 S : Nyeri kedua pinggang (+) O: St. urologis : CVA



: terpasang nefrostomi bilateral +/+, aliran lancar +/+, Nyeri ketok +/+



OUE



: darah (-)



Suprapubik : NT (-), massa (-) A: Ureterolitiasis Bilateral P: 



Analgetik







Antibiotik







Rawat Jalan



27



BAB IV PEMBAHASAN



28



Pada kasus ini pasien laki-laki berumur 53 tahun. Menurut penelitian, lakilaki mempunyai risiko 4 kali lebih tinggi untuk terbentuknya Batu Saluran Kemih (BSK) dibandingan perempuan. Angka kejadian pada laki-laki biasanya pada umur 45 tahun atau lebih, sedangkan pada perempuan umur 41 tahun.13 Pasien merupakan seorang petani yang memiliki kebiasaan minum minuman bersoda. Pertama yang akan dibahas adalah hubungan pekerjaan pasien sebagai petani dengan kejadian BSK, dalam hal ini ureterolitiasis. Petani merupakan suatu pekerjaan yang mengharuskan seseorang untuk bekerja aktif pada lingkungan yang dominan panas. Hubungan antara pajanan panas berlebihan dengan meningkatnya risiko pembentukan BSK adalah karena rendahnya volume urine yang terbuang akibat produksi urine yang rendah. Pengeluaran keringat yang tinggi akan mengurangi produksi urine. Selanjutnya pH urine yang rendah (asam) yang terkonsentrasi dan pekat menjadi faktor risiko untuk lithogenesis atau pembentukan batu.Terpapar pada suhu panas teru-menerus mengakibatkan tingginya ekskresi cairan melalui keringat menyebabkan rendahnya produksi urin dan pengeluaran volume urine sehingga dapat meningkatkan kejadian terbentuknya BSK.6,14-16 Mengonsumsi minuman atau makanan dapat mengurangi atau justru menambah risiko untuk terbentuknya BSK. Minuman atau diet yang dikonsumsi bergantung dari makanan atau minuman itu sendiri. Berikutnya kebiasaan pasien minum-minuman yang bersoda merupakan salah satu faktor risiko untuk terbentuknya BSK. Menurut penelitian, minuman yang bersoda menambah risiko untuk terbentuknya BSK. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan ekskresi oksalat, kalsium dan asam urat, yang merupakan substansi pembentuk dari BSK itu sendiri. Minuman atau makanan yang terutama yang mengandung citrate atau fruktosa akan meningkatan substansi pembentuk BSK yang sudah disebutkan sebelumnya.17,18 Pada penatalaksanaan pasien, telah dilakukan tindakan nefrostomi dan setelah itu direncanakan untuk dilakukan tindakan ureterolithotomy. Namun operasi tidak jadi dilakukan di RSUP Prof Dr, R.D. Kandou Manado dan direncakan dilakukan di RS Siloam. Pasien dipulangkan untuk persiapan tindakan



29



ureterolithotomy di RS Siloam. Pasien mengeluh tidak dapat BAK sejak 2 hari SMRS yang menandakan adanya obstruksi urine akut. Hal tersebut merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan nefrostomi.19 Pada pemeriksaan didapatkan batu ukuran > 1 cm. Menurut American Urological Association (AUA) Ureteral Stone Clinical Guidelines , ESWL merupakan terapi yang paling tepat jika ukuran batu kurang dari 1 cm. Beberapa penelitian lain mengatakan bahwa tatalaksana ESWL pada Ureterolitiasis bagian proksimal dapat dilakukan pada batu dengan ukuran sampai dengan 15 mm. Untuk ukuran batu >15 mm biasanya dapat menggunakan Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) atau modalitas Endourologi lainnya seperti Ureteroscopy (URS). Namun pembedahan terbuka merupakan pilihat tatalaksana jika modalitas-modalitas tersebut tidak tersedia.19-21 Pendekatan bedah secara terbuka (open ureterolithotomy) dilakukan pada pasien ini dengan indikasi adanya obstruksi urine akibat batu, nyeri yang hebat dan tidak tertahankan serta penanganan dengan medis yang tidak berhasil. Indikasi lainnya untuk dilakukan Ureterolithotomi terbuka adalah tidak adanya fasilitas Endourologi atau setelah dilakukan penanganan dengan menggunakan modalitas Endourologi tetapi tidak menunjukkan suatu hasil.21,22 Setelah di observasi urine, batu tetap tidak keluar dan nyeri menetap, maka pembedahan dilakukan. Setelah pembedahan selesai dilakukan, pasien akan terus diobservasi jumlah darah yang keluar pada NGT, ada tidaknya pus pada bekas luka, timbul demam atau tidak, serta produksi urine diperhatikan. Setelah gejala-gejala dan keadaan pasien membaik, pasien dapat dipulangkan untuk kemudian kontrol di Poli Bedah Urologi.



30



BAB V KESIMPULAN Pasien laki-laki berinisial RH usia 53 th dengan keluhan nyeri pinggang kanan dan tidak bisa BAK sejak 2 hari sebelum SMRS. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, didiagnosa dengan ureterolitiasis bilateral, pada pasien dilakukan operasi dengan posisi prone dan dilakukan tindakan nefrostomi bilateral pada tanggal 17-04-2018, selanjutnya akan dilakukan tindakan ureterolithotomy untuk penanganan pasien dengan ureterolitiasis bilateral.



31



DAFTAR PUSTAKA 1. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta: CV.Sagung Seto, 2011. hlm 57-68. 2. Trinchieri A. Epidemiology of Urolithiasis:an update. Clin Cases Miner Bone Metab, Mei 2008;5(2):1-27. 3. Okere PCN, Odoemene CA. Ureterolithiasis: management in an Environmental with Limited Facilities. Niger Journ of Clin Practice, 24 Maret 2018;20(5):622-8. 4. Fukuhara H, Ichiyanagi O. Clinical relevance of seasonal changes in the prevalence of ureterolithiasis in the diagnosis of renal colic. Clin Journ of Urolithiasis, 2016;44(6):529-37. 5. David LV, Robson JS. Renal system Anatomy. Encyclopaedia Britannica



14 September 2017, diakses pada [15 Maret 2018]. Dapat diakses di: https://www.britannica.com/science/human-renal-system. 6. Sjamsuhidajat R, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong, Ed. 3. Jakarta:EGC. 2007. 7. Pranata AE, Prabowo E. Asuhan keperawatan Sistem Perkemihan. Edisi 1. Yogyakarta:Nuha Medika, 2011. 8. Brooker C. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta:EGC, 2009. 9. Brunner, Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:EGC, 2013. 10. Skolarikos A, Alivizatos G, Rosette JD.Extracorpreal Lithotripsy



25



Years Later: Complications



Shock and



Wave Their



Prevention.European Urology.2006;50:981-990. 11. Taylor E, Miller J, Chi T, et al. Complication associated with percutaneous nephrolithotomy. Transl Androl Urol 2012;1(4):223-28 12. Vincentini, Fabio C. et al. Percutaneous nephrolithotomy: surrent concepts. Indian J Urol 2009;25(1);4. 13. Sulistyowati R, Setiani O, Nurjazuli. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian Kristal batu saluran kemih di Desa Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia 2013:12(2);99-105.



32



14. Mulyani R. Pengaruh Suhu Panas Terhadap Terbentuknya Batu Saluran Kemih Pada Pekerja. Tugas Akhir, 2014.1-10. 15. Lina N. Faktor-faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Lakilaki. Tesis, 2008.1-56. 16. Septyasari E. Hubungan antara pH Urin dan Nefrolithiasis Pada Pasien Dengan Riwayat Diabetes Melitus di RSUD Dr Moewardi. SKRIPSI. Surakarta, 2012. 1-13. 17. Ferraro PM, Taylor EN, Gambaro G, Curhan GC. Soda and Other Beverages and the Risk of Kidney Stones. CJASN ePress, 2013;8:1-7. 18. Passman CM, Holmes RP, Knight J, et al. Effect of Soda Consumption on Urinary Stone Risk Parameters. Journ of Endourology, 2009;23(3):347-50. 19. Shafi H, Moazzami B, Kasaeian A. An overview of treatment options for urinary stones. Caspian J Intern Med, 2016;7(1):1-17. 20. Takazawa R, Kitayama S, Tsuji T. Appropriate kidney stone size for ureteroscopic lithotripsy: When to switch to a percutaneous approach. World J Nephrol, 2015;4(1):1-4. 21. Sahin S, Aras B, Tugcu V. Laparoscopic Ureterolithotomy. JSLS, 2016;20(1):1-18. 22. Yaser A, Mert AK, Tefekli AH, et al. When is open ureterolithotomy indicated for the treatment of ureteral stones?. Int J Urol, 2006;13(11).



33



LAMPIRAN



34



35



36