Laporan Komprehensif MG 3 Stase V [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KOMPREHENSIF STASE V PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGI HOLISTIK MASA NIFAS DAN MENYUSUI DENGAN PUTING SUSU LECET



Disusun Oleh MEIRISKA EKA SYASMI P0



Pembimbing Afrina Mizawati, SST, MPH



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN KOTA BENGKULU JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEBIDANAN TAHUN 202



0



HALAMAN PENGESAHAN Laporan Komprehensif PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGI HOLISTIK MASA NIFAS DAN MENYUSUI DENGAN PUTING SUSU LECET



Oleh: MEIRISKA EKA SYASMI NIM. P051404200



PEMBIMBING AKADEMIK



Menyetujui, PEMBIMBING LAHAN



Afrina Mizawati, SST, MPH NIP.



Fitri Andri Lestari, STr.Keb, SKM NIP. 197512052006042030



Mengetahui Ketua Jurusan



Ketua Prodi



Yuniarti, SST, M.Kes NIP. 198006052001122001



Diah Eka Nugraheni,M.Keb NIP. 198012102002122002



i



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas praktik kebidanan fisiologi holistik masa nifas dan menyusui. Laporan ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bunda Yuniarti, SST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu. 2. Bunda Diah Eka Nugraheni, M.Keb selaku Ketua Prodi Profesi Bidan Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu. 3. Bunda Afrina Mizawati, SST, MPH, selaku dosen pembimbing akademik. 4. Bidan Fitri Andri Lestari, STr.Keb, SKM selaku pembimbing lahan. Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan pendahuluan ini bermanfaat bagi semua pihak. Bengkulu, 19 Desember 2020



Penyusun



1



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii KATA PENGANTAR.......................................................................................iii DAFTAR ISI.....................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1 BAB II KAJIAN KASUS DAN TEORI........................................................4 BAB III PEMBAHASAN...............................................................................31 BAB IV PENUTUP.........................................................................................39 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................40 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa nifas adalah alat alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan alat- alat genital sepenuhnya disebut involusi. Selain involusi terjadi perubahan – perubahan seperti homokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat, segera setelah plasenta lahir, Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat. Uterus menyerupai buah advokat gepeng  berukuran panjang  berukuran panjang 15 cm, lebar 12 cm dan tebal dan tebal 10 cm. Dinding uterus Dinding uterus sendiri sendiri



2



kira – kira 5 cm, pada bekas implantasi plasenta lebih tipis daripada bagian – bagian lainnya. Pada hari kelima post partum uterus kurang lebih 7 cm atas simfisis atau setengah simfisis pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi diatas simfisis atau setengah simfisis pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi diatas simfisis. Disamping involusi ini, terjadi juga perubahan-perubahan penting lain, yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Yang terakhir ini karena pengaruh lactogenic hormone dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjarkelenjar mammae. Menyusui secara langsung dapat membantu proses involusi uteri berjalan lancar, karena ibu yang menyusui uterusnya akan berkontraksi lebih baik. Namun apabila proses menyusui tersebut tidak bisa dilakukan karena adanya puting susu yang lecet, maka proses involusi pun akan terganggu. Bidan sebagai petugas kesehatan, harus memahami tentang masa nifas, baik fisiologis maupun patologis sehingga dapat memberikan asuhan kebidanan dengan tepat sesuai dengan Standart Profesi Kebidanan.



B. Tujuan 1. Tujuan umum Menjelaskan dan mengimplementasikan praktik kebidanan fisiologi holistik masa nifas dan menyusui menggunakan pola pikir manajemen kebidanan serta mendokumentasikan hasil asuhannya.



3



2. Tujuan khusus a. Melaksanakan pengkajian pada kasus Ny.L Usia 24 tahun dengan puting susu lecet. b. Mengidentifikasi



diagnosa/masalah



kebidanan



berdasarkan



data



subyektif dan data obyektif pada kasus Ny.L Usia 24 tahun dengan puting susu lecet. c. Menentukan masalah potensial yang mungkin terjadi dan kebutuhan segera pada kasus Ny.L Usia 24 tahun dengan puting susu lecet. d. Merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada kasus Ny.L Usia 24 tahun dengan puting susu lecet. e. Melaksanakan evaluasi untuk menangani kasus Ny.L Usia 24 tahun dengan puting susu lecet. f. Melakukan pendokumentasian kasus Ny.L Usia 24 tahun dengan puting susu lecet. C. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman secara langsung, sekaligus penanganan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama pendidikan. Selain itu, menambah wawasan dalam menerapkan asuhan kebidanan pada kasus ibu nifas dengan puting susu lecet. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa



4



Memperoleh gambaran dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan puting susu lecet. b. Bagi Bidan Pelaksana di PMB Laporan Seminar Kasus ini dapat dijadikan dokumentasi di Praktik Mandiri Bidan Fitri Andri Lestari, STr.Keb, SKM. c. Bagi Pasien Asuhan kebidanan nifas normal yang diharapkan dapat membantu ibu nifas dengan puting susu lecet, sehingga pasien tahu apa yang harus dilakukan.



5



BAB II KAJIAN KASUS DAN TEORI A. Konsep Menyusui 1. Pengertian Beberapa pengertian menyusui dari beberapa sumber, antara lain: a. Menyusui adalah suatu cara yang tidak ada duanya dalam pemberian makanan yang bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat serta mempunyai pengaruh biologis dan kejiwaan yang unik terhadap kesehatan ibu dan bayi (Anggraini, 2010). b. Menyusui adalah cara yang optimal dalam memberikan nutrisi, mengasuh bayi dengan penambahan makanan pelengkap pada paruh kedua tahun pertama, kebutuhan nutrisi, imunologi, dan psikososial dapat terpenuhi hingga tahun kedua dan tahun – tahun berikutnya (Varney, 2004). 2. Pembentukan Air Susu Beberapa reflek yang berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu (Anggraini, 2009), antara lain : a. Reflek Prolaktin Setelah seorang ibu melahirkan dan terlepasnya plasenta, fungsi korpus loteum berkurang maka estrogen dan progesteronpun berkurang. Dengan adanya hisapan bayi pada puting susu dan areola akan merangsang ujung-ujung saraf sensorik, rangsangan ini



1



dilanjtukan ke hipotalamus, hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin namun sebaliknya akan merangsang faktor-faktor tersebut merangsang hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon prolaktin akan merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat susu. b. Reflek Let Down Bersamaan dengan pembentukan prolaktin rangsangan yang berasal dari isapan bayi akan ada yang dilanjutkan ke hipofise anterior yang



kemudian



dikeluarkan



oksitosin.



Melalui



aliran darah,



hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadilah proses involusi. Oksitosin yang sampai pada alveoli akan merangsang kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk kesistem duktulus yang untuk selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi. 3. Mekanisme Menyusui Untuk mendapatkan keberhasilan dalam menyusui dibutuhkan 3 reflek intrinsik (Anggraini, 2009), antara lain : a. Reflek mencari (Rooting Reflek) Payudara yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut merupakan rangsangan yang menimbulkan reflek mencari pada bayi sehingga menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu dan kemudian puting susu ditarik masuk kedalam mulut.



2



b. Reflek Menghisap Teknik menyusui yang baik adalah seluruh areola payudara sedapat mungkin semuanya masuk kedalam mulut bayi, tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan pada ibu yang mempunyai areola yang besar. Untuk itu maka sudah cukup bila rahang bayi supaya menekan sinus laktiferus. Tidak dibenarkan bila rahang bayi hanya menekan puting susu saja karena dapat menimbulkan puting susu lecet. c. Reflek Menelan Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme masuk ke lambung. 4. Posisi yang Benar dalam menyusui Dalam menyusui yang benar ada beberapa macam posisi menyusui (Sulistyowati, 2009), antara lain : a. Posisi berbaring miring Posisi ini amat baik untuk pemberian ASI yang pertama kali atau bila ibu merasakan lelah atau nyeri. Ini biasanya dilakukan pada ibu menyusui yang melahirkan melalui operasi sesar. Yang harus diwaspadai dari teknik ini adalah pertahankan jalan nafas bayi



3



agar tidak tertutupi oleh payudara ibu. Oleh karena itu, ibu harus selalu didampingi oleh orang lain ketika menyusui.



b. Posisi duduk Penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada 0 punggung ibu, dalam posisinya agak tegak lurus (90 ) terhadap pangkuannya. Ini mungkin dapat dilakukan dengan duduk bersila diatas tempat tidur atau dilantai, atau duduk dikursi. 5. Langkah-langkah menyusui yang benar Berberapa langkah yang benar dalam menyusui bayi, (Suradi dan Hesti, 2011), antara lain : a. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu. b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara. 1) Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. 2) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu dan bokong bayi terletak pada lengan. Kepala bayi tidak boleh tertengadah dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu.



4



3) Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. 4) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu dan bokong bayi terletak pada lengan. Kepala bayi tidak boleh tertengadah dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu. 5) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu, dan yang satu di depan. 6) Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi). 7) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. 8) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang. c. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang di bawah. Jangan menekan puting susu atau areolanya saja. d. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan cara: 1) Menyentuh pipi dengan puting susu. 2) Menyentuh sisi mulut bayi. e. Setelah



bayi



didekatkan



ke



membuka



mulut,



payudara



ibu



dimasukkan ke mulut bayi.



5



dengan dengan



cepat puting



kepala serta



bayi areola



1) Usahakan sebagian besar areola dimasukkan ke mulut bayi, susu berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak dibawah areola. 2) Setelah bayi mulai menghisap, payudara tak perlu dipegang atau disangga lagi. f. Melepas isapan bayi Setelah menyusu pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya ganti menyusui pada payudara yang lain. Cara melepas isapan bayi : 1) Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut atau. 2) Dagu bayi ditekan kebawah. g. Menyusui



berikutnya



mulai



dari



payudara



yang



belum



terkosongkan (yang dihisap terakhir). h. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya. i. Menyendawakan bayi Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh-jawa) setelah menyusui. Cara menyendawakan bayi : 1) Bayi



digendong



tegak



dengan



bersandar



pada



kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan atau,



6



bahu



ibu



2) Bayi tidur tengkurap dipangkuan ibu, kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan.



6. Langkah-langkah menyusui bayi kembar Dalam



menyusui



bayi



kembar



terdapat



beberapa



posisi untuk



mencapai keberhasilan (Suradi dan Hegar, 2010), antara lain : a. Double Football Bayi dipegang seperti cara memegang bola disisi kanan dan kiri tubuh ibu. Tangan ibu menopang kepala bayi dengan berbaring dibawah tangan ibu. Banyak ibu menggunakan cara ini sampai mereka benar-benar berpengalaman. b. Double Cradle Bayi dipegang seperti menyusui bayi tunggal, dimana ke-2 badan bayi menyilang diatas perut ibu. Posisi ini biasa digunakan pada ibu yang sudah berpangalaman dan bayi dapat mengontrol kepalanya dengan baik. c. Kombinasi Football dan Cradle (posisi sejajar) Bayi pertama dipegang dengan cara football, sedangkan bayi yang lain dipegang posisi cradle. Posisi ini biasa digunakan oleh ibu dengan bayi triplet atau lebih, sehingga bayi terbiasa dan mendapat asupan ASI yang cukup. 7. Tanda bayi menyusu dengan benar



7



Beberapa tanda bayi dalam menyusui dengan menggunakan teknik menyusui yang benar (Bahiyatun, 2009). a. Bayi tampak tenang. b. Badan bayi menempel pada perut ibu. c. Mulut bayi terbuka lebar. d. Dagu menempel pada payudara ibu. e. Sebagian besar areola payudara masuk kedalam mulut bayi. f. Bayi tampak menghisap kuat dengan irama perlahan. g. Puting susu ibu tidak terasa nyeri. h. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. i. Kepala tidak menengadah. 8. Tanda bayi cukup ASI Beberapa tanda bayi cukup ASI (Sulistyawati, 2009), antara lain : a. Bayi kencing setidaknya 6 kali dalam sehari dan warnanya jernih sampai kuning muda. b. Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan “berbiji”. c. Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun, dan tidur cukup. Bayi setidaknya menyusu 10-12 kali dalam 24 jam. d. Payudara ibu merasa lembut dan kosong setiap kali selesai menyusui. e. Ibu dapat merasakan geli karena aliran ASI, setiap kali selesai menyusui. f. Bayi bertambah berat badannya.



8



9. Lama dan frekuensi menyusui Sebaiknya bayi disusui secara on demand karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing, kepanasan / kedinginan, atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal yang tak teratur, dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian (Suradi dan Hesti, 2018).



B. Cracked nipple (Puting susu lecet) 1. Pengertian Cracked nipple (Puting susu lecet) adalah adanya luka pada payudara yang ditandai oleh adanya erosi kulit sampai dengan submukosa yang dapat menyebabkan perdarahan dan infeksi duktus laktiferus yang menimbulkan nyeri pada saat proses menyusui. 2. Penyebab a. Kebanyakan puting nyeri / lecet disebabkan oleh kesalahan dalam tekhnik menyusui yang salah yaitu sampai ke kalang payudara bila bayi menyusui hanya pada puting susu, maka bayi akan mendapat ASI sedikit karena gusi bayi tidak menekan pada daerah sinus laktiferus



9



sedangkan pada ibunya akan terjadi nyeri kelecetan pada puting susunya. b. Akibat dari pemakaian sabun, alkohol, Krim, atau zat iritan lainnya untuk mencuci puting susu c. keadaan ini juga dapat terjadi pada bayi dengan tali lidah yang pendek, sehingga menyebabkan bayi sulit menghisap sampai kalang payudara dan hisapan pada putingnya saja. d. Rasa nyeri ini juga dapat timbul apabila ibu menghentikan menyusui kurang hati-hati. (Saleha, 2009). 3. Penatalaksanaan a. Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada puting yang normal / lecetnya lebih sedikit untuk menghindari tekanan local pada puting maka posisi menyusui harus sering dirubah. Untuk puting yang sakit dianjurkan untuk mengurangi frekuensi dan lamanya menyusui. Disamping itu kita harus yakin bahwa tehnik menyusui bayi harus adalah benar, yaitu bayi harus menyusui sampai kekalang payudara. Untuk menghindari payudara yang bengkak, ASI dikeluarkan dengan tangan / pompa. Kemudian diberikan dengan sendok, gelas atau pipet. b. Setiap kali menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tapi diangin – anginkan sebentar agar kering dengan sendirinya. Karena bekas ASI berfungsi sebagai pembalut puting sekaligus sebagai anti infeksi. c. Jangan menggunakan BH yang terlalu ketat



10



d. Jangan menggunakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk membersihkan puting susu e. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak sampai terlalu penuh dan bayi yang tidak begitu lapar juga tidak menyusui terlalu rakus. f. Posisi menyusui harus benar, bayi menyusu sampai ke kalang payudara dan susukan secara bergantian diantara kedua payudara g. Pergunakan BH yang menyangga. h. Bila terasa sangat sakit boleh minum obat untuk mengurangi rasa sakit. h. Periksalah apakah bayi tidak menderita monoliasis yang dapat menyebabkan lecet pada puting susu ibu. Jika ditemukan gejala monilasis dapat diberikan nistatin. 4. Pencegahan Cracked Nipple a. Tidak membersihkan puting susu dengan sabun, alkohol, Krim, atau zatzat iritan lainnya. b. Sebaiknya untuk melepaskan puting susu dengan isapan bayi pada saat bayi selesai menyusui, tidak dengan memaksa menarik puting, tetapi dengan menekan dagu bayi atau dengan memasukkan jari kekelingking yang bersih kemulut bayi. Posisi menyusui harus benar, yaitu bayi harus menyusui sampai kekalang payudara dan menggunakan payudara.



C. Manajemen Kebidanan SOAP



11



1. Pengertian Manajemen Kebidanan SOAP Pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan kebidanan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian harus akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa kebidanan dan memberikan pelayanan kebidanan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang telah ditentukan sesuai standar dalam praktek kebidanan dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan. Penyusuanan data sebagai indikator dari data yang mendukung diagnosa kebidanan adalah suatu kegiatan kognitif yang komplek dan bahkan pengelompokkan data fokus adalah suatu yang sulit. 2. Langkah-Langkah Manajemen SOAP Adapun Langkah-langkah manajemen kebidanan SOAP adalah sebagai berikut : a.



Data Subjektif Data subjektif merupakan pendokumentasikan hanya pengumpulan data klien melalui anamnesa yaitu tentang apa yang dikatakan klien, seperti identitas pasien, kemudiaan keluhan yang diungkapakan pasien pada saat melakukan anamnesa kepada pasien (Rukiyah, 2014) Biodata yang antara lain : 1)



Nama



12



Dikaji dengan masa yang jelas, lengkap, untuk menghindari adanya kekeliruhan atau untuk membedakan dengan klien atau pasien lainnya.



2)



Umur Untuk mengetahui faktor resiko yang sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi seseorang.



3)



Agama Untuk memeberikan motivasi dorongan moril sesuai dengan agama yang sedang di anut oleh pasien.



4)



Suku bangsa Untuk mengetahui adat istiadat yang menguntungkan dan merugikan.



5)



Pendidikan Untuk mengetahui tingkat intelektual, tingkat penerimaan informasi hal-hal baru atau pengetahuan baru karena tingkat pendidikan yng lebih tinggi mudah mendapatkan informasi.



6)



Pekerjaan Untuk mengetahui status ekonomi keluarga pasien.



7)



Alamat Untuk mengetahui tempat tinggal pasien.



8)



Keluhan Utama



13



Untuk mengetahui keluhan yang sedang dirasakan pasien saat pemeriksaan.



9)



Riwayat Kesehatan Untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien pada saat ini, dahulu maupun riwayat kesehatan keluargany apakah terdapat penyakit menurun, menahun, ataupun menular.



10)



Pola Kebutuhan sehari-hari a)



Makanan Frekuensi



: Berapa kali makan dalam sehari



Jenis



: Jenis makanan yang dikonsumsi



Keluhan



: Ada atau tidak keluhan yang dirasakan



b) Minuman



c)



Frekuensi



: Berapa kali minum dalam sehari



Jenis



: Jenis minum yang dikonsumsi



Eliminasi Frekuensi



: Berapa kali BAK dan BAB dalam sehari



Konsistensi



: Untuk mengetahui apakah BAK dan BAB pasien normal atau tidak



Keluhan 11)



: Ada atau tidak keluhan yang dirasakan



Personal Hygiene



14



Dikaji untuk mengetahui apakah pasien menjaga kebersihanya sehari-hari. 12)



Pola Aktifitas Dikaji untuk mengetahui kegiatan apa yang dilakukan pasien sehari-hari.



13)



Pola Istirahat Untuk mengetahui pola istirahat pasien sehari-hari, seperti berapa lama tidur malam dan tidur siang pasien.



b.



Data Objektif Data Objektif yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, hasil laboratorium, dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assasment yaitu apa yang dilihat dan diraskan oleh bidan setelah melakukan pemeriksaan terhadap pasien ( Rukiyah, 2014). 1)



Pemeriksaan Umum a)



Keadaan Umum Untuk mengetahui keadaan umum pasien apakah baik, lemah atau keadaan umummnya pasien pucat dan lemas.



b) Kesadaran Untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu composmetis, apatis, ataupun samnolen.



15



c)



TekananDarah untuk mengetahui berapa tekanan darah pasien.



d) Suhu Untuk mengetahui berapa suhu badan pasien. e)



Denyut Nadi Untuk mengetahui berapa nadi pasien dihitung per menit.



f)



Respirasi Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung per menit.



g) Berat Badan Untuk mengetahui berapa berat badan pasien. 2)



Pemeriksaan Fisik a)



Kepala Untuk menilai bentuk kepala, dan kelainan.



b) Rambut Untuk menilai warna, distribusi, kerontokan dan kebersihan. c)



Muka Untuk menilai terdapat oedem atau chloasma pada muka.



d) Mata Untuk menilai apakah kunjungtiva pucat atau merah, dan sklera berwarna putih atau tidak. e) Hidung Untuk mengetahui kebersihan dan pembesaran polip.



16



f) Telinga Mengetahui bentuk telinga simetris atau tidak, dan kebersihan telinga. g) Mulut Untuk mengetahui kebersihan, dan melihat adakah caries dan mukosa bibir terlihat lembab atau tidak. h) Leher Untuk mengetahui adakah pembekaan vena jugularis, kelenjar tiroid, dan kelenjar limfe. i) Abdomen Untuk menegtahui adakah bekas operasi, maupun nyeri tekan. j) Genetalia Untuk mengetahui adakah oedem dan varises vagina, dan kelainan yang mengganggu. k) Anus Melihat adakah hemoroid dan keluhan lain. l) Ektermitas Melihat apakah bentuk simetris, melihat adakah edema, dan mengecek bagian kaki adakah varisens dan respon terhadap cek patella. 3)



Pemeriksaan Penunjang Dilakukan jika memerlukan penegakan diagnosa.



17



c.



Assesment Assesment merupakan masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan yang dibuat dari data subjektif dan objektif. ( Rukiyah, 2014). Pendokumentasiaan hasil analisis dan interprestasi (kesimpulan) dari dat subjektif dan objektif. Analisis yang tepat dan akurat mengikuti perkembangan data pasien akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pasien, dapat terus diikuti dan dia,nil keputusan/tindakan yang tepat. (Rismalinda,2014).



d.



Planning Perencanaan atau planning adalah suatu pencatatan menggambarkan pendokumentasiaan dari perencanaan dan evaluasi berdasrkan assesment yaitu rencan apa yang akan dialkukan berdasarkan hasil evaluai tersebut ( Rukiyah,2014). Perencanaan dibuat saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interprestasi data yang bertujuaan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraanya (Rismalinda,2014).



18



D. E. Kajian Kasus Pengkajian Hari/tanggal pengkajian : Kamis / 17 Desember 2020 Waktu pengkajian



: 19.00 WIB



Tempat pengkajian



: Di PMB “F” Kota Bengkulu



1. Data Subjektif (S) Identitas pasien Nama ibu : Ny. L Umur : 24 tahun Agama : Islam Suku : Serawai Pendidikan : SMA Pekerjaan : IRT Alamat : Sukarami 1) Keluhan Utama



Nama Suami Umur Agama Suku Pendidikan Pekerjaan



: Tn.S : 24 tahun : Islam : melayu : SMA : swasta



Ibu mengatakan telah melahirkan anak pertama dengan jenis kelamin laki-laki pada tanggal 10 Desember 2020 jam 18.00 WIB. Sekarang putting susunya lecet, sakit dan panas setelah menyusui bayinya, sakit bertambah saat menyusui bayinya, putting susunya lecet pada kedua payudara kanan dan kiri, ibu belum melakukan apapun untuk mengurangi keluhannya .



2) Riwayat menstruasi Menarche : 13 tahun Siklus



: 28 hari



1



Lamanya



: 3-4 hari



Banyaknya : 3 kali ganti pembalut/ hari Keluhan



: Disminorhea pada hari pertama menstruasi



3) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas dan KB yang lalu Tabel riwayat kehamilan, persalinan, nifas dan KB No



1.



Umur



Tempat



Usia



Jenis



Penolon



bersalin



kehamila



persalina



g



Hamil



BPM



n 37 minggu



n Normal



Bidan



ke-1



Fitri



Penyulit JK



-



L



Andri Lestari, STr.Keb, SKM 4) Riwayat perkawinan Status perkawinan



: sah



Nikah ke



: 1 (satu)



Usia perkawinan



: 1 tahun



Usia menikah



: Perempuan : 20 tahun Laki-Laki : 23 tahun



5) Riwayat psikososial dan spiritual a) Hubungan suami istri b) Hub istri dan keluarga c) Keyakinan agama d) Kebiasaan berobat



e) Dukungan keluarga



2



: Baik : Baik : Ibu dan keluarga taat menjalankan ibadah sesuai syariat agama islam. : ibu mengatakan tidak mengkonsumsi obat-obatan selain dari bidan, ibu tidak merokok, tidak minum-minuman keras, tidak mengonsumsi obat tradisional. : Keluarga sangat mendukung dan



BB



KB



3150



-



terhadap kehamilan f) Dukungan suami terhadap kehamilan



sangat menanti-nanti atas kelahiran bayinya kelak. : Suami sangat mendukung dan sangat mengharapkan atas kelahiran bayinya.



6) Pola kebiasaan sehari-hari Tabel Pola Kebiasaan Sehari-Hari Sebelum dan Saat Hamil Kebutuhan Nutrisi 1. Makan



Sebelum hamil Frekuensi 3x sehari Porsi 1-2 piring Nasi, sayur, lauk pauk (ikan, ayam, daging, telur, tempe, sambal cabe dll) Pantangan tidak ada



Ibu minum 2 gelas setiap makan dan ketika ibu merasa haus. Pantanagn tidak ada 2. Minum Eliminasi BAK : 4-5 x/hari, jernih BAB : 1-2 x/hari Istirahat /tidur Malam : 7-8 jam Siang : 1 jam Aktivitas Ibu melakukan aktifitas rumah tangga sendiri dan bekerja pagi dari jam 06.00 WIB sampai jam 09.00 WIB Personal mandi 2x/hari, gosok hygiene gigi 2x/ hari, keramas 2 hari sekali, ganti celana dalam 2x/hari Pola seksual 3-4 x/minggu 2. Data Objektif (O) 3



Saat hamil Frekuensi 3x/hari : pagi 1 ppiring habis, siang 1 piring habis, malam 1 piring habis . Nasi, lauk pauk (telur, tahu, tempe), sayur, buah-buahan (apel, alpokat,). Pantangan tidak ada. Air putih ± 8 gelas, susu ibu hamil 1 gelas 2 kali sehari, pantangan tidak ada



Keluhan



BAK : 6-8 x/hari, jernih BAB : 1x/hari Malam : 7-8 jam Siang : 1-2 jam Ibu melakukan Ibu merasa aktifitas rumah tangga mudah lelah dibantu suami dan bekerja stiap pukul 08.00 WIB sampai jam 10.00 WIB mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/hari, keramas 2 hari sekali, ganti celana dalam 2x/hari 1.2 x/minggu



1) Pemeriksaan Umum Keadaan umum



: Baik



Kesadaran



: Composmentis



Tanda-Tanda Vital : TD



: 110/80 mmHg



N



:80x/menit



P



: 20x/menit



S



: 36,8°C



2) Pemeriksaan Fisik a) Kepala Bentuk simetris bersih, rambut tidak rontok, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan. b) Muka Tidak pucat dan tidak ada oedema c) Mata Bentuk simetris, konjungtiva an anemis, sclera an ikterik. d) Hidung Bentuk simetris, bersih, tidak ada pembesaran



polip, tidak ada



keluhan.



e) Telinga Simetris, keadaan bersih, pendengaran baik tidak ada keluhan. f) Mulut Simetris, bibir tidak pucat, tidak ada caries pada gigi.



4



g) Leher Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan limfe. h) Payudara Simetris, areola hitam kecoklatan, putting sebelah kanan dan kiri menonjol tidak ada pembengkakkan dan benjolan, colostrum sudah keluar pada payudara kiri dan kanan dan lecet berwarna kemerahan pada kedua putting susu. i) Abdomen Tidak ada bekas operasi, ada linea nigra, kontraksi uterus baik, konsistensi uterus keras, tinggi fundus uteri sepusat, kandung kemih teraba, tidak ada nyeri tekan. j) Genitalia Tidak ada varises, tidak ada pembengkakkan kelenjar bartholin, pengeluaran darah merah segar mengandung jaringan sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (lochea rubra), jumlah ± 30 cc, ada luka post heating perineum karena episiotomi , keadaan luka masih basah dan ada nyeri tekan.



k) Ekstremitas (1) Ekstremitas atas Simetris, pergerakan aktif, kuku kanan dan kiri tidak pucat dan tidak ada oedema.



5



(2) Ekstremitas bawah Simetris, pergerakan aktif, kuku kanan dan kiri tidak pucat, tidak ada oedema dan varises. 3) Pemeriksaan penunjang Hb



: 12 g%



Protein urin



: (-)



Glukosa urine



: (-)



3. Analisa (A) Ny. L P1A0 umur 24 tahun post partum 7 hari dengan puting susu lecet. 4. Penatalaksanaan (P) 1. Lakukan inform consent 2. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu/keluarga dengan hasil: Keadaan umum



: baik



Kesadaran



: composmentis



Tekanan darah



: 100/80 MmHg



Nadi



: 80 x/ menit



Suhu



: 36,5 oC



Pernapasan



: 20x/ menit



Ev : Ibu mengetahui hasil pemeriksaan keadaannya yaitu keadaan umum: baik, kesadaran: composmentis, tekanan darah: 100/80 mmhg, nadi: 80x/menit , pernapasan: 20x/menit, suhu: 36,7oC.



6



3. Menjelaskan keadaannya saat ini bahwa putting susu lecet merupakan suatu masalah dalam menyusui yang di tandai dengan adanya lecet pada putting, berwarna kemerahan dan terasa panas. Ev : Ibu sudah mengerti 4. Memberitahu ibu bahwa putting susu ibu lecet bisa dikarenakan posisi menyususi yang salah, kurangnya perawatan payudara Ev : Ibu sudah mengerti 5. Menjelaskan tentang cara mengatasi putting susu lecet yaitu dengan posisi menyusui yang benar dan merawat payudara. Ev : Ibu sudah mengerti 6. Mengajarkan teknik menyusui kepada ibu dengan memperhatikan posisi dan pelekatan pada bayi, Ev: Ibu bersedia melakukannya. 7. Menganjurkan ibu untuk mengolesi bagian areola sebelum dan sesudah menyusui untuk menghindari terjadinya lecet puting susu, Ev: Ibu bersedia melakukannya. 8. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya tidak di jadwalkan sesuai kebutuhan bayi, Ev: Ibu bersedia melakukannya. 9. Menganjurkan ibu untuk tidak mengoleskan alcohol, lotion atau bahan kimia lain pada payudaranya, Ev: Ibu bersedia melakukannya.



7



10. Memberitahu ibu tentang kebutuhan nutrisi dan cairan, yaitu ibu harus makan makanan yang bergizi seimbang untuk memperlancar ASI seperti daun katu, bayam, dan kacang-kacangan serta yang mengandung protein untuk membantu penyembuhan luka perineum seperti telur, tuhu, tempe, dan ikan. Ibu juga harus minum lebih banyak pada masa nifas setidaknya 3 liter/hari atau 12 gelas. Ev : Ibu sudah mengerti tentang kebutuhan nutrisi dan cairan yang dibutuhkannya 11. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup yaitu tidur siang 1-2 jam/hari dan malah 6-8 jam/hari Ev : Ibu bersedia untuk istirahat yang cukup yaitu tidur siang 12jam/hari dam tidur malam 7-8 jam/hari 12. Menjelaskan tentang perawatan luka jahitan yaitu membersihkan kemaluan setelah BAB dan BAK dari arah depan ke arah belakang agar kotoran dari anus tidak masuk ke dalam luka, kemudian keringkan dengan tissu atau handuk kering, dan rajin mengganti pembalut setidaknya 3-4 jam sekali atau setiap selesai BAB dan BAK. Ev : Ibu sudah mengerti 13. Menjelaskan tentang ASI Ekslusif pada ibu yaitu pemberian ASI Ekslusif sedini mungkin setelah persalinan, diberikan setiap 2 jam atau setiap bayi menginginkannya tanpa diberi makanan tambahan apapun walaupun hanya air putuh sampai bayi berumur 6 bulan.



8



Ev : Ibu sudah mengerti tentang ASI Ekslusif dan bersedia untuk memberikan ASI ekslusif kepada bayinya 14. Menasehati ibu bahwa hubungan seksual dapat dilakukan setelah darah telah berhenti, tentunya dengan memperhatikan aspek keselamatan ibu. apabila hubungan seksual saat ini belum diinginkan karena ketidaknyamanan ibu, kelelahan dan kecemasan berlebih maka tidak perlu dilakukan. Pada saat melakukan hubungan seksual maka diharapkan ibu dan suami melihat waktu, dan gunakan alat kontrasepsi misalkan kondom. Ibu mengerti dan akan memperhatikan pola seksualnya, Ev: Ibu bersedia melakukannya. 15. Jelaskan pada ibu bahwa akan dilakukan kunjungan ulang rumah Ev : Ibu bersedia dan senang akan dilakukan kunjungan rumah



9



BAB III PEMBAHASAN A. Pengkajian Pada pembahasan ini pengkaji akan menjelaskan tentang asuhan yang diberikan kepada Ny.L dan dikaji dengan teori. Pada kasus ini pengkajian dimulai pada tanggal 10 Desember 2020 diperoleh data subjektif yaitu Ny.L umur 24 tahun P1A0 nifas 7 hari mengatakan senang atas kelahiran anak pertamanya, nyeri pada perut bagian bawah, masih merasa lelah. Pemeriksaan 7 hari postpartum tidak ditemukan adanya kelainan, Tinggi Fundus Uteri tidak teraba, Pemeriksaan tanda-tanda vital Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi : 80x/menit, pernapasan : 20x/menit, suhu 36,5oC. Kunjungan post partum hari ke-7 dilakukan ibu mengatakan perih pada bagian puting susu, produksi ASI baik keadaan umum baik, kesadaran composmentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi: 75 x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36,5oC, terlihat retakan pada areola, kontraksi uterus baik, tinggi fundus 1 jari diatas sympisis , lochea sunguilenta, pengeluaran lochea tidak berbau, luka perineum



sudah tertutup, ekstermitas simetris, tidak



oedema. Puting susu lecet adalah trauma pada puting susu saat menyusui, selain itu dapat pula terjadi retak dan pembentukan celah-celah. Retakan pada puting susu bisa sembuh sendiri dalam waktu 48 jam. Pada keadaan ini seorang ibu sering menghentikan proses menyusui karena putingnya sakit (Sulistyawati,



1



2009). Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya puting susu lecet yang terbagi atas faktor eksternal dan internal. Adapun faktor internal disebabkan oleh kesalahan dalam teknik menyusui dan perawatan payudara. Sedangkan faktor eksternal disebabkan karena adanya monoliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu, puting susu terpapar oleh zat iritan seperti sabun, serta lidah bayi yang pendek (frenulum lingue) yang dapat menimbulkan perlekatan antara lidah dan mulut bayi tidak sempurna. Dari seluruh faktor tersebut, yang tersering adalah disebabkan oleh kesalahan dalam teknik menyusui (Soetjiningsih, 2007). Ibu nifas yang mengalami puting susu lecet disebabkan karena teknik menyusui yang salah, tapi dapat juga disebabkan oleh keteraturan ibu melakukan perawatan payudara, misalnya menghindari penggunaan sabun, alkohol, dan zat iritan lainnya untuk membersihkan puting susu, sebaiknya setiap kali habis menyusui, bekas ASI tidak perlu dibersihkan, atau keluarkan sedikit ASI untuk dioleskan ke puting, dianginkan sebentar agar kering dengan sendirinya sebelum memakai bra. Pengetahuan ibu tentang tekhnik menyusui dengan benar dapat mengurangi nyeri puting susu sehingga dapat menyusui bayinya secara ekslusif (Chidozie et al., 2015). Penelitian Menurut Gapmelezzy dan Ekowati (2016) menyebutkan bahwa teknik menyusui yang benar ditentukan oleh pengetahuan ibu yang baik. Pengetahuan yang baik tentang pentingnya ASI dan cara-cara menyusui akan membentuk sikap yang positif, selanjutnya akan terjadi perilaku menyusui yang benar.



Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan



2



Apidianti (2017) yang berjudul “Hubungan Antara Teknik Menyusui Dengan Kejadian Puting Susu Lecet Pada Ibu Nifas Primipara Di Kelurahan Kangenan Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan” menunjukkan bahwa ada hubungan antara teknik menyusui dengan kejadian puting susu lecet pada ibu nifas. Hal ini didukung pula oleh penelitian Hasyim dkk (2015) dengan judul “Hubungan Teknik Menyusui Dengan Kejadian Putting Susu Lecet” yang menunjukkan ada hubungan antara teknik menyusui dengan kejadian putting susu lecet. Terdapatnya hubungan antara pengetahuan ibu dengan tehnik menyusui yang benar menegaskan bahwa pengetahuan teknik menyusui yang benar harus diketahui oleh ibu karena dengan keberhasilan menyusui dengan tehnik yang benar maka bayi akan mendapatkan nutrisi yang cukup yang terkandung dalam ASI. Selain itu suatu kebanggaan buat ibu menyusui karna dapat memberikan ASI Ekslusif pada bayinya secara lancar, selain itu dampak lain adalah dampak ekonomi karnaa ibu tidak harus mengeluarkan uang untuk membeli susu



(Sulistyowati, 2015). Teknik menyusui merupakan cara



memberikan ASI kepada bayi dengan perleketan dan posisi ibu dan bayi dengan benar (Dewi dkk, 2011.) Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan putting susu menjadi lecet dan ASI tidak keluar secara optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusui sehingga dapat menyebabkan bendungan ASI ataupun mastitis (Dewi dkk, 2011). Teknik menyusui merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI dimana bila teknik menyusui tidak benar dapat



3



menyebabkan puting lecet dan menjadikan ibu enggan menyusui dan bayi jarang menyusu karena bayi enggan menyusu akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya, namun sering kali ibu kurang mendapatkan informasi tentang manfaat ASI dan tentang teknik menyusui yang benar (Roesli, 2017). Keberhasilan menyusui dengan tehnik yang benar maka bayi akan mendapatkan nutrisi yang cukup yang terkandung dalam ASI. Pelepasan hormon oksitosin dari kelenjar hipofisis posterior dapat distimulasi dengan tehnik menyusui yang benar dan menyusui tanpa di jadwalkan. Oksitosin adalah hormon yang diproduksi di hipotalamus dan diangkut lewat aliran aksoplasmed ke hipofisis posterior yang jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon ini akan dilepas kedalam darah. Peranan fisiologi lain yang dimiliki oleh hormon ini adalah meningkatkan pengeluaran ASI dari kelenjar mammae (Rini, 2011). Menyusui bayi sebaiknya tanpa dijadwal (on demand), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing dan sebagainya) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI tanpa jadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah yang mungkin timbul (Purwanti, 2004).



4



Langkah - langkah teknik menyusui yang benar



adalah diawali ibu



mencuci tangan sebelum menyusui bayinya, ibu duduk dengan santai dan nyaman, posisi punggung bersandar (tegak) sejajar punggung kursi, kaki diberi alas sehingga tidak menggantung, mengeluarkan sedikit ASI dan mengoleskan pada puting susu dan aerola sekitarnya (desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu). Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala terletak pada lengkung siku ibu dan bokong bayi terletak pada lengan. Ibu menempelkan perut bayi pada perut ibu dengan meletakkan satu tangan bayi dibelakang ibu dan yang satu didepan, kepala bayi menghadap ke payudara. Ibu memposisikan bayi dengan telinga dan lengan pada garis lurus. Ibu memegang payudara dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopang dibawah serta tidak menekan puting susu atau areola. Ibu menyentuhkan putting susu pada bagian sudut mulut bayi sebelum menyusui. Setelah mulai menghisap, payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi. Ibu menatap bayi saat menyusui (Depkes RI, 2009). Menyusui bayi harus secara bergantian pada kedua payudara untuk mempertahankan produksi ASI tetap seimbang pada kedua payudara. Pasca Menyusui: Melepas isapan bayi dengan cara jari kelingking di masukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut bayi atau dagu bayi ditekan ke bawah, setelah bayi selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan aerola, biarkan kering dengan sendirinya. Menyendawakan bayi dengan: Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian punggung ditepuk



5



perlahanlahan atau, Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu, kemudian punggungnya di tepuk perlahan-lahan. Tanda posisi bayi menyusu yang benar adalah tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu, dagu bayi menempel pada payudara ibu, dada bayi menempel pada dada ibu yang berada di dasar payudara, telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi, mulut bayi terbuka lebar dengan bibir bawah yang terbuka, sebagian besar areola tidak tampak, bayi menghisap dalam dan perlahan, bayi puas dan tenang pada akhir menyusu, terkadang terdengar suara bayi menelan dan puting susu tidak terasa sakit atau lecet. (Depkes RI, 2005). Jika bayi telah menyusu dengan benar maka akan memperlihatkan tanda-tanda seperti bayi tampak tenang, badan bayi menempel pada perut ibu, mulut bayi terbuka lebar, dagu bayi menempel pada payudara ibu, sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk, bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan, puting susu tidak terasa nyeri, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus serta kepala bayi agak menengadah. (Proverawati, 2010). Keberhasilan menyusui dipengaruhi oleh teknik dan posisi menyusui yang benar. jika teknik menyusui benar maka tingkat keberhasilan laktasinya akan berhasil dan sebaliknya jika cara menyusui salah tingkat keberhasilan laktasinya juga kurang berhasil sehingga dapat berpengaruh terhadap ibu dan bayinya seperti: puting susu terasa nyeri bahkan lecet, bayi kurang tidur dan berat badan bayi menurun (Hasselquist, 2006). Teknik menyusui yang tidak dikuasai oleh ibu akan berdampak pada ibu seperti mastitis, payudara



6



bergumpal, putting sakit, sedangkan pada bayi dapat dipastikan bayi tidak mau menyusu yang berakibat bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup (Sulistyowati, 2011). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Murni Lestari (2019) yang berjudul “Hubungan Pengetahun Ibu Primipara Tentang Tehnik Menyusui Dengan Keberhasilan Pemberian ASI Ekslusif” menyatkan bahwa teknik menyusui yang benar ditentukan oleh pengetahuan ibu yang baik. Pengetahuan yang baik tentang pentingnya ASI dan cara-cara menyusui akan membentuk sikap yang positif, selanjutnya akan terjadi perilaku menyusui yang benar. Terdapatnya hubungan antara pengetahuan ibu dengan tehnik menyusui yang benar menegaskan bahwa pengetahuan teknik menyusui yang benar harus diketahui oleh ibu karena dengan keberhasilan menyusui dengan tehnik yang benar maka bayi akan mendapatkan nutrisi yang cukup yang terkandung dalam ASI. Pada kasus Ny. L usia 24 tahun dalam hal ini penulis tidak menemukan kesenjangan antar teori dan praktek.



B. Analisis Ny.L umur 24 tahun P1A0 mengatakan senang atas kelahiran anak pertamanya, ingin memberikan ASI eksklusif pada bayinya, lecet puting susu dengan post partum hari ke-7. C. Penatalaksaan



7



1. Memberitahu hasil pemeriksaan keadaan umum ibu baik, kesadaran composmentis, tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik dalam batas normal, Ev: Pasien mengetahui hasil pemeriksaan. 2. Mengajarkan teknik menyusui kepada ibu dengan memperhatikan posisi dan pelekatan pada bayi, Ev: Ibu bersedia melakukannya. 3. Menganjurkan ibu untuk mengolesi bagian areola sebelum dan sesudah menyusui untuk menghindari terjadinya lecet puting susu, Ev: Ibu bersedia melakukannya. 4. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya tidak di jadwalkan sesuai kebutuhan bayi, Ev: Ibu bersedia melakukannya. 5. Menganjurkan ibu untuk tidak mengoleskan alcohol, lotion atau bahan kimia lain pada payudaranya, Ev: Ibu bersedia melakukannya. 6. Melakukan dokumentasi, Ev: Dalam bentuk SOAP



8



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Asuhan Kebidanan pada Ny.L umur 24 tahun P1A0 dengan Post Partum Hari ke-7: 1. Analisis: Ny.L umur 24 tahun P1A0 mengatakan senang atas kelahiran anak pertamanya, ingin memberikan ASI eksklusif pada bayinya, lecet puting susu dengan post partum hari ke-7.



2. Evaluasi Penatalaksaan Yang Diberikan Tidak ada kesenjangan antra teori dan praktek dalam asuhan kebidanan nifas pada Ny.L Usia 24 tahun P1A0.



B. Saran Bidan dapat memberikan asuhan kebidanan pada ibu ibu nifas 7 hari untuk penatalaksanaan masa nifas 7 hari dalam asuhan tersebut .



1



dan bidan dapat melibatkan keluarga



DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, E. R., & Wulandari, D. (2010). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha medika. Astuti, S., Judistiani, T. D., Rahmiati, L., & Susanti, A. I. (2015). Asuhan Kebidanan Nifas & Menyusui. Jakarta: Erlangga. Aziz, N. R., Gantini, D., & Rohmatin, E. (2017). Perbedaan Pijat Oksitosin dan Senam Nifas Terhadap Involusi Uterus pada Ibu Nifas . Jurnal Kesehatan bakti Tunas husada. Dewi , V. N., & Sunarsih, T. (2011). Asuhan Kebidanan ibu Nifas. Jakarta: Selemba Medika. Heryani, R. (2012). Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Menyusui. Jakarta: Trans Info Media. Kementerian, K. R. (2016). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Manurung, C. R., Sartika, Y., & Aryani, Y. (2016). Perbedaan efektifitas Mobilisasi Dini dan Senam NIfas Terhadap Involusi Uterus. Jurusan Kebidanan poltekkes kemenkes Riau. Maritalia , D. (2012). asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nuraini, I., Ningrum, P. N., & Iswati, R. S. (2019). Pengaruh Menyusui Secara Eksklusif Terhadap Involusi Uteri Pada Ibu Nifas . Jurnal Kebidanan Indonesia, 49 - 55. Nurjanah, S. N. (2013). Asuhan Kebidanan Postpartum. Bandung: PT Refika Aditama. SH, Ineke., Ani, M., & Sumarni, S. (2016). Pengaruh Senam Nifas Terhadap Tinggi Fundus Uteri dan Jenis Lochea pada Primipara. Jurnal Ilmiah Bidan.



1



Sukma, F., Hidayati, E., & Jamil, S. N. (2017). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah . Sulistyawati, a. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. jakarta: Selemba Medika. Walyani, E. S. (2015). Asuhan Kebidanan Maternal & Neonatal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Walyani, E. S., & Purwoastuti, E. (2017). Asuhan Kebidanan Masa Nifas & Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. wulandari, S. R., & Handayani, S. (2011). Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta: Gosyen. Zakiyyah, M., Ekasari, T., & Natalia, M. S. (2018). Pendidikan Kesehatan dan Pelatihan Senam Nifas. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 11-16.



2