Laporan Manajemen RS DAYA GEL I [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) FARMASI RUMAH SAKIT PERIODE 03 JANUARI – 03 FEBRUARI 2019 MANAJEMEN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DAYA KOTA MAKASSAR



DISUSUN OLEH: MUHAMMAD RAHMATULLAH REZKY RAUDAH YUNUS IRENE SONYA RUPANG NUURFADILLAH RAMLI NURUL FAIKHA NUR AINIAH HERIYANTI HERLINA



N014181033 N014181028 N014181037 N014181039 N014181045 N014181080 N014181078 N014181023



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019



KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil 'alamin. Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan rangkaian proses kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Makassar sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) di Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan PKPA Farmasi Rumah Sakit serta dalam penyusunan laporan ini. Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat kepada: 1.



Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.



2.



Ibu Dra. Ermina Pakki, M.Si., Apt. Selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.



3.



Bapak Prof. Dr. Natsir Djide, M.Si., Apt. selaku Pembimbing dan Koordinator Praktek Kerja Profesi Apoteker Rumah Sakit di Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.



4.



Ibu Dra. Khadijah Bachtiar, M.Kes., Apt. selaku Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Daya Kota Makassar



5.



Seluruh staf Rumah Sakit Umum Daerah Daya Kota Makassar Kami menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari



kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang.



ii



DAFTAR ISI



Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 I.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 I.2 Tujuan ................................................................................................ 2 I.3 Manfaat .............................................................................................. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 4 II.1 Pengertian Rumah Sakit ................................................................... 4 II.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi .............................................. 5 II.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ....................................................... 6 II.4 Kewajiban Rumah Sakit................................................................... 7 II.5 Klasifikasi Rumah Sakit................................................................... 8 II.6 Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit ...................................... 14 II.7 Manajemen Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit ........................ 16 II.8 Pelayanan Farmasi Klinik ................................................................ 28 II.9 Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik ................................. 38 II.10 Limbah Rumah Sakit ..................................................................... 39 II.11 Central Sterile and Suplies Departement (CSSD).......................... 49 BAB III GAMBARAN UMUM..................................................................... 58 III.1 Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar .................................. 66 III.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar...... 71 BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 84 BAB V PENUTUP .......................................................................................... 84 V.1 Kesimpulan ...................................................................................... 84 V.2 Saran ................................................................................................ 85 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 92 LAMPIRAN .................................................................................................... 94



iii



BAB I PENDAHULUAN



I.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),



penyembuhan



(rehabilitative)



yang



penyakit



(kuratif)



dilaksanakans



ecara



dan



pemulihan



menyeluruh,



kesehatan



terpadu,



dan



berkesinambungan (Siregar, C. G. P., 2003). Pelayanan kesehatan bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang memuaskan harapan dan derajat kebutuhan masyarakat (consumer satisfaction) melalui pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan yang juga akan memberikan kepuasan dalam harapan dan kebutuhan pemberi pelayanan (provider satisfaction) dalamin dustri pelayanan yang diselenggarakan secara efisien (institutional satisfaction). Jaminan mutu pelayanan kesehatan atau Quality Assurance in Healthcare merupakan salah satu pendekatan atau upaya yang sangat penting serta mendasar dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tenaga kesehatan dituntut professional dalam memberikan pelayanan kesehatan baik sebagai perorangan ataupun kelompok harus selalu berupaya memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada semua pasien (SatrianegaradanSaleha, 2009). Aspek



terpenting dalam melakukan



pelayananan



kefarmasian



yaitu



mengoptimalan penggunaan obat untuk menjamin ketersediaan, keamanan dan keefektifan penggunaan obat. Pelayanan kesehatan di rumah sakit unit yang memberikan kontribusi terbesar yaitu instalasi farmasi rumah sakit selain itu juga memberikan sumber pemasukan terbesar di rumah sakit (Rikomah, S. E., 2017).



1



2



Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu bagian penunjang medis di rumah sakit yang berfungsi sebagai penyedia perbekalan farmasi. Kegiatan utama instalasi farmasi rumah sakit yaitu memenuhi dan mencukupi kebutuhan persediaanf armasi terutama obat-obatan dan perbekalan kesehatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada pasien sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar luas dan digunakan dalam rumah sakit. Kegiatan di Instalasi farmasi rumah sakit aka berjalan dengan baik jika didukung oleh system informasi yang baik (Rikomah, S. E., 2017). Pelayanan kesehatan farmasi di rumah sakit tidak lepas dari adanya peran apoteker. Peran apoteker menjadi penting guna mewujudkan pelayanan kefarmasian yang ideal dengan melakukan pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan keahlian di bidang kefarmasian, serta untuk mempersiapkan calon apoteker memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional, maka dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di instalasi farmasi di RSUD kota Makassar sehingga diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang Apoteker yang profesional. I.2. Tujuan Tujuan pelaksanaan PKPA di RSUD kota Makassar antara lain: 1. Memahami tugas dan peran Apoteker dalam kegiatan manajemen farmasi rumah sakit sesuai dengan etika dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem pelayanan kesehatan. 2. Memahami peran dan tugas Apoteker dalam kegiatan farmasi klinik dirumah sakit sesuai dengan etika dan ketentuan yang berlaku didalam system pelayanan kesehatan. 3. Memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktek kefarmasian serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek kefarmasian dirumah sakit.



3



I.3. Manfaat Manfaat Praktek Profesi Apoteker di rumah sakit adalah : 1. Mengetahui dan memahami tugas serta tanggung jawab Apoteker dalam menjalankan kefarmasian di rumah sakit. 2. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman mengenai praktek kefarmasian diinstalasi farmasi rumah sakit. 3. Mengembangkan dan mempraktekan ilmu yang diperoleh pada pendidikan formal untuk diterapkan dilapangan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



II.1. Pengertian Rumah Sakit Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, 2004). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.983/B/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, yang dimaksudkan dengan Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik (Depkes RI, 1992). Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU RI No.44 Tahun 2009).



Rumah



sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya



kesehatan, bertujuan



untuk



mewujudkan



derajat



kesehatan



yang



optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,



4



5



golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Izin mendirikan rumah sakit adalah izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah atau badan swasta yang akan mendirikan bangunan atau mengubah fungsi bangunan yang telah ada untuk menjadi rumah sakit setelah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri (Permenkes, 2014). Di Indonesia, rumah sakit merupakan pusat rujukan pelayanan kesehatan untuk puskesmas baik rawat jalan maupun rawat inap yang bersifat spesialistik. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi menjadi Rumah Sakit Umum terdiri dari kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan. Kelas rumah sakit tipe Amenurut UU Rumah Sakit no. 44 Tahun 2009 adalah: Rumah Sakit Umum kelas A adalah harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar (Permenkes, 2014). Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis. Rumah Sakit kelas A ini telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga sebagai Rumah Sakit Umum Pusat.Dalam pelaksanaan tugas rumah sakit, mempunyai berbagai fungsi, yaitu menyelengarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan. II.2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi (KepMenKes, 2004) Struktur organisasi rumah sakit umumnya terdiri atas: 1) Badan Pengurus Yayasan, 2) Dewan Pembina, 3) Dewan Penyantun, 4) Badan Penasehat, dan Badan Penyelenggara. Badan Penyelenggara terdiri atas: 1) direktur, wakil direktur,



6



2) komite medik, 3) satuan pengawas, 4) berbagai bagian dari instalasi. Sebuah rumah sakit bisa memiliki lebih dari seorang wakil direktur, tergantung pada besarnya rumah sakit. Wakil direktur pada umumnya terdiri atas wakil direktur pelayanan medik, wakil direktur penunjang medik dan keperawatan, serta wakil direktur keuangan dan administrasi. Staf Medik Fungsional (SMF) berada di bawah koordinasi komite medik. SMF terdiri atas: 1) dokter umum, 2) dokter gigi, dan 3) dokter spesialis Komite medik adalah adalah wadah nonstruktural yang keanggotaannya terdiri atas ketua-ketua SMF. Menurut Kepmenkes Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Struktur organisasi minimal di Instalasi Farmasi Rumah Sakit yaitu: 1. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit 2. Administrasi Farmasi 3. Pengelolaan perbekalan farmasi 4. Pelayanan farmasi klinik 5. Manajemen mutu II.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai fungsi: a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan



7



d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Struktur organisasi minimal di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat dilihat pada Gambar berikut:



Gambar 1. Struktur organisasi minimal di Instalasi Farmasi Rumah Sakit



II.4. Kewajiban Rumah Sakit Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban, diantaranya: a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat, b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit, c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemam-puan pelayanannya, d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya,



8



e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin, f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan, g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien, h. Menyelenggarakan rekam medis, i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia. II.5 Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan bentuknya, Rumah Sakit dibedakan menjadi rumah Sakit menetap, rumah sakit bergerak dan rumah sakit lapangan: a. Rumah Sakit menetap merupakan Rumah Sakit yang didirikan secara permanen untuk jangka waktu lama untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. b. Rumah Sakit bergerak merupakan Rumah Sakit yang siap guna dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain. c. Rumah Sakit lapangan merupakan Rumah Sakit yang didirikan di lokasi tertentu selama kondisi darurat dalam melaksanakan kegiatan tertentu yang berpotensi bencana atau selama masa tanggap darurat bencana. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi: a. Rumah Sakit Umum A b. Rumah Sakit Umum B c. Rumah Sakit Umum C d. Rumah Sakit Umum D



9



Rumah Sakit Khusus meliputi rumah sakit: a. Ibu dan anak b. Mata c. Otak d. Gigi dan mulut e. Kanker f. Jantung dan pembuluh darah g. Jiwa h. Infeksi i. Paru j. Telinga-hidung-tenggorokan k. Bedah l. Ketergantungan obat m. Ginjal (Permenkes No. 56, 2014). Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit



dan



Peraturan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia



Nomor



340/Menkes/Per/-III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, dapat digolongkan menjadi: A. Rumah Sakit Umum Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang penyakit. Rumah sakit umum kemudian diklasifikasikan lagi berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan menjadi: 1) Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah sakit A harus mmilii fasilitas dan kemampuan pelayanan medik: 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar (Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi), 5 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik (Pelayanan Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik dan Patologi Anatomi), 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain (Pelayanan Mata,Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik) dan 13 Pelayanan Medik Sub Spesialis (Subspesialis Bedah,



10



Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi, Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Jiwa, Paru, Orthopedi dan Gigi Mulut), Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif, Pelayanan Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik, Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance,



Komunikasi,



Pemulasaraan



Jenazah,



Pemadam



Kebakaran,



Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih. Kapasitas tempat tidur minimal 400 buah. 2) Rumah Sakit Umum Kelas B Harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik: 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar (Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi), 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik (Pelayanan Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik), Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya 8 dari 13 (Pelayanan Mata,Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik) dan 2 dari 4 Pelayanan Medik Sub Spesialis (Subspesialis Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi), Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif, Pelayanan Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik, Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih. Kapasitas tempat tidur minimal 200 buah. 3) Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik: 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar (Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi), 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik (Pelayanan Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik, Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif,



11



Pelayanan Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik, Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance,



Komunikasi,



Pemulasaraan



Jenazah,



Pemadam



Kebakaran,



Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih. Kapasitas tempat tidur minimal 100 buah.Rumah Sakit Umum Kelas D; harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik: sekurang-kurangnya 2 dari 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar (Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi), 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik yaitu laboratorium dan radiologi, Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan High Care Unit, Pelayanan Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik, Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance,



Komunikasi,



Pemulasaraan



Jenazah,



Pemadam



Kebakaran,



Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih. Kapasitas tempat tidur minimal 50 buah. 4) Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah sakit umum kelas D dibagi menjadi dua, yaitu RS umum kelas D dan RS umum kelas D pratama. Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas D paling sedikit meliputi:  Pelayanan medik;  pelayanan kefarmasian;  pelayanan keperawatan dan kebidanan;  pelayanan penunjang klinik;  pelayanan penunjang nonklinik;  pelayanan rawat inap. Pelayanan kefarmasiannya meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Rumah Sakit Umum kelas D pratama didirikan dan diselenggarakan untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tingkat kedua



12



yang didirikan dan diselenggarakan di daerah tertinggal, perbatasan, atau kepulauan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain pada daerah tersebut diatas, Rumah Sakit Umum kelas D pratama dapat juga didirikan di kabupaten/kota, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Belum tersedia Rumah Sakit di kabupaten/kota yang bersangkutan; 2. Rumah Sakit yang telah beroperasi di kabupaten/kota yang bersangkutan kapasitasnya belum mencukupi; 3. Lokasi Rumah Sakit yang telah beroperasi sulit dijangkau secara geografis oleh sebagian penduduk di kabupaten/kota yang bersangkutan B. Rumah Sakit Khusus Memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Rumah Sakit Khusus dapat diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan menjadi: 1) Rumah Sakit Kelas A; 2) Rumah Sakit Kelas B; 3) Rumah Sakit Kelas C Rumah Sakit Khusus harus mempunyai fasilitas dan kemampuan, paling sedikit meliputi: a. Pelayanan, yang diselenggarakan meliputi: 1. Pelayanan medik, paling sedikit terdiri dari: a) Pelayanan gawat darurat, tersedia 24 (dua puluh empat) jam sehari terus menerus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan b) Pelayanan medik umum c) Pelayanan medik spesialis dasar sesuai dengan kekhususan d) Pelayanan medik spesialis dan/atau subspesialis sesuai kekhususan e) Pelayanan medik spesialis penunjang 2. Pelayanan kefarmasian 3. Pelayanan keperawatan 4. Pelayanan penunjang klinik dan, 5. Pelayanan penunjang nonklinik



13



b. Sumber daya manusia, paling sedikit terdiri dari: 1. Tenaga medis, yang memiliki kewenangan menjalankan praktik kedokteran di Rumah Sakit yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. Tenaga kefarmasian, dengan kualifikasi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kefarmasian Rumah Sakit. 3. Tenaga keperawatan, dengan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit; 4. Tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit; c. Peralatan, yang memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. B. Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Pengelolaannya 1. Rumah Sakit Publik Rumah Sakit ini dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit Publik yang dikelolah oleh pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit Publik yang dikelolah oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat. 2. Rumah Sakit Privat Rumah Sakit yang dikelolah oleh Badan Hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. C. Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Afiliasi Pendidikan Rumah Sakit Pendidikan merupakan Rumah Sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan dan pendidikan tenaga kesehatan



14



lainnya. Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan dapat dibentuk Jejaring Rumah Sakit Pendidikan. II.6 Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Semua sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab Instalasi Farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi (Permenkes, 2016). II.6.1 Standar Pelayanan Farmasi Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi danAnalis Farmasi. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan Untuk: a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).



15



Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar,pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis HabisPakai dan pelayanan farmasi klinik. Penyelenggaraan Standar PelayananKefarmasian di Rumah Sakit harus didukung oleh ketersediaan sumberdaya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional. Untuk menjaminmutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, harus dilakukanPengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian yang meliputi, monitoring; dan evaluasi. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harusmenjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BahanMedis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dapatdibentuk satelit farmasi sesuai dengan kebutuhan yang merupakan bagiandari Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Rumah Sakit wajib mengirimkan laporan Pelayanan Kefarmasian secara berjenjang kepada dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan kementerian kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes, 2016). II.6.2 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Adapun Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi adalah mengelola sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai serta pelayanan untuk farmasi klinik. Tugas Instalasi farmasi, yaitu: a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan professional serta sesuai prosedur dan etik profesi b. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko d. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien



16



e. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan Kefarmasian g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium Rumah Sakit (Permenkes, 2016). II. 7 Manajemen Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Pengelolaan perbekalan obat di farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan,



pengadaan,



penerimaan,



penyimpanan,



pendistribusian,



pengendalian, pencatatan, dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi. 1. Perencanaan Perencanaan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit. Tujuannya adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Tahapan perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi meliputi: a. Pemilihan Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di Rumah Sakit. Kriteria pemilihan kebutuhan obat yang baik yaitu meliputi: 1) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari kesamaan jenis. 2) Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal. 3) Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi. b. Kompilasi Penggunaan Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan



17



selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari kompilasi penggunaan perbekalan farmasi adalah: 1) Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing unit pelayanan 2) Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total penggunaan setahum seluruh unit pelayanan 3) Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi. c. Perhitungan Kebutuhan Menentukan kebutuhan perbekalan farmasi merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di Rumah Sakit. Masalah kekosongan atau kelebihan perbekalan farmasi dapat terjadi, apabila informasi yang digunakan semata-mata hanyaberdasarkan kebutuhan teoritis saja. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi secara terpadu serta melalui tahapan seperti di atas, maka diharapkan perbekalan farmasi yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan. Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode: 1) Metode Konsumsi Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data real konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan adalah: a) Pengumpulan dan pengolahan data b) Analisa data untuk informasi dan evaluasi c) Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi d) Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi dana. 2) Metode Morbiditas/Epidemiologi



18



Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam metode ini adalah: a) Menentukan jumlah pasien yang dilayani b) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit c) Menyediakan formularium standar pedoman perbekalan farmasi d) Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi e) Penyesuaian dengan aloksai dana yang tersedia. d. Evaluasi Perencanaan Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan, dan idealnya diikuti dengan evaluasi: Tabel 1. Perbandingan metode konsumsi dan metode morbiditas Konsumsi 1. Pilihan pertama dalam perencanaan dan pengadaan 2. Lebih mudah dan cepat dalam perhitungan 3. Kurang tepat dalam penentuan jenis dan jumalah 4. Mendukung tidak rasionalnya dalam penggunaan.



Morbiditas 1. Pilihan pertam, lebih akurat dan mendekati kebutuhan yang sebenarnya 2. Pengobatan lebih rasional 3. Perhitungan lebih rumit 4. Tidak dapat digunakan untuk semua penyakit 5. Data yang diperlukan : kunjungan pasien dan sepuluh besar pola penyakit. dalam perencanaan



Sumber : Kemenkes RI. 2010. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit



1) Analisa ABC Analisa ABC adalah analisis yang digunakan dalam beberapa sistem persediaan untuk menganalisis pola konsumsi dan jumlah dari total konsumsi untuk semua jenis obat. Analisis ABC (Always, Better, Control) merupakan pembagian konsumsi obat dan pengeluaran untuk perencanaan. Metoode ini cenderung pada profit oriented product karena berdasar pada dana yang dibutuhkan dari masingmasing obat (Quick, 1997). 2) Analisa VEN Berbeda dengan istilah ABC yang menunjukkan urutan, VEN adalah singkatan dari V = Vital, E = Esensial, N = Non-Esensial. Jadi melakukan analisis VEN



19



artinya menentukan prioritas kebutuhan suatu perbekalan farmasi. Dengan kata lain, menetukan apakah suatu jenis perbekalan farmasi termasuk vital (harus tersedia), esensial (perlu tersedia), atau non-esensial (tidak prioritas untuk disediakan). 3) Analisis Kombinasi ABC dan VEN Jenis perbekalan farmasi yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah benar-benar jenis perbekalan farmasi yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit terbanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E dan sebagian V dari VEN. Sebaliknya, jenis perbekalan farmasi dengan status N harusnya masuk kategori C. Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat dimana anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan. 4) Revisi daftar perbekalan farmasi Bila langkah-langkah dalam analisis ABC maupun VEN terlalu sulit dilakukan atau diperlukan tindakan cepat untuk mengevaluasi daftar perencanaan, sebagai langkah awal dapat dilakukan suatu evaluasi cepat (rapid evaluation), misalnya dengan melakukan revisi daftar perencanaan perbekalan farmasi. 2. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui: a. Pembelian Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk mendapatkan perbekalan farmasi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden RI No. 94 tahun 2007 tentang Pengendalian dan Pengawasan atas Pengadaan dan Penyaluran Bahan Obat, Obat Spesifik dan Alat Kesehatan yang Berfungsi Sebagai Obat dan Peraturan Presiden RI No. 95 tahun 2007tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Proses pembelian mempunyai beberapa langkah yang baku dan merupakan siklus yang berjalan terus-menerus sesuai dengan kegiatan rumah sakit. Langkah proses pengadaan dimulai dengan mereview daftar perbekalan farmasi yang akan diadakan, menentukan jumlah masing-masing item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih metode pengadaan, memilih



20



rekanan, membuat syarat kontrak kerja, memonitor pengiriman barang, menerima barang, melakukan pembayaran serta menyimpan kemudian mendistribusikan. Ada 4 metode pada proses pembelian: 1) Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga metode ini lebih menguntungkan. Untuk pelaksanaannya memerkukan staf yang kuat, waktu yang lama serta perhatian penuh. 2) Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik. Harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan lelang terbuka. 3) Pembelian dengan tawar menawar, dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu. 4) Pembelian langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia. Harga tertentu, relatif agak lebih mahal. b. Produksi Produksi perbekalan farmasi di Rumah Sakit merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Kriteria perbekalan farmasi yang diproduksi: 1) Sediaan farmasi dengan formula khusus 2) Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar denan harga lebih murah 3) Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali 4) Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran 5) Sediaan farmasi untuk penelitian 6) Sediaan nutrisi parenteral 7) Rekonstitusi sediaan perbekalan farmasi sitostatika 8) Sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru. c. Sumbangan/hibah/droping Pada prinsipnya pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan, mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan



21



farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan disaat situasi normal. 3. Penerimaan Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim penerimaan farmasi harus ada tenaga farmasi. Semua perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasi pada order pembelian Rumah Sakit. Semua perbekalan farmasi harus ditempatkan dalam tempat persediaan, segera setelah diterima, perbekalan farmasi harus segera disimpan di dalam lemari besi atau tempat lain yang aman. Perbekalan farmasi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan: a. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS), untuk bahan berbahaya b. Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai Certificate of Origin c. Sertifikat analisa produk. 4. Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan alfabetis dengan menerapkan prinsip (First Expired First Out) FEFO dan (First In First Out) FIFO dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak gudang dan pemakai dengan cara ini maka secara tidak langsung terjadi efisiensi.



22



Pengaturan tata ruang untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan perbekalan farmasi, diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang bangunan gudang adalah sebagai berikut: 1) Kemudahan bergerak Untuk kemudahan bergerak, gudang perlu ditata sebagai berikut: a) Gudang menggunakan sistem satu lantai, jangan menggunakan sekat-sekat karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan. b) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi, ruang gudang dapat ditata berdasarkan sistem arus garis lurus, arus U atau arus L. 2) Sirkulasi udara yang baik, salah satu faktor penting dalam merancang bangunan gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari perbekalan farmasi sekaligus bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain adalah menggunakan kipas angin, apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi melalui atap. 3) Rak dan Pallet, Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok perbekalan farmasi. Keuntungan penggunaan pallet, sirkulasi udara dari bawah dan perlingungan terhadap banjir, peningkatan efisiensi penanganan stok dan dapat menampung perbekalan farmasi lebih banyak pallet lebih murah dari pada rak 4) Kondisi penyimpanan khusus, Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus dilindungi daru kemungkinan terputusnya arus listrik. Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci. Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk. 5) Pencegahan kebakaran, Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti dus, karton, dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang cukup.



23



Tabung pemadam kebakaran agar diperiksa secara berkala, untuk memastikan masih berfungsi atau tidak. Penyusunan stok perbekalan farmasi Perbekalan farmasi disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkahlangkah berikut: 1) Gunakan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out) dalam penyusunan perbekalan farmasi yaitu perbekalan farmasi yang masa kadaluwarsanya lebih awal atau yang dietrima lebih awal harus digunakan lebih awal sebab umumnya perbekalan farmasi yang datang lebih awal biasanya juga diproduksi lebih awal dan umumnya relatif lebih tua dan masa kadaluwarsanya lebih awal 2) Susun perbekalan farmasi dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi dan teratur 3) Gunakan lemari khusus untuk penyimpanan narkotika 4) Simpan perbekalan farmasi yang dapat dipengaruhi oleh temperatur , udara, cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai 5) Simpan perbekalan farmasi dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan perbekalan farmasi dalam dengan perbekalan farmasi perbekalan farmasi untuk penggunaan luar 6) Cantumkan nama masing-masing perbekalan farmasi pada rak dengan rapi 7) Apabila persediaan perbekalan farmasi cukup banyak, maka biarkan perbekalan farmasi tetap dalam boks masing-masing 8) Perbekalan farmasi yang mempunyai batas waktu penggunaan perlu dilakukan rotasi stok agar perbekalan farmasi tersebut tidak selalu berada di belakang sehingga dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluwarsa habis 9) Item perbekalan farmasi yang sama ditempatkan pada satu lokasiwalaupun dari sumber anggaran yang berbeda. 5. Pendistribusian Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi diRumah Sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasienrawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Jenis Sistem Distribusi Ada beberapa



24



metode yang dapat digunakanoleh IFRS dalam mendistribusikan perbekalan farmasi di lingkungannya. Adapun metode yang dimaksud antara lain: a. Resep perorangan Resep perorangan adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiappasien. Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dandidistribusikan oleh IFRS sesuai yang tertulis pada resep. b. Sistem distribusi persediaan lengkap di ruang Definisi sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalahtatanan kegiatan pengantaran sediaan perbekalan farmasi sesuaidengan yang ditulis dokter pada order perbekalan farmasi, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dengan mengambil dosis/unit perbekalan farmasi dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada pasien di ruang tersebut. Dalam sistem persediaan lengkap di ruangan, semua perbekalan farmasi yang dibutuhkan pasien tersedia dalam ruang penyimpanan perbekalan farmasi, kecuali perbekalan farmasi yang jarang digunakan. c. Sistem distribusi dosis unit (Unit Dose Dispensing = UDD) Definisi perbekalan farmasi dosis unit adalah perbekalan farmasi yang diorder oleh dokter untuk pasien, terdiri atas satu atau beberapa jenis perbekalan farmasi yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Sistem distribusi perbekalan farmasi dosis unit adalah tanggung jawab IFRS, hal itu tidak dapat dilakukan di Rumah Sakit tanpa kerja sama dengan staf medik, perawatan pimpinan Rumah Sakit dan staf administratif. Jadi, dianjurkan bahwa suatu panitia perencana perlu ditetapkan untuk mengembangkan pendekatan penggunaan suatu sistem distribusi dosis unit. Kepemimpinan dari panitia ini seharusnya datang dari apoteker IFRS yang menjelaskan kepada anggota lain tentang konsep distribusi perbekalan farmasi dosis unit. d. Sistem distribusi kombinasi Definisi sistem distribusi yang menerapkan sistem distribusi resep/order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang



25



terbatas. Perbekalan farmasi yang disediakan di ruangan adalah perbekalan farmasi yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan dan biasanya adalah perbekalan farmasi yang harganya murah mencakup perbekalan farmasi berupa resep atau perbekalan farmasi bebas. 6. Pengendalian Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit-unit pelayanan. Kegiatan pengendalian mencakup: a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini disebut stok kerja. b. Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak mengalami kelurangan/kekosongan. c. Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima. Selain itu, beberapa pengendalian yang perlu diperhatikan dalam pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut: 1) Rekaman pemberian obat Rekaman/catatan pemberian obat adalah formulir yang digunakan perawat untuk menyiapkan obat sebelum pemberian. Pada formulir ini perawat memeriksa obat yang diberikan sewaktu perawat berpindah dari pasien satu ke pasien lain dengan kereta obat. Dengan formulir ini perawat dapat langsung merekam/mencatat waktu pemberian dan aturan yang sebenarnya sesuai petunjuk. 2) Pengembalian obat yang tidak digunakan semua perbekalan farmasi yang belum diberikan kepada pasien rawat tinggal harus tetap berada dalam kereta dorong atau alat bantu angkut apapun. Hanya perbekalan farmasi dalam kemasan tersegel yang dapat dikembalikan ke IFRS. perbekalan farmasi yang dikembalikan pasien rawat jalan tidak boleh digunakan kembali. Prosedur tentang pengembalian perbekalan farmasi ini perlu dibuat oleh KFT bersama IFRS, perawat dan administrasi rumahsakit.



26



3) Pengendalian obat dalam ruang bedah dan ruang pemulihan Sistem pengendalian obat rumah sakit harus sampai ke bagian bedah, apoteker harus memastikan bahwa semua obat yang digunakan dalam bagian ini tepat order, disimpan, disiapkan, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga pencatatan perlu dilakukan seperti pencatatan di IFRS. 7. Penghapusan Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Penanganannya sebagai berikut: a. Catatan dari manufaktur seperti nama dan nomor batch sediaan perbekalan farmasi harus tertera pada resep pasien rawat jalan, order/P-3 pasien rawat tinggal, rekaman pengendalian kemasan dan pada daftar persediaan dan etiket yang bersangkutan. b. Dokumen tersebut no 1 (resep, order perbekalan farmasi, dan sebagainya) dikaji untuk menetapkan penerima (pasien dan unit rawat) no batch perbekalan farmasi yang ditarik. c. Dalam hal penarikan produk yang signifikan secara klinik, arus disampaikan kepada penerima bahwa mereka mempunyai produk perbekalan farmasi yang akan ditarik itu. Untuk pasien rawat jalan, peringatan harus dilakukan sedemikian agar tidak menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan. Tetapi pasien harus dijamin mendapat penggantian perbekalan farmasi yang ditarik. Pimpinan rumah sakit, perawat, dan staf medik harus diberi tahu setiap penarikan perbekalan farmasi. Beberapa penjelasan juga harus diberitahukan kepada pasien yang menerima perbekalan farmasi yang ditarik. d. Memeriksa semua catatan pengeluaran, kepada pasien mana perbekalan farmasi diberikan guna mengetahui keberadaan sediaan farmasi yang ditarik. e. Mengkarantina semua produk yang ditarik, diberi tanda “jangan gunakan” sampai produk perbekalan farmasi tersebut diambil oleh atau dikembalikan ke pabrik/produsennya.



27



8. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan merupakan suatu keguatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah Kartu Stok dan Kartu Stok Induk. Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Fungsi dari pencacatan adalah: a. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa). b. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran. c. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik perbekalan farmasi dalam tempat penyimpanan. 9. Monitoring dan Evaluasi Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev). Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai msukan guna penyususnan perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaksanaan monev daapt dilakukan secara periodik dan berjenjang. Keberhasilan monev ditentukan oleh surpervisor maupun alat yang digunakan. Tujuan monev adalah meningkatkan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum (Kemenkes RI, 2010). Kerangka Teori



28



Gambar 2. Kerangka Teori Sumber: Direktorat Jenderal Binakefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010.



II.8 Pelayanan Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik yang langsung diberikan oleh apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi: 1. Pengkajian dan Pelayanan Resep Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error). Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep. Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.



29



Persyaratan administrasi meliputi: a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter c. Tanggal Resep d. Ruangan/unit asal Resep. Persyaratan farmasetik meliputi: a. Nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan b. Dosis dan Jumlah Obat c. Stabilitas d. Aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi: a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat b. Duplikasi pengobatan c. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) d. Kontraindikasi e. Interaksi Obat. 2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/ Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/ pencatatan penggunaan Obat pasien. Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat: a. Membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunan Obat b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan c. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat



30



f. Melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan minum Obat (concordance aids) k. Mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter l. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien. 3. Rekonsiliasi Obat Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu: a. Pengumpulan data Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.



31



b. Komparasi Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep. c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah: 1) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja 2) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti 3) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi obat 4. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. PIO bertujuan untuk: a. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi c. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.



32



Kegiatan PIO meliputi: a. Menjawab pertanyaan b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter c. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit d. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya f. Melakukan penelitian. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO: a. Sumber daya manusia b. Tempat c. Perlengkapan. 3. Konseling Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya dalam rangka pemberian pemahaman tentang obat yang akan digunakan. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety). Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk: a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat



33



d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan Obat dengan penyakitnya e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat g. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan i. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien. Kegiatan dalam konseling Obat meliputi: a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah pengunaan Obat e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien f. Dokumentasi 4. Visite Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.



34



5. Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Kegiatan dalam PTO meliputi: a. Pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat. Tahapan PTO: a. Pengumpulan data pasien b. Identifikasi masalah terkait Obat c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat d. Pemantauan e. Tindak lanjut. Faktor yang harus diperhatikan: a. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan terpercaya (Evidence Best Medikine) b. Kerahasiaan informasi c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat). 6. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. MESO bertujuan untuk : a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan



35



c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/ mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki. Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO: a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO) b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO c. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Tim Farmasi dan Terapi e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional. Faktor yang perlu diperhatikan: a. Kerjasama dengan Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat. 7. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi pengguna-an Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu: a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat b. Membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat. Kegiatan praktek EPO: a. Mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif b. Mengevaluasi pengggunaan Obat secara kuantitatif. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan: a. Indikator peresepan b. Indikator pelayanan c. Indikator fasilitas



36



8.



Dispensing Sediaan Steril Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit



dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat. Dispensing sediaan steril bertujuan: a. Menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat. Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi: a. Pencampuran Obat Suntik Melakukan pencampuran Obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas Obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan. Kegiatan dalam proses pencampuran obat suntik: 1) Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus 2) Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai 3) Mengemas menjadi sediaan siap pakai. Adapun faktor yang perlu diperhatikan: 1) Ruangan khusus 2) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet 3) HEPA Filter. b. Penyiapan Nutrisi Parenteral Penyiapan nutrisi parenteral merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai. Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus: 1) Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk kebutuhan perorangan 2) Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.



37



Faktor yang perlu diperhatikan: 1) Tim yang terdiri dari dokter, Apoteker, perawat, ahli gizi 2) Sarana dan peralatan 3) Ruangan khusus 4) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet 5) Kantong khusus untuk nutrisi parenteral. c. Penanganan Sediaan Sitostatik Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan Obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai. Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi: 1) Melakukan perhitungan dosis secara akurat 2) Melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang sesuai 3) Mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan 4) Mengemas dalam kemasan tertentu 5) Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku. Faktor yang perlu diperhatikan: 1) Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai 2) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet 3) HEPA filter 4) Alat Pelindung Diri (APD) 5) Sumber daya manusia yang terlatih 6) Cara pemberian Obat kanker



38



9.



Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil



pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. PKOD bertujuan: a. Mengetahui Kadar Obat dalam Darah b. Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat. Kegiatan PKOD meliputi: a. Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) b. Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) c. Menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dan memberikan rekomendasi. II.9 Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik adalah: 1. Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien akan berakibat terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor risiko tersebut adalah umur, gender, etnik, ras, status kehamilan, status nutrisi, status sistem imun, fungsi ginjal, fungsi hati. 2. Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien Faktor risiko yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu: tingkat keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan, tingkat cidera yang ditimbulkan oleh keparahan penyakit. 3. Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi: toksisitas, profil reaksi Obat tidak dikehendaki, rute dan teknik pemberian, persepsi pasien terhadap toksisitas, rute dan teknik pemberian, dan ketepatan terapi.



39



Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik, Apoteker kemudian harus mampu melakukan: a. Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan semi kuantitatif b. Melakukan evaluasi risiko c. Mengatasi risiko melalui: 1) Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit 2) Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko 3) Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis) 4) Menganalisa risiko yang mungkin masih ada 5) Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko, mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan mengendalikan risiko. SDM yang semakin kompeten dan kerjasama tim (baik antar tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lain/ multidisiplin) yang solid. Beberapa unit/area di Rumah Sakit yang memiliki risiko tinggi, antara lain Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat (UGD), dan kamar operasi (OK). Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam setiap tahap manajemen risiko perlu menjadi salah satu prioritas perhatian. Semakin besar risiko dalam suatu pemberian layanan yang dibutuhkan. II.10 Limbah Rumah Sakit II.10.1 Pengertian Limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu limbah medis klinis dan non klinis baik itu limbah padat maupun limbah cair (Depkes RI, 2002).



40



II.10.2 Limbah Medis Padat (Yahar, 2011) Penggolongan kategori limbah medis padat dapat diklasifikasikan berdasarkan potensi bahaya yang tergantung di dalamnya, serta volume dan sifat persistensinya yang dapat menimbulkan masalah: a) Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif. Limbah benda tajam mempunyai potensi bahaya tambahan yang dapat menyebabkan infeksi atau cidera karena mengandung bahan kimia beracun atau radio aktif. Potensi untuk menularkan penyakit akan sangat besar bila benda tajam tadi digunakan untuk pengobatan pasien infeksi atau penyakit infeksi. b) Limbah infeksius, memiliki pengertian sebagai limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) dan limbah laboratorium. Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: 1) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). 2) Limbah laboratorium yang berkaitan dengan mikrobiologi dari rumah sakit atau ruang perawatan/isolasi penyakit menular. Namun beberapa institusi memasukkan juga bangkai hewan percobaan yang terkontaminasi atau yang diduga terkontaminasi oleh organisme patogen ke dalam kelompok limbah infeksius. a) Limbah patologi (jaringan tubuh) adalah jaringan tubuh yang terbuang dari proses bedah atau autopsi. b) Limbah sitotoksis adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksis selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksis dan harus dimusnahkan melalui incinerator pada suhu lebih dari 1.000oC. Tempat pengumpul sampah sitotoksis setelah dikosongkan lalu dibersihkan dan didesinfeksi.



41



c) Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat- obatan. d) Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset. Pembuangan limbah kimia ke dalam saluran air kotor dapat menimbulkan korosi. Sementara bahan kimia lainnya dapat menimbulkan ledakan. Limbah kimia yang tidak berbahaya dapat dibuang bersama-sama dengan limbah umum. e) Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain: 1) Tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bacterilogis dapat berbentuk cair, padat atau gas. 2) Penanganan, penyimpanan dan pembuangan bahan radioaktif harus memenuhi peraturan yang berlaku. Setelah dihasilkan dan penyimpanan merupakan prioritas akhir bila limbah benar-benar tidak dapat langsung diolah. faktor penting dalam penyimpanan melengkapi tempat penyimpanan dengan cover atau penutup, menjaga agar area penyimpanan limbah medis tidak tercampur dengan limbah non-medis, membatasi akses sehingga hanya orang tertentu yang dapat memasuki area serta, labeling dan pemilihan tempat penyimpanan yang tepat dalam strategi. II.10.3 Limbah Medis Cair (Yahar, 2011) Limbah cair rumah sakit umumnya mengandung senyawa polutan organik yang cukup tinggi dan dapat diolah dengan proses pengelolaan secara biologis, baik yang berasal dari buangan domestik maupun buangan limbah medis klinis. Sementara itu, untuk limbah yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat dan bila dialirkan ke dalam pengolahan secara biologis akan mengganggu proses pengelolaan. Limbah ini harus dipisahkan dan ditampung



42



kemudian diolah secara kimia-fisika baru dialirkan bersama-sama dengan limbah cairan lainnya dan diolah dengan pengelolaan biologis. Pengelolaan air limbah dapat menggunakan teknologi pengelolaan secara biologis atau gabungan antara proses biologis dengan proses kimia-fisika. Proses secara biologis dapat dilakukan secara aerobik (dengan udara) dan anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi antara aerobik dan anaerobik. Proses biologis biasanya digunakan untuk pengelolaan air limbah dengan BOD yang tidak terlalu besar. Pengelolaan limbah secara aerobik dapat dibagi menjadi 3 yaitu: rosesbiologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengelolaan dengan sistem lagoon atau kolam. Salah satu contoh proses pengelolaan menggunakan sistem lagoon adalah dengan kolam aerasi kolam atau kolam stabilisasi (stabilization pond). Contoh proses pengelolaan limbah cair proses biologis dengan biakan tersuspensi yaitu proses lumpur aktif standar atau konversional (standar activated sludge), step aeration, oxidation, ditch (kolam oksidasi sistem parit). Untuk proses biologis dengan biakan melekat dapat dilakukan dengan trickling filter atau biofilter, Rotating Biological Contactor (RBC), Contactor Aeration (CA). Teknologi pengelolaan limbah cair yang sering digunakan di rumah sakit yaitu proses lumpur aktif (activated sludge process), reaktor putar biologis (rotating biological contactor/RBC), proses aerasi kontak (contact aeration process), proses pengolahan dengan biofilter “Up Flow” dan pengelolaan dengan sistem biofilter anerobik-erobik (Adisasmito, 2007). II.10.4 Dampak Positif Pengelolaan Limbah Medis Adapun dampak positif terhadap pengolahan limbah medis yang diperoleh di Rumah Sakit, terdiri atas (Yahar, 2011): a. Pengaruh baik dari pengelolaan limbah rumah sakit akan memberikan dampak positif terhadap kesehatan masyarakat, lingkungan dan rumah sakit itu sendiri. b. Meningkatkan pemeliharaan kondisi yang bersih dan rapi, juga meningkatkan pengawasan pemantauan dan peningkatan mutu rumah sakit sekaligus akan dapat mencegah penyebaran penyakit (infeksi nosokomial).



43



c. Keadaan lingkungan yang saniter serta esetetika yang baik akan menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, petugas dan pengunjung rumah sakit tersebut. d. Keadaan lingkungan yang bersih juga mencerminkan keberadaan sosial budaya masyarakat disekitar rumah sakit. e. Dengan adanya pengelolaan limbah yang baik maka akan berkurang juga tempat berkembang biaknya serangga dan tikus sehingga populasi kepadatan vektor sebagai mata rantai penularan penyakit dapat dikurangi. II.10.5 Dampak Negatif Pengelolaan Limbah Medis Kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat di rumah sakit di samping memberikan kesembuhan atau peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga menghasilkan sejumlah hasil sampingan. Hasil sampingan tersebut berupa cairan, dan gas yang banyak mengandung kuman patogen, zat kimia, yang beracun, zat radioaktif dan zat lain. Apabila pengelolaan bahan buangan tidak dilaksanakan dengan baik secara sanitasi, maka akan menyebabkan gangguan terhadap kelompok masyarakat di sekitar rumah sakit serta lingkungan di dalam dan di luar rumah sakit. Agen penyakit yang dihasilkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan di RS memasuki media lingkungan melalui air, (air kotor dan air minum), udara, makanan, alat atau benda, serangga, tenaga kesehatan, dan media lainnya. Melalui media ini agen penyakit tersebut akan dapat ditularkan kepada kelompok masyarakat. RS yang rentan, misalnya penderita yang dirawat, atau yang berobat jalan, karyawan RS, pengunjung, atau pengantar orang sakit, serta masyarakat di sekitar RS. Oleh karena itu, pengawasan terhadap mutu media lingkungan ini terhadap kemungkinan akan adanya kontaminasi oleh agen penyakit yang dihasilkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan di RS, hendaknya dipantau dengan cermat sehingga media tersebut bebas dari kontaminasi. Dengan demikian, kelompok masyarakat di RS terhindar dari kemungkinan untuk mendapatkan gangguan atau penyakit akibat buangan agen dari masyarakat tersebut (Adisasmito, 2007).



44



II.10.6 Pengolahan Limbah Dalam pengelolaan limbah betul-betul memperhatikan dari segala aspek misalnya dari segi kesehatan khususnya lingkungan sekitar, fasilitas yang di gunakan, tenaga kesehatan yang bertugas dalam hal ini serta mengurangi resiko terjadinya penyebaran penyakit dan kecelakaan kerja. Pada umumnya pengelolaan limbah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda antara fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umum-nya terdiri dari Pemilahan, Pewadahan, Pengangkutan, Tempat Penampungan Sementara dan pemusnahan (Fattah, dkk, 2007). 1) Pemilahan Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan. Kunci minimalisasi dan pengelolaan limbah layanan kesehatan secara efektif adalah pemilihan (Segregasi) dan identifikasi limbah. Penanganan, pengolahan dan pembuangan akhir limbah berdasarkan manfaat yang lebih banyak dalam melindungi kesehatan masyarakat. Pemilahan merupakan tanggung jawab yang di bebankan pada produsen limbah dan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat dihasilkannya limbah. Kondisi yang telah terpilah itu tetap harus dipertahankan di area penampungan dan selama pengangkutan. 2) Pewadahan Sesuai dengan permenkes 1204/Menkes/SK/X/2004. Adapun syarat kesehatan menurut permenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 yaitu memenuhi syarat jika: a. Tempat sampah anti bocor dan anti tusuk. b. Memiliki tutup dan tidak mudah dibuka orang. c. Sampah medis padat yang akan dimanfaatkan harus melalui sterilisasi. d. Pewadahan sampah medis menggunakan label (warna kantong plastik/kontainer). e. Sampah radioaktif menggunakan warna merah.



45



f. Sampah sangat infeksius menggunakan warna kuning. g. Sampah atau limbah infeksius, patologi dan anatomi menggunakan warna kuning. h. Sampah sitotoksis menggunakan warna ungu. i. Sampah/ limbah kimia dan farmasi menggunakan warna cokelat. Penanganan sampah dari masing-masing sumber dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Wadah tidak boleh penuh, bila wadah sudah terisi 3⁄4 bagian, maka segera ke tempat pembuangan akhir. 2) Wadah berupa kantongan plastik dapat diikat rapat pada saat akan diangkut dan dibuang berikut wadahnya. 3) Pengumpulan limbah dari ruang perawatan atau pengobatan harus tetap pada wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak yang terbuka. Hal ini dimaksud untuk menghindari terjadinya kontaminasi di sekitarnya dan mengurangi resiko kecelakaan terhadap petugas, pasien dan pengunjung. 4) Petugas yang menangani harus selalu menggunakan sarung tangan dan sepatu, serta harus mencuci tangan dengan sabun setiap selesai mengambil limbah. Berikut ini kategori pewadahan limbah sesuai dengan karateristiknya. Agar kebijakan kodifikasikan menggunakan warna dapat di laksanakan dengan baik, tempat limbah di seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya (Depkes RI, 1992) a. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik. b. Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis dianggap sebagai limbah klinik. c. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.



46



Tabel 1. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat



3) Pengangkutan Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ke tempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Limbah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor. 4) Tempat Penampungan Sementara (TPS) Penampungan limbah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis sesuai standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam PERMENKES RI No 1204/MENKES/-SK/X/2004 di mana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah



47



infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol sitotoksis untuk limbah sitotoksis, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”. Adapun bentuk penanganan limbah yang di lakukan antara lain: a. Kantong-kantong dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian b. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberikan label yang jelas c. Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan d. Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantong-kantong plastik dengan warna yang sama telah dijadikan satu dan di kirimkan ke tempat yang sesuai e. Kantong harus di simpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangan. 5) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sebagian besar limbah dan sejenisnya itu dimusnahkan dengan incinerator atau dengan menggunakan metode sanitari landfill. Metode ini digunakan tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi, peraturan yang berlaku, aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Incinerator adalah istilah yang di gunakan untuk menjelaskan semua sistem pembakaran, walau hanya satu yang biasa dipandang efektif. Dalam pedoman ini incinerator digunakan untuk menjelaskan proses pembakaran yang dilaksanakan dalam ruang ganda incinerator yang mempunyai mekanisme pemantauan secara ketat dan pengendalian parameter pembakaran. II.2.6 Pengolahan Limbah Medis Hal-hal Yang Perlu di Perhatikan Dalam Pengelolaan Limbah Medis halhal yang perlu di perhatikan dalam pengelolaan limbah klinis atau limbah medis sebagai berikut (Adisasmito, 2007) a. Penghasilan limbah klinis dan yang sejenisnya harus menjamin keamanan dalam memilah-milah jenis limbah, pengemasan, pemberian label, penyimpanan, pengangkutan, pengelolaan, pembuangan.



48



b. Penghasil limbah klinis hendaknya mengembangkan dan secara periodik meninjau kembali strategi pengelolaan limbah secara menyeluruh c. Menekan produksi limbah hendaknya menjadi bagian integral dari strategi pengelolaan. d. Pemisahan limbah sesuai sifat dan jenis (kategori) adalah langkah awal prosedur pembuangan yang benar. e. Limbah radioaktif harus diamankan dan dibuang sesuai dengan peraturan yang berlaku oleh instansi yang berwenang. f. Incinerator adalah metode pembuangan yang disarankan untuk limbah tajam, infeksius dan jaringan tubuh. Tujuan Pengelolaan Limbah Medis Menurut Linda Tiejen, dkk (2004) dalam bukunya “Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas” adalah sebagai berikut: a) Mencegah terjadinya penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya. b) Melindungi terjadinya penyebaran infeksi terhadap para petugas keseha-tan. c) Membuang bahan-bahan berbahaya (bahaya toksik dan radioaktif). d) Melindungi petugas terhadap kecelakaan kerja. e) Syarat-Syarat Pengelolaan Limbah Medis Pengelolaan limbah medis rumah sakit harus dilakukan dengan benar dan efektif serta memenuhi syarat sanitarian. Adapun syarat sanitasi yang harus memenuhi syarat adalah sebagai berikut: a) Limbah tidak boleh dihinggapi lalat, tikus, dan binatang sejenisnya yang dapat menyebarkan penyakit. b) Limbah tidak menimbulkan bau yang busuk, dan suasana yang baik. c) Limbah tidak boleh mencemari tanah, air, udara. d) Limbah cair yang beracun harus dipisahkan dari limbah cair dan harus memiliki tempat penampungan sendiri/ dipisahkan. II.11 Central Sterile and Supplies Department (CSSD) II.11.1 Pengertian Central Sterile and Supplies Department, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “Instalasi Sterilisasi Sentral”. Proses untuk mengurangi



49



jumlah pencemaran mikroorganisme atau substansi atau unsur lain yang berbahaya. Proses inaktifasi mikroorganisme melalui sistem pemanasan atau kimia, peralatan atau mesin yang digunakan untuk sterilisasi dengan menggunakan uap bertekanan. Kondisi bebas dari semua mikroorganisme, termasuk spora, proses penghancuran semua mikroorganisme termasuk spora melalui cara fisika atau kimia (KemenKes, 2012). II.11.2 Fungsi CSSD Fungsi instalasi sterilisasi sentral adalah sebagai berikut (KemenKes, 2012): 1. menerima dan memilah bahan-bahan kotor yang digunakan di rumah sakit 2. menentukan apakah barang-barang tersebut akan digunakan kembali atau dibuang 3. melaksanakan proses dekontaminasi atau disinfeksi sebelum disterilisasi 4. melaksanakan pembersihan khusus dari peralatan dan bahan-bahan 5. memeriksa dan menguji instrumen, peralatan dan linen 6. merakit kembali instrumen set, mengemas linen dan lain-lain 7. mengemas semua bahan-bahan untuk sterilisasi 8. sterilisasi 9. memberikan label dan tanggal pada bahan 10. menyimpan dan mengontrol persediaan 11. mengeluarkan dan mendistribusikan II.11.3 Prosedur CSSD (KemenKes, 2012) 1.



Membersihkan dan mencuci instrumen, nampan dan lain-lain, harus dilakukan sebelum pemasangan kembali dan mengemas instrumen kit. Membersihkan dan mencuci dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin cuci otomatis.



2.



Pembersihan ultrasonik dianggap paling efektif dalam membersihkan sambungan, engsel dan lain-lain.



3.



Membersihkan dengan cara mengikis permukaan instrumen akan memperpendek umur pakainya.



50



4.



Linen yang akan digunakan untuk mengemas instrumen bedah diperiksa terlebih dahulu terhadap kemungkinan berlubang, air mata atau robekan dengan cara melewatkan diatas meja lampu.



5.



2.4.5 Lembar pak (pack) linen, kain penutup, pengemas dan lain-lain dirakit untuk digunakan di ruang operasi, ruang sebelum melahirkan (labor) dan ruang melahirkan (delivery).



6.



Pak linen khusus dipersiapkan untuk prosedur khusus seperti untuk laparaskopi, mastectomy dan orthopedy operasi pinggul.



7.



Memproses instrumen, salah satu kegiatan dari pusat sterilisasi, termasuk perakitan instrumen yang sesuai dan memasukkan di dalam kit dan membungkus kit dengan linen steril. Kits dan nampan dapat dari berbagai jenis, seperti kit alat bedah untuk ruang operasi, kit jahitan untuk unit perawatan, dan nampan khusus untuk radiologi.



8.



Instrumen yang digunakan secara teratur, kadang-kadang dirakit dengan kemasan awal dari kit dan disimpan, atau disiapkan jika dibutuhkan sesuai pesanan. Kombinasi kedua cara tersebut umum dilakukan.



9.



Sterilisasi dilakukan dalam batch, yang berarti bahwa beberapa paket disterilkan dalam satu beban. Untuk pengendalian infeksi, paket ini diberi label dan tanggal, dan kemudian ditinjau ulang secara periodik terhadap indikator uji. Jika batch ditemukan dibawah standar, paket akan dikeluarkan dari rak.



10. Kit yang dikemas dan telah disterilkan dianggap steril untuk jangka waktu tertentu, setelah itu harus di sterilisasi ulang. Lamanya kit tetap steril tergantung pada jenis kemasan yang digunakan, yaitu, apakah kit dikemas dengan linen tebal atau ganda berkualitas bedah. 11. Pelabelan dan tanggal paket adalah salah satu langkah penting dalam proses sterilisasi. 12. Sterilisasi sentral mungkin juga melibatkan pembuatan larutan parenteral, larutan saline steril normal, dan air destilasi steril. Namun karena risiko yang terkait, hanya beberapa rumah sakit yang menyiapkan larutan parenteral. Bahkan dalam kasus larutan saline dan air steril, kecenderungannya adalah



51



membeli dari luar di dalam wadah kantong plastik. Ini untuk mengurangi kerusakan dan juga nyaman dalam menanganinya. II.11.4 Jenis-jenis Sterilisasi Jenis-jenis bahan yang disterilkan adalah instrument bedah yang umumnya terbuat dari logam, linen seperti baju operasi, doek, masker, untuk yang berbahan karet seperti sarung tangan, kateter dll. Jenis-jenis Sterilisasi: 1. Uap air panas dengan tekanan – Autoclave Salah satu upaya pencegahan infeksi nosocomial di rumah sakit adalah melalui proses sterilisasi yang efektif. Uap dapat membunuh mikroorganisme melalui denaturasi dan koagulasi sel protein scara ireversibel. Kesempurnaan proses sterilisasi uap tergantung pada proses pengurangan jumlah mikroorganisme sebelum sterilisasi melalui pembersihan yang baik dan mencegah terjadinya rekontaminasi sebelum digunakan. Temperatur yang diperlukan pada metode sterilisasi ini adalah: 130oC selama 2 menit; 121oC selama 15 menit dan 116oC selama 30 menit. Mesin sterilisasi uap pada dasarnya ada dua jenis mesin sterilisasi uap: a) Mesin sterilisasi uap tipe gravitasi, dimana udara dikeluarkan dari chamber berdasarkan gravitasi b) Mesin sterilisasi tipe prevakum, dimana udara dikeluarkan dari chamber oleh suatu pompa vakum. Pada proses sterilisasi menggunakan sistem prevakum biasanya waktu sterilisasi dapat berlangsung lebih cepat karena efikasi dan kecepatan pengeluaran udara berlangsung lebih baik. 2.



Panas kering (Dry heat) dengan tekanan normal Waktu sterilisasi yang umum pada suhu 160oC adalah 60–150 menit, dan



pada suhu 170oC adalah 20–30 menit. Siklus kerja dari mesin sterilisasi panas kering meliputi: a) Pemanasan udara panas dilakukan melalui mekanisme listrik dan disirkulasikan pada chamber



52



b) Periode sterilisasi dimulai ketika sensor mendeteksi tercapainya suhu proses sterilisasi pada chamber c) Pada saat seluruh chamber memiliki suhu yang sama berakhirlah fase equilibrium dan dimulai fase “holding time” atau sterilisasi d) Pendinginan chamber dilakukan dengan mensirkulasikan udara dingin dan terfiltrasi ke dalam chamber Keuntungan dari sterilisasi panas kering antara lain: a) Dapat mensterilkan beberapa jenis bahan yang tidak dapat ditembus steam seperti serbuk kering dan bahan minyak b) Tidak memiliki sifat korosif pada logam c) Melalui mekanisme konduksi dapat mencapai seluruh permukaan alat yang tidak dapat dibongkar pasang. Disamping keuntungan, ada pula kelemahannya yaitu: a) Penetrasi terhadap material atau bahan berjalan sangat lambat dan tidak merata b) Diperlukan waktu pemaparan panas yang lama untuk mencapai kondisi steril c) Suhu tinggi dapat merusak bahan dari karet dan beberapa bahan kain 3.



Dengan radiasi peng-ion (radiasi gama atau elektron beam)



4.



Sterilan seperti: Ethylen oxyde, Glutaraldehyd Untuk pemakaian pada fasilitas kesehatan Etilen Oksida biasa digunakan



dalam bentuk wadah kecil dan berkonsentrasi 100%. Etilen oksida hanya digunakan untuk sterilisasi alat yang tidak dapat disterilkan dengan metode sterilisasi uap/suhu tinggi. Empat elemen yang perlu diperhatikan pada sterilisasi EtO adalah: 1) Konsentrasi gas tidak kurang dari 400 mg/liter 2) Suhu, tidak kurang dari 360C (siklus dingin) dan tidak lebih dari 600C (siklus hangat) 3) Kelembaban relative antara 40%-100% 4) Waktu berkolerasi langsung dengan suhu dan konsentrasi gas, makin tinggi suhu konsentrasi gas, waktu proses sterilisasi makin cepat.



53



5.



Sterilisasi dengan plasma Sebagai gas terdiri dari elektro, ion-ion, maupun partikel-partikel netral.



Halilintar merupakan contoh plasma yang terjadi di alam. Plasma buatan dapat terjadi pada suhu tinggi maupun suhu rendah. Pas plasma suhu rendah terjadi apabila dalam keadaan deep-vacuum gas tertentu distimulasi dengan frekuensi radio atau energi gelombang mikro sehingga terbentuk plasma. Proses pembentukan plasma mengalami dua fase yaitu fase difusi hydrogen peroksida dan fase plasma. Pembentukan plasma dimulai setelah pemvakuman chamber, uap hydrogen peroksida yang dihasilkan dari larutan 58% hydrogen peroksida masuk kedalam chamber melalui mekanisme difusi. Alat dan bahan disterilkan kemudian terpapar oleh uap hydrogen peroksida selama 50 menit pada konsentrasi 6 mg/I. hydrogen peroksida pada dasarnya mempunyai aktivitas mematikan mikroorganisme, pada pembentukan plasma berfungsi mematikan mikroorganisme. Fase plasma ini berlangsung selama 15 menit pada 400 watt. Setelah fase plasma selesai setiap spesies reaktif akan bergabung kembali membentuk senyawa stabil berupa air dan oksigen



Gambar 3. Alur Layanan Sterilisasi Instrument



54



II.11.5 Klasifikasi alat-alat medis & cara sterilisasi a. Critical instrument: mencapai jaringan steril atau pembuluh darah, mis. Implant, scalpel, instrument operasi Sterilisasi b. Semicritical instrument: menyentuh membran mukosa, mis. Fleksibel endoskopi, laryngoskop, ETT Disinfeksi tingkat tinggi c. Noncritical instrument: menyentuh kulit luar, mis. Stetoskop, permukaan meja, Disinfeksi tingkat rendah. II.11.6 Pembagian ruang CSSD a. Ruang dekontaminasi, merupakan tempat menerima barang kotor, melakukan dekontaminasi dan pembersihan. Ruang dekontaminasi harus direncanakan, dipelihara, dan dikontrol untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk melindungi pekerja dari benda-benda yang dapat menyebabkan infeksi, racun, dan hal-hal berbahaya lainnya. Syarat-syarat ruang dekontaminasi antara lain: 



Ventilasi



1) Sirkulasi udara yang dilengkapi filter 2) Pergantian udara 10 kali/jam 3) Tekanan udara negatif 4) Tidak dianjurkan menggunakan kipas angin 



Suhu dan kelembaban



1) Suhu 18 oC –22oC 2) Kelembaban antara 35–75%



55



Gambar 4. Alur Proses Sterilisasi Peralatan Instrument



b. Daerah pengemasan alat: Tempat mengemas dan menyimpan barang bersih. Sebaiknya ada tempat tertutup untuk menyimpan barang c. Daerah prosesing linen, merupakan tempat memeriksa, melipat dan mengemas linen, mempersiapkan kassa dan cotton swab untuk disterilkan. Sebaiknya ada tempat tertutup untuk menyimpan barang d. Daerah sterilisasi: Tempat melakukan sterilisasi, Syarat-syarat ruang penyimpanan barang steril antara lain :  Dekat dengan ruang sterilisasi  Suhu 18 oC–22 oC  Kelembaban 35–75%  Ventilasi menggunakan tekanan positif  Efisiensi partikulat 90–95% (untuk partikel berukuran 0,5 μm)  Jauh dari lalu lintas utama



56



 Dinding terbuat dari bahan yang kuat, halus, dan mudah dibersihkan.



Gambar 5. Alur Layanan Sterilisasi Linen



II.11.7 Indikator Sterilisasi Tujuan pelayanan sterilisasi adalah untuk menyediakan produk/bahan yang steril namun bukan berarti sekedar menghasilkan barang-barang yang steril. Mengontrol proses sterilisasi yang ketat akan memberikan jaminan bahwa peralatan medis yang kita sediakan adalah benar-benar steril. Jenis-jenis indikator sterilisasi terdiri dari: 1. Indikator mekanik adalah bagian dari instrumen mesin sterilisasi seperti gauge, tabel dan indikator suhu maupun tekanan yang menunjukkan apakah alat sterilisasi bekerja dengan baik. Kegunaan: pengukuran temperatur dan tekanan merupakan fungsi penting dari sistem monitoring sterilisasi, maka bila indikator mekanik berfungsi dengan baik. a. Memberikan informasi segera mengenai temperatur, tekanan, waktu dan fungsi mekanik lainnya dari alat b. Memberikan indikasi adanya masalah apa bila alat rusak dan memerlukan perbaikan



57



Keterbatasan: a. Indikator mekanik tidak menunjukkan bahwa keadaan steril sudah tercapai melainkan hanya fungsi alat sterilisasi b. Bila tidak dilakukan kalibrasi alat dengan tepat dapat memberikan informasi yang tidak tepat. 2. Indikator kimia Indikator yang menandai terjadinya paparan sterilisasi (misalnya: uap panas) pada obyek yang disterilkan, dengan adanya perubahan warna. Indikator kimia diproduksi dalam berbagai bentuk (strip, tape, kartu, vial), serta sensitive terhadap satu atau lebih parameter sterilisasi. Parameter ini memberikan informasi tercapainya kondisi steril pada tiap kemasan (pack by pack basis), sehingga selain digunakan diluar, ada juga yang diletakkan di dalam kemasan. 3. Indikator biologi Sediaan berisi populasi mikroorganisme spesifik dalam bentuk spora yang bersifat resisten terhadap beberapa parameter yang terkontrol dan terukur dalam suatu proses sterilisasi tertentu. Prinsip kerja dari indikator ini adalah dengan mensterilkan spora hidup mikroorganisme yang non patogenik dan sangat resisten dalam jumlah tertentu. Apabila selama proses sterilisasi spora-spora tersebut terbunuh, maka dapat diasumsikan bahwa mikroorganisme lainnya juga ikut terbunuh dan benda yang bisa disebut steril.



BAB III GAMBARAN UMUM III.1



Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar



III.1.1 Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Makassar, semula telah berdiri Puskesmas pada tahun 1975 dengan nama Puskesmas Perawatan Daya. Pada tahun 1978 – 2002 Puskesmas Perawatan Daya berubah menjadi Puskesmas Plus Daya. Pada tahun 2002 terbit surat izin rumah sakit dari Dirjen Yanmedik Nomor: HK.01.021.2.4474 Tanggal 28 Oktober 2002, SK Walikota Makassar Nomor : 50 pada Tanggal 6 November 2002 dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 967/Menkes/SK/X/2008, dengan resmi statusnya berubah menjadi rumah sakit tipe C dengan nama Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar. Struktur organisasi Rumah Sakit Umum Kota Makassar berdasarkan pada SK Walikota No.5 tahun 2007 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar dan peraturan Walikota Makassar Nomor: 54 tahun 2009 tentang Uraian tugas Jabatan tentang Jabatan Struktural Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar.



Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar



merupakan Pusat Rujukan Pintu Gerbang Utara Makassar sesuai dengan Keputusan Gurbenur Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan SK Gubernur Nomor 13 tahun 2008. Dengan terbitnya Sertifikat Penetapan Kelas Rumah Sakit Umum Tipe B Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: HK.03.05/I/1043/12, pada tanggal 20 Juni 2012, Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar resmi menjadi Rumah Sakit Tipe B. III.1.2 Kondisi Geografis Llokasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar berada pada bagian Utara Timur Kota Makassar yang merupakan kawasan pengembangan rencana induk kota pada kecamatan Biringkanaya dengan luas wilayah 80,06 km2 dengan jumlah penduduk 168.848 jiwa dibandingkan luas wilayah Kota Makassar 175,77 km2 dengan jumlah penduduk 1,6 juta dengan batas wilayah sebagai berikut



58



59



1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Maros; 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tamalanrea; 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gowa; 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar. III.1.3 Tugas dan Fungsi RSUD Kota Makassar Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar merupakan perangkat dan unsur pendukung penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kota Makassar yang dipimpin oleh seorang direktur berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Makassar melalui sekretaris Daerah Kota Makassar. RSUD Kota Makassar berugas untuk melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitative) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Adapun fungsi RSUD Kota Makassar, yaitu: a. Menyelenggarakan pelayanan medis b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis; c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan; d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan; e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan; f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan; g. Menyelenggarakan pelayanan administrasi umum dan keuangan. III.1.4 Fasilitas Pelayanan RSUD Kota Makassar Fasilitas pelayanan RSUD Daya Kota Makassar terdiri dari: 1. Pelayanan Medik A. Instalasi Rawat Jalan/Poliklinik Instalasi rawat jalan/poliklinik dibuka dari senin hingga jumat pukul08.00-14.00 dan hari sabtu-minggu libur. Pelayanan Rawat jalan meliputi: 1) Poliklinik Anak 2) Poliklinik Bedah Umum



60



3) Poliklinik Kebidanan/Kandungan 4) Polklinik mata 5) Poliklinik THT 6) Poliklinik Gigi 7) Poliklinik Jiwa 8) Poliklinik Jantung 9) Poliklinik Saraf 10) Poliklinik Bedah Orthopedic 11) Polklinik VCT 12) Poliklinik Penyakit Dalam 13) Poliklinik Paru 14) Poliklinik Kulit 15) Fisioterapi B. Instalasi Rawat Inap Kapasitas perawatan rawat inap di RSUD Kota Makassar terdiri dari: 1) Perawatan anak



: 33 TT



2) Perawatan interna



: 41 TT



3) Perawatan mawar



: 17 TT



4) Perawatan GSR



: 17 TT



5) Perawatan kemoterapi : 4 TT 6) Perawatan nifas



: 17 TT



7) Perawatan ICU



: 9 TT



8) Perawatan Bayi



: 28 TT



9) Perawatan VIP



: 6 TT



10) Perawatan VVIP



: 4 TT



11) Perawatan Bedah`



: 36 TT



C. Unit Gawat Darurat Unit Gawat Darurat (UGD) melayani penderita yang tergolong gawat darurat selama 24 jam, namun tidak menutup kemungkinan merawat penderita yang bukan gawat darurat.



61



D. Instalasi Bedah (OK) Ruang Instalasi bedah mempunyai fasilitas yang terdiri dari: 1) Kamar operasi 2 ruangan 2) Kamar untuk sterilisator 3) Kamar persiapan anestesi 4) Kamar istirahat dokter ahli 5) Kamar pulih sadar (recovery room) 6) Kamar ganti pakaian 7) Kamar cuci. 2. Pelayanan Penunjang Medik a. Instalasi Radiologi Instalasi radiologi memberikan pelayanan selama 24jam kerja. Jenis pelayanan yang dapat diberikan: rontgen photo atau tanpa kontras, dan USG. b. Instalasi Patologi Klinik (Laboratorium) Instalasi Patologi Klinik memberikan pelayanan selama 24 jam kerja. Jenis pelayanan yang diberikan yaitu:



c.



1) Darah



: Hematologi dan kimia klinik



2) Cairan tubuh



: air kemih dan tinja



3) Pemeriksaan biologi



: pemeriksaan dahak



Instalasi Bank Darah Instalasi bank darah merupakan suatu unit pelayanan di rumah sakit yang



bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfuse yang aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit. d. Kamar Bersalin Kamar bersalin merupakan sebuah unit layanan yang berfungsi sebagai ruang persalinan. Kamar bersalin memberikan pelayanan selama 24 jam kerja. e. Instalasi Farmasi Instalasi farmasi memberikan pelayanan selama 24 jam kerja. instalasi farmasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan: 1) Pengadaaan barang (obat, alat kesehatan, BMHP)



62



2) Pengadaan dan penerimaan obat, alat kesehatan dan BMHP 3) Peracikan, penyimpanan, dan penyaluran obat-obatan serta alat kesehatan 4) Pelaporan f. Instalasi Gizi Instalasi gizi melayani proses penyediaan makanan mulai dari bahan mentah hingga siap dikonsumsi pasien. Kegiatan di instalasi gizi terdiri atas: 1) Kegiatan pengadaan makanan; 2) Kegiatan penyuluhan dan konsultasi gizi; 3) Kegiatan pelayanan gizi diruang perawatan. e. Kasir Kasir di rumah sakit bertugas untuk menerima pembayaran dari konsumen, yang akan terhubung dengan rekam medis pasien (medical record) dari pasien. f. Instalasi Bedah Sentral Instalasi bedah sentral merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang penting dalam hal memberikan pelayanan kepada pasien yang memerlukan tindakan pembedahan, baik untuk kasus-kasus bedah terencana maupun untuk kasus-kasus bedah darurat. g. Instalasi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Instalasi pemeliharaan rumah sakit mempunyai tugas: 1) Pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit 2) Penyediaan air bersih h. Instalasi Laundry dan CSSD Instalasi laundry merupakan tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan disinfektan, mesin uap, pengering, meja dan meja setrika. Sedangkan CSSD (Central Sterile Supply Department) bertugas untuk melayani suplai peralatan bersih dan steril yang digunakan di rumah sakit secara terpusat. Kegiatan utama di CSSD adalah pembersihan, penyiapan, pemrosesan, sterilisasi, penyimpanan, dan distribusi ke pasien.



63



i. Instalasi Pemulasaran Jenazah Pelayanan pemulasaran jenazah meliputi: 1) Memberikan pelayanan pemulasaran jenazah baik dari ruang rawat RSUD Kota Makassar ataupun dari luar RSUD Kota Makassar. 2) Memberikan pelayanan visum luar, otopsi (visum dalam) terhadap jenazahjenazah atas permintaan kepolisian. III.1.5 Visi, Misi, Tujuan, Falsafah Dan Nilai RSUD Kota Makassar 1. Visi Visi Rumah Sakit Umum Kota Makassar yang merupakan suatu keyakinan bagaimana Rumah Sakit Umum Kota Makassar dimasa depan dalam pandangan pelanggan, karyawan, pemilik dan stockholder lainnya di susun sebagai berikut: “Rumah Sakit dengan Pelayanan yang Aman dan Nyaman Menuju Standar Kota Dunia”. 2. Misi Misi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar telah dirancang untuk memberikan tuntunan dalam pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan organisasi dan merupakan suatu sarana komunikasi bagi karyawan, manager dan stockholder lainnya. Misi Rumah Sakit Umum Kota Makassar adalah: a. Mendukung visi dan misi pemerintah kota dalam pelayanan kesehatan masyarakat. b. Meningkatkan kompetensi SDM di seluruh lini pelayanan. c. Melengkapi peralatan medis dan non medis dengan teknologi kedokteran mutakhir. d. Mengadakan dan mengembangkan sistem informasi manajemen rumah sakit. e. Memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar akreditasi. f. Mengembangkan sarana dan prasarana rumah sakit yang lebih modern. g. Meningkatkan kesejahteraan seluruh karyawan rumah sakit. 3. Tujuan Tujuan yang diharapkan sebagai hasil perencanaan strategis ini adalah sebagai berikut: a. Terbentuknya sistem pelayanan yang memenuhi pedoman standar.



64



b. Terlaksananya pengembangan program dan kerjasama lintas sektoral dan lintas program. c. Terlaksananya pengembangan tenaga/SDM dalam peningkatan kinerja. d. Tersedianya pedoman standar pelayanan. e. Terlaksananya peningkatan cakupan pelayanan terhadap masyarakat. 4. Falsafah a. Kewajiban rumah sakit adalah memberikan pelayanan terbaik b. Kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan merupakan bagian dari kepedulian terhadap kelestarian ekosistem c. Kepercayaan pasien terhadap pelayanan rumah sakit harus tetap terjaga dengan baik d. Kepuasan penerima layanan menjadi tujuan utama rumah sakit e. Peningkatan sumber daya manusia merupakan salah satu prioritas dalam meningkatkan mutu pelayanan. 5. Nilai Setiap organisasi mengembangkan kepribadiannya masing-masing dan itu merupakan cerminan dari nilai-nilai pribadi dan keyakinan para karyawan dan manajernya yang bertanggung jawab untuk menuntun organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar menapaki perjalanan yang berhasil dan merupakan dasar yang penting untuk menentukan Visi, Misi dan Strategi. Tata nilai yang disepakati yaitu, kejujuran, professional, tanggung jawab, kepercayaan, kerjasama, visioner, disiplin.



6.



Struktur Organisasi



DIREKTUR



WAKIL DIREKTUR UMUM & KEUANGAN



WAKIL DIREKTUR PELAYANAN



KABID PELAYANAN MEDIK



KASI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN MEDIK



KASI MONITORING DAN EVALUASI PELAYANAN MEDIK



KABID PENUNJANG PELAYANAN MEDIK DAN KEPERAWATAN



KABID PELAYANAN KEPERAWATAN



KASI PERENCANAAN, PENGEMBANGAN PENUNJANG PELAYANAN MEDIK



KASI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN KEPERAWATAN



KASI MONITORING DAN EVALUASI PENUNJANG PELAYANAN MEDIK DAN KEPERAWATAN



KABAG KEUANGAN



KASUBAG KEUANGAN DAN AKUNTANSI



KASI MONITORING DAN EVALUASI PELAYANAN KEPERAWATAN



KASUBAG EVALUASI DAN PELAPORAN



KABAG UMUM



KASUBAG TATA USAHA DAN RUMAH TANGGA



KASUBAG KEPEGAWAIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA



INSTALASI



INSTALASI



KOMITE MEDIS



KEL. JABATAN FUNGSIONAL



65



KABAG PELAYANAN MASYARAKAT



KASUBAG HUMAS DAN PEMASARAN



KASUBAG REKAM MEDIK DAN SISTEM INFORMASI



KASUBAG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN



66



III.2



Instalasi Farmasi RSUD Kota Makassar



III.2.1 Visi, Misi, dan Falsafah RSUD Kota Makassar 1. Visi “Terwujudnya pelayanan farmasi yang prima serta unggul baik aspek pelayanan maupun aspek manajemen yang berkode etik profesi dalam mendukung Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar dengan pelayanan yang aman dan nyaman menuju standar kota dunia” adapun penjelan misi tersebut, sebagia berikut: a) Mewujudkan pelayanan farmasi yang prima dan unggul merupakan jiwa, semangat sekaligus tujuan dasar dari organisasi IFRS; b) Pelayanan farmasi yang primamerupakan komitmen IFRS dalam memberikan pelayanan yang mengedepankan kepentingandan kepuasan pasien sebagai klien serta mitra IFRS lainnya; c) Pelayanan farmasi yang unggul merupakan komitmen IFRSdalam meningkatkan kualitas pelayanan sehingga memiliki daya saing dan nilai lebih dibandingkan dengan IFRS lain dan tempat pelayanan farmasi lainnya; d) Prima dan unggul dalam aspek pelayanan merupakan upaya instalasi farmasi RSUD Kota Makassar dalam mengembangkan asuhan kefarmasian yang berorientasi pada pelayanan farmasi klinik; e) Prima dan unggul dalam aspek manajemen merupakan upaya instalasi RSUD Kota Makassar dalam meningkatkan kualitas manajerial sehingga tercipta organisasi pelayanan yang transparan, accountable, berdaya guna, berhasil guna, sehingga dapat menjadi salah satu revenue centre di RSUD Kota Makassar; f) Berkode etik profesi sebagai sebuah komitmen dalam menjalankan segala aktifitas, senantiasa mengedepankan profesionalisme sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara etik profesi; g) Mendukung RSUD Kota Makassar merupakan komitmen IFRS sebagai satu kesatuan dengan bagian lainnya dalam organisasi RSUD Kota Makassar dalam memberikan pelayanan kesehatan; h) Mendukung RSUD Kota Makassar sebagai RSU BLUD nerupakan komitmen bersama sebagaimana tertuang dalam visi RSUD Kota Makassar



67



sebagai rumah sakit dengan pelayanan yang aman dan nyaman menuju standar kota dunia. 2.



Misi a) Melaksanakan



pelayan



kefarmasian



(Pharmaceutical



Care)



yang



berorientasi pada terciptanya hasil pengobatan yang maksimal pada pasien; b) Mewujudkan Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang berdaya guna dan berhasil guna; c) Berperan serta dalam program-program pelayanan kesehatan di Rumah Sakit untuk meningkatkan kesehatan seluruh lapisan masyarakat baik pasien maupun tenaga kerja dalam lingkungan Rumah Sakit; d) Mengadakan program pendidikan dan latihan sebagai upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dibidang kefarmasian. 3. Falsafah Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dan sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap semua barang Farmasi yang beredar di Rumah Sakit. III.2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasein dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patien oriented) denga filosofi Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care). Pelayanan kefarmasian di rumah sakit terdiri atas pelayanan kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi.



68



Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit: 1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan professional serta sesuai prosedur dan etik profesi. 2. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat-alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien. 3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan resiko. 4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien. 5. Berperan aktif dalam Komite Farmasi Dan Terapi. 6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan Kefarmasian. 7. Memfasilitasi



dan



mendorong



tersusunnya



standar



pengobatan



dan



Formularium Rumah Sakit. III.2.3 Manajemen mutuRumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar Manajemen mutu meliputi semua kegiatan untuk memaksimalkan pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh instalasi Farmasi RSUD Kota Makassar. Tujuan dari manajemen mutu adalah agar setiap pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan. Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. 1. Metode evaluasi pengendalian mutu terdiri dari: a) Audit (pengawasan), dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar. b) Riview (penilaian) terhadap penilaian yang telah diberikan, penggunaan sumber daya, penulisan resep. c) Survey untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara langsung.



69



d) Observasi terhadap kecepatan pelayan misalnya lama antrian, ketepatan penyerahan obat. 2. Program Pengendalian Mutu, meliputi: a) Kualitas SDM untuk instalasi farmasi dapat ditingkatkan dengan mengikuti pelatihan – pelatihan. b) Memantau dan mengawasi apakah sarana dan prasaran yang disediakan oleh rumah sakit sudah sesuai dengan standar dalam pelayanan farmasi. c) Monitoring tentang pengelolaan perbekalan farmasi sehingga mencegah terjadinya kehilangan obat, kadaluarsa, penarikan dari peredaran. d) Memonitoring kinerja staf farmasi agar sesuai dengan prosedur sehingga menjamin keselamatan kerja dan lingkungan. e) Memonitoring prosedur peracikan atau penyiapan obat pasien agar sesuai dengan prosedur (SOP). f) Melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan menggunakan kriteria waktu tunggu pasien. g) Mengukur tingkat kepuasan pasien menyebarkan angket atau kuisioner yang diisi langsung oleh keluarga pasien atau pasien itu sendiri. h) Mengawasi dan memonitor terjadinya kesalahan dalam peresepan ataupun penyiapan resep untuk meningkatkan keselamatan pasien.



STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI FARMASI RSUD KOTA MAKASSAR DIREKTUR



KEPALA INSTALASI FARMASI ADMINISTRASI DAN PELAPORAN



SUB INST PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI



SUB INST MANAJEMEN MUTU FARMASI



SUB INST PELAYANAN FARMASI KLINIK



MONITORING DAN EVALUASI



PERENCANAAN PENGADAAN OBAT



PERENCANAAN PENGADAAN BMHP



PENEMPATAN, PENYIMPANAN & PENDISTRIBUSIAN OBAT



PENEMPATAN, PENYIMPANAN & PENDISTRIBUSIAN BMHP



PIO/KONSELING



DIKLAT/SDM PEMANTAUAN TERAPI OBAT



DEPO OBAT UMUM



DEPO RJ / IGD



DEPO ICU / OK



70



DEPO RAWAT INAP TULIP



DEPO RAWAT INAP GARDENIA



71



BAB IV PEMBAHASAN Dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah Sakit serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, maka diperlukan pengaturan Rumah Sakit yang sesuai dengan Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Selain itu, dalam peningkatan usaha ketanagakerjaan untuk kesehatan dalam bidang kefarmasian, maka pekerjaan Kefarmasian diatur dalam peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar yang terletak di Daya, merupakan rumah sakit pemerintah provinsi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menyebutkan bahwa Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Pertama persyaratan rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit. RSUD Kota Makassar berdasarkan tinjauan tata ruang dan kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan rumah sakit telah memenuhi syarat. Karena terletak di sekitar perumahan masyarakat kota Makassar dengan lokasi yang mudah dijangkau. Kedua persyaratan bangunan, RSUD sudah memenuhi keutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan. Ketiga persyaratan bangunan telah memenuhi persyaratan teknis administratif yaitu bangunan gedung



72



pada umumnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan memenuhi syarat teknis bangunan yaitu bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.Adapun bagian ruangan rumah sakit telah terpenuhi seperti adanya ruang rawat jakan, rawat inap, ruang gawat darurat, ruang operasi, tenaga kesehatan, sterilisasi, farmasi, pendidikan dan pelatihan, kantor dan administrasi, ruang ibadah,, ruang tunggu, ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit, ruang menyusui, ruang mekanik, ruang dapur, laundry, kamar jenazah, taman, pengolahan sam[ah dan peralatan parker yang mencukupi. Persyaratan ketiga yaitu prasarana yang terkait dengan instalasi air, mekanikal dan elektrik, gas medik, pengolahan limbah, pencegahan dan penanggulanan kebakaran, petunjuk, standard dan sarana evakuasi saat terjadi keadaaan darurat, instalasi tata udara, system informasi dan komunikasi dan ambulan. RSUD memiliki instalasi air, gas medik, pengolahan limbah cair, untuk pengolahan B3 belum bisa dijalankan. RSUD jug atelah memiliki pencegahandan penanggulangan kebakaran, petunjuk, standard an evakuasi saat terjadi keadaan darurat, system informasi dan komunikasi, dan ambulan. Persyaratan keempat adalah sumber daya manusia yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan. RSUD telah memiliki sumberdaya manusia sesuai dengan persyaratan tersebut. Akan tetapi, khusus di bagian pelayanan kefarmasian, sumber daya manusia masih kurang untuk mencukupi pelayanan di bidang kefarmasian. Persyaratan kelima adalah tentang kefarmasian yaitu pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu. RSUD dalam memberikan pelayanan kefarmasian telah melakukan system satu pintu, yaitu penanganan terkait alat kesehatan, bahan medis habis pakai hanya ditanagi oleh farmasi, serta pelayanan lainnya terkait bidang farmasi hanya ditangani oleh farmasi rumah sakit. Dan pelayanan yang diberikan telah menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau.



73



Walaupun ada beberapa obat yang sering harus pasien cari di luar untuk obat yang diresepkan terkait dengan obat generic bermerk karena, ketersediaan obat di RSUD adalah obat generic. Dan ketersediaan terkadang kurang ketika stok obat sudah habis dan belum dilaksanakan pengadaan obat. Karena RSUD melakukan pengadaan obat dalam setiap 1 kali dalamsetahun. Persyaratan keenam yaitu tekait peralatan yang meliputi peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan layak pakai. Oleh karena itu, berdasarkan UU no. 44 Tahun 2009, RSUD telah memenuhi persyaratan sebagai rumah sakit. Berdasarkan pedoman yang terdapat di Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, maka hasil tinjauan langsung terhadap pelayanan kefarmasian di RSUD Kota Makassar adalah sebagai berikut: 1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan medis habis pakai Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan medis habis pakai di RSUD Kota Makassar secara umum telah melaksanakan siklus kegiatan pelaksanaan perbekalan farmasi dengan baik. Adapun penjabarannya sebagai berikut: a. Pemilihan Langkah awal dalam pengelolaan sediaan farmasi di rumah sakit yaitu pemilihan. Pemilihan disini dimaksudkan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Rumah sakit umum daerah kota Makassar ini melakukan pemilihan berdasarkan atas formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi, standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang telah ditentukan, pola penyakit, efektivitas dan keamanan, pengobatan berbasis bukti, mutu, harga, dan ketersediaan di pasaran. Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap formularium rumah sakit maka RSUD kota Makassar memiliki kebijakan tersendiri dalam penambahan atau pengurangan obat dalam formularium rumah sakit dengan mempertimbangkan efektivitas, resiko, dan biaya.



74



b. Perencanaan kebutuhan Perencanaan yang dilakukan untuk menentukan jumlah pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan kegiatan pelayanan medis rumah sakit. untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Pada perencanaan yang dilakukan oleh RSUD Kota Makassar dilakukan dengan menggunakan Rencana Kebutuhan Obat (RKO). Dengan adanya RKO tersebut untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. RKO tersebut dibuat dalam setiap tahunnya. c. Pengadaan Pengadaan merupakan suatu kegiatan untuk melakukan apa yang telah direncanakan yakni rencana kebutuhan rumah sakit. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) Pembelian Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah: a) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat. b) Persyaratan pemasok. c) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. d) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu. 2) Produksi Sediaan Farmasi Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila: a) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;



75



b) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri; c) Sediaan Farmasi dengan formula khusus; d) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking; e) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan f) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter paratus). 3) Sumbangan/Dropping/Hibah Penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit. Pengadaan obat yang dilakukan di RSUD Kota Makassar adalah dengan cara pembelian. Pembelian yang dilakukan adalah menggunakan sistem pemesanan langsung dan sistem e-Purcashing (E-catalogue). Sistem pemesanan langsung dilakukan langsung ke PBF berdasarkan rencana kebutuhan yang telah tersusun sedangkan sistem e-Purchasing merupakan metode pembelian obat secara eletroniik berdasarkan e-Cataloge. Pengadaan barang/jasa pemerintah dalam rangka ePurchasing, sistem e-Cataloge sekurang-kurangnya memuat informasi teknis dan harga barang/jasa, dimana e-Cataloge diselenggarakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Barang/Jasa yang dicantumkan dalam eCataloge ditetapkan oleh Kepala LKPP, dan pengelolaannya berdasarkan kontrak payung dengan penyedia barang/jasa untuk barang/jasa tertentu. Untuk memastikan agar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi, maka tenaga kefarmasian RSUD kota Makassar memperhatikan bahan



76



baku obat yang harus memiliki sertifikat analisa, bahan berbahaya harus menyertakan material safety data sheet (MSDS), masa kedaluwarsa, dan yang terpenting adalah memilih distributor resmi yang memiliki izin distribusi obat-obat tertentu. Keuntungan dengan menggunakan metode pemebelian yaitu lebih terjamin mutu dari produk yang dihasilkan dan lebih efisien jika dibandingkan dengan produksi sendiri. d. Penerimaan Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di RSUD Kota Makassar untuk memeriksa kesesuaian antara surat pesanan dengan faktur dan barang yang tiba. Apabila barang yang diterima sesuai denga faktur maka barang lansung diatur untuk selanjutnya dilakukan penyimpanan dan diberikan tanda ceklis di list barang atau d faktur. Namun, ketika ada barang yang tidak sesuai dengan faktur, misalny barang kurang tidak sesuai dengan jumlah yang tertera di faktur, maka harus segera dilapor ke distributor. Adapun yang perlu diperhatikan dalam penerimaan barang adalah Expired Date dan nomor Batch barang apakah sudah sesuai dengan fatur dan fisik barang yang datang. Dan apabila ditemukan perbedaan dengan fisik barang dengan faktur maka langsung lapor ke distributor. Begitupun jika barang yang diterima rusak atau kemasannya tidak utuh maka tandai di faktur barang rusak dan segera melapor ke distributor.Penerimaan yang dilakukan jika sudah sesuai denga faktur, sebelum penyimpanan harus dicatat di buku besar. Khusus untuk Faktur Narkotika, faakturnya harus tersendiri dan penerimaannya harus ditandatangani hanya oleh apoteker penanggung jawab. Semua barang yang sudah diterima dibuatkan dan dicatat di kartu stok untuk pengontrolan barang yang keluar dan masuk di gudang maupun di depo. e. Penyimpanan Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan. Persyaratan yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, cahaya, kelembaban, dan penggolongan jenis sediaan farmasi. Bahan medis habis pakai dan alat kesehatan ditempatkan khusus pada gudang penyimpanan Bahan medis habis pakai (BMHP) dan



77



untuk obat disimpan pada gudang obat. Penyimpanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di RSUD Kota Makassar telah diatur dan di tanda tangani oleh direktur RS. Adapun penyimpanannya yaitu disusun di rak menurut alphabet, sesuaikan bentuk sediaan dan jenis sediaan, simpan dilemari dan berikan kode, sesuaikan dengan suhu penyimpanan, stabilitas, sifat bahan, dan ketahanan terhadap cahaya, simpan dengan sistem First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO), label pada kemasaan diperhatikan isi, tanggal, kedaluwarsa, dan peringatan. untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat. Untuk obat high alert, sebelum dilakukan penyimpanan terlebih dahulu harus diberi label pada masing-masing ampul/vial/strip dengan stiker merah “high alert”. Adapun penyimpanannya memiliki rak khusus dan diberi selotip merah. Untuk penyimpanan elektrolit pekat, seperti KCl >2 mEq/ml, Dextrose >5%, MgSO4>50%, tidak boleh disimpan di ruang perawatan. Obat narkotik dan psikotropik disimpan dilemari khusus pintu ganda yang selalu terkunci. f. Pendistribusian Distribusi dilakukan dengan jelas, siapa yang menyerahkan barang dan siapa yang menerima barang. Barang yang keluar harus ada surat bukti (dari gudang ke depo) yaitu setiap pendistribusian obat pada depo atau apotek akan disertai dengan surat bukti barang keluar (SBBK). Petugaspada bagian gudang ruangan akan menyusun daftar kebutuhan obat untuk kebutuhan depo atau apotek untuk kebutuhan satu bulan dengan menuliskan permintaan obat tersebut ke dalam buku Ampra kemudian petugas bagian gudang akanmenginput ke dalam SIM RS. Petugas akan menyiapkan obat sesuai dengan permintaan dan akan mengkonfirmasi kepada petugas depo atau apotek apabila obat yang diminta tidak tersedia atau terjadi kekurangan stok.Setiap transaksi yang dilakukan untuk pendistribusian obat harus selalu didokumentasikan.



78



Sistem pendistribusian yang dilakukan kepada pasien berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit yaitu: 1) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock) a) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi. b) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan. c) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan. d) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan. e) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock. 2) Sistem Resep Perorangan Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi. 3) Sistem Unit Dosis Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap. 4) Sistem Kombinasi Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c. RSUD Kota Makassar awalnya menerapkan system floor stock dan pelayanan resep individu. Kemudian pada awal Bulan Februari untuk resep pasien yang rawat



79



inap dan gawat darurat pendistribusian dilakukan dengan system distribusi Unit Dose Dispensing (UDD). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, menyatakan bahwa sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep individu yang mencapai 18%. g. Pengendalian Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, bahwa cara untuk pengendalian persediaan sediaan Farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yaitu: 1) Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit 2) Penggunaan sesuai dengan diagnosis dan terapi 3) Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan,



kerusakan,



kadaluwarsa,



dan



kehilangan



serta



pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah: 1) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving); 2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock); 3) Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala. Pengendalian barang dilakukan dengan rutin menulis semua barang barang yang masuk dan keluar. Kegiatan pengendalian dilakukan dengan barang yang akan Expired Date adalah dengan melakukan negoisasi dengan pihak supplier untuk melakukan pertukaran barang obat yang kedaluarsanya sudah dekat waktu yang terteradi barang ditukar dengan barang yang masih lama rentan waktu Expired



80



Datenya. Tujuannya agar persediaan barang tidak sampai kedaluarsa atau rusak selama penyimpanan. Sedangkan, untuk barang yang slow moving, yaitu melakukan kerja sama dengan dokter. Pihak instalasi Farmasi dapat menghubungi dokter dan menyampaikan hasil evaluasi yang diperoleh, agar dokter memahami ketersediaan perbekalan farmasi dan menggunakan obat-obat yang tersedia di Instalasi Farmasi terutama yang slow moving. h. Pemusnahan dan Penarikan Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai bila produk telah kadaluwarsa dan tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan. Setelah dilakukan stok opname, maka dapat diketahui obat-obatan yang telah expired dan obat-obatan yang mendekati masa expire akan di masukkan ke dalam SIM RS. Kemudian petugas farmasi akan menyurat ke bagian manajemen untuk dibuatkan berita acara. Semua obat dan bahan medis habis pakai dicatat dan dilaporkan oleh bagian instalasi farmasi untuk diserahkan ke bagian intalasi sanitasi. Petugas bagian sanitasi akan melakukan pelabelan pada obat-obatan yang akan dimusnahkan dengan label berwarna cokelat untuk obat-obatan expired, khusus untuk obat-obatan sitotoksik diberi label berwarna ungu. Pemusnahan obatobatan dalam kategori obat bebas dan bebas terbatas dilakukan oleh petugas Farmasi yang ada di Rumah Sakit tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi.Pemusnahan untuk Narkotika, Psikotropika dan Prekursor dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada: a) Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat;



81



b) Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi; atau c) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat. 2) Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan sebagai saksi. 3) Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan. 4) Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku, produk antara, dan produk ruahan harus dilakukan sampling untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang berwenang sebelum dilakukan pemusnahan. 5) Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan (Permenkes No. 3, 2015). Pemusnahan yang dilakukan di RSUD Kota Makassar telah memenuhi syarat pemusnahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. i. Adimnistrasi Administrasi dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri atas pencatatan dan pelaporan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, kegiatan administrasi terdiri dari:



82



1) Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun). 2) Administrasi Keuangan Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan. 3) AdministrasiPenghapusan Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pengendalian yang dilakukan di RSUD Kota Makassar yaitu pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Selain pelaporan kegiatan, administrasi keuangan di RSUD kota Makassar dilakukan secara periodik sebagai pengaturan penganggaran, pengendalian, dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan yang berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan kefarmasian. Pelaporan di RSUD Kota Makassar yaitu pelaporan harian yang dilakukan dengan



83



menggunakan kartu stok dan computer untuk pengontrolan obat yang keluar dalam satu hari. Pengendalian atau pelaporan yang dilakukan tiap bulann adalah akumulasi dari laporan yang diinput di computer selama 1 bulan. Sedangkan untuk stok opname pengendalian yang dilakukan setiap triwulan. Administrasi yang dilakukan di RSUD merupakan pelayanan yang diberikan sesuai pembagian pelayanan tiap depo. Pertama depo apotek umum yang melayani pasien rawat jalan dan pasien di unit gawat darurat (UGD). Selain itu, pelayanannya untuk pasien umum selain BPJS. Kedua depo tulip yaitu depo pelayanan resep untuk pasien yang dirawat di bagian rawat inap di bagian interna dan anak. Ketiga depo Gardenia yaitu depo yang memberikan pelayanan resep kepada pasien yang dirawat di ruang rawat inap gardenia yaitu pasien bedah dan kemoterapi, perawatan pasien di ruang VIP dan pasien perawatan nifas. Selanjutnya depo OK/ICU yaitu bagian pelayanan resep untuk pasien yang akan menjalani operasi di ruang operasi dan pasien yang berada di ruang rawat ICU. Khusus untuk bagian pelayanan resep di Depo Apotek umum selain untuk pasien rawat jalan dan UGD juga melayani pasien rawat inap di atas pukul 21.00, karena depo rawat inap hanya melayani resep jam 08.00 sampai pukul 21.00. sedangkan Depo Apotek Umum melayani resep selama 24 jam. Sedangkan untuk pelayanan resep yang dilakukan di depo rawat inap, pemeriksaan administrasi resep meliputi berkas rawat inap pasien yaitu lembar penggunaan obat pasien selama rawat inap. Telaah resep oleh apoteker meliputi kejelasan penulisan, benar pasien, benar obat, dosis, rute, waktu pemberian, informasi, dokumentasi, tidak adanya duplikasi dan melakukan cek kadaluarsa yang semuanya diverifikasi pada resep pasien. Selain itu skrining yang perlu dilakukan di RSUD Kota Makassar adalah pemeriksaan Surat Jaminan Pelayanan (SJP) pasien tersebut, hal ini dilakukan untuk mengetahui pembayaran yang akan dilakukan oleh pasien, misalnya ada yang menggunakan BPJS dan ada yang pembayarannya mandiri (pasien umum). Untuk resep yang kurang jelas atau tidak lengkap maka petugas kefarmasian akan menghubungi dokter yang menulis resep. Skrining resep yang kedua yang dilakukan adalah skrining klinis yaitu rasionalisasi pemberian dosis dan jenis obat yang diresepkan. Apabila ada resep yang



84



peresepannya melebihi yang seharusnya obat yang dikasi, maka perlu konfirmasi ke dokter terkait perubahan resep yang diterima. Misalnya pemberian insulin pen, harus dilakukan perhitungan kebutuhan dalam jangka tertentu. Misalnya dalam hitungan, resep insulin diperkirakan resep akan ditebus ulang dalam jangka waktu satu bulan, tapi setelah dihitung pekiraan penggunaan selama satu bulan, dan jumlah pen insulin yang akan diberikan berlebihan, sebaiknya diberikan jumlah sesuai kebutuhan, tujuannya untuk menghindari penggunaan di atas dosis yang ditetapkan. Skrining yang ketiga yang dilakukan farmasetik, di RSUD masih jarang dilakukan untuk pemeriksaan komponen obat yang diberikan, karena umunya resep diberikan dalam kemasan yang berbedabeda, keculai komponen obat yang akan diracik. Sistem baru yang dijalankan sekarang adala unit dose yang diberikan kepada pasien UGD,ICU dan rawat inap, kecuali pasien rawat jaan atau pasien yang diberikan terapi obat pulang. Pemberian obat dengan system unit dose yaitu obat hanya diberikan sesuai jumlah konsumsii satu kali 24 jam obat minumnya. Dan etiket penulisannya pun dibedakan tiap satu kali minum obat. Misalnya tiga kali sehari, jadi satu sak obat satu obat sesuai dosis dan satu etiket, begitupun untuk obat yang diminum siang ataupun malam. Resep yang dapat dilayani di tiap depo obat dan apotek rawat jalan/ICU ialah resep yang ditulis pada blangko resep oleh dokter atau dokter gigi di rumah sakit, tulisan jelas terbaca, terdapat identitas pasien pada resep meliputi nama, nomor rekam medik dan tanggal lahir. Pelayanan resep di depo rawat inap seperti Tulip, depo gardenia serta OK dan ICU dilakukan setiap hari, mulai pukul 08.00 hingga pukul 21.00 dan pelayanan resep diatas jam tersebut alihkan pada apotek rawat jalan dan UGD berlangsung selama 24 jam. Pasien yang ingin mengambil obatnya pada jam 21.00-07.00 dialihkan ke apotek rawat jalan.Depo obat Tulip merupakan salah satu depo obat yang terdapat di lantai tiga RSUD Kota Makassar yang melayani resep dari perawatan anak, perawatan mawar, dan perawatan interna dengan jamoperasional dimulai pada 08.00-21.00Depo obat gardenia merupakan depo obat yang terdapat pada lantai empat RSUD Kota Makassar



85



yang melayani resep dari perawatan bedah, perawatan nifas, VIP dan VVIP hingga perawatan kemoterapi. Depo gardenia merupakan depo yang menangani obat-obat kemoterapi seperti epirubicin, doxorubicin, vincristine, dan brexel. Obat-obat kemoterapi ditempatkan pada lemari khusus penyimpanan obat dengan stiker high alert dan sitotoksik. Pengambilan obat sitotoksik harus menggunakan alat pelindung diri seperti masker dan handcsoon untuk mencegah adanya reaksi silang. Penyiapan obat kemoterapi membutukan perhatian khusus mulai dari administratif hingga diserahkan kepada pasien. Depo obat OK dan ICU merupakan depo obat yang terletak di lantai dua RSUD Kota Makassar yang melayani permintaan obat pasien yang akan mencelani operasi dan pasien di ruang perawatan ICU. Apotek rawat jalan dan IGD melayani pasien rawat jalan, pasien IGD serta pasien umum. Apotek ini terbuka setiap hari dan 24 jam, pelayanan resepnya dilakukan di Apotek rawat jalan terletak di lantai satu RSUD Kota Makassar. 2. Farmasi klinik Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan farmasi yang diberikan oleh tenaga kefarmasian, terutama oleh Apoteker yang kompeten. Pelayanan yang diberikan langsung kepada pasien atau keluarga pasien dengan tujuan untuk optimalisasi penggunaan obat dan pemantauan efek terapi. Pelayanan farmasi klinik di RSUD Kota Makassar dijabarkan dalam beberapa poin berikut: a. Pengkajian dan Pelayanan resep Berdasarkan hasil praktek yang dilakukan dalam pelayanan resep di rumah sakit, sudah dilakukan telaah resep dengan baik. Mulai dari penerimaan resep,penyiapan sampai pemberian obat kepada pasien. Resep yang diterima, sebelum disiapkan obat atau alat kesehatan sesuai resep, resep tersebut diskrining atau dilakukan pengkajian. Pengkajian pertama yang dilakukan adalah pengkajian administrasi meliputi kelengkapan administratif pasien selama berada di rumah sakit hingga pasien yang melakukan penjaminan sebelum mendapatkan obat. Selain itu, lembaran resep yang dilayani apabila resep telah memenuhi persyaratan administratif seperti yang telah ditetapkan oleh RSUD Kota Makassar.



86



b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat Penelusuran riwayat pengobatan yang telah diterapkan di RSUD kota Makassar belum dilaksanakan secara menyeluruh. Karena adanya keterbatasan farmasi klinik yang dimiliki. Biasanya, penelusuran riwayat pengobatan diperoleh dari data rekam medik ataupun wawancara langsung dengan pasien atau keluarga pasien. Padahal tahap ini sangat penting untuk melanjutkan terapi yang akan diberikan pada pasien. c. Rekonsiliasi obat Rekonsiliasi obat dilakukan untuk mengetahui obat yang dikonsumsi pasien sebelum melakukan pengobatan di rumah sakit. Rekonsoliasi yang dilakukan di RSUD Kota Makasaar, umumnya hanya di perawatan interna dan anak. Karena bagian farmasi klinik yang bertugas hanya di bagian interna dan bagian anak. Jadi biasanya rekonsoliasi obat yang dilakukan hanya di kedua perawatan tersebut. d. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi obat merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi terhdapa pasien. Di RSUD kota Makassar, fungsi pelayanan informasi obat telah dilakukan, ketika pasien menebus obat pada masing-masing depo, pasien diberikan informasi mengenai obat yang hendak dikonsumsi oleh apoteker terhadap pasien. Pelayanan informasi obat juga diberikan kepada pasien pulang, dengan mengisi lembar pelayanan informasi obat pulang yang kemudian diserahkan oleh apoteker kepada pasien sambil menjelaskan informasi obat tersebut. Namun, pelaksanaannya belum maksimal, khususnya pada depo rawat jalan-umum, karena terkadang jumlah pasien yang sangat banyak tidak sebanding dengan apoteker yang memberikan pelayanan informasi obat. Sehingga kedepannya diharapkan adanya ruang/tempat khusus untuk pelayanan informasi obat agar alurnya lebih terstruktur. e. Visite Visite merupakan kegiatan kunjungan oleh apoteker ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Visite seorang farmasi klinik bertujuan untuk menganalisa pemilihan obat yang tepat bagi pasien, menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik, dapat menilai kemajuan pasien sehingga apat



87



ditentukan terapi yang sesuai dengan kondisi pasien terkini. Di RSUD Kota Makassar sendiri sudah diterapkan visite oleh seorang farmasi klinik. PelaksanaanFarmasi Klinik di RSUD dilakukan di enam ruang perawatan, namun hanya intensif dilakukan di ruang perawatan interna dan anak. Berdasarkan Peraturan Mneteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2106 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit yaitu tentang kebutuhan tenaga kerja bahwa: 1) Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat, pemantauan terapi Obat, pemberian informasi Obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien. 2) Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien. f. Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan terapi obat dengan dokumentasi dalam berkas hasil pemantauan, yang dilakukan oleh petugas farmasi, pengambilan keputusan terkait terapi obat harus dilakukan secara kolaboratif antara pasien, dokter, perawat dan praktisi pelayan kesehatan. Farmasi berperan dalam pemantauan terapi obat misalnya melakukan asessmen, identifikasi masalah terkait obat, diskusi dengan pasien terkait terapi obat yang ada dan rekomendasi yang akan diberikan, memastikan outcome terapi obat pasien tercapai, dan pendokumentasian pemantauan obat dilembar SOAP terintegrasi dengan metode FARM.



88



g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki. Di RSUD kota Makassar, MESO sudah dilakukan oleh farmasi klinis, baik dengan cara visite/ interaksi pasien, kemudian didiskusikan bersama dokter mengenai drug related problem. h. Evaluasi penggunaan obat (EPO) Evaluasi penggunaan obat dilakukan dengan melakukan visite. Baik dilakukan secara mandiri maupun visite yang dilakukan dengan kolaborasi denga tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi penggunaan obat yang dilakukan di RSUD Kota Makassar menunjukkan pentingnya farmasi klinik untuk melakukan kunjungan pasien. Berdasarkan visite yang dilakukan penggunaan obat di beberapa pasien rawat inap di interna menunjukkan penggunaan yang salah misalnya penggunaan obat antimuntah dan Pereda nyeri lambung. Pasien sering tidak memperhatikan etiket penggunaan obat minumnya. Misalnya obat antimuntah dan peredanyeri seharusnya diminum sebelum makan, dan Pereda mual diminum sebelum minum obat Pereda nyeri lambung. Sehingga peranan farmasi sangat penting dalam pelayanan langsung ke pasien, tidak hanya sekedar serah terima resep. i. Dispensing Sediaan Steril Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009 tentang Pedoman Dasar, Dispensing Sediaan Steril bahwa Pencampuran sediaan steril harus dilakukan secara terpusat di instalasi farmasi rumah sakit untuk menghindari infeksi nosokomial dan terjadinya kesalahan pemberian obat. Dalam melakukan pencampuran sedian steril diperlukan ruangan dan peralatan khusus untuk menjaga sterilitas produk yang dihasilkan dan menjamin keselamatan petugas dan lingkungannya. Dispensing sediaan steril dilakukan dengan cara teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, sehingga dibutuhkan suatu alat yang mendukung proses tersebut. Sedangkan di RSUD kota Makassar, belum menyediakan fasilitas untuk melakukan penyiapan sediaan steril karena belum dilengkapi dengan peralatan dan fasilitas penunjang lainnya untuk melakukan kegiatan tersebut, misalnya belum ada



89



alat seperti Lminar Air Flow (LAF) sehingga poin ini belum dilaksanakan, sehingga dispensing sediaan steril masih dilakukan di RS lain. j. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan untuk mengetahui konsentrasi yang terdapat pada pasien dalam waktu tertentu, sehingga membutuhkan alat untuk menunjang kegiatan tersebut, seperti HPLC. Sedangkan di RSUD Kota Makassar belum melaksanakan poin tersebut karena keterbatasan alat dan tenaga kefarmasian. Namun untuk pemantauan terapi obat sudah dilakukan terhadap farmasi klinik dengan mengisi lembar pemantauan terapi obat yang berisi problem medik, asesmen, terapi, rekomendasi, dan monitoring biasa disebut dengan SOAP atau FARM. k. Penyuluhan Penyuluhan yang dilakukan di RSUD yaitu dilakukan di ruang tunggu pelayanan obat di ruang tunggu depo apotek umum. Pasien yang diberikan penyuluhan tersebut mayoritasnya adalah pasien rawat jalan. Penerima penyuluhan tersebut diperkirakan 50 orang karena waktu tunggu setelah dari pemeriksaan poli tersebut adalah waktu yang banyak pasien. Adapun materi penyuluhan yang diberikan yaitu tentang diabetes mellitus. Fasilitas materi penyuluhan tersebut dengan menggunakan brosur untuk memudahkan pasien mengerti dengan penyampaian oleh pemateri dengan penerimaan informasi pasien dengan membaca lebih jelas di brosur. Pemilihan tema tersebut karena penyakit diabetes mellitus masih menjadi penyakit dengan prevalensi tertinggi yang dialami pasien yang berkunjung di RSUD. Hal tersebut dapat dilihat ketika pelayanan resep untuk pasien rawat jalan dengan resep obat antidiabetes. Selain itu, beberpa obat antidiabetes perlu beberapa perhatian khusus misalnya penggunaan pen insulin. Misalnya penyimpanan pen insulin yang harus disimpan di suhu dingin. Penggunaan insulin pen yang baik bagaimana dan efek samping setelah penggunaan insulin bagaimana. Selain itu, beberapa pemaparan pengobatan alternative yang dapat diberikan yaitu penggunaan obat-obatan herbal. Hal tersebut menjadi poin utama dalam pemberian materi penyuluhan karena penggunaan obat-obatan herbal mempunayi efek samping yang dapat diminimalisir. Selain itu, dengan mengenali beberapa tanda



90



hipoglikemik atau hiperglikemik, dapat digunakan beberapa penggunaan obat-obatan herbal sebelum ketrgantungan obat-obatan kimia.



BAB V PENUTUP



V.1 Kesimpulan Dari seluruh kegiatan PKPA di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar dapat disimpulkan bahwa pekerjaan kefarmasian di RSUD Kota Makassar telah sesuai dengan PerMenKes No.72 tentang Pelayanan Kefarmasin di rumah sakit yang meliputi pengelolaan perbekalan farmasi dan farmasi klinik. V.2 Saran Sebaiknya dilakukan penambahan tenaga pelayanan farmasi klinik di RSUD Kota Makassar sehingga pelayanan seperti konseling, informasi obat, pemantauan efek terapi obat, dan pemantauan efek samping obat pasien dapat dilakukan dengan semaksimal mungkin agar peningktan kesehatan pasien dapat lebih optimal.



91



DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Manejemen Lingkungan Rumah sakit. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada. Departemen Kesehatan RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004, tentang StandarPelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Jakarta. Depkes RI, 2004, Kepmenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2002. Buku Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Depkes :Jakarta Depkes RI. 1992. Buku Pedoman Umum Hygene Sarana dan Bangunan Umum. Depkes : jakarta. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dan Japan International Coopretation Agency. 2010. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Fattah, Nurfachanti dkk. 2007. Studi Tentang Pelaksanaan Pengelolaan Sampah Medis Di Rumah Sakit Ibnu Sina Makasssar. Fakultas Kedokteran Unhas: Makassar. KemenKes RI. 2012. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Instalasi Sterilisasi Sentral (CSSD). Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan. Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/Sk/X/2004. TentangStandar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Permenkes. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan RI. Permenkes. 2014. Standar Pengelolaan Obat rumah Sakit Nomor 58 tahun 2014.Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan RI.



92



Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Rumah Sakit.



tentang



Republik Indonesia. 2016. Permenkes No 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Rikomah, S. E. 2017. Farmasi Rumah Sakit. Penerbit Deepublish. Sleman. Satrianegara MF danSaleha S. 2009. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. Siregar, J.P.C dan Amalia, L. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan Jakarta: EGC. Siregar, C. G. P. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.



Tietjen, Linda dkk. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi Unutk fasilitas pelayanan kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: Yayasan bina Pustaka Surwano Prawiro Harjo. Yahar. 2011. Studi Tentang Pengelolaan Limbah Medis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Barru. Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan. UIN Makassar.



93



LAMPIRAN DOKUMENTASI KEGIATAN PENYULUHAN



Tabel. 1 Agenda Penyuluhan Di RSUD Kota makassar



Persiapan Penyuluhan



Penyampaian materi penyuluahn



Pembagian brosur materi penyuluhan



Diskusi dengan beberapa pasien setelah pemaparan materi penyuluahn



94