Laporan Mini Riset Ekologi Kel 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DESA TANJUNG REJO KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABABUPATEN DELI SERDANG



Laporan Mini Riset Mata Kuliah Ekologi dan Kelingkungan Dosen Pengampu : Dra. Rosni, M.Pd



Disusun Oleh: Kelompok 2 Abdullah situmorang



( 3183131031 )



Farhan Pratama Tanjung



( 3181131004 )



Marshaulina Hasibuan



( 3183331017 )



Siti Nurhalimah



( 3181131005 )



KELAS A 2018



JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2019



KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Mini Riset tentang Kerusakan Ekosistem hutan Mangrove Di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Persut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.



Laporan Mini Riset ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Laporan Mini Riset ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan Laporan Mini Riset ini.



Terlepas dari itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki Laporan Mini Riset yang selanjutnya akan kami susun.



Akhir kata kami berharap semoga Laporan Mini Riset tentang Kerusakan Ekosistem hutan Mangrove Di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Persut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang ini dapat memberikan manfaat maupun menambah pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai Kerusakan Ekosistem hutan Mangrove Di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.



Medan, Mei 2018



Kelompok V



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ...........................................................................................................



i



DAFTAR ISI ..........................................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN



01



1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................................................



01



1.2 Identifikasi Masalah .........................................................................................................



03



1.3 Batasan Masalah ..............................................................................................................



03



1.4 Rumusan Masalah ............................................................................................................



03



1.5 Tujuan Mini Riset ............................................................................................................



03



1.6 Manfaat Mini Riset .........................................................................................................



03



BAB II KAJIAN PUSTAKA



05



2.1 Kerangka Teori ..............................................................................................................



05



2.2 Kerangka Berpikir ............................................................................................................



11



BAB III METODE MINI RISET



12



3.1 Jenis Mini Riset ................................................................................................................



12



3.2 Metode Mini Riset ...........................................................................................................



12



3.3 Lokasi Mini Riset .............................................................................................................



12



3.4 Populasi dan Sampel ........................................................................................................



13



3.5 Teknik Pengumpulan Data ...............................................................................................



13



3.6 Teknik Analisis Data ........................................................................................................



14



BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH



15



4.1 Kondisi Fisik ....................................................................................................................



15



BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN



18



5.1 Hasil Mini Riset ...............................................................................................................



18



5.2 Pembahasan Hasil Mini Riset ..........................................................................................



22



5.3 Cara Menanggulangi Kerusakan Ekosistem Mangrove..........................................



25



ii



BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ........................................................................................................



27.



6.2 Saran ....................................................................................................................



28.



DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................



29.



LAMPIRAN ..........................................................................................................



iii



30



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km, serta letaknya yang sangat startegis di antara dua benua dan dua samudra yang dilalui garis khatulistiwa (ekuator) . Selain itu, Indonesia memiliki sumberdaya laut dan pesisir yang melimpah di seluruh wilayah sekitar garis pantai Indonesia, baik hayati maupun nonhayati. Salah satu sumberdaya laut dan pesisir yang terdapat di Indonesia adalah ekosistem hutan mangrove yang berada hampir di setiap wilayah pesisir dan garis pantai Indonesia. Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem ekologi yang terdiri dari komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi atau rusak yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia (Tirtakusumah, 1994). Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pendayagunaan sumberdaya alam wilayah pantai tidak memperhatikan kelestarian, seperti penebangan untuk keperluan kayu bakar yang berlebihan, tambak, permukiman, industri dan pertambangan (Permenhut, 2004). Luas ekosistem mangrove yang ada di Indonesia sekitar 4.251.011 Ha yang tersebar di beberapa pulau, seperti Sumatera, Jawa dan Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua/Irian Jaya yang mana persebaran ekosistem hutan mangrove tersebar terdapat di Papua (± 65%) dan Sumatera (±15%) (WCMC “World Conservation Monitoring Centre”, 1992). Tetapi, Lebih dari setengah luas ekosistem hutan mangrove yang ada di Indonesia ternyata dalam kondisi rusak parah, diantaranya 1,6 juta Ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta di kawasan hutan. (Ginting 2006). Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis suatu negara (Republik Indonesia) selama enam bulan atau lebih, atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan untuk menetap (Badan Pusat Statistik, 2003). Aktivitas penduduk merupakan suatu wujud kegiatan atau tindakan yang memiliki pola tertentu dari manusia di dalam penduduk yang dapat menimbulkan kebudayaan. Aktivitas penduduk terdiri dari berbabagai macam bidang, yaitu bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Untuk aktivitas



1



ekonomi penduduk terdiri dari pangan, papan dan sandang, pendapatan/penghasilan, pekerjaan dan mata pencaharian. Ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alam dan manusia. Kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh faktor manusia berupa aktivitas ekonomi penduduk yang memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di dalam ekosistem hutan mangrove tersebut. Aktivitas ekonomi penduduk yang menyebabkan kerusakkan ekosistem mangrove, yaitu pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi lahan pertambakan, pertanian, perumahan, permukiman dan reklamasi pantai untuk kawasan rekreasi atau priwisata. Selain itu pohon mangrove dimanfaatkan sebagai bahan bakar (kayu bakar, arang, dan aklohol), bahan bangunan (balik perancah, atap rumah, tonggak, badan kapal) dan bahan baku industri (makanan, minuman, pupuk, obat-obatan, dan kertas) (Saenger, 1983). Ekosistem mangrove yang sudah dieksploitasi oleh aktivitas ekonomi penduduk biasanya tidak dilakukan upaya plestariannya sehingga ekosistem hutan mangrove akan terus-menerus mengalami kerusakkan dan akhirnya menjadi punah. Untuk ekosistem mangrove yang mengalami kerukasan akibat aktivitas ekonomi penduduk perlu dilakukan upaya pelestarian kerusakkan ekosistem hutan mangrove oleh pemerintah dan masyarakat dengan konservasi, reboisai, dan rehabilitasi hutan mangrove. Upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan maupun dari pemerintah daerah setempat kemudian dibantu oleh masyarakat yang ikut berpertisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan alam. Begitu pula yang terjadi di daerah Mini Riset yaitu Desa Tanjung Rejo, yang mana hutan mangrove telah mengalami kerusakan. Pada mulanya hampir seluruh Desa Tanjung Rejo, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang, terdiri dari kawasan ekoistem hutan mangrove. Akan tetapi dengan pertambahan jumlah penduduk, baik alami maupun penduduk dari berbagai daerah bermigrasi ke Desa Tangjung Rejo sehingga jumlah penduduk di Desa Tanjung Rejo Semakin bertambah. Ditambah dengan pengalihfungsian ekosistem mangrove menjadi permukiman dan tambak ikan oleh para penduduk. Terkait dengan permasalahan-permasalahan diatas, maka kelompok peneliti tertarik untuk melakukan Mini Riset sederhana tentang pengaruh aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakkan ekosistem mangrove di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.



2



1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat diidentifikasi beberapa persoalan terkait kerusakan ekosistem mangrove, yaitu hutan mangrove di Indonnesia mengalami kerusakan parah, pertambahan jumah penduduk didaerah penilitian yang menyebabkan banyak pembukaan lahan mangrove termasuk pengalihfungsial lahan mangrove menjadi permukiman dan tambak ikan, dan tidak adanya upaya melakukan pelestarian paska eksploitasi hutan mangrove yang dilakukan masyarakat didaeerah Mini Riset.



1.3 Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah maka permasalahan yang akan di kaji dalam Mini Riset ini di batasi pada kondisi fisik kerusakan hutan mangrove di daerah Mini Riset, aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem mangrove didaerah Mini Riset, dan adakah upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove di daerah Mini Riset.



1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah, maka dapat dirumuskan persoalan yang akan dibahas dalam Mini Riset ini sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Tanjung Rejo, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang ? 2. Bagaimana upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove akibat aktivitas ekonomi penduduk di Desa Tanjung Rejo, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang ?



1.5 Tujuan Mini Riset Tujuan dalam Mini Riset ini adalah : 1. Mengetahui kondisi fisik kerusakkan hutan mangrove di Desa Tanjung Rejo, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang. 2. Mengetahui upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove akibat aktivitas ekonomi penduduk di Desa Tanjung Rejo, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang.



1.6 Manfaat Mini Riset  Manfaat Teoritis : 1. Menjadi sumber bacaan dan pertimbangan dalam kajian keilmuan geografi, khususnya tentang ekosistem mangrove



3



2. Menambah wawasan bagi kelompok peneliti yang menulis karya ilmiah berbentuk laporan riset mini. 3. Bahan pembanding dan rujukan untuk Mini Riset yang akan dilakukan selanjutnya.  Manfaat Praktis : 1. Bahan masukkan bagi instansi pemerintah dan swasta di dalam mengambil kebijakan tentang pelestarian ekosistem hutan mangrove. 2. Bahan informasi dan masukkan bagi penduduk yang berdomisili di Desa Tanjung Rejo



4



BAB II KAJIAN PUSTAKA



2.1 Landasan Teori 1. Ekosistem Hutan Mangrove Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem dibentuk oleh kumpulan berbagai macam makhluk hidup beserta benda-benda tak hidup. Semua makhluk hidup yang menyusun suatu ekosistem disebut komponen biotik. Sedangkan benda-benda tak hidup dalam suatu ekosistem disebut komponen abiotik. Dalam suatu ekosistem, hubungan antar komponen berlangsung sangat erat dan saling memengaruhi. Oleh karena itu gangguan atau kerusakan pada salah satu komponen dapat menyebabkan kerusakan seluruh ekosistem. Menurut etimologi (asal kata), kata “mangrove” berasal dari kata “mangue” (bahasa Prancis) dan kata “at Grove” (bahasa Inggris) yang artinya komunitas tanaman yang tumbuh di daerah berlumpur dan pada umumnya ditumbuhi oleh sejenis pohon bakau (Rhizopora sp). Hutan mangrove merupakan hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim sedangkan daerah pantai adalah daratn yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan laut yang masih di pengaruhi oleh pasang surut dengan kemiringan lereng < 8% (Departeman Kehutanan, 1994 dalam Sugiarto, 1996). Arief (2003) memberikan batasan tentang hutan mangrove bahwa hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang di pengaruhi pasang surut aie laut serta ciri dari hutan ini terdiri dari tegakkkan pohon Rhizophora, Bruguiera, Sonneratia, Nypa, Avicennia, Ceriops, Lumnitzera, Aegicera, Xylocarpus, Dan Scyphyphora. Sugiarto (1996)



menyatakan bahwa didalam ekosistem hutan mangrove terdapat



berbagai macam jenis tumbuhan mangrove, yaitu bakau (Rhizophora mucronata), tanjang (Briguiera gymnorrizha), tenngar (Ceriops tagal), Perapat/Bogem/Pedada (Sonneratia alba), Api-Api (Avicennia marina), Niri/Nyiri (Xylocarpus moluccensis), Bayur Laut/Cerlang Laut (Heritiera littoralis), Kayu Kuda (Dolichaudrone spathacea), Terutum (Lumnitzera littorea), Perepat Kecil/Gedangan/Tanggung (Aegiceras cornoculatum), Jeruju (Acanthus ilicifolius), Kayu Buta-Buta (Excoecaria agallocha), Paku Laut (Acrostichumaureum), Gelang Laut/Gelang Pasir (Sasuvium portulacastrum), Alur (Sueda maritima),Tuba Laut (Derris heterophylla), Gambir Laut (Chlerodendron inerme),Triantheum portulacastrum dan Phyla nodiflora.



5



Adapun fungsi dari ekosistem mangrove mencakup beberapa hal yaitu sebagai berikut : 1. Fungsi fisik, menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut (abrasi) dan intrusi air laut, dan mengolah bahan limbah. 2. Fungsi biologis, tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air, tempat bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai jenis biota, dan 3. Fungsi ekonomi sebagai sumber bahan bakar (arang kayu bakar), pertambakan, tempat pembuatan garam, dan bahan bangunan. Saenger, (1983) juga merinci hasil-hasil produk dari ekosistem hutan mangrove, antara lain bahan bakar (kayu bakar, arang dan alkohol), bahan bangunan (balokperancah, bangunan, jembatan, balok rel kereta api, pembuatan kapal, tonggak danatap rumah), pertanian (makanan ternak, pupuk dan sebagainya), perikanan (tiang-tiang untuk perangkap ikan, pelampung jaring, pengeringan ikan, bahan penyamak jaring dan lantai), dan bahan baku industri (makanan, minuman, obat-obatan, kertas, dan sebagainya).



2. Kondisi Fisik Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Sumberdaya alam ekosistem mangrove termasuk dalam sumber daya wilayah pesisir, merupakan sumber daya yang bersifat alami dan dapat diperbaharui (renewable resource) yang harus dijaga keutuhan fungsi dan kelestariannya, supaya dapat menunjang pembangunan dan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan pengelolaan yang lestari. Menurut Dahuri (2003), ada tiga parameter lingkungan utama yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu suplai air tawar dan salinitas, pasokan nutrien, dan stabilitas substrat. Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan kondisi fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi (rusak) yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pendayagunaan sumber daya alam wilayah pantai tidak memperhatikan kelestarian, seperti penebangan untuk keperluan kayu bakar yang berlebihan, tambak, permukiman, industri dan pertambangan (Permenhut, 2004). Bengen (2001, dalam Sugiharto 1996) menjelaskan bahwa kerusakan ekosistem hutan mangrove dikarenakan adanya fakta bahwa sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupny dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan ekosistem hutan mangrove menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Hal itu dikarenakan memang pada dasarnya hutan



6



mangrove memiliki fungsi ekonomi antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Khomsin dalam (Fadlan, 2010).) menyatakan bahwa kerusakan alamiah ekosistem hutan mangrove timbul karena peristiwa alam seperti adanya gelombang besar pada musim angin timur dan musim kemarau yang berkepanjangan sehingga dapat menyebabkan akumulasi garam dalam tanaman. Selain itu, Gelombang besar dapat menyebabkan tercabutnya tanaman muda atau tumbangnya pohon, serta menyebabkan erosi tanah tempat bakau tumbuh. Kekeringan yang berkepanjangan bisa menyebabkan kematian pada vegetasi mangrove dan menghambat pertumbuhannya. Menurut Irwanto (2008) bahwa banyak kegiatan manusia di sekitar kawasan ekosistem hutan mangrove yang berakibat perubahan karakteristik fisik dan kimiawi disekitar habitat hutan mangrove sehingga tempat tersebut tidak lagi sesuai bagi kehidupan dan perkembangan flora dan fauna di dalam ekosistem hutan mangrove. Berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Bakau dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove, maka kondisi ekosistem hutan mangrove dibagi menjadi tiga kriteria yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.



Tabel 1. Kriteria Ekosistem Hutan Mangrove No



Kriteria



Penutupan



Kerapatan pohon/Ha



≥ 75 %



≥ 1500 pohon/Ha



1.



Baik



2.



Sedang



≥ 50 % - < 75 %



≥ 1000 - < 1500 pohon /Ha



3.



Rusak



< 50 %



< 1000 pohon/Ha



Sumber : Dahuri, 1996 dalam sugiarto, 2008



Dilihat dari tabel 1. kriteria ekosistem hutan mangrove dapat diketahui bahwa kondisi ekosistem hutan mangrove tergolong baik apabila jumlah vegetasi hutan mangrove yang menutupi lahan ≥ 75% dan kerapatan pohon yang tumbuh dilahan hutan mangrove ≥ 1500 Pohon/Ha, kondisi ekosistem hutan mangrove tergolong sedang apabila jumlah vegetasi hutan mangrove yang menutupi lahan ≥ 50% - < 75% dan kerapatan pohon yang tumbuh di lahan hutan mangrove ≥ 1000 - < 1500 Pohon/Ha, dan kondisi ekosistem hutan mangrove tergolong rusak apabila jumlah vegetasi hutan mangrove yang menutupi lahan < 50% dan kerapatan pohon yang tumbuh di lahan hutan mangrove < 1000 Pohon/Ha. Selain itu, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 menyatakan bahwa ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu: 7



1) Kerusakan Ringan Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong ringan apabila jumlah populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari 50% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 1000 pohon/Ha. Untuk kerusakan ringan ekosistem hutan mangrove hanya berpengaruh kecil terhadap kelangsungan hidup fauna yang berhabitat disana maupun aktivitas ekonomi penduduk yang tinggal di daerah tersebut. 2) Kerusakan Sedang Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong sedang apabila jumlah populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari 30% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 600 pohon/Ha. Untuk kerusakan sedang ekosistem hutan mangrove dapat mengakibatkan sebagian besar fauna kehilangan sumber makanan dan tempat tinggal, serta sebagian besar aktivitas ekonomi penduduk dalam memanfaatkan sumber daya alam hutan mangrove akan berkurang. 3) Kerusakan Berat Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong berat apabila jumlah populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari 10% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 200 pohon/Ha. Untuk kerusakan berat ekosistem hutan mangrove dapat mengakibatkan kehidupan fauna yang berhabitat disana terancam bahaya bahkan kepunahan dan aktivitas ekonomi penduduk yang memanfaatkan sumberdaya alam hutan mangrove akan terhenti,selain itu daerah tersebut akan terancam dari bencana alam tsunami, gelombang laut besar dan abrasi yang membahayakan kehidupan manusia.



3. Aktivitas Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Kerusakan ekosistem hutan mangrove dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain, kurang dipahami kegunaan ekosistem hutan mangrove, dan Meskipun hutan mangrove terus terancam kelestariannya, namun berbagai aktivitas penyebab kerusakan hutan mangrove terus terjadi dan adakalanya dalam skala dan intensitas yang terus meningkat .Perubahan dari hutan mangrove primer dan sekunder menjadi areal non hutan mangrove diakibatkan oleh konversi, terutama pembukaan areal untuk pertambakan, pertanian maupun pembangunan (Sugiharto 1996). Bengen (2004) menyatakan bahwa dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di pesisir bagi berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan, dll), tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir, khususnya ekosistem hutan mangrove, semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya berdampak terhadap 8



kerusakan ekosistem hutan mangrove itu sendiri baik secara langsung (misalnya kegiatan penebangan atau konversi lahan) maupun tak langsung (misalnya pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan pembangunan).



Faktor-faktor yang mendorong aktivitas manusia untuk memanfaatkan hutan mangrove dalam rangka mencukupi kebutuhannya sehingga berakibat rusaknya hutan, antara lain: (1) Keinginan untuk membuat pertambakan dengan lahan yang terbuka dengan harapan ekonomis dan menguntungkan, karena mudah dan murah (2) Kebutuhan kayu bakar yang sangat mendesak untuk rumah tangga, karena tidak ada pohon lain di sekitar nya yang bisa ditebang. (3) Rendahnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan mangrove, adanya kesenjangan sosial antara petani tambak tradisional dengan pengusaha tambak modern, sehingga terjadi proses jual beli lahan yang sudah tidak rasional (Perum Perhutani 1994).



Tabel 2. Beberapa Aktifitas Penduduk Terhadap Dampak Potensial Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove No



Aktivitas Penduduk



Dampak Potensial



1.



Tebang Habis



Berubahnya



komposisi



tumbuhan,



pohon-pohon



mangrove akan diganrikan oleh spesies-spesies yang nilai komersialnya rendah dan terjadi penurunan fungsi sebagai feeding, nursery dan spawing ground 2.



Pengalihan aliran air tawar Terjadi



peningkatan



salinitas



dan



penurunan



misalnya pada pembangunan kesuburan mangrove irigasi 3.



Konversi



menjadi



lahan Mengancam regenerasi stok ikan dan udang diperairan



pertanian,



perikanan,



dan lepas pantai, terjadi pencemaran laut oleh pencemar



permukiman



yang sebelumnya di ikat oleh subtrat mangrove. Terjadi pendangkalan, abrasi, dan intrusi air laut.



4.



Pembuangan sampah cair



Penurunan kandungan oksigen, munculnya gas HS



5.



Pembuangan sampah padat



Memungkinkan



tertutupnya



pneumatopor



yang



berakibat kematian mangrove dan perembesan bahanbahan pencemar dalam sampah padat. 6.



Pencemaran tumpahan minyak



7.



Penambangan



dan



Mengakibatkan kematian mangrove



ekstraksi Kerusakkan total ekosistem mangrove sehingga 9



mineral,



baik



dalam hutan mengancurkan fungsi bioekologis mengrove dan



maupun daerah sekitar hutan



terjadinya pengendapan sedimen yang berlebihan yang dapat menyebabkan kematian mangrove.



Sumber: Dahuri, 2003



4.Upaya Pelestarian Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove di beberapa daerah, baik di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, maupun Papua telah dilakukan berkali-kali. Upaya ini biasanya dilakukan oleh pemerintah berupa proyek yang berasal dari Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan maupun dari Pemerintah daerah setempat, namun hasil yang dipeorleh relatif tidak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pemerintah (Saparinto, 2007). Upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove tidak hanya dilakukan oleh pemer intah saja, tetapi juga dilakukan oleh masyarakat yang ikut berpartisipasi membantu pemer intah dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup khususnya ekosistem hutan mangrove dengan metode, yaitu konservasi, reboisasi dan rehabilitasi. Sugiarto (1996) menyatakan bahwa Secara umum, semua habitat pohon mangrove di dalam ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat memperbaiki kondisinya seperti semula secara alami dalam waktu 15 – 20 tahun apabila (1). Kondisi normal hidrologi tidak terganggul; dan (2). Ketersediaan biji dan bibit serta jaraknya tidak terganggu atau terhalangi. Jika kondisi hidrologi normal atau mendekati normal tetapi biji pohon mangrove tidak dapat mendekati daerah rehabilitasi, maka dapat direhabilitasi dengan cara penanaman. Oleh karena itu, habitat pohon mangrove dapat diperbaiki tanpa penanaman, maka rencana rehabilitasi harus terlebih dahulu melihat potensi aliran air laut yang terhalangi atau tekanantekanan lain yang mungkin menghambat perkembangan pohon mangrove. Ekosistem hutan mangrove banyak dikonservasi dalam kawasan terpisah maupun kawasan tergabung dalam cagar alam, suaka margasatwa dan taman nasional berdasarkan pada empat strategi pokok konser vasi, yaitu pelindung proses ekologis dan penyangga kehidupan kawasan, pengawet keragaman sumberdaya plasma nutfah, pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem, serta tata guna dan tata ruang kawasan hutan mangrove. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 43 tentang kehutanan bahwa dalam kaitan kondisi hutan mangrove yang rusak pada setiap orang yang memiliki, mengelola atau memanfaatkan hutan mangrove wajib melaksanakan rehabilitas untuk tujuan perlindungan konservasi. Salah satu cara melindungi hutan mangrove adalah dengan menunjuk suatu kawasan hutan mangrove.



10



Bagan Kerangka Bepikir



Eosistem Hutan Mangrove



Proses Alamiah



Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove



Konversi



Rehabilitasi



Aktivitas Penduduk



Eksploitasi



Pemerintah Upaya Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove Masyarakat



Reboisasi



Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir



11



BAB III METODE MINI RISET



3.1 Jenis Mini Riset Jenis Mini Riset yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis Mini Riset deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Mini Riset deskriptif adalah suatu bentuk Mini Riset yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan,kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.(Sukmadinata, 2006). Pendekatan “kualitatif” adalah suatu pendekatan Mini Riset yang menggunakan data berupa kalimat tertulis atau lisan, peristiwa-peristiwa, pengetahuan atau objekstudi. Proses Mini Riset tersebut memperhatikan konteks studi dengan menitik beratkan pada pemahaman, pemikiran persepsi peneliti yang dirumuskan dalam data dalam bentuk tabulasi dan grafik. Dalam Mini Riset ini akan dijelaskan secara dekriptif kualitatif mengenai kerusakan ekosistem mangrove di Desa Tanjung Rejo, aktivitas penduduk yang mempengaruhi kerusakan ekosistem mangrove di Desa Tanjung Rejo, dan upaya pelestarian yang dilakukan untuk mengurangi kerusakan ekosistem mangrove di Desa Tanjung Rejo.



3.2 Lokasi Mini Riset Mini Riset ini berlokasi di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan mengambil daerah ini sebagai lokasi Mini Riset adalah : 1. Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan yang terletak di daerah pesisir dengan tepi pantai yang berlumpur sehingga banyak pohon mangrove yang tumbuh di sana membentuk ekosistem hutan mangrove. 2. Sepanjang sepengetahuan kelompok Mini riset, belum pernah dilakukan Mini Riset yang sama di daerah Mini Riset ini.



3.3 Metode Mini Riset Metode Mini Riset yang dilakukan adalah dengan metode survei. Metode survei adalah salah satu pendekatan Mini Riset yang pada umumnya digunakan untuk pengumpulan data yang luas dan banyak. Mini Riset ini dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi datanya dari sampel yang diambil dari populasi tersebut. Tujuan Mini Riset survei adalah untuk mengetahui gambaran umum karakteristik dari populasi. Mini Riset survei digunakan untuk mengumpulkan 12



informasi dan data mengenai kondisi kerusakan ekosistem mangrove akibat aktivitas penduduk, serta mengetahui upaya pelastarian ekosistem mangrove di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan percut Sei Tuan.



3.4 Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi Mini Riset ini meliputi seluruh kawasan ekosistem hutan mangrove, dan seluruh masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar kawasan ekosistem hutan mangrove di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang



2. Sampel Menurut Arikunto, (2006) sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang bersangkutan. Mengingat populasinya sangat besar dan lokasinya luas, serta agar diperoleh sampel yang representative yaitu sampel yang benar-benar menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya, maka sampel diambil memakai dengan teknik, yaitu Purposive Sampling. Purposive Sampling yaitu sampling yang bertujuan untuk mengambil subjek yang di dasarkan atas tujuan tertentu (Arikunto, 2006). Mini Riset ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kerusakan ekosistem mangrove akibat dari aktivitas penduduk di daerah Mini Riset, maka sesuai dengan Purposive Sampling hanya wilayah ekosistem mangrove yang berada di Desa Tanjung Rejo



3.6 Teknik Pengumpulan Data 1. Data primer Pengumpulan data primer, yaitu pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh data yang tidak terdapat di instansi melalui pengumpulan secara langsung dari lapangan. Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan cara observasi/ pengamatan langsung. Hasil observasi/pengamatan pada Mini Riset ini dicatat secara deskriptif, yang secara akurat mengamati dan merekam fenomena yang muncul dan mengetahui hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut.



Data dan informasi tersebut dapat berupa tabel data kuantitatif



maupun kualitatif, gambar maupun peta di wilayah Mini Riset, serta visualisasi foto, sebagai bahan analisis dan penjelasan. 13



2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari buku-buku kepustakaan dan beberapa instansi yang terkait dan validitas datanya dapat dipertanggung jawabkan. Adapun penjelasannya sebagai berikut : 



Survei instansi Survei instansi dilakukan kepada instansi-instansi terkait yang ada di daerah Mini Riset,



sperti Kantor Kepala Desa, Kantor Kecamatan, dan Kapling/Kepala Dusun di daerah. 



Studi Literatur Merupakan survei data maupun literatur yang berkaitan dengan kondisi sosial dan



ekonomi masyarakat. Literatur ini diperoleh dari buku teks, internet, dan referensi lainnya.



3.7 Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses penyederhanaan kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan (Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 1989). Analisis data yang digunakan dalam Mini Riset ini adalah analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggunakan data aktivitas penduduk yang merusak ekosistem mangrove yang didapat dari Mini Riset di daerah Mini Riset.



14



BAB IV DEKSRIPSI WILAYAH



4.1 Kondisi Fisik 1. Letak dan Luas Daerah Berdasarkan letak astronomisnya Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang terletak antara 30 41’ LU – 30 46’ LU dan 980 42’ BT- 980 46’ BT. Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang berada pada ketinggian 0-7 meter diatas permukaan laut (dpl). Jarak Desa Tanjung Rejo Ke Kantor Camat Percut Sei Tuan adalah 10 Km dengan waktu tempuh 1 jam. Desa Tanjung Rejo merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Percut Sei Tuan yang memiliki 13 dusun dengan batasbatas desa secara geografis yaitu:  Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.  Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Saentis.  Sebelah Timur Berbatasan dengan Desa Percut.  Sebelah Barat berbatasan dengan Tanjung Selamat.



Luas Desa Tanjung Rejo adalah ± 4396 Ha. Bila ditinjau dari luas daerah berdasarkan penggunaan lahannya, kehidupan penduduk diwarnai dengan kehidupan agraris. Kegiatan agraris baik petani lahan kering (sawah) maupun lahan basah (tambak).



2. Iklim Desa Tanjung Rejo merupakan daerah yang beriklim tropis, dengan suhu udara rata-rata 230 C – 330 C dengan curah hujan rata-rata 2400 mm/tahun. Lazimnya daerah yang beriklim tropis, Desa Tanjung Rejo memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau terjadi pada bulan april hingga september dan musiam penghujan terjadi pada bulan oktober hingga maret.



15



Gambar 2. Citra Google Earth Lokasi Mini Riset



3. Topografi Topografi adalah keadaan bentang alam suatu daerah. Topografi suatu wilayah akan mempengaruhi pola penggunaan lahan, diamana topografi/kemiringan lereng merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi berbagai proses alam seperti terjadinya erosi, tanah kritis, tanah longsor, terganggunya tata air, banjir, terjadinya pengendapan dan lain sebagainya. Secara umum Desa Tanjung Rejo tergolong pada daerah dataran rendah dan berbentuk permukaan yang halus dengan ketinggian tempat 0-7 meter diatas permukaan laut.



4. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan usaha untuk mengelola dan memberdayakan unsur-unsur ekosistem sehingga dapat diperoleh manfaat dari lahan tersebut. Penggunaan lahan disuatu daerah dapat dipandang sebagai hasil akhir dari berbagai pengaruh yang saling mempengaruhi, yang terjadi di lingkungan tempat tinggal manusia. Berikut ini adalah bentuk penggunaan lahan Desa Tanjung Rejo :



16



Tabel 3. Penggunaan Lahan Desa Tanjung Rejo Tahun 2011 No.



Jenis Areal



Luas (Ha)



Persentase (%)



1.



Pertanian sawah



1918,65



43,64



2.



Pertambakan



1022,53



23,27



3.



Perkebunan kelapa sawit



164,81



3,76



4.



Hutan bakau



765,28



17,4



5.



Perumahan



246,88



5,61



6.



Badan air



102,68



2.34



7.



Lahan kosong



175,35



3,98



4396,18



100



Sumber : Data Sekunder Diolah, 2016



Dari tabel 3. dapat dijelaskan bahwa penggunaan lahan di Desa Tanjung Rejo paling banyak digunakan adalah jenis areal pertanian sawah dengan luas 1918,65 Ha (43,64%), penggunaan lahan pertambakan menempati posisi kedua dengan luas 1022,53 Ha (23,27%), selanjutnya adalah hutan bakau dengan luas 765,28 (17,4%).



5. Sumber Daya Alam Sumber daya yang terdapat di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang adalah sebagai berikut 1. Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo, terletak di daerah pesisir dimana tepi pantainya berlumpur sebagai tempat tumbuh berkembangnya hutan mangrove yang membentuk ekosistem hutan mangrove telah dimanfaatkan sumber daya alamnya umtuk memenuhi kebutuhan dalam kebutuhan ekonomi dalam akivitas ekonomi. Selain itu, tidak hanya aktivitas ekonomi penduduk saja yang memanfaatkan seumber daya alam hutan mangrove saja, tetapi telah dimanfaaatkan untuk beberapa industri. 2. Potensi pertanian sawah Desa Tanjung Rejo memiliki luas lahan pertanian sawah sekitar 1918,65 Ha. Dimana luas lahan tersebut sangat potensial dalam mengahasilkan penen padi dalam kuantitas yang besar. Desa ini juga menjadi salah satu lumbung padi bagi Kecamatan Perscut Sei Tuan, maupun Kabupaten Deli Serdang sendiri.



17



BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN



5.1 Hasil Mini Riset



1. Kondisi Fisik Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Pada hasil Mini Riset dengan data sekunder yang bersumber dari Mini Riset yang sebelumnya dilakukan, untuk mengetahui tentang kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan diketahui bahwa luas hutan mangrove di daerah Mini Riset sebesar



765,28 Ha. Kondisi kerusakan berdasarkan pada kriteria ekosistem hutan



mangrove dapat dilihat pada tabel dibawah ini.



Tabel 8. Luas Lahan Mangrove Menurut Kondisi di Desa Tanjung Rejo No.



Tinkat kondisi



Luas lahan (Ha)



Persentase (%)



1.



Baik



365,28



47,73



2.



Sedang



267



34.89



3.



Rusak



133



17,38



Jumlah



765,28



100,00



Sumber : Data Primer Diolah, 2016



Data pada tabel tersebut di dapat dari hasil wawancara dengan penduduk setempat yang mengatakan hampir sekitar 400 Ha hutan mangrove yang sudah di manfaatkan atau dijamah oleh penduduk, namun juga terdapat kerusakan yang tidak begitu parah atau masih pada kategori sedang. Dari data tersebut dapat dilihat kondisi baik sekitar 365,28 Ha (47,73%) yang dimana persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem hutan mangrove = 75 % dan kerapatan pohonnya = 1500 pohon/Ha. Kondisi sedang sekitar 267 Ha yang dimana penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem mangrove = 50% -