Laporan Operasi Hernia Pada Kucing [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hari / tanggal : Selasa, 19 Januari 2016 Waktu : Pukul 13.00-14.30 WIB Dosen PJ: Drh R Harry Soehartono, MAppSc, PhD



LAPORAN KEGIATAN OPERASI HERNIA ABDOMINALIS



Disusun oleh:



Ahmad Fadhil BMS Asreen, SKH



(B94154101)



Alfonsa Sri Handayani KW, SKH



(B94154103)



Mukh Fajar Nasrulloh, SKH



(B94154129)



Purnama Sinta , SKH



(B94154137)



BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016



PENDAHULUAN



Hernia adalah suatu penonjolan sebagian maupun seluruh isi rongga tubuh melalui cincin akibat defek atau lemahnya dinding rongga yang bersangkutan yang disebabkan oleh lemahnya struktur otot sehingga organ tertentu keluar ke bagian tubuh yang tidak seharusnya (Hines 2012). Hernia abdominalis adalah suatu kondisi keluarnya organ viscera dari ruang abdomen melalui celah pada dinding abdomen. Kerusakan pada dinding abdomen menyebabkan usus keluar dinding abdomen, sehingga terlihat adanya penonjolan. Hernia abdominalis eksterna adalah kerusakan pada dinding eksterna abdominal yang dipenuhi oleh keluarnya organ vicera. Hernia abdominalis interna terjadi melalui cincin pada jaringan yang membatasi ruang abdomen dan thoraks seperti hernia diafragmatika dan hernia hiatal. Pada hernia abdominalis, isi perut menonjol melalui cincin hernia yang terdapat pada peritonium daerah ventrolateral abdomen. Ada berbagai macam hernia berdasarkan lokasinya menurut Hines (2012) yaitu hernia abdominalis (hernia ventralis, paracostral, dan inguinalis), hernia diafragmatika, hernia perianalis, dan hernia scrotalis. Menurut Cheville (2006) hernia abdominalis dapat dibagi menjadi dua yaitu hernia abdominalis yang terjadi pada dinding abdomen dan hernia inguinalis yang terjadi diantara femur (prefemoralis). Menurut Ramadhan dan Abdin (2001), kasus hernia bisa disebabkan karena faktor trauma. Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul maupun kejadian yang menyebabkan tekanan rongga abdomen meninggi secara mendadak dan terbentuknya cincin. Selain itu dapat disebabkan juga oleh faktor genetik (Grace dan Borley 2006). Kebanyakan kejadian hernia terjadi pada hewan muda dimana stuktur peritoneum abdomen belum terbentuk secara sempurna (Ramadhan dan Abdin 2001). Hernia dicirikan dengan adanya kantung hernia, cincin hernia, leher hernia, dan isi hernia (Gambar 1).



Gambar 1 Dinding abdomen yang mengalami hernia mengalami penonjolan. Diagnosa pada hernia dilakukan dengan memperhatikan signalemen, anamnesa, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan fisik. Secara spesifik diagnosa hernia dilakukan dengan melakukan palpasi dengan menemukan cincin hernia abdominalis pada kucing, dan bila diinspeksi akan terlihat benjolan akibat adanya struktur isi abdomen yang keluar melewati cincin (Primovic dan Debra 2009). Benjolan akan membesar jika hewan membungkuk ataupun mengedan. Hernia abdominalis seringkali dapat didorong kembali ke dalam rongga perut. Tetapi jika tidak dapat didorong kembali melalui dinding perut, maka usus bisa terperangkap di dalam kanalis abdominalis dan aliran darahnya terputus (strangulasi). Jika



tidak ditangani, bagian usus yang mengalami strangulasi bisa mati karena kekurangan darah. Treatment hernia abdominalis biasanya dilakukan operasi untuk mengembalikan usus ke tempat asalnya dan untuk menutup lubang pada dinding perut agar hernia tidak berulang. Beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk setiap operasi, yakni tahap pre operasi, operasi, dan post operasi. Tahapan pre operasi merupakan tahapan awal dari kegiatan operasi. Kesuksesan operasi tergantung dari fase ini, karena fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan pada tahap preoperasi antara lain adalah sterilisasi alat, sterilisasi ruangan, penentuan dosis obat, signalement hewan serta status present hewan yang akan dioperasi. Adapun kegiatan operasi merupakan kegiatan yang beresiko tinggi dan akan membahayakan jika operasi tidak dilakukan dengan aturan-aturan yang ada. Teknik operasi yang benar menjadi dasar berhasil atau tidaknya suatu operasi. Sedangkan kegiatan post operasi juga merupakan kegiatan yang tidak kalah penting dengan tahap-tahap kegiatan operasi sebelumnya. Monitoring kesehatan, pemberian antibiotik serta perawatan luka merupakan contoh kegiatan post operasi yang harus dilakukan guna menjamin kesehatan hewan yang telah dioperasi. Prognosa pada kasus hernia abdominalis adalah fausta – dubius tergantung dari asal, arahnya, perlekatan, mudah tidaknya direposisi, isinya, lokasinya, kondisi hewan, dan lama kejadian.



TUJUAN Tujuan dari kegiatan operasi ini adalah untuk mempelajari serta menangani kasus hernia ingunalis pada kucing meliputi pre operasi, operasi dan post operasi hernia abdominalis.



TINJAUAN KASUS



Pemeriksaan Fisik Hewan Anamnesa Kucing ditemukan di jalan dalam keadaan sudah terdapat penonjolan dengan konsistensi lembek di daerah abdomen bagian ventrolateral kanan. Signalement Hewan Nama hewan Jenis hewan Ras/Breed Warna bulu dan kulit



: Luna : Kucing : Domestik : Hitam - Putih



Jenis kelamin Bobot badan Umur Tanda khusus



: Betina : 3,4 kg : 3,5 bulan : Tidak ada



Status Present Keadaan Umum Perawatan Habitus/tingkah laku Gizi Pertumbuhan badan Sikap berdiri Suhu Frekuensi nafas Frekuensi jantung



: Baik : Jinak : Sedang : Baik : Tegak pada empat kaki : 37,6oC (normal: 37.8-39.2 oC) : 28 kali/menit (normal: 20-30 kali/menit) : 108 kali/menit (normal: 110-130 kali/menit)



Adaptasi Lingkungan Kepala dan Leher Inspeksi Ekspresi wajah Pertulangan kepala Posisi tegak telinga Posisi kepala



: Tenang : Kompak (conformed) : Tegak ke atas : Lebih tinggi dari vertebrae



Palpasi Mata dan orbita kiri dan kanan Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna Cilia : Melengkung keluar Conjuctiva : Rose, basah, licin Membrana nictitans : Tersembunyi Bola mata kanan dan kiri Sclera Cornea Iris Limbus Pupil Refleks pupil Vasa injectio



: Putih : Bening (jernih) : Tidak ada perlekatan : Rata : Tidak ada kelainan (ada reaksi cahaya) : Ada : Tidak ada



Mulut dan rongga mulut Rusak/luka bibir Mucosa



: Tidak ada : Rose, licin, basah dan tidak ada kerusakan



Gigi geligi Lidah



: Tidak lengkap (I1,I2 inferior tidak ada) : Rose, licin, basah dan tidak ada kerusakan



Leher Perototan Leher Trachea Esophagus



: Teraba kompak : Teraba, tidak ada reflek batuk : Teraba, tidak ada isi makanan



Telinga Posisi Bau Permukaan daun telinga Krepitasi Refleks panggilan



: Tegak ke atas : Khas serumen : Halus : Tidak ada : Ada



Thorax Sistem Pernafasan Inspeksi Bentuk rongga thorax Tipe pernafasan Ritme Intensitas Frekuensi Perkusi Lapangan Paru-paru Gema perkusi Auskultasi Suara pernafasan Suara ikutan Antara in dan ekspirasi Palpasi Penekanan rongga thorak Palpasi intercostals Sistem Peredaran Darah Inspeksi Ictus cordis Perkusi Lapangan jantung Auskultasi Frekuensi



: Simetris : Costal : Teratur : Dangkal (teratur) : 28 kali/menit



: Tidak perluasan : nyaring : Terdengar : Tidak ada : Tidak terdengar



: Tidak ada reflek sakit : Tidak ada reflek sakit



: Tidak ada : Costae ke 3-6, tidak ada kelainan



: 112 kali/menit



Intensitas Ritme Suara sistol dan diastol Ekstraksistolik Sinkron pulsus dan jantung Abdomen dan Organ Pencernaan Palpasi Epigastricus Mesogastricus Hypogastricus Isi usus besar Isi usus kecil



: Sedang : Teratur : Tidak ada kelainan : Tidak terdengar : Sinkron



: Ginjal teraba, tidak ada kelainan : Usus teraba, tidak ada kelainan : Ada penonjolan di ventrolateral abdomen : Tidak teraba : Tidak teraba



Anus Sekitar anus Refleks spinchter ani Pembesaran kolon-kucing Kebersihan daerah perineal Hubungan dengan vulva-betina



: Bersih : Ada : Tidak ada : Bersih : Ada (Terpisah)



Alat perkemihan dan Kelamin (Urogenitalis) Jantan Perhatikan preputium : Agak coklat Keluarkan glans penis Besar : Tidak ada kebengkakan Bentuk : Lonjong meruncing Sensitivitas : Sensitif Warna : Kemerahan Kebersihan : Bersih Scrotum : Tidak ada perlekatan Alat Gerak Inspeksi Perototan kaki depan Perototan kaki belakang Spasmus otot Tremor Sudut persendian Cara bergerak-berjalan Cara bergerak-berlari Palpasi Struktur pertulangan



: Kompak : Kompak : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada kelainan : Koordinatif : Koordinatif



Kaki kiri depan Kaki kanan depan Kaki kiri belakang Kaki kanan belakang Konsistensi pertulangan Reaksi saat palpasi Letak rasa sakit Panjang kaki depan Panjang kaki belakang



: Kompak (Tidak ada kelainan) : Kompak (Tidak ada kelainan) : Kompak (Tidak ada kelainan) : Kompak (Tidak ada kelainan) : Kompak : Tidak ada reaksi sakit : Tidak ada : Simetris : Simetris



Palpasi Limfoglandula poplitea Ukuran Konsistensi Lobulasi Perlekatan Panas Kesimetrisan



: Kecil : Kenyal : Jelas : Tidak ada perlekatan : Tidak ada sensasi panas : Simetris



Kestabilan pelvis Konformasi Kesimetrisan Tuber ischii Tuber coxae



: Kuat / kompak : Simetris : Teraba, stabil : Teraba, stabil



Gambar 2 Pasien (Luna) yang mengalami hernia abdominalis



Hasil Diagnosa Penunjang  X-Ray Hasil X-Ray yang didapatkan adalah sebagai berikut:



A



B



Gambar 3 A) Sudut pandang VD, B) Sudut pandang RL



 Hasil Pemeriksaan Hematologi Tabel 1 Hasil pemeriksaan hematologi Parameter Hasil Pemeriksaan



Nilai Normal



Abnormalitas



Keterangan



Rendah Rendah Tinggi



(Tilley dan Smith 2000)



Eritrosit (x106/µl) Hematokrit (%) Hemoglobin (g/dL) Leukosit (x103/µl) Dif. Leukosit (%): Netrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil



8.49 24.9 8.00 42.85



6-10 29-45 9.5-15 5.5-19.5



Normal ↓ ↓ ↑



71 24 2 3 0



35-75 20-55 1-4 2-12 0-1



Normal Normal Normal Normal Normal



Diagnosa Klinis Differensial Diagnosa Prognosa Terapi



: Hernia Abdominalis : Tumor, abses, bisul : Fausta : Operasi (Reposisi hernia dan penjahitan cincin hernia)



METODE Waktu dan Tempat Kegiatan Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 26 Januari 2016 pukul 13.00 – 14.30 di Laboratorium Bedah Hewan Kecil, Rumah Sakit Hewan Pendidikan Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan Bahan-bahan yang digunakan antara lain premedikasi anestesi, yaitu atropin sulfat dengan dosis 0,025 mg/kg BB secara subkutan. Bahan anasthetikum, yaitu xylazine 2% dengan dosis 2 mg/kg BB dan ketamine HCL 10% dengan dosis 10 mg/kg BB secara intramuskular. Bahan antibiotik, yaitu Amoxicillin 25% dengan dosis 20 mg/kg BB, dan penicillin 50000 IU. Alkohol 70%, iodine tincture. Alat Pinset anatomis, pinset sirurgis, towel clamp, gunting bengkok, scalpel, needle holder, syiringe 1 cc, tampon, kapas, kassa, plester, tang arteri, jarum penampang bulat dan penampang segitiga, benang cut gut chromic 3/0, silk 3/0, kain duk, tali restrain, timbangan, lampu operasi, silet pencukur rambut, sarung tangan, masker, penutup kepala, dan baju bedah. Operator dan Asisten Operator Operator Asisten Operator Asisten 1 (anastesi) Asisten 2 (kebersihan) Asisten 3 (kontrol fisik) Asisten 4 (dokumentasi)



: Mukh Fajar Nasrulloh, SKH : Purnama Sinta, SKH : Risna Anggraini, SKH : Dirwan Rahman, SKH : Erfiandini Eka P, SKH : David Alfian, SKH Prosedur Kerja



A. Pre operasi Persiapan dan Sterilisasi Peralatan operasi Peralatan yang akan digunakan dalam operasi dilakukan proses sterilisasi terlebih dahulu, begitu pula dengan perlengkapan operator dan asisten. Peralatan tersebut meliputi



tutup kepala, masker, sikat tangan, handuk/duk, baju scrub operasi, dan sarung tangan serta seperangkat alat bedah minor yang telah dicuci dengan bersih dan didisinfeksi. Peralatan tersebut dibungkus dengan kain muslin/non woven sebelum dimasukkan kedalam oven kering (autoclave) pada suhu 60oC selama 30 menit atau pada 121 oC selama 15 menit. Sedangkan peralatan. Proses selanjutnya dilakukan sterilisasi dengan menggunakan sterilisator ultraviolet yaitu selama 30 menit. Persiapan preoperasi bagi operator yaitu pembuatan protokol bedah. Tujuan dari pembuatan protokol bedah adalah untuk mempersiapkan apa saja yang harus dilakukan oleh operator dan asistennya, dan dapat mendeskripsikan prosedur bedah yang akan dilakukan saat operasi. Protokol bedah ini memegang peranan penting bagi keberhasilan suatu operasi. Protokol bedah tersebut akan diserahkan dan diperiksa oleh dokter hewan penanggungjawab operasi, dalam hal ini yaitu dosen bedah. Setelah diperiksa dan disetujui oleh dosen maka operasi bisa dilaksanakan. Persiapan dan Preparasi Hewan Preparasi hewan diawali dengan memeriksa status kesehatannya untuk mengetahui layak tidaknya bila digunakan sebagai hewan model pada operasi yang akan dilakukan. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan suhu (oC), frekuensi nafas (kali/menit), pulsus (kali/menit), berat badan (kg), selaput mukosa, dan diameter pupil (cm). Hal ini dilakukan untuk mempermudah evaluasi hasil monitoring hewan saat di lakukan operasi. Setelah pemeriksaan kesehatan dilakukan maka hewan dipuasakan selama ± 12 jam sebelum tindakan operasi dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya muntah, urinasi, ataupun defekasi saat operasi berlangsung. Sebelum memasuki tahap operasi, kucing terlebih dahulu ditimbang berat badannya untuk menentukan dosis berbagai sediaan obat yang akan diberikan pada saat pre operasi, operasi, dan post operasi. Tindakan operatif pada hewan membutuhkan restrain dan handling yang tepat untuk bisa mengendalikan hewan. Dalam hal ini dibutuhkan chemical restrain, yaitu mengendalikan hewan dengan cara mengurangi/menghilangkan kesadaran hewan dengan menggunakan bahan kimia. Sediaan tersebut dapat berupa transquilizer, sedative, maupun anastetikum. Pemberian sediaan ini harus disesuaikan dengan jenis dan berat badan hewan, karena dosis sediaan untuk setiap jenis hewan berbeda-beda. Perhitungan Dosis : Premedikasi  Atropin 0,25 mg/ml = 3,4 kg X 0,025 mg/kgBB = 0,34 ml (SC) 0,25 mg/ml Anasthesi  Xylazine 2% = 3,4 kg X 2 mg/kgBB = 0,34 ml (IM) 20 mg/ml  Ketamine 10% = 3,4 BB X 10 mg/kgBB = 0.34 ml (IM) 100 mg/ml Antibiotik  Amoxicillin = 3,4 BB X 20 mg/kgBB = 2,72 ml (PO) 25 mg/ml



 Penicillin 50000 IU (2 ml) Hewan yang telah teranastesi dicukur di bagian abdomen ventrolateral sebelah kanan hingga bersih. Proses selanjutnya adalah dilakukan didesinfeksi menggunakan alkohol 70% pada daerah abdomen serta dilanjutkan dengan pemberian antiseptik Iodine tincture 3% dengan arah melingkar dari arah dalam keluar. Hewan dibawa ke meja operasi dan difiksir keempat kakinya dengan ikatan tomfool pada sisi meja operasi. Daerah disekitar orientasi operasi ditutup dengan duk dan dijepit dengan towl clamp.



Gambar 4 Persiapan alat operasi dan preparasi hewan Persiapan Operator dan Asisten Operator Operator dan asisten mengenakan pakaian dan perlengkapan yang sudah disterilisasi sebelumnya (Gambar 4). Langkah yang dilakukan operator dan asisten I adalah mencuci tangan sebelum mengenakan tutup kepala dan masker, kemudian mencuci tangan dengan sabun dan sikat. Pencucian dilakukan dari ujung jari sampai ke bagian siku selama kurang lebih 5 menit, karena waktu tersebut merupakan lama waktu kontak yang efektif antara sabun dan kulit untuk membunuh mikroba yang menempel dipermukaan kulit.Tangan kemudian dibilas dengan air mengalir sebanyak 10 kali. Setelah itu, tangan dilap hingga kering dengan menggunakan handuk yang telah disterilisasi sebelumnya. Operator dan asisten I kemudian memakai baju operasi (jas lab) dan sarung tangan. Setelah semua prosedur persiapan tersebut dilalui secara aseptis, proses operasi dapat dilakukan. B. Operasi Penyayatan dilakukan didaerah ventrolateral abdomen, dengan titik orientasi paramedianus di samping dari kantung hernia. Sebelum penyayatan ditentukan letak cincin hernia untuk memudahkan nantinya dalam reposisi dan penjahitan cincin. Sayatan dilakukan tepat di sebelah kanan penonjolan sepanjang 3-4 cm. Setelah itu dilakukan preparir untuk menentukan letak cincin dari hernia tersebut. Cincin hernia yang sudah ditemukan kemudian dijepit dengan tang arteri untuk memudahkan penjahitan (Gambar 5). Selanjutnya massa usus yang keluar dari rongga abdomen direposisikan kembali ke ruang abdomen. Penicillin cair 50000 IU di teteskan secara topikal pada rongga tersebut. Dilakukan pembuatan perlukaan baru pada cincin hernia agar mampu melekat secara sempurna pada saat penjahitan. Penjahitan dilakukan dengan tipe jahitan sederhana menggunakan benang catgut 3/0. Catgut chromic digunakan untuk menjahit struktur ini karena sifatnya yang dapat diabsorbsi secara perlahan oleh tubuh. Setelah semuanya terjahit, dilakukan penjahitan kulit menggunakan



benang silk (3/0) dengan jahitan sederhana (Hickman dan Walker 1998). Pemberian antibiotik lokal penicillin 50.000 IU disemprotkan pada setiap lapisan yang dijahit untuk mencegah infeksi sekunder pada saat post operasi.



Gambar 5 proses operasi hernia kucing Setelah selesai, luka jahitan dioles dengan iodium tincture dan perubalsem. Kemudian ditutup kassa, dibalut perban serta dipakaikan gurita. Selama operasi, dilakukan monitoring vital terhadap kondisi pasien setiap 15 menit yang meliputi monitoring suhu, frekuensi nafas, dan frekuensi jantung (Fossum 2002). C. Post Operasi Perawatan Post operasi berupa monitoring fisiologis hewan yang meliputi temperatur, frekuensi nafas, frekuensi jantung, nafsu makan dan minum, feces, dan urine. Pengobatan dilakukan setiap hari meliputi pemberian antibiotik, vitamin dan pembersihan pada luka jahitan. Pemberian antibiotik amoxicillin (27.2 mg/ml) untuk mencegah infeksi selama 5 hari dilanjutkan dengan vitamin A ipi untuk regenerasi sel-sel epitel. Luka jahitan tersebut dibersihkan dengan rivanol kemudian diberi betadine dan ditutup dengan kassa. Kebersihan kandang untuk proses recovery juga perlu diperhatikan dan dijaga kebersihannya.



PEMBAHASAN Anamnesa dan Signalement Hasil anamnesa, Luna, seekor kucing betina ditemukan di daerah Babakan Tengah, dengan bagian ventrolateral dari abdomen terdapat penonjolan ke luar saat dilakukan palpasi. Kondisi hewan secara umum sehat saat ditemukan dengan gizi sedang dan pertumbuhan baik, berat badan 3,4 kg, suhu tubuh 37.6 ºC, frekuensi nadi 102x/menit, dan frekuensi nafas 28 x/menit.



Hasil Diagnosa Penunjang Pengambilan gambar radiografi X-Ray dilakukan secara Ventrodorsal (VD) dan Laterolateral. Hasil radiograf kedua posisi pengambilan gambar terlihat adanya kelainan pada daerah abdominalis, namun gambar yang dihasilkan tidak terlalu jelas. Hal ini disebabkan oleh posisi pengambilan yang kurang tepat. Daerah hernia berada di abdominal kanan dengan posisi ventrolateral, seharusnya dilakukan pengambilan gambar dengan posisi oblique dengan left recumbency. Kelainan yang terlihat pada film yaitu adanya gambaran usus yang berada tidak pada tempatnya dengan massa radiolucent di bagian abdominal kanan. Pada sudut pandang VD, tidak terlihat adanya protusio usus karena tertutupi oleh massa radiopaque yaitu tulang vertebrae dan tulang coxae. Pemeriksaan X-Ray untuk hernia abdominalis paling baik dilakukan dengan posisi lateral recumbency atau oblique agar memperoleh gambaran yang jelas. Hasil pemeriksaan hematologi pasien didapatkan jumlah eritrosit (RBC) masih dalam kisaran normal yaitu 8.49 x 106/µl, sedangkan nilai hematokrit dan hemoglobin berada dibawah kisaran normal yaitu masing-masing 24.9% dan 8.00 g/dL. Rendahnya nilai hematokrit dan hemoglobin mengindikasikan bahwa pasien mengalami anemia. Anemia dapat terjadi karena jumlah RBC yang rendah, defisiensi zat besi, atau rendahnya kemampuan darah untuk mengikat oksigen sehingga mengakibatkan metabolisme tubuh tidak berjalan dengan maksimal. Jumlah leukosit (WBC) yang didapatkan meningkat dua kali lipat dari nilai normal yakni sebesar 42.85 x 103/µl, namun pada differensial leukosit semua sel memiliki persentase yang normal. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum pasien mengalami peningkatan leukosit, namun tidak terlihat secara spesifik jenis leukosit mana yang lebih dominan. Hernia atau penonjolan sebagian isi rongga perut dapat menyebabkan peradangan akibat rupturnya dinding abdomen yang menyebabkan kerusakan dan dapat mengubah virulensi mikroflora normal usus. Hubungan kasus hernia dengan hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan bahwa pasien telah mengalami hernia yang cukup lama. Keadaan penyakit kronis akan menunjukkan gambaran hematologi yang terlihat normal. Pembedahan Sebelum dilakukan operasi, pasien diberikan premedikasi anastesi dengan menyuntikkan atropin secara subkutan. Atropin termasuk antimuskarinik agen yang bekerja dengan cara menurunkan kontraksi otot polos, sehingga digunakan sebagai preanastetik untuk mencegah muntah, mengurangi hipersalivasi, dan sekresi saluran pernafasan. Sepuluh menit setelah pemberian atropin, kucing dianestesi dengan kombinasi xylazin dan ketamin. Xylazine berfungsi sebagai sedatif yang menimbulkan efek relaksasi muskulus juga sebagai analgesik dengan onsetnya maksimal 20 menit setelah pemberian intramuskular dan berakhir setelah 60 menit. Efek yang terjadi pada hewan kecil adalah bradikardia dan penurunan cardiac output, vomit, tremor, motilitas intestinal menurun tetapi kontraksi uterus meningkat, selain itu juga mempengaruhi keseimbangan hormonal antara lain menghambat produksi insulin dan ADH. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anastetik, dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistim somatik tetapi lemah untuk sistim visceral, tidak



menyebabkan relaksasi otot lurik bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meningkat. Ketamin merupakan analgesia yang tidak menyebabkan depresi dan hipnotika pada syaraf pusat tetapi berperan sebagai kataleptika. Setelah pemberian ketamin, refleks mulut dan menelan tetap ada dan mata masih terbuka. Menurut Katzung (2001), penggunaan ketamin mempunyai keuntungan dan kerugian diantara adalah: (1) aplikasinya mudah, (2) menyebabkan depresi kardiovaskuler dan respirasi minimal, (3) dapat digunakan dalam situasi darurat dimana hewan belum dipuasakan, karena refleks faring tetap ada, (4) induksi cepat dan tenang, dan (5) dapat dikombinasikan dengan agen preanestesi atau anestesi lainnya. Setelah induksi anestetikum, frekuensi jantung berkurang yaitu 120 x/menit serta mengalami penurunan hingga 84 x/menit pada menit ke-45 (Tabel 2). Hal ini terjadi karena efek dari xylazin. Xylazine akan menstimulasi receptor α2 di neuron yang melepaskan norepinephrine sehingga akan mendepres dan mengurangi kemampuan hewan untuk merespon stimulus (Plumb 2005). Pada menit ke-60 frekuensi jantung mengalami peningkatan yaitu 92 x/menit dan puncaknya pada menit ke-105 yaitu hingga 136 x/menit. Peningkatan ini disebabkan oleh pemberian maintenance dengan menginjeksi ketamin setengah dosis induksi. Pantauan suhu tubuh kucing berbanding lurus dengan data frekuensi nadi, hal ini merupakan efek yang sama yaitu karena pemberian anestetikum yang bersifat depresan. Depresan terjadi pada hypothalamus yang berperan sebagai thermoregulator, sehingga suhu kucing menurun saat obat masih bekerja. Kondisi suhu tubuh yang cenderung rendah dari menit ke-30 hingga selesai ditangani dengan memberikan penghangat tubuh yaitu dengan heating pad dan air hangat yang dimasukkan ke dalam gloves untuk dibuat bantalan tubuh. Tujuan perlakuan ini adalah mempertahankan suhu tubuh supaya tetap dalam batas normal. Hal yang berbeda yaitu pada pemantauan frekuensi napas. Selama operasi, frekuensi napas memang mengalami fluktuasi, namun fluktuasi tersebut masih tergolong stabil. Meskipun anestetikum dapat mendepres sistem respirasi dan sistem syaraf, namun jika kondisi pasien dalam keadaan sehat saat dioperasi maka efek depresan dapat dikurangi.



Tabel 2 Hasil pantauan fisiologis pasien saat operasi Parameter Frekuensi nadi (x/menit) Frekuensi napas (x/menit) Temperatur (ºC) Reflek sakit (+/-) Reflek pupil (+/-) Turgor (+/-) CRT (dtk)



Menit ke0



15



30



45



60



75



90



105



120



140



120



96



84



92



96



104



136



92



28



20



28



24



24



24



24



32



28



37.6 + + 2



37 3



36.5 >3



35.9 >3



35 >3



34.7 + >3



34.4 >3



34.3 >3



34.7 + + >3



Saat dilakukan pembedahan, tidak ada hambatan pada saat dilakukan penyayatan kulit hingga penyayatan otot m. obliquus abdominis internus. Setelah penyayatan otot tersebut, operator kesulitan mendapatkan cincin hernia. Hal ini disebabkan oleh kecilnya cincin hernia serta adanya perlekatan omentum pada peritoneum, sehingga untuk mengangkat cincin hernia harus diperlebar secara paksa agar mudah untuk diangkat. Proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Post operasi Pemantauan pasien post operasi yang dilakukan meliputi frekuensi napas, frekuensi jantung, dan temperatur, urinasi, defekasi, nafsu makan serta persembuhan luka. Kucing mulai sadar dari stadium anastesi teramati pada 1 jam pascaoperasi. Terapi yang diberikan yaitu dengan pemberian antibiotik PO dan dikandangkan di inkubator. Hari kedua post operasi, pasien mulai ada nafsu makan, minum, dan urinasi namun belum defekasi (Tabel 3). Proses persembuhan luka pada pengamatan post operasi menunjukan hasil yang baik. Hal ini didukung juga dengan perilaku makan, minum, dan pemberian amoxillin sebanyak 1 ml sebanyak 1 kali sehari selama 5 hari secara teratur. Pembersihan, pengobatan luka dan penggantian kain kassa dilakukan setiap dua hari sekali untuk mencegah adanya infeksi sekunder. Penggunaaan gurita dilakukan pada penderita hernia agar lokasi hernia terfiksasi secara rapi dan mencegah pasien menggaruk bekas jahitan. Penanganan yang baik dapat mencegah kejadian hernia terulang kembali.



Tabel 3 Monitoring fisiologis hewan post operasi Parameter Frekuensi nadi (x/menit) Frekuensi napas (x/menit) Temperatur (ºC) Nafsu makan Nafsu minum Persembuhan luka Urine Feses



1 130 15 37.8 ++ + +++ -



2 130 20 38 + ++ + ++ -



3 120 20 38.4 ++ +++ ++ ++ ++



Hari ke4 120 15 38 +++ ++ ++ ++ ++



5 120 15 37.6 +++ ++ ++ +++ +



6 120 20 38 ++ ++ +++ +++ ++



Proses persembuhan luka berjalan baik, dimana dalam rentang seminggu jaringan yang luka kering dan menyatu (Gambar 6). Pergantian perban dilakukan dua kali selama seminggu dengan rentang 3 hari. Dalam penggantian perban, pemberian iodine juga dilakukan yang bertujuan mempercepat persembuhan luka serta pemberian antibiotik amoxicillin dua kali sehari (pagi dan sore) untuk mencegah infeksi sekunder.



Gambar 6 Kondisi jahitan pasien post operasi



SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kasus hernia abdominalis dapat ditangani dengan baik melalui tindakan bedah (reposisi dan penjahitan cincin hernia) dengan prognosa fausta. Faktor yang menentukan prognosa hernia diantaranya besarnya cincin, lokasi, jenis hernia, dan kondisi hewan. Saran Diagnosa penunjang harus dilakukan dengan cara yang tepat seperti posisi pengambilan gambar X-Ray harus sesuai dengan lokasi hernia supaya peneguhan diagnosa pasti. Terapi untuk reposisi dan fiksasi cincin hernia abdominalis dilakukan secara lege artis agar tidak terjadi kejadian berulang dan cincin dapat menutup dengan sempurna.



DAFTAR PUSTAKA Cheville NF. 2006. Introduction to veterinary Pathology. 3rd Edition. USA: Blackwell Publishing Fossum TW. 2002. Small Animal Surgery Ed-2. Missouri: Mosby Elservier. Grace PA, NR Borley. 2006. Surgery at a Glance. Massachusets: Blackwell Publishing Ltd. Hikcman J, Walker RG. 1998. An Atlas of Veterinary Surgery Ed-2. Cambridge: Department of Veterinary Clinical Studies. Hines. 2012. Hernias in Dog and Cats Umbilical, Inguinal, Perineal, And Diphragmatic Hernias. [terhubung berkala]. www.2ndchanceinfo.com [27 Januari 2016]. Katzung BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika. Plumb DC. 2005. Veterinary Drug Handbook Ed-5.Iowa: Blackwelll Publishing Primovic, Debra. 2009. Umbilical Hernia in Cats. [diunduh pada 2015 april 15]. [tersedia di: http://www.petplace.com] Ramadhan RO, Abdin MR. Abdominal and inguinal hernias in camel (Camelus dromedaries) in Saudi Arabia. 2001. J Agric Sci.13: 57-61.



LAMPIRAN Pertanyaan: 1. Apa tipe jahitan yang diberikan dan bagaimana posisi hewan saat dioperasi? (Fauzia Istanti K) 2. Kondisi hernia yang seperti apa sehingga prognosanya infausta dan seperti apa contoh kasusnya? (Rifky Rizkiantino) 3. Foto prosedur operasinya seperti apa, mengapa grafik frekuensi nadi, napas, dan temperatur tidak dipisahkan, dan mengapa suhu terus menurun padahal hewan sudah sadar? (Dirwan Rahman)



Jawaban: 1. Tipe jahitan yang seharusnya dilakukan adalah jahitan matras untuk menjahit peritoneum dan otot serta jahitan sederhana untuk menjahit kulit. Namun operator hanya melakukan penjahitan sederhana karena luka sayatan tidak searah melainkan ada sayatan yang bercabang. Tetapi dipastikan jahitan tersebut berjarak cukup rapat untuk menghindari hernia yang terulang. Posisi hewan adalah left recumbency karena hernia berada di abdominal bagian kanan. 2. Prognosa buruk atau infausta tergantung dari lama kejadian, ukuran organ yang keluar, ukuran cincin, umur, dan tingkat keparahan. Contoh kasus yang prognosanya buruk atau infausta adalah hernia diafragmatika. 3. Foto sudah ditampilkan di PPT namun LCD yang bermasalah sehingga gambar tidak terlihat dengan jelas. Tujuan kami menggabungkan ketiga parameter tersebut dalam satu grafik adalah untuk membandingkan antar parameter, sehingga pola fluktuasinya dapat dilihat dalam satu grafik yang sama. Fluktuasi nadi dan nafas adalah efek dari anastesi. Xylazin bekerja meningkatkan efek simpatomimetik meningkatan curah jantung dan kontraksi otot jantung sehingga menimbulkan kenaikan frekuensi jantung, sementara efek ketamin dapat menurunkan suhu tubuh dengan cara bekerja mendepres pengatur suhu tubuh di otak.