Laporan Pemeriksaan SGOT Dan SGPT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK III “PEMERIKSAAN SGOT DAN SGPT”



OLEH : NAMA



: MUHAMMAD BAIATUL RIDWAN RAHIM



NIM



: B1D119193



KELAS



: 19 Alih Jenjang



PRODI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS FAKULTAS FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT & INFORMATIKA UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR 2019



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama. Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST adalah peningkatan tinggi (> 5 kali nilai normal) karena kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa. Peningkatan sedang (35 kali nilai normal) karena obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia musculari. Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal) karena perikarditis, sirosis, infark paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA). Hati merupakan organ padat yang terbesar yang letaknya di rongga perut bagian kanan atas. Organ ini mempunyai peran yang penting karena merupakan regulator dari semua metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Tempat sintesa dari berbagai komponen protein, pembekuan darah, kolesterol, ureum dan zat-zat lain yang sangat vital. Selain itu, juga merupakan tempat pembentukan dan penyaluran asam empedu serta pusat pendetoksifikasi racun dan penghancuran (degradasi) hormon-hormon steroid seperti estrogen. Pada jaringan hati, terdapat sel-sel Kupfer, yang sangat penting dalam eliminasi organisme asing baik bakteri maupun virus. Karena itu untuk



memperlihatkan adanya gangguan faal hati, terdapat satu deretan tes yang biasanya dibuat untuk menilai faal hati tersebut. Perlu diingat bahwa semua tes kesehatan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang berlainan, maka interpretasi dari hasil tes sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Karena faal hati dalam tubuh mempunyai multifungsi maka tes faal hati pun beraneka ragam sesuai dengan apa yang hendak dinilai. Dan ketika sel-sel atau jaringan hati mengalami kerusakan dapat dilakukan pemeriksaan SGOT(Serum Glutamic Oxaloacetic



Transaminase) dan SGPT(Serum



Glutamic PiruvicTransaminase). Kedua enzim ini terdapat dalam sel-sel hati, otot jantung, ginjal, otot rangka dan otak. 2.1 Tujuan Praktikum Adapun tujuan dilakukannya praktikum pemeriksaan kadar SGOT dan SGPT ini adalah: 1. Untuk mengetahui cara pemeriksaan kadar enzim SGOT dan SGPT 2. Untuk mengetahui prinsip pemeriksaan kadar enzim SGOT (AST (Aspartat aminotransferase) dan SGPT dengan metode pemeriksaan modifikasi IFCC, Kinetic menggunakan photometer. 3. Untuk mengetahui kadar SGOT dan SGPT dalam serum yang bermanfaat dalam penegakan diagnosa kerusakan fungsi hati. 3.1 Prinsip Percobaan Prinsip pemeriksaan SGOT/AST ini didasarkan pada reaksi kinetic enzim dengan bantuan Malate Dehydrogenase dan NADH. AST mengkatalisis transfer gugus amino dari L- Aspartate ke α- Ketoglutarate menjadi Oxalacetate dan L- Glutamate. Oxalacetate selanjutnya mengalami reduksi dan terjadi oksidasi NADH menjadi NAD+ dengan bantuan enzim Malate Dehydrogenase



(MDH).



Hasil



penurunan



aktivitas



AST.



Lactate



Dehydrogenase (LDH) ditambahkan untuk mencegah gangguan dari piruvat endogen yang berasal dari serum. Untuk pemeriksaan SGPT dilakukan dengan prinsip Glutamat piruvattransaminase atau alanin transaminase (ALAT) mengkatalis transfer gugus amino dari L-alanin ke 2-oxoglutarat untuk membentuk L-glutamat dan



Piruvat. Kemudian Laktat dehidrogenase (LDH) mengkonversi piruvat menjadi D-laktat dengan mengoksidasi NADH menjadi NAD+.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum SGOT A. Definisi SGOT/AST SGOT-SGPT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama oleh sel-sel hati. Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau sirosis, biasanya kadar kedua enzim ini meningkat. Makanya, lewat hasil tes laboratorium, keduanya dianggap memberi gambaran adanya gangguan pada hati (Ronald. 2004). SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, sebuah enzim yang secara normal berada disel hati dan organ lain. SGOT dikeluarkan kedalam darah ketika hati rusak. Level SGOT darah kemudian dihubungkan dengan kerusakan sel hati, seperti serangan virus hepatitis. SGOT juga disebut aspartate aminotransferase (AST) (Poedjiadi. 1994). Aspartate transaminase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) adalah enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh, terutama dalam jantung dan hati; enzim itu dilepaskan ke dalam serum sebagai akibat dari cedera jaringan, oleh karena itu konsentrasi dalam serum (SGOT) dapat meningkat pada penyakit infark miokard atau kerusakan akut pada sel-sel hati (Dorland. 1998). Enzim-enzim AST, ALT & GLDH akan meningkat bila terjadi kerusakan sel hati. Biasanya peningkatan ALT lebih tinggi dari pada AST pada kerusakan hati yang akut, mengingat ALT merupakan enzim yang hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati (unilokuler). Sebaliknya AST yang terdapat baik dalam sitoplasma maupun mitokondria (bilokuler) akan meningkat lebih tinggi daripada ALT pada kerusakan hati yang lebih dalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini ditemukan pada kerusakan sel hati yang menahun.2,5,7 Adanya perbedaan peningkatan enzim AST dan ALT pada penyakit hati ini mendorong para peneliti untuk menyelidiki ratio AST & ALT ini. De Ritis et al mendapatkan ratio AST/ALT = 0,7 sebagai



batas penyakit hati akut dan kronis. Ratio lni yang terkenal dengan nama ratio De Ritis memberikan hasil < 0,7 pada penyakit hati akut dan > 0,7 pada penyakit hati kronis. Batas 0,7 ini dipakai apabila pemeriksaan enzim-enzim tersebut dilakukan secara optimized, sedangkan apabila pemeriksaan dilakukan dengan cara kolorimetrik batas ini adalah 1.7 Istilah "optimized" yang dipakai perkumpulan ahli kimia di Jerman ini mengandung arti bahwa cara pemeriksaan ini telah distandardisasi secara optimum baik substrat, koenzim maupun lingkungannya. (Suryadi dan Marzuki. 1983). Enzim aspartat aminotransferase (AST) disebut juga serum glutamat



oksaloasetat



transaminase



(SGOT)



merupakan



enzim



mitokondria yang berfungsi mengkatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam aspartat ke asam α-oksaloasetat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat (Price & Wilson,1995). Enzim GOT dan GPT mencerminkan keutuhan atau intergrasi selsel hati. Adanya peningkatan enzim hati tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati. Makin tinggi peningkatan kadar enzim GPT dan GOT, semakin tinggi tingkat kerusakan sel-sel hati (Cahyono 2009). Kerusakan



membran



sel



menyebabkan



enzim



Glutamat



Oksaloasetat Transaminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya meningkat di dalam darah. Sehingga dapat dijadikan indikator kerusakan hati (Ronald et al. 2004). Kadar enzim AST (GOT) akan meningkat apabila terjadi kerusakan sel yang akut seperti nekrosis hepatoseluler seperti gangguan fungsi hati dan saluran empedu, penyakit jantung dan pembuluh darah, serta gangguan fungsi ginjal dan pankreas (Price & Wilson,1995). SGOT banyak terdapat pada mitokondria dan sitoplasma sel hati, otot jantung, otot lurik dan ginjal (Sagita A 2006). B. Pemeriksaan SGOT SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara



dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama. SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan fotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer. Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium : 1. Injeksi



per



intra-muscular



(IM)



dapat



meningkatkan



kadar



SGOT/AST. 2. Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar SGOT/AST. 3. Hemolisis sampel darah. 4. Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin, karbenisilin,



klindamisin,



kloksasilin,



eritromisin,



gentamisin,



linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru. (Suwandhi. 2011).



C. Interpretasi Masalah Klinis Nilai normal SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) untuk orang dewasa adalah laki-laki : 0 – 37 U/L dan perempuan : 0 – 31 U/L. Masalah klinis SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase): 1. Penurunan kadar : kehamilan, diabetik ketoasidosis, beri-beri. 2. Peningkatan kadar : Infark miokard akut (IMA), ensefalitis, nekrosis hepar, penyakit dan trauma muskuloskeletal, pankreatitis akut, ekslampsia, gagal jantung kongestif (GJK). Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai AST : Antibiotik, narkotik, vitamin (asam folat, piridoksin, guanetidin),



vitamin teofilin,



A),



antihipertensi



golongan



(metildopa



digitalis,



[Aldoment],



kortison,



flurazepam



(Dalmane), indometasin (Indocin), isoniazid (INH), rifampisin, kontrasepsi oral, salisilat, injeksi intramuskular (IM) (Joyce. 2007). 2.2 Tinjauan Umum SGPT A. Definisi SGPT SGPT Transaminase ,



adalah SGPT



singkatan atau



dari Serum



juga



Glutamik



dinamakan



ALT



Piruvat (Alanin



Aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoselular. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya ( joyce, 2007). Enzim-enzim AST, ALT & GLDH akan meningkat bila terjadi kerusakan sel hati. Biasanya peningkatan ALT lebih tinggi dari pada AST pada kerusakan hati yang akut, mengingat ALT merupakan enzim yang hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati (unilokuler). Sebaliknya AST yang terdapat baik dalam sitoplasma maupun mitochondria (bilokuler) akan meningkat lebih tinggi daripada ALT pada kerusakan hati yang lebih dalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini ditemukan pada kerusakan sel hati



yang menahun.2,5,7 Adanya perbedaan peningkatan enzim AST dan ALT pada penyakit hati ini mendorong para peneliti untuk menyelidiki ratio AST & ALT ini. De Ritis et al mendapatkan ratio AST/ALT = 0,7 sebagai batas penyakit hati akut dan kronis. Ratio lni yang terkenal dengan nama ratio De Ritis memberikan hasil < 0,7 pada penyakit hati akut dan > 0,7 pada penyakit hati kronis. Batas 0,7 ini dipakai apabila pemeriksaan enzim-enzim tersebut dilakukan secara optimized,sedangkan apabila pemeriksaan dilakukan dengan cara kolorimetrik batas ini adalah 1.7 Istilah "optimized" yang dipakai perkumpulan ahli kimia di Jerman ini mengandung arti bahwa cara pemeriksaan ini telah distandardisasi secara optimum baik substrat, koenzim maupun lingkungannya. (Suryadi dan Marzuki, 1983). ALT/SGPT suatu enzim yang ditemukan terutama pada sel-sel hepar, efektif dalam mendiagnosa kerusakan hepatoseluler. Kadar ALT serum dapat lebih tinggi sebelum ikretik terjadi. Pada ikretik dan ALT serum>300 unit, penyebab yang paling mungkin karena gangguan hepar dan tidak gangguan hemolitik (Joyce, 2007). ALT adalah tes yang lebih spesifik untuk kerusakan hati disbanding ASAT. ALT adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada ALT. Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan alkohol, dan penyakit pada saluran cairan empedu. AST adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam jantung, ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk penyakit hati, namun dalam beberapa kasus peradangan hati, peningkatan ALT dan AST akan serupa (Hasan, 2008). B. Prinsip kerja SGPT, ALT, prinsipnya adalah enzim yang terdapat dalam serum pasien akan mengkatalisasi reaksi antara oksoglutarat dengan  L alanin



yang membentuk glutamat dan piruvat. Piruvat yang terbentuk bereaksi dengan NADH yang akan membentuk laktat dan SGPT yang dapat dilihat dari ∆A setelah 1 menit reaksi berlangsung (Zulbadar,2007). C. Nilai dan Rujuka SGPT  1. Dewasa        : 5-35 U/mL (Frankel), 5-25 mU/mL (Wrobleweski). 850 U/mL



pada suhu 30 0C (Karmen), 4-35 U/L pada suhu 370S



(unit S1). 2. Anak              : Bayi : dapat dua kali tinggi orang dewasa; Anak: sama dengan dewasa. 3. Lansia           :    Agak lebih tinggi dari dewasa (Joyce, 2007). D. Interpretasi Data Klinis  Nilai normal SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) untuk orang dewasa adalah untuk laki-laki : 0 – 42 U/L, perempuan : 0 – 32 U/L. E. Masalah klinis SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase): a. Peningkatan Kadar Peningkatan paling tinggi : Hepatitis (virus) akut, hepatoksisitas yang menyebabkan nekrosis hepar (toksisitas obat atau kimia); agak atau meningkat sedang : sirosis, kanker hepar, gagal jantung kongesif, intoksisitas alkohol akut; peningkatan marginal : infrak miokard akut (IMA). Antibiotik, narkotik, metildopa (Aldomet), guanetidin, sediaan digitalis,



indometasin



(Indocin),



salisilat,



rifampisin,



flurazepam



(Dalamane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral, timah, heparin (Joyce, 2007) b. Obat-obat dan makanan  Obat  yang berpengaruh Mengkonsumsi obat-obatan tertentu dapat meningkatkan kadar SGOT/SGPT.Haloten, merupakan jenis obat yang biasa digunakan sebagai obat bius.  Isoniasid, merupakan jenis obat antibiotik untuk penyakit TBC. Metildopa, m erupakan jenis obat anti hipertensid. Fenitoin dan Asam Valproat, m erupakan jenis obat yang biasa



digunakan sebaga i obat anti epilepsi atau ayan. Parasetamol, merupakan jenis obat yang biasa diberikan dalam resep dokter sebagai pereda dan penurun demam. Parasetamol adalah jenis obat yang aman, jika dikonsumsi dalam dosis yang tepat. Namun jika berlebihan akan menyebabkan sirosis (kerusakan hati) yang cukup parah bahkan sampai menyebabkan kematian. Selain jenis obat diatas adapula jenis obat lainnya yang dapat m erusa k fungsi hati, seperti alfatoksin, arsen, karboijn tetraklorida, tem baga dan vinil klorida.  Makanan yang berpengaruh Penyebab yang paling umum dari kenaikan-kenaikan yang ringan sampai sedang dari enzim-enzim hati ini (SGOT dan SGPT) adalah fatty



liver



(hati



dan  penyebab-penyebab



berlemak), lain



penyalahgunaan



dari fatty



alkohol



liver termasuk diabetes



mellitus dan kegemukan (obesity). Berbagai macam fungsi hati dijalankan oleh sel yang disebut sebagai hepatosit, dimana 70-80% menyusun sitoplasma hati. Berikut berbagai macam fungsi hepatosit (Ronald, 2004): 1. Sintesis protein 2. Penyimpanan protein 3. Metabolisme karbohidrat 4. Sintesis kolesterol, garam empedu dan fosfolipid 5. Detoksifikasi, modifikasi, dan ekskresi substansi endogen dan eksogen. F. Hepatosit Hepatosit merupakan sel tubuh yang memproduksi albumin serum, fibrinogen dan faktor pembekuan darah kecuali faktor III dan IV. Selain itu,



hati



juga



mempunyai



peranan



dalam



sintesis



lipoprotein,



ceruloplasmin, transferin, komplemen, dan glikoprotein. Hepatosit juga memproduksi



protein



dan



enzim



intraselular



termasuk



transaminase. Enzim yang dihasilkan oleh hepatosit yaitu Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase



(SGPT), dan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oksaloasetat Transaminase (SGOT).SGPT terdapat pada sel darah merah, otot jantung, otot skelet, ginjal dan otak. Sedangkan SGOT ditemukan pada hati. Enzim tersebut akan keluar dari hepatosit jika terdapat peradangan atau kerusakan pada sel tersebut. Kedua enzim ini dapat meningkat karena adanya gangguan fungsi hati, dan penanda kerusakan sel lainnya, yang salah satu penyebabnya adalah proses infeksi yang disebabkan oleh virus (Ronald, 2004). Dua macam enzim yang sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati termasuk dalam golongan aminotrasferase, yakni enzim yang mengkatalisis pemindahan gugusan amino secara reversible antara asam amino dan asam alfa-keto. Aspartat aminotransferase (AST) atau glutamat oksaloasetat transaminase (GOT) mengerjakan reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutamat. Alanin aminotransferase (AST) atau glutamat piruvat transaminase (GPT) melakukan reaksi serupa antara alanin dan asam alfa-ketoglutamat  (Hidayat, 2010). SGPT (Serum Glutamik Piruvat Transaminase ) merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam jaringan tubuh terutama hati. Sering disebut juga ALT (Alanin Aminotransferase)    (Sutedjo, 2006). G. Patologi interpretasi, semua sel prinsipnya mengandung enzim ini. Namun, enzim transaminase mayoritas terdapat dalam sel hati, jantung, dan otak. Pada keadaan adanya nekrosis sel yang hebat, perubahan permeabilitas membran atau kapiler, enzim ini akan bocor ke sirkulasi. Sebab ini, enzim ini akan meningkat jumlahnya pada keadaan nekrosis sel atau proses radang akut atau kronis (Panil, 2007 ). Tes faal hati yang terjadi pada infeksi bakterial maupun virus yang sistemik yang bukan virus hepatitis. Penderita semacam ini, biasanya ditandai dengan demam tinggi, myalgia, nausea, asthenia dan sebagainya. Disini faal hati terlihat akan terjadinya peningkatan SGOT, SGPT serta ∂-



GT antara 3-5X nilai normal. Albumin dapat sedikit menurun bila infeksi sudah terjadi lama dan bilirubin dapat meningkat sedikit terutama bila infeksi cukup berat  (Suwandhi, 2011). Tes



faal



hati



pada



hepatitis



virus



akut



maupun drug



induce hepatitis. Faal hati seperti Bilirubin direct/indirect dapat meningkat biasanya



kurang



dari



10



mg%,



kecuali



pada



hepatitis



kolestatik, bilirubin dapat lebih dari 10 mg%. SGOT, SGPT meningkat lebih



dari



5



sampai



20



kali



nilai



normal.



∂-GT



danalkalifosfatase meningkat 2 sampai 4 kali nilai normal, kecuali pada hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi. Albumin/globulin biasanya masih normal



kecuali



bila



terjadi hepatitis



fulminanmaka



rasio albumin



globulin dapat terbalik dan masa protrombindapat memanjang (Suwandhi, 2011). ALT dan AST adalah dua penanda paling dapat diandalkan dari cedera atau nekrosis hepatoseluler. Tingkat mereka dapat meningkat dalam berbagai gangguan hati. Dari dua, ALT dianggap lebih spesifik untuk kerusakan hati karena hadir terutama dalam sitosol hati dan dalam konsentrasi rendah di tempat lain. AST memiliki bentuk sitosol dan mitokondria dan hadir di jaringan hati, jantung, otot rangka, ginjal, otak, pankreas, dan paru-paru, dan sel darah putih dan merah. AST kurang umum disebut sebagai oksaloasetat transaminase serum glutamic dan ALT piruvat transaminase sebagai serum glutamat. Meskipun tingkat ALT dan AST bisa sangat tinggi (melebihi 2.000 U per L dalam kasus cedera dan nekrosis hepatosit yang berhubungan dengan obat-obatan, racun, iskemia, dan hepatitis), ketinggian kurang dari lima kali batas atas normal (yaitu, sekitar 250 U per L dan bawah) jauh lebih umum dalam kedokteran perawatan primer. Kisaran etiologi yang mungkin pada tingkat elevasi transaminase lebih luas dan tes kurang spesifik. Hal ini juga penting untuk mengingat bahwa pasien dengan ALT normal dan tingkat SGOT dapat mempunyai penyakit hati yang signifikan dalam pengaturan cedera hepatosit kronis (misalnya, sirosis, hepatitis C).( Pault, 2005)



Tingkat-  tingkat  yang  tepat dari enzim-enzim ini tidak berkorelasi baik dengan luasnya kerusakan hati atau prognosis. Jadi, tingkat-tingkat AST (SGOT) dan ALT (SGPT) yang tepat tidak dapat digunakan untuk menentukan derajat kerusakan hati atau meramalkan masa depan. Contohnya, pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut mungkin mengembangkan tingkat-tingat AST dan ALT yang sangat tinggi (adakalanya dalam batasan ribuan unit/liter). Namun kebnyakan pasienpasien dengan virus hepatitis A akut sembuh sepenuhnya tanpa sisa penyakit hati. Untuk suatu contoh yang berlawanan, pasien- pasien dengan infeksi hepatitis C kronis secara khas mempunyai hanya suatu peningkatan yang kecil dari tingkat- tingkat AST dan ALT mereka. Beberapa dari pasien- pasien ini mungkin mempunyai penyakit hati kronis yang berkembang



secara



diam-



dan sirosis (Gunawan, 2011)



diam



seperti



hepatitis



kronis



BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1 Pemeriksaan SGOT A. Pra Analitik 1. Persiapan Sampel Pada pemeriksaan kadar SGOT dalam serum ini digunakan sampel serum (tanpa antikoagulan) yang didapatkan dari sentrifugasi spesimen darah untuk memisahkan antara sel-sel darah dan serum pasien. Untuk pemeriksaan SGOT/AST ini hanya menggunakan spesimen dari serum (yang tidak hemolisis). AST di dalam serum stabil selama 10 hari pada suhu 2-8 oC, 4hari pada suhu kamar (1830oC) atau 14 hari bila dibekukan. 2. Persiapan Alat dan Bahan a. Alat Alat yang digunakan adalah fotometer, mikropipet 100µL dan 1000µL, tip putih dan biru, gelas kimia, tabung reaksi, rak tabung, sentrifus dan tourniquet. b. Bahan Bahan yang digunakan adalah sampel serum, reagen pemeriksaan AST (SGOT), aquadest dan spuit. 3. Persiapan Larutan Kerja Dicampurkan 5 bagian (5 mL) R1 dengan 1 bagian (1 mL) R2 hingga homogen. Larutan ini stabil selama 14 hari pada suhu 2-8 oC atau 48 jam pada suhu kamar (18-30oC). Absorbans larutan kerja harus >0,800 AU terhadap aquabidest pada λ = 340 nm B. Analitik 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2. Dicampurkan 1 mL larutan kerja dan 100µL sampel serum hingga homogeny 3. Diinkubasi pada incubator alat fotometer selama 60 detik pada suhu 30/37oC



4. Diukur pada panjang gelombang 340 nm pada fotometer 5. Dicatat hasil pengukuran C. Pasca Analitik Nilai Normal: 30oC



= < 28 IU/L



37oC



= < 40 IU/L



3.2 Pemeriksaan SGPT A. Pra Analitik 1. Persiapan Sampel Pada pemeriksaan kadar SGPT dalam serum ini digunakan sampel serum (tanpa antikoagulan) yang didapatkan dari sentrifugasi spesimen darah untuk memisahkan antara sel-sel darah dan serum pasien. Untuk pemeriksaan SGPT/ALT ini hanya menggunakan spesimen dari serum (yang tidak hemolisis). ALT di dalam serum stabil selama 7 hari pada suhu 2-8oC, 3 hari pada suhu kamar (1830oC) atau 30 hari bila dibekukan. 2. Persiapan Alat dan Bahan a. Alat Alat yang digunakan adalah fotometer, mikropipet 100µL dan 1000µL, tip putih dan biru, gelas kimia, tabung reaksi, rak tabung, sentrifus dan tourniquet. b. Bahan Bahan yang digunakan adalah sampel serum, reagen pemeriksaan ALT (SGPT), aquadest dan spuit. 3. Persiapan Larutan Kerja Dicampurkan 5 bagian (5 mL) R1 dengan 1 bagian (1 mL) R2 hingga homogen. Larutan ini stabil selama 14 hari pada suhu 2-8 oC atau 48 jam pada suhu kamar (18-30oC). Absorbans larutan kerja harus >0,800 AU terhadap aquabidest pada λ = 340 nm B. Analitik 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan



2. Dicampurkan 1 mL larutan kerja dan 100µL sampel serum hingga homogeny 3. Diinkubasi pada incubator alat fotometer selama 60 detik pada suhu 30/37oC 4. Diukur pada panjang gelombang 340 nm pada fotometer 5. Dicatat hasil pengukuran C. Pasca Analitik Nilai Normal: 30oC



= < 26 IU/L



37oC



= < 38 IU/L



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan



SGPT



SGOT



B. Reaksi Reaksi SGOT Dasar pemeriksaan reaksi kinetic enzim dengan bantuan Malate Dehydrogenase dan NADH: L-Aspartate + α- Ketoglutarate Oxaloacetate + NADH + H+



AST MDH



Oxalacetate + L- Glutamate L- Malate + NAD+ + H2O



Reaksi SGPT L- Alanin +α- Ketogltarate



ALT



Pyruvate + NADH + H+



LDH



Pyruvate + L- Glutamate L-Lactate + NAD+ + H2O



C. Pembahasan Praktikum “Pemeriksaan Kadar SGOT/AST” ini bertujuan untuk mengetahui kadar SGOT/AST dalam sampel serum yang diperiksa. SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, sebuah enzim yang secara normal berada disel hati dan organ lain. SGOT dikeluarkan kedalam darah ketika hati rusak. Level SGOT darah kemudian dihubungkan dengan kerusakan sel hati, seperti serangan virus hepatitis. SGOT juga disebut aspartate aminotransferase (AST). Aspartate transaminase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) adalah enzim yang biasanya



terdapat dalam jaringan tubuh, terutama dalam jantung dan hati; enzim itu dilepaskan ke dalam serum sebagai akibat dari cedera jaringan, oleh karena itu konsentrasi dalam serum (SGOT) dapat meningkat pada penyakit infark miokard atau kerusakan akut pada sel-sel hati. Enzim-enzim AST, ALT & GLDH akan meningkat bila terjadi kerusakan sel hati. Biasanya peningkatan ALT lebih tinggi dari pada AST pada kerusakan hati yang akut, mengingat ALT merupakan enzim yang hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati (unilokuler). Sebaliknya AST yang terdapat baik dalam sitoplasma maupun mitokondria (bilokuler) akan meningkat lebih tinggi daripada ALT pada kerusakan hati yang lebih dalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini ditemukan pada kerusakan sel hati yang menahun. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya. Sehingga pemeriksaan kadar SGOT/AST ini berfungsi untuk penegakan diagnosa kerusakan parenkim hati utamanya yang bersifat kronik. Prinsip pemeriksaan SGOT/AST ini didasarkan pada reaksi kinetic enzim



dengan



bantuan



Malate



Dehydrogenase



dan



NADH.



AST



mengkatalisis transfer gugus amino dari L- Aspartate ke α- Ketoglutarate menjadi Oxalacetate dan L- Glutamate. Oxalacetate selanjutnya mengalami reduksi dan terjadi oksidasi NADH menjadi NAD+ dengan bantuan enzim Malate Dehydrogenase (MDH). Hasil penurunan aktivitas AST. Lactate Dehydrogenase (LDH) ditambahkan untuk mencegah gangguan dari piruvat endogen yang berasal dari serum. Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium adalah injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST. Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar SGOT/AST. Hemolisis sampel darah. Obat-obatan dapat meningkatkan kadar: antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A) . Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru.



Kemudian dilakukan pemeriksaan kadar SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase), adapun tujuan dilakukannya percobaan kali ini adalah untuk menentukan kadar SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transferase) dalam darah (serum) yang diperiksa. Nilai



Normal



Kadar



SGOT



(Serum



Glutamic



Oxaloacetic



Transaminase) untuk orang dewasa adalah laki-laki : 0 – 37 U/L dan perempuan : 0 – 31 U/L. SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamic Piruvic Transaminase, SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi dari pada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya. SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya. Untuk pemeriksaan SGPT dilakukan dengan prinsip Glutamat piruvattransaminase atau alanin transaminase (ALAT) mengkatalis transfer gugus amino dari L-alanin ke 2-oxoglutarat untuk membentuk L-glutamat dan Piruvat. Kemudian Laktat dehidrogenase (LDH) mengkonversi piruvat menjadi D-laktat dengan mengoksidasi NADH menjadi NAD+. Alasan penggunaan reagen SGPT karena reagen SGPT juga merupakan reagen yang spesifik untuk pengukuran SGPT dan alasan dilakukan inkubasi selama beberapa menit, hal ini dimaksudkan agar reagen dan sampel dapat bercampur dengan baik. Nilai normal SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) untuk orang dewasa adalah untuk laki-laki : 0-42 U/L, perempuan : 0-32 U/L.



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Nilai normal SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) untuk orang dewasa adalah untuk laki-laki : 0-42 U/L, perempuan : 0-32 U/L. Nilai



Normal



Kadar



SGOT



(Serum



Glutamic



Oxaloacetic



Transaminase) untuk orang dewasa adalah laki-laki : 0 – 37 U/L dan perempuan : 0 – 31 U/L. B. Kesimpulan Setelah



melakukan



pemeriksaan



SGOT/AST



dan



SGPT/ALT



disarankan untuk melakukan pemeriksan tersebut sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) agar didapatkan hasil yang sesuai dan benar.



DAFTAR PUSTAKA Anonim., 2015, Penuntun Praktikum Kimia Klinik, Universitas Muslim Indonesia, Makassar. Joyce. L, 2007. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. EGC : Jakarta Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia. Jakarta. Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Price, A.S. dan Wilson, M.L. 1995. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta. Sabiston. 1992. Buku Ajar Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Sacher, Ronald A. dan McPherson, Richard A. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Panil Zulbadar, 2007, Memahami Teori dan Praktikan Kimia Dasar, EGC, Jakarta. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004. Sutedjo,



A.Y.



2006. Mengenal



Penyakit



Melalui



Laboratorium. Cetakan I, Amara Books, Yogjakarta



Pemeriksaan