Laporan Pendahuluan Anemia Aplastik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK KMB II



I.



DEFINISI Anemia aplastik adalah anemia yang ditandai dengan pansitopenia (anemia, leukopenia, dan trombositopenia) dalam darah tepi disertai heposesularitas dari sumsum tulang. Keluhan dan komplikasi anemia aplastik disebabkan oleh keadaan sitopenia dengan akibat anemia dan gejala yang diakibatkannya, infeksi, maupun tanda perdarahan (Askandar T, et al., 2015). Menurut Sacharin (2002), anemia aplastik adalah suatu kegagalan anatomi fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya pembentuk darah dalam sumsum tulang. Anemia aplastik adalah gangguan akibat kegagalan sumsung tulang yang menyebabkan penipisan semua unsur sumsum (Betz dan Sowden, 2002). Anemia aplastic merupakan normokromik normositer yang disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang, sehingga sel darah yang mati tidak dapat diganti (Wiwik & Andi, 2008).



II. ETIOLOGI Penyebab dari anemia aplastik hampir sebagian besar bersifat idiopatik dimana penyebabnya masih belum dapat dipatikan. Namun ada beberapa faktor yang diduga dapat memicu terjadinya penyakit anemia aplastik ini. Faktor – faktor penyebab yang dimaksud meliputi : 1. Faktor genetik Kelompok ini sering dinamakan aplastik konstitusional dan sebagian besar diturunkan menurut hukum mendel, yaitu : a. Anemia fanconi b. Diskeralosis bawaan c. Anemia aplastik tanpa kelaina kulit dan tulang. d. Sindrom aplastik parsial. e. Sindrom pearson. f. Sindrom dubowilz 2. Zak kimia Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan. Zat kimia itu biasanya dapat terhirup dan terpapar pada seseorang. Zat – zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik, seperti benzene, arsen, insektisida, dsb. 3. Obat – obatan



Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2 – 3 bulan akan menyebabkan anemia aplastik setelah berumur 6 tahun. America Medical Association telah membuat daftar obat – obatan yang dapat menimbulkan anemia aplastik. Obat – obatan yang dimaksud adalah azathioprine, karbamazepine, inhibitor carbonic anhydrase, kloramfenikol, ethosuksimide, immunoglobulin limfosit, dan sebagainya. 4. Infeksi Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik semestara ataupun permanen. Infeksi virus yang dimaksud ialah virus sitomegali, herpes varisela zoster, dan virus hepatitis. 5. Radiasi Hal ini terjadi pada pengobatan penyakit keganasan dengan sinar X. Peningkatan dosis penyinaran sekali waktu akan menyebabkan terjadinya pansitopenia. Bila penyinaran dihentikan, sel – sel akan berpoliferasi kembali. Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik berat ataupun ringan. 6. Anemia aplastik pada keadaan atau penyakit lain Seperti leukemia akut, hemoglobinuria nocturnal paroksimal, dan kehamilan dimana semua keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya pansitopenia. 7. Kelainan imunologi Zat anti terhadap sel – sel hemopoetik dan lingkungan mikro yang dapat menyebabkan anemia aplastik. 8. Kelompok idiopatik Sebagian besar (50 – 70 %) penyebab anemia aplastik tidak diketahui atau bersifat idiopatik.



Menurut Askandar T., et al (2015), terdapat beberapa penyebab dari anemia aplastik, diantaranya adalah : 1. Idiopatik (Jumlahnya hampir 50% dari semua kasus anemia aplastik). 2. Obat dan toksin (Kloramfenikol, fenilbutason, sulfonamide, benzene, dan karbon tetra klorida). 3. Infeksi (Virus hepatitis, virus parvo, Virus HIV, dan TBC). 4. Timoma. 5. Sindroma Mielodispatik. 6. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH).



III. TANDA DAN GEJALA Gejala klinis anemia aplastik terjadi sebagai akibat adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Menurut Wiwik & Andi (2008), gejala yang dirasakan berupa gejala seperti berikut :



1. Sindrom anemia adalah gejala anemia bervariasi, mulai dari ringan sampai dengan yang berat. 2. Gejala perdarahan merupakan gejala yang paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit seperti petekie dan ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epistakis, perdarahan sub-konjungtiva, perdarahan gusi, hepatemesis melena, dan pada wanita dapat berupa menorrhagia. Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal. 3. Tanda – tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut, tenggorokan, febris, dan sepsis. 4. Organomelia dapat berupa hepatomegaly dan splenomegaly.



IV. PATOFISIOLOGI Penyebab anemia aplastik adalah faktor konginetal, faktor yang didapat antara lain adalah bahan kimia, obat, radiasi, faktor individu, idiopatik, dan infeksi. Apabila pajanan dilanjutkan setelah tanda hypoplasia muncul, maka sumsum tulang akan berkembang dimana satu titik dimana terjadi kegagalan sempurna dan irreversible. Disinilah pentingnya pemeriksaan angka darah sesering mungkin pada pasien yang mendapat obat ataupun terkena pajanan secara teratur yang dapat menyebabkan anemia aplastik. Karena terjadinya penurunan jumlah sel dalam sumsum tulang, aspirasi sumsum tulang akan hanya enghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan biopsy untuk menentukan beratnya penurunan elemen sumsum normal dan penrgantian oleh lemak. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekusor, granulosit, dan trombosit, akibat terjadinya pansitopenia. Pansitopenia adalah menurunya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Anemia atau penuranan sel darah ditandai dengan menurunya tingkat hemoglobin dan hemotokrit. Penurunan sel darah merah (hemoglobin) menyebabkan menurunnya jumlah oksigen yang dikirimkan ke jaringan, biasanya ditandai dengan kelelahan, kelemahan, dipsnea, takikardi, ekstermitas dingin dan pucat. Kelainan kedua, yaitu leukopenia. Leukopenia adalah menurunnya jumlah sel darah putih (leukosit) kurang dari 4.500 – 10.000/ mm3. Penurunan sel darah putih ini akan meyebabkan agrunolitosis dan pada akhirnya akan menekan respon inflamasi. Respon inflamasi yang tertekan akan menyebabkan infeksi dan penurunan sistem imunitas fisis mekanik, dimana dapat menyerang pada selaput lendir, kulit, silia, dan saluran pernapasan. Kelainan ketiga, yaitu trombositopenia. Trombositopenia didefinisikan jumlah trombosit dibawah 100.000/ mm3. Akibat dari trombositopenia adalah ekimosis, petekie, episteksis, dan perdarahan saluran cerna. Gejala perdarahan saluran cerna adalah anoreksia, nausea, konstipasi, diare, hematemesis melena, dan stomatitis. Perdarahan akibat trombositopenia mengakibatkan aliran darah ke jaringan menurun.



V.



PATHWAY



Resiko kerusakan integritas kulit



Aplasia sumsum tulang



Perdarahan mukosa pada kulit



Depresi sumsum tulang



Trombositopenia



Resiko Infeksi



Kerusakan mikro sumsum tulang



Anemia aplastik



Granulosetopenia dan Leukopenia



Eritropoesis menurun



Penurunan pengisian kapiler



Suplai O2 ke jaringan menurun



Suplai O2 ke usus menurun



Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer



Lemah dan mudah lelah



Anoreksia



Intoleransi aktivitas



Mual dan muntah



Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laju endap darah Pada pemeriksaan ini, laju endap darah selalu meningkat, sebanyak 62 dari 70 kasus mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam satu jam pertama. 2. Faal hemostatik Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan menjadi buruk yang disebabkan oleh trombositopenia. 3. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah tepi. 4. Hapusan darah tepi



Ditemukannya normokromik normositer. 5. Pemeriksaan darah lengkap 6. Pemeriksaan Flow Cytopetry dan Fluorescence In Situ Hybridization (FISH) Sel darah akan diambil dari sumsum tulang, dengan tujuan untuk mengetahui jumlah dan jenis sel – sel yang tedapat di sumsum tulang. Serta untuk mengetahui apakah ada kelainan pada genetik. 7. Tes fungsi hati dan virus Anemia aplastik dapat terjadi pada 2 – 3 bulan setelah terkena hepatitis akut. Tes ini juga dinilai jika mempertimbangkan bone marrow transplantasion. 8. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas, yaitu ketidakhadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak. 9.



Sumsum tulang Berawal dari hypoplasia sampai menjadi aplasia. Aplasia tidak meyebar secara merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan diagnosis anemia aplastik pemeriksaan ini harus diulangi pada beberap tempat yang lain.



VII. PENATALAKSANAAN MEDIS Secara garis besar penatalaksanaan medis untuk anemia aplastik terdiri atas beberapa terapi (Wiwik & Andi, 2008), diantaranya adalah : 1. Terapi kasual Terapi kasual adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang tidak diketahui. Akan tetapi, hal ini sulit dilakukan karena etiologinya tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi. 2. Terapi suportif Terapi suportif bermanfaat untuk mengatasi kelainan yang timbul akibat pansitopenia. Adapun terapi ini dibagi menjadi dua bentuk terapinya, yang meliputi : a. Untuk mengatasi infeksi, yaitu dengan cara menjaga hygiene mulut, identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, serta transfusi granulosit konsetrat diberikan pada sepsis berat. b. Usaha untuk mengatasi anemia, yaitu dengan memberikan transfuse packed red cell (PRC) jika hemoglobin < 7dr/dL atau tanda payah jantung atau anemia yang sangat



simptomatik. Koreksi Hb sebesar 9 – 10 g%, tidak perlu sampai normal karena akan menekan eritropoesis internal. Pada penderita yang akan dipersiapkan untuk transplatansi sumsum tulang pemberian transfuse harus lebih berhati – hati. c. Usaha untuk mengatasi perdarahan, yaitu memberikan transfuse konsetrat trombosit jika terdapat perdarahan mayor atau trombosit < 20.000/ mm3. 3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang Pemberian obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang, yaitu : a. anabolik steroid. Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanazol dengan dosis 2 – 3 mg/kgBB/hari. Efek terapi akan tampak 6 – 12 minggu, dengan efek samping yang dialami berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati. b. Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah, meliputi prednison 40100 mg/hr, jika dalam 4 minggu tidak ada perbaikan maka pemakaiannya harus dihentikan karena efek sampingnya cukup serius. c. GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah netrofil. 4. Terapi definitif Terapi definitif merupakan terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastic terdiri atas dua jenis pilihan, sebagai berikut : a. Terapi imunosupresif, antara lain : 



Pemberian terapi anti-lymphocyte globuline (ALG). Pemberian ALG merupakan pilihan utama untuk pasien yang berusia di atas 40 tahun.







Pemberian terapi anti tymocyte globuline (ATG) dapat menekan proses imunologis.







Pemberian metilprednisolon dengan dosis tinggi.



b. Transplatansi sumsum tulang Transplatansi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan harapan kesembuhan, akan tetapi biayanya yang sangat mahal, memerlukan peralatan yang canggih, dan adanya kesulitan tersendiri dalam mencari donor yang kompatibel. Transplantasi sumsum tulang, yaitu : a. Merupakan pilihan untuk pasien usia < 40 tahun. b. Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus hostdisease). c. Memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60 – 70 % kasus.



VIII. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a) Biodata



:



Nama pasien, umur, agama, jenis kelamin, pekerjaan, no. register, status pernikahan, pendidikan, alamat, no, telepon, tanggal waktu datang, jam waktu datang, penanggung jawab, diterima dari, dan cara datang. b) Keluhan utama atau MRS c) Riwayat penyakit sekarang d) Riwayat penyakit dahulu e) Riwayat kesehatan keluarga f) Pola persepsi - pengelolaan pemeliharaan kesehatan g) Pola tidur - istirahat : Waktu tidur pada malam hari dan siang hari, dan masalah tidur. h) Pola eliminasi : Kebiasaan BAB/ BAK, warna feses, warna urin, kesulitan BAB/ BAK atau tidak, dan cara mengatasi masalah BAB/ BAK. i) Pola makan dan minum : Makanan pantangan, jumlah porsi setiap makan, frekuensi makan, kesulitan menelan atau tidak, kesulitan menguyah atau tidak, dan jumlah cairan yang di konsumsi. j) Pola kognitif : Keadaan mental, berbicara lancar atau tidak, bahasa yang dikuasai, dan kemampan memahami. k) Kebersihan diri : Pemeliharaan badan, pemeliharaan gigi dan mulut, dan pemeliharan kuku. l) Data psikososial : Pola komunikasi, orang terdekat pasien, rekreasi, hobby, dan penggunaan waktu senggang. m) Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, kesadaran, dan pemeriksaan head to toe.



2. Diagnosa Keperawatan a) 00204 - Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke jaringan. b) 00002 - Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan. c) 00092 - Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. d) 00047 - Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilisasi. e) 00004 - Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi



3. Rencana Keperawatan No. 1.



Diagnosa Keperawatan



Tujuan dan Kriteria Hasil



00204 – Ketidakefektifan perfusi jaringan Tujuan :



Intervensi 1)



Kaji tanda – tanda vital klien.



berhubungan dengan penurunan suplai Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2)



Kaji munculnya palpitasi dan nyeri dada.



oksigen ke jaringan.



selama 3 x 24 jam, diharapkan perfusi 3)



Berikan posisi yang aman dan nyaman dengan posisi semi



jaringan adekuat.



fowler.



Kriteria hasil :



4)



Hindari penggunaan penghangat, seperti bantak penghangat,



1)



Tanda – tanda vital dbn.



botol air hangat, dsb.



2)



Mukosa tampak merah muda atau 5)



Pertahankan suhu ruangan dan suhu klien.



tidak pucat. 2.



00002 – Ketidakseimbangan nutrisi: kurang Tujuan :



1)



Kaji riwayat nutrisi klien, termasuk makanan yang disukai.



dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2)



Monitor intake dan output makanan klien.



ketidakmampuan mencerna makanan.



selama 3 x 24 jam, diharapkan nutrisi 3)



Timbang berat badan setiap hari.



dapat terpenuhi.



4)



Observasi terjadinya mual dan muntah.



Kriteria hasil :



5)



Mengedukasi dan mengajarkan cara untuk hygiene mulut yan



1)



Peningkatan berat badan.



2)



Tidak menunjukkan tanda – tanda



benar.



malnutrisi. 3.



00092 – Intoleransi aktivitas berhubungan Tujuan :



1)



Kaji kemampuan aktivitas klien.



dengan ketidakseimbangan antara suplai Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2)



Kaji tanda – tanda vital setelah melakukan aktivitas.



dan kebutuhan oksigen.



selama 3 x 24 jam, diharapkan dapat 3)



Observasi gangguan atau kehilangan keseimbangan gaya jalan



melakukan aktivitas secara mandiri.



dan kelemahan otot.



Kriteria hasil :



dada, napas pendek, dan pusing.



2) Dapat melakukan aktivitas secara 5)



Bantu ADL klien, seperti makan, mandi, dsb.



00047 – Resiko kerusakan integritas kulit Tujuan : berhubungan dengan gangguan mobilisasi.



Anjurkan pasien segera istirahat jika terjadi palpitasi, nyeri



1) Tanda – tanda vital dbn.



mandiri secara bertahap. 4.



4)



6)



Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.



1)



Kaji integritas kulit dan turgor kulit.



Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2)



Ajarkan gerakan mobilisasi untuk latihan gerak pasif dan aktif.



selama 3 x 24 jam, integritas kulit dapat dipertahankan. Kriteria hasil : 1)



Mempertahankan integritas kulit.



2)



Menghindari terjadinya kerusakan integritas kulit.



5.



00004 – Resiko infeksi berhubungan Tujuan :



1) Ajarkan dan tingkatkan cuci tangan enam langkah yang benar.



dengan imunosupresi.



Setelah dilakukan asuhan keperawatan



2) Batasi kunjungan pada klien.



selama 3 x 24 jam, resiko terhadap infeksi



3) Observasi tanda – tanda munculnya infeksi.



berkurang. Kriteria hasil : 1)



Mencegah terjadinya infeksi.



DAFTAR PUSTAKA



Askandar Tjokroparwiro. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan dr. Soetomo. Surabaya: Airlangga University Press. Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC. Gloria, B. Hoard, B. Joanne, D. Cheryl, W. 2013. Nursing Interventions Classifications. Singapura: Elsevier Singapore. Gloria, B. Hoard, B. Joanne, D. Cheryl, W. 2013. Nursing Outcomes Classifications. Singapura: Elsevier Singapore. Wiwik H, Andi S.H. 2008. Buku Ajar Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.