Laporan Pendahuluan Anemia KMB Fix 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. Definisi Anemia Anemia didefenisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Behrman; 1680). Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh.Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia tidak merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologik yang mendasari (Brunner & Suddarth;935). Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah dan ada banyak tipe anemia dengan beragam penyebabnya (Doenges, 2002). Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal (Wong, 2003). Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal.



Anemia bukan



merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.



B. Etiologi Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya; 1. Anemia pasca perdarahan Terjadi sebagai akibat perdarahan yang masif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahn atau yang menahun seperti pada penyakit cacingan. 2. Anemia defisiensi Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah. 3. Anemia hemolitik Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan kerena; a. Faktor intrasel Misalnya talasemia, hemoglobnopatia (talasemia HbE, sickle cell anemia), sferositas, defiseiensi enzim eritrosit (G-6PD, piruvatkinase, glutation reduktase). b. Faktor ekstrasel Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada tranfusi darah). 4. Anemia aplastik Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang). 5. Anemia Megaloblastik Anemia yang merupakan gangguan dari sintesis DNA yang terganggu. Anemia ini disebabkan juga karena defisiensi vitamin B12 (kobalamin) dan atau asam folat.



C. Patofisiologi Penyebab anemia beragam sehingga jenis anemia pun juga beragam. Adapun penyebab-penyebab anemia diantaranya adalah pendarahan, defisiensi



atau kekurangan zat besi, penghancuran eritrosit dan berhentinya pembentukan sel darah merah pada sumsum tulang belakang karena ada gangguan karena obatobatan dan lain-lain. Dengan adanya faktor pencetus tadi maka seseorang akan mengalami anemia. Yang akan terpengaruhi oleh adanya kondisi ini adalah sistem pencernaan dan sistem kardiovaskuler. Pada sistem pencernaan karena adanya anemia akan menyebabkan malabsorpsi terhadap nutrien sehingga tubuh pun akan kekurangan nutrisi dan menyebabkan seseorang akan merasa lemah, letih dan lunglai, Adapun pada sistem kardiovaskuler, anemia menyebabkan pasokan oksigen ke jaringan tubuh berkurang sehingga terjadi hipoksia (terhambatnya metabolisme), pucat dan sebagainya.



Anemia juga menyebabkan penurunan



curah jantung dan beban jantung pun meningkat, bila demikian orang yang menderita anemia sulit untuk melakukan aktivitas.



D. WOC (terlampir)



E. Manifestasi klinis Secara umum gejala anemia adalah; i.



Penurunan BB, Kelemahan



ii.



Hb menurun (< 10 g/dl), trombositosis/ trombositopenia, pansitopenia



iii.



Takikardia, TD menurun, pengisian



kapiler lambat, extremitas dingin,



palpitasi, kulit pucat iv.



Mudah lelah ; sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang buruk (bayi)



v.



Sakit kepala, pusing, kunang-kunang, peka rangsang.



Manifestasi klinis berdasarkan jenis anemia : 1. Anemia karena perdarahan



a. Perdarahan akut; akibat kelhilangan daarah yang cepat, terjadi reflex kardiovaskuler yang fisiologis berupa kontraxi arteriola, pengurangan aliran darah atau komponennya keorgan tubuh yang kurang vital (anggota gerak, ginjal). Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan kompensasi. Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan memperlihatkan gejala pucat, transpirasi, takikardia, TD rendah atau normal. Kehilangan darah sebanyak 15-20% akan mengakibatkan TD menurun dan dapat terjadi renjatan (shock) yang masih reversible. Kehilangan lebih dari 20 % akan menimbulkan renjatan yang irreversible dengan angka kematian yang tinggi. b. Perdarahan kronik, leukositosis (15.000-20.000/mm3) nilai hemoglobin, eritrosit dan hematokritmerendah akibat hemodelusi.



2. Anemia defisiensi a. Anemia defisiensi besi (DB) Pucat merupakan tanda paling sering, pagofagia (keinginan untuk makan bahan yang tidak biasa seperti es atau tanah), bila Hb menurun sampai 5 g/dL iritabilitas dan anorexia.Takikardia dan bising sistolik. Pada kasus berat akan mengakibatkan perubahan kulit dan mukosa yang progresif seperti lidah yang halus, keilosis, terdapat tanda-tanda mal nutrisi. Monoamine oksidase suatu enzim tergantung besi memainkan peran penting dalam reaksi neurokimiawi disusunan saraf pusat sehingga DB dapat mempengaruhi fungsi neurologist dan intelektual. Temuan laboratorium Hb 6-10 g/dL, trombositosis (600.000-1.000.000) (Behrman ;1692). b. Anemia defisiensi asam folat Gejala dan tanda pada anemia defesiensi asam folat sama dengan anemia defesiensi vitamin B12, yaitu anemia megaloblastik dan perubahan



megaloblastik pada mukosa, mungkin dapat ditemukan gejala-gejala neurologis, seperti gangguan kepribadian dan hilangnya daya ingat. Gambaran darah seperti anemia pernisiosa tetapi kadar vitamin B12 serum normal dan asam folat serum rendah, Biasanya kurang dari 3 ng/ml. Yang dapat memastikan diagnosis adalah kadar folat sel darah merah kurang dari 150 ng/ml (Mansjoer; 550).



3. Anemia hemolitik a.



Anemia hemolitik autoimun Anemia ini bervariasi dari yang ringan sampai yang berat (mengancam jiwa).Terdapat keluhan Fatigue dapat terlihat bersama gagal jantung kongestif dan angina.Biasanya ditemukan ikterus dan spleno megali.Apabila pasien mempunyai penyakit dasar seperti LES atau Leukemia Limfositik Kronik, gambaran klinis penyakit tersebut dapat terlihat. Pemeriksaan Laboratorium ditemukan kadar HB yang bervariasi dari ringan sampai berat (HT< 10%) Retikulositosis dan Sferositosis biasanya dapat terlihat pada apusan darah tepi.Pada kasus Hemolisis berat, penekanan pada sumsum tulang dapat mengakibatkan SDM yang terpecah-pecah (Mansjoer; 552).



b. Anemia hemolitik karna kekurangan enzim Manifestasi klinik beragam mulai dari anemia hemolitik neonatus berat sampai ringan, hemolisis yang terkompensasi dengan baik dan tampak pertama



pada



dewasa.Polikromatofilia



dan



mikrositosis



ringan



menggambarkan angka kenaikan retikulosit.Manifestasi klinis sangat beragam tergantung dari jenis kekurangan enzim, defesiensi enzim glutation reduktase kadang-kadang disertai trombopenia dan leukopenia dan sering disertai kelainan neurologis. Defesiensi piruvatkinase khasnya ada peninggian kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG). Defesiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI) gejala menyerupai sferositosis, tetapi tidak



ada peninggian fragilitas osmotik dan hapusan darah tepi tidak ditemukan sferosit. c. Sferositosis herediter Sferositosis herediter mungkin menyebabkan penyakit hemokitik pada bayi baru lahir dan tampak dengan anemia dan hiperbillirubinemia yang cukup berat.Keparahan penyakit pada bayi dan anak bervariasi.Beberapa penderita tetap tidak bergejala sampai dewasa, sedangkan lainnya mungkin mengalami anemia berat yang pucat, ikterus, lesu dan intoleransi



aktivitas.Bukti



hemolisis



meliputi



retikulositosis



dan



hiperbillirubinemia.Kadar Hb biasanya 6-10 g/dL.Angka rerikulositosis sering meningkat sampai 6-20% dengan nilai rerata 10%. Eritrosit pada apus darah tepi berukuran macam-macam dan terdiri dari retikulosit polikromatofilik dan sferosis (Behrman; 1698). d.



Thalasemia Anemia berat tipe mikrositik dengan limpa dan hepar yang membesar.Pada anak yang besar biasanya disertai dengan dengan keadaan



gizi



yang jelek



mongoloid.Jumlah



retikulosit



dan



mukanya



dalam



darah



memperlihatkan meningkat.



fasies



Temuan



laboratorium pada talasemia β HbF>90% tidak ada Hb A. Pada talasemia –α anemianya biasanya tidak sampai memerlukan tranfusi darah, mudah terjadi hemolisis akut pada serangan infeksi berat, kadar HB 7-10 g/dL, sediaan hapus darah tepi memperlihatkan tanda-tanda hipokromia yang nyata dengan anisositosis dan poikilositosis.



4. Anemia aplasitk Awitan anemia aplastik biasanya khas dan bertahap ditandai oleh kelemahan, pucat, sesak nafas pada saat latihan. Temuan laboratorium biasanya ditemukan pansitopenia, sel darah merah normositik dan



normokromik artinya ukuran dan warnanya normal, perdarahan abnormal akibat trombositopenia (Smeltzer; 939).



5. Anemia Megaloblastik Pada anemia megaloblastik sering ditemukan adanya gejala-gejala neurologis, seperti gangguan kepribadian , hilangnya daya ingat, parestesia, gangguan keseimbangan, dan pada kasus berat terjadi perubahan fungsi serebral, demensia, dan perubahan neuropsikiatrik lainnya.. Selain itu, juga didapatkan adanya anoresia, diare, dispepsia, lidah yang licin, pucat dan agak ikterik. (Mansjoer; 549,550).



F. Uji laboratorium dan diagnostik 1. Kadar porfirin eritrosit bebas meningkat 2. Konsetrasi besi serum menurun 3. Saturasi transferin menurun 4. Konsentrasi feritin serum menurun 5. Hb menurun 6. Rasio hb, porfirin eritrosit lebih dari 2,8 µg/g adalah diagnostik untuk defisiensi besi 7. Mean



corpuscle



volume



(MCV)



dan



mean



corposcle



hemoglobin



concentration (MCHC) menurun, menyebabkan anemia hipokrom mikrostik atau sel- sel darah merah yang kecil-kecil dan pucat 8. Selama pengobatan, jumlah retikulosit meningkat dalam 3 sampai 5 hari sesudah dimulainya terapi besi mengindikasikan response terapetik yang positif dengan pengobatan hb kebali normal dalam 4 sampai 8 minggu mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat.



G. Penatalaksanaan Mencari penyebab dan mengatasi komplikasi,serta penggantian darah yang hilang. 1) Terapi oksigen Kompensasi berkurangnya pengangkutan oksigen dan membantu mengurangi kerja jantung. 2) Transfusi darah Terutama pada lkehilangan darah akut (Hb < 6 gr/dl) atau yang tidak respon terhadap pengobatan lain. Pemberian jangka pahjang beresiko tinggi kelebihan zat besi (kardiomegali, perikarditis, aritmia, GJK, insufisiensi tiroid, malfungsi penkreas dan endokrin, fibrosis hepar, perubahan warna kulit) 3) Agen penghancuran zat besi Defroksamin dapat mencegah kelebihan zat besi 4) Eritropoetin Injeksi subkutan untuk mengobat penyakit kronik anemia. Sumsum tulang harus memproduksi SDM dan harus tersedia nutrien 5) Zat besi dan vit B12 6) Diet tinggi zat besi Pada penyakit defisiensi nutrisi atau kehilangan darah, nutrisi dapat mengakibatkan produksi SDM Berikut pentalaksanaan ada masing-masing jenis anemia i.



Anemia karena perdarahan Pengobatan terbaik adalah tranfusi darah. Pada perdarahan kronik diberikan tranfusi packed cell. Mengatasi renjatan dan penyebab perdarahan. Dalam keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja yang tersedia.



ii.



Anemia defisiensi Anemia defisiensi besi (DB)



Respon regular DB terhadap sejumlah besi cukup mempunyai arti diagnostik, pemberian oral garam ferro sederhana (sulfat, glukonat, fumarat) merupakan terapi yang murah dan memuaskan. Preparat besi parenteral (dekstran besi) adalah bentuk yang efektif dan aman digunakan bila perhitungan dosis tepat, sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500 mL/ 24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karna intoleransi protein susu sapi tercegah (Behrman; 1692). Anemia defisiensi asam folat Meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian/ suplementasi asam folat oral 1 mg per hari (Mansjoer; 553). iii.



Anemia Hemolitik Anemia hemolitik autoimun Terapi inisial dengan menggunakan Prednison 1-2 mg/Kg BB/hari.Jika Anemia mengancam hidup, tranfusi harus diberikan dengan hati-hati.Apabila Prednison tidak efektif dalam menanggulangi kelainan ini, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam periode taperingoff dari prednisone maka dianjurkan untuk dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500 mg/kg BB/hari selama 1-4 hari ) mungkin mempunyai efektifitas tinggi dalam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya sebentar (1-3 minggu) dan sangat mahal harganya.Dengan demikian pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila pengobatan dengan prednisone merupakan kontra indikasi (Mansjoer; 552). Anemia hemolitik karna kekurangan enzim



Pencegahan hemolisis adalah cara terapi yang paling penting. Tranfusi tukar mungkin terindikasi untuk hiperbillirubinemia pada neonatus.Tranfusi eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau krisis aplastik. Jika anemia terus menerus berat atau jika diperlukan tranfusi yang sering, splenektomi harus dikerjakan setelah umur 5-6 tahun (Behrman; 1713). Sferositosis herediter Anemia dan hiperbillirubinemia yang cukup berat memerlukan fototerapi atau tranfusi tukar.Karna sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa, maka splenektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini. Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak, meningkatkan fragilitas osmotik, tetapi anemia, retikulositosis dan hiperbillirubinemia membaik (Behrman; 1700). Thalasemia Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Tranfusi darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 %) atau bila anak mengeluh tidak mau makan atau lemah. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating agent, yaitu Desferal secara intramuskuler atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum didapatkan tanda hiperplenisme atau hemosiderosis.Bila kedua tanda itu telah tampak,



maka



splenektomi



tidak



banyak



gunanya



lagi.Sesudah



splenektomi biasanya frekuensi tranfusi darah menjadi jarang. Diberikan pula bermacam-macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi merupakan kontraindikasi. iv.



Anemia aplasitk Dua metode penanganan yang saat ini sering dilakukan: 1. Transplantasi



sumsum



tulang



dilakukan



untuk



memberikan



persediaan jaringan hematopoesti yang masih dapat berfungsi. Agar



transplantasi dapat berhasil, diperlukan kemampuan menyesuaikan sel donor dengan resipien serta mencegah komplikasi selama masa penyembuhan. Dengan penggunaan imunosupresan clyclosporine. 2. Terapi imunosupresif dengan ATG (globulin antitimosit) diberikan untuk menghentikan fungsi imunologis yang memperpanjang aplasia sehingga memungkinkan sumsum tulang mengalami penyembuhan. ATG diberikan setiap hari melalui kateter vena sentral selama 7 sampai 10 hari. Pasien yang berespon terhadap terapi biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu sampai 3 bulan, tetapi respon dapat lambat sampai 6 bulan setelah penanganan. Pasien yang mengalami anemia berat dan ditangani secara awal selama perjalanan penyakitnya mempunyai kesempatan terbaik berespon tehadap ATG (Smeltzer dan Brunner & Suddarth;939). v.



Anemia Megaloblastik Pemberian vitamin B12 1.000 mg/hari im selama 5-7 hari, 1 kali tiap bulan dan meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian/suplementasi asam folat oral 1 mg per hari.



H. Komplikasi Adapun komplikasi dari anemia pada anak yaitu : 1. Perkembangan otot buruk (jangka panjang) 2. Daya konsentrasi menurun 3. Hasil uji perkembangan menurun 4. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun



Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Riwayat kesehatan : a. Riwayat kesehatan sekarang Klien dengan anemia datang ke rumah sakit, biasanya dengan keluhan



berupa:



adanya keletihan, kelemahan, malaise umum, membutuhkan waktu tidur dan istirahat yang banyak, sakit kepala, nyeri mulut dan lidah, anoreksia, BB menurun, serta sulit untuk berkonsentrasi. b. Riwayat kesehatan dahulu Klien memiliki riwayat konsumsi obat-obatan yang mempengaruhi sumsum tulang dan metabolisme asam folat, adanya riwayat hehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat,angina, CHF. Selain itu terdapat juga riwayat penyakit antara lain endokarditis, pielonefritis, gagal ginjal,riwayat TB, abses paru, kanker. Riwayat penyakit hati, masalah hematoligi, pembedahan dan penggunaan anti konvulsan masa lalu atau sekarang juga akan mempengaruhi anemia. c. Riwayat kesehatan keluarga Kesehatan keluarga yang berhubungan dengan anemia, sperti kecendrungan keluarga untuk anemia, adanya anggota keluarga yang menderita anemia.



Pengkajian Fungsional Gordon 1. Pola persepsi dan manajemen kesehatan Klien biasanya tidak mengetahui penyakitnya. Klien hanya beranggapan bahwa gejala yang dideritanya merupakan gejala biasa saja dan hanya kelelahan biasa. Klien mulanya hanya beristirahat, mengurangi aktivitas dan mengkonsumsi obat bebas yang ada di warung. 2. Pola nutrisi metabolik Terjadinya penurunan intake nutrisi beruhubungan dengan penurunan nafsu makan, terdapat nyeri mulut dan lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).



Selain itu, biasanya juga timbul gejala mual, muntah, dispnea, anoreksia, penurunan berat badan. 3. Pola eliminasi Pada pola ini, biasanya bisa terjadi diare atau konstipasi, serta bisa terjadi penurunan haluaran urin. 4. Pola aktivitas dan latihan Klien biasanya mengalami kelemahan, malaise, keletihan sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas klien,



terjadi penurunan semangat untuk bekerja serta



toleransi untuk latihan rendah. Saat bekerja timbul takikardi, dispnea, kelemahan otot dan penurunan kekuatan. 5. Pola istirahat dan tidur Klien akan membutuhkan waktu untuk tidur dan istirahat yang lebih banyak karena keletihan. Selain itu perlu di kaji masalah yang dapat mengganggu klien saat tidur dan istirahat. 6. Pola kognitif perseptual Pengkajian yang dilakukan yaitu sehubungan dengan fungsi alat indera klien, kemampuan menulis, dan mengingat, terjadi penuurunan fungsi penglihatan. 7. Pola persepsi diri dan konsep diri Persepsi klien terhadap dirinya bisa berubah sehubungan dengan penyakit yang diderita. Klien merasa lemah karena tidak bisa bekerja dan beraktifitas seperti orang lain. 8. Pola peran hubungan Pada pola ini dikaji pekerjaan klien, peran klien dalam keluarga dan masyarakat. Selain itu berisikan bagaiman hubungan klien dengan orang tersdekatnya, bagaimana pengambilan keputusan dan hubungan klien dengan masyarakat atau lingkungan sosial klien. 9. Pola reproduksi seksualitas



Pada reproduksi seksualitas bisa terjadi perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore, hilang libido, dan impoten. Serviks dan dinding vagina pucat. 10. Pola koping dan toleransi stress Metode koping yang digunakan klien dalam mengatasi stress bisa saja dengan mengungkapkan perasaan gelisahnya kepada orang terdekat atau perawat atau meminum obat yang dapat menghilangkan stress. 11. Pola nilai dan keyakinan Setelah pengkajian didapatkan kepercayaan klien, kepatuhan klien dalam melaksanakan ibadah, dan keyakinan-keyakinan pribadi yang bisa mempengaruhi pilihan pengobatan. Pemeriksaan Fisik 1.Kedaan umum : terlihat lemah, pucat. 2.Kepala dan rambut : bentuk kepala bulat, simetris, kulit kepala bersih/kotor, tidak terdapat luka, ketombe atau tidak berkutu, rambut kering. 3.Pemeriksaan mata : pada anemia pernisiosa atau anemia hemolitika, sklera ikterik. 4.Pemeriksaan jantung : takikardi, dispneu, orthopneu, dispneu saat latihan, kemudian bisa terjadi pembesaran jantung, pembesaran hati dan edema perifer. 5.Pemeriksaan neurologis : parastesia perifer, ataksia, gangguan koordinasi, dan kejang. 6.Pengkajian gastrointestinal : bisa mual, muntah, diare, anoreksia, dan glositis. 7.Ekstermitas : kulit pucat, kapilary refill lebih dari 3 detik.



Pemeriksaan Penunjang 1. Hb dan Ht menurun 2. Jumlah eritrosit menurun 3. Jumlah trombosit menurun



4. Aspirasi sumsum tulang atau pemeriksaan byopsi : sel tampak berubah, baik jumlah, bentuk, ukuran yang membedakan tipe anemia. 5. Pemerikasaan endoskopi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan, perdarahan GI.



3.



Evaluasi  Mampu bertoleransi dengan aktivitas normal a. Mengikuti rencana progresif istirahat, aktivitas, dan latihan b. Mengatur irama aktivitas sesuai tingkat energy  Mencapai atau mempertahankan nutrisi yang adekuat a. Makan makanan yang tinggi protein, kalori dan vitamin b. Menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung c. Mengembangkan rencana makan yang memperbaiki nutrisi optimal  Tidak mengalami komplikasi a. Menghindari aktivitas yang menyebabkan takikardi, palpitasi, pusing, dan dispnu. b. Mempergunakan upaya istirahat dan kenyamanan untuk mengurangi dispnu. c. Tanda vital normal d. Tidak mengalami tanda retensi cairan



DAFTAR PUSTAKA



Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, Joanne McCloskey Dochterman. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC) : Fifth Edition. Missouri : Mosby Elsevier. Behrman,dkk. 2000 .Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC. Manuaba, Ida Bagus Gde.2001.Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.Jakarta:EGC Moorhead, Sue., Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) : Fourth Edition. Missouri : Mosby Elsevier Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Wiley, John dan Sons Ltd. 2009. NANDA International : 2009-2011. United Kingdom : Markono Print Media. Jurnal, artikel Nordqvist, Christian. 2009. Article “what is anemia?”. Medical News Today. Penninx, Brenda W. J. H. 2006. Anemia in Old Age Assosiated with Increased Mortality and Hospitalization. Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC. Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius