Laporan Pendahuluan CKD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan proses kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari tiga bulan. Pada kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (Muhammad, 2012). Pada derajat awal penyakit CKD belum menimbulkan gelaja dan tanda, bahkan hingga laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih asimtomatik tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Keluhan yang timbul pada fase ini biasanya berasal dari penyakit yang mendasari kerusakan ginjal, seperti edema pada pasien dengan sindroma nefrotik atau hipertensi sekunder pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik. Kelainan secara klinis dan laboratorium baru terlihat dengan jelas pada derajat 3 dan 4. Saat laju filtrasi glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan pasien. Pasien mulai merasakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi glomelurus kurang dari 30% (Suryadi, 2012). Penderita penyakit CKD akan mengalami berbagai dampak fisik dan dampak psikologis yang akan mempengaruhi aktivitasnya sehari-hari (Kelly, 2006). Dampak fisik yang bisa terjadi berupa rasa haus berlebihan, tenggorokan kering, tidak selera makan, gastritis, konstipasi, gangguan tidur, kesulitan bernafas dan kelemahan, selain dampak fisik individu juga akan mengalami dampak psikologis berupa kecemasan. B. Tujuan 1. Tujuan umum :



a. Agar penulis mampu mempelajari Asuhan Keperawatan pada pasien



dengan Chronic Kidney Dissease (CKD) secara komprehensif, sehingga mampu mencapai hasil yang terbaik dalam mengatasi masalah keperawatan pada pasien dengan chronic kidney dissease (CKD). 2. Tujuan Khusus : b. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan chronic kidney



dissease (CKD). c.



Mampu menyusun analisa data pada pasien dengan chronic kidney dissease (CKD).



d. Mampu menyusun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan chronic kidney dissease (CKD). e. Mampu melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien chronic kidney dissease (CKD). f. Mampu mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan pada pasien chronic kidney dissease (CKD). g. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien gagal jantung pada pasien chronic kidney dissease (CKD). h. Mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan chronic



kidney dissease (CKD). C. Manfaat Makalah ini dibuat untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang penyakit beserta konsep asuhan keperawatan dari chronic kidney dissease (CKD). Penulis berharap dengan disusunnya makalah ini, para pembaca mampu mengetahui tentang chronic kidney dissease (CKD).



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Chronic Kidney Disease CKD adalah suatu proses patologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya dan berakhir pada gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada CKD (Suwitra, 2010). Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat dekstrusi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di dalam darah (Sari & Muttaqin, 2011). Chronic Kidney Disease (CKD) adalah sindrom klinis yang umum pada stadium lanjut dari semua penyakit ginjal kronik yang ditandai oleh uremia (Depkes RI, 1996 : 61 di dalam Haryono, 2013 ). CKD adalah kerusakan ginjal yang bersifat progresif dan irevesible sehingga fungsi ginjal menghilang (Lyndo, 2014). Berdasarkan dari beberapa pengertian menurut para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa CKD adalah kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel. Sehingga fungsi ginjal tidak optimal dalam mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan uremia. Diperlukan terapi yang membantu kinerja ginjal serta dalam beberapa kondisi diperlukan transplantasi ginjal.



B. Klasifikasi Menurut Suwitra (2006) dan Kydney Organizazion (2007) tahapan CKD dapat ditunjukan dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut : a) Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat > 90



ml/menit/1,73 m2. b) Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 60 89



ml/menit/1,73 m2. c) Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu 30-59



ml/menit/1,73 m2. d) Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 15-



l/menit/1,73 m2. e) Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.



C.



Etiologi Yang menyebabkan Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kehilangan fungsi ginjalnya secara bertahap, kerusakan sudah terjadi selama lebih dari 3 (tiga) bulan. Selain itu, hasil pemeriksaan juga menunjukan adanya kelainan struktur atau fungsi ginjal. Kondisi tersebut disebabkan oleh : Penyakit glomerular kronis, Infeksi kronis, Kelainan kongenital, Penyakit vaskuler, Obstruksi saluran kemih, Penyakit kolagen, Obat-obatan nefrotoksi (Muhammad, 2012). Sedangkan menurut Haryono (2013) yang menyebabkan gagal ginjal kronik adalah penyakit peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pasca infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis utamanya dapat mengakibatkan ekskresi air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul edema dan azotemia, peningkatan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium. Untuk glomerulonefritis kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat, akan tampak ginjal mengkerut, berat lebih kurang dengan permukaan bergranula. Ini disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia, karena tubulus mengalami atropi, fibrosis intestinal dan penebalan dinding arteri.



D. Patofisiologi Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD ) pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (Surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladapsi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensinaldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis rennin-angiotensin-aldosteron,sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit CKD adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerlus maupun tubulointerstitia ( Price, 2006). Pada stadium paling dini penyakit Chronic Kidney Disease, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik) tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan tanda gejala uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah,



gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritis, mual muntah, nyeri, cemas dengan keadaannya dan lain sebagainnya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun unfeksi saluran cerna. juga akan terjadi gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal, pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. E. Manifestasi Klinik Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita syndrome uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan retensi metabolik nitrogen akibat gagal ginjal. Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom uremik, yaitu : a) Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen serta metabolit lainya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal (eritropoeitin). b) Gabungan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran cerna, dan kelainan lainya (dasar kelainan system ini belum banyak diketahui), (Suharyanto & Madjid, 2009). Manifestasi klinis menurut (Smeltzer, 2001; 1449) di dalam, Haryono (2013) antara lain hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas system reninangiotensi-aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi. F. Pemeriksaan Penunjang a) Urin Volume : biasanya berkurang dari 400 ml/24jam (oliguria)/anuria.



Warna : secara abnormal urin keruh,mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobulin, forffirin. Berat jenis : < 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukan kerusakan ginjal berat). Osmolaritas : < 350 Mosm/kg menunjukkan kerusakan mubular dan rasio urin/sering 1:1. Kliren kreatinin : mungkin agak menurun. Natrium : > 40 ME o /% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium. Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secar bulat, menunjukkan kerusakan glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada. pH, kekeruhan, glukosa, SDP dan SDM. b) Darah BUN : Urea adalah produksi akhir dari metabolise protein, peningkatan BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan prerenal atau gagal ginjal. Kreatinin : produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan kreatinin posfat. Bila 50% nefron rusak maka kadar kr eatinin meningkat. Elektrolit : natrium, kalium, kalsium dan posfat. Hematology : Hb, thrombosit, Ht dan leukosit. c) Pielografi intravena Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter, pielografi retrograde dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible arteriogram ginjal. Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler massa. d) Sistouretrogram Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, retensi. e) Ultrasonografi ginjal Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas. f) Biopsi ginjal Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologist. g) Endoskopi ginjal nefroskopi



Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif. h)EKG Mungkin



abnormal



menunjukkan



ketidakseimbangan



elektrolit



dan



pengangkatan tumor selektif (Haryono, 2013). G. Penatalaksanaan Menurut Haryono (2013) pencegahan dan pengobatan komplikasi : 1. Hipertensi a) Hipertensi dapat dikiontrol dengan pembatasan natrium dan cairan. b) Pemberian obat antihiprtensi : metildopa (aldomet), pro-pranolol, klonidin (catapres). c) Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisa, pemberian anti hipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler ultrafiltrasi. d) Pemberian diuretic : furosemid (lasix). 2. Hiperkalemia Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K+ serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia dan juga henti jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian Kalsium Glukonat 10%. 3. Anemia Anemia pada CKD diakibatkan penurunan sekresi eritropoetin oleh ginjal. Pengobatannya adalah pemberian hormone eritropoitin, yaitu rekombinan erittopoeitin (r-EPO) (Eschbch et al, 1987), selain dengan pemerian vitamin dan asam folat, besi dan transfudi darah. 4. Asidosis Ansidosis pada gagal ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3, plasma turun dibawah angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian



Na HCO3, (Natrium Bikarbonat) parenteral. Koreksi pH darah yang berlebihan dapat mempercepat timbulnya tetania, maka harus dimonitor dengan seksama. 5. Diet rendah fosfat Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfatharus dimakan bersama dengan makanan. 6. Pengobatan hiperurismia Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit ginjal lanjut adalah pemberian alopurinol. obat ini mengurangi kadar asam urat dengat menghambat biosintesis sebagai asam urat total yang dihasilkan tubuh. 7. Dialisa dan transplantasi Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialysis lanjut transplantasi ginjal. Dialysis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaaan klinius yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Dialysis dilakuakan apabila kadar kreatinin serum biasanya di atas 6 mg/100 ml pada laki-laki atau 4 ml/ 100mlpada wanita, GFR kurang dari 4 ml/menit. Adapula rencana penatalaksanaan penyakit gagal ginjal sesuai dengan derajatnya 1. Dengan LFG lebih dari atau sama dengan 90% yaitu dengan terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan funsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular. 2. Dengan LFG 60-89% yaitu dengan menghambat pemburukan fungsi ginjal. 3. Dengan LFG 30-59% yaitu dengan evaluasi dan terapi komplikasi. 4. Dengan LFG 15-29% yaitu dengan memberikan persiapan untuk terapi pegngganti ginjal. 5. Dengan LFG di bawah 15% yaitu dengan memberikan pengganti ginjal.



SUMBER : Amelia & Suryanto, 2011. Hubungan Peningkatan Kadar Ureum terhadap Kadar Kalsium pada Pasien Gagal Ginjal Kronis. 6 April 2017 http://digilib.fkik.umy.ac.id/files/disk1/5/yoptumyfkpp-gdl-ameliacari-241-1naskahp-i.pdf. Asmadi. 2008. Konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC. Alimul Hidayat, Aziz. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. DEPKES. 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Depkes RI. Haryono, R. 2013. Keperawatan Medikal bedah : Sstem Perkemihan. Yogyakarta: PT. Andi Offset. Muttaqin, A & Sari K. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Muttaqin, A dan Sari K. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Salemba Medika. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.. Jakarta : EGC. Saryono dan Mekar Dwi Anggraini. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.