Laporan Pendahuluan Hidrokel [PDF]

  • Author / Uploaded
  • DDB
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIDROKEL DI RUANG BIMA RSUD SANJIWANI GIANYAR



OLEH : LUH PUTU OCTAVIYANTI MUSILA PUTRI 14.321.2111 A8 - D



PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI 2017



I.



Konsep Dasar Penyakit A. Definisi Hydrocele adalah suatu penyakit dimana penderita mengalami kondisi berupa penumpukan cairan pada selaput yang melindungi testis. Hydrocele adalah penumpukan cairan yang berlebihan antara lapisan parietalis dan visceralis tunika vaginalis testis. (Pramono, 2008). Hidrokel adalah sesuatu yang tidak nyeri bila ditekan, massa berisi cairan yang dihasilkan dari gangguan drainase limfatik dari skrotum dan pembengkakan tunika vaginalis yang mengelilingi testis (Lewis, 2014). Hidrokel adalah penyebab umum dari pembengkakan skrotum dan disebabkan oleh ruang paten di tunika vaginalis. Hidrokel terjadi ketika ada akumulasi abnormal cairan serosa antara lapisan parietal dan visceral dari tunika vaginalis yang mengelilingi testis (Parks & Leung, 2013). Hidrokel adalah pelebaran kantong buah zakar karena terkumpulnya cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah zakar (Kemenkes RI, 2013). B. Epidemiologi Di USA, insidensi hidrokel adalah sekitar 10-20 per 1000 kelahiran hidup dan lebih sering terjadi pada bayi prematur. Lokasi tersering adalah di sebelah kanan, dan hanya 10% yang terjadi secara bilateral. Insidensi menurun seiring dengan bertambahnya umur. Risiko hidrokel lebih tinggi pada bayi prematur dengan berat badan lahir kurangdari 1500 gram dibandingkan dengan bayi aterm. C. Etiologi Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena hal berikut ini. 1. Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis (Hernia Komunikan) 2. Belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel. Pada bayi laki-laki, hidrokel dapat terjadi mulai dari dalam rahim. Pada usia kehamilan 28 minggu, testis turun dari rongga perut bayi ke dalam skrotum, dimana setiap testis ada kantong yang mengikutinya sehingga terisi cairan yang mengelilingi testis tersebut. Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis, dan penyumbatan cairan atau darah di dalam korda



spermatika. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus. D. Manifestasi Klinis Gambaran klinis hidrokel kongenital tergantung pada jumlah cairan yang tertimbun. Bila timbunan cairan hanya sedikit, maka testis terlihat seakan-akan sedikit membesar dan teraba lunak. Bila timbunan cairan banyak terlihat skrotum membesar dan agak tegang. Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. E. Patofisiologi Hidrokel adalah pengumpulan cairan pada sebagian prosesus vaginalis yang masih terbuka. Kantong hidrokel dapat berhubungan melalui saluran mikroskopis dengan rongga peritoneum dan berbentuk katup sehingga cairan dari rongga peritoneum dapat masuk ke dalam kantong hidrokel dan sukar kembali ke rongga peritoneum (Mantu, 1993). Pada kehidupan fetal, prosesus vaginalis dapat berbentuk kantong yang mencapai scrotum. Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir) ataupun ketidaksempurnaan dari prosesus vaginalis tersebut sehingga menyebabkan tidak menutupnya rongga peritoneum dengan prosessus vaginalis sehingga terbentuklah rongga antara tunika vaginalis dengan cavum peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem limfatik disekitarnya. Cairan seharusnya seimbang antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya, tetapi pada penyakit ini terjadi gangguan sistem sekresi atau reabsorbsi cairan limfa sehingga terjadi penimbunan pada tunika vaginalis. Akibat dari tekanan yang terus-menerus, terjadi obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus dan terjadi atrofi testis yang dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh darah yang ada di daerah sekitar testis tersebut. Hidrokel dapat ditemukan dimana saja sepanjang funikulus spermatikus dan juga dapat ditemukan di sekitar testis yang terdapat dalam rongga perut pada undensensus testis. Hidrokel infantilis biasanya akan menghilang dalam tahun pertama, umumnya tidak memerlukan pengobatan jika secara klinis tidak disertai hernia inguinalis. Hidrokel testis dapat meluas ke atas atau berupa beberapa kantong yang saling berhubungan sepanjang processus vaginalis peritonei. Hidrokel akan tampak lebih besar dan kencang pada sore hari karena banyak cairan yang masuk dalam kantong



sewaktu anak dalam posisi tegak, tapi kemudian akan mengecil pada esok paginya setelah anak tidur semalaman. Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorpsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan tersebut mungkin merupakan suatu tumor, infeksi atau trauma pada testis atau epididimis. Dalam keadaan normal cairan yang berada di dalam rongga tunika vaginalis berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi dalam sistem limfatik (Purnomo, 2003). F. Pathway (Terlampir) G. Klasifikasi Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu : 1. Hidrokel testis Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari. 2. Hidrokel funikulus Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari. 3. Hidrokel Komunikan Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah pada saat anak menangis. Pada palpasi kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan kedalam rongga abdomen Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya yaitu: 1. Hidrokel_primer Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik yang melintasi kanalis inguinalis dan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika akan diabsorpsi.



2. Hidrokel_sekunder Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat dalam suatu masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena suatu proses neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika. Berdasarkan kejadian hidrokel dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis adalah : 1. Hidrokel akut Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan berrwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel polimorf. 2. Hidrokel kronis Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang menyebabkan nyeri. H. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan hidrokel adalah sebagai berikut : 1. Transiluminasi Merupakan langkah diagnostik yang paling penting untuk menemukan massa skrotum. Pemeriksaan ini dilakukan didalam suatu ruangan yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel. 2. Ultrasonografi Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal (varikokel) dan kemungkinan adanya tumor. I. Pencegahan Hidrokel pada bayi baru lahir tidak dapat dicegah karena kondisi telah berkembang sebelum kelahiran. Namun perawatan sebelum bayi lahir dapat dilakukan untuk membantu mencegah hidrokel pada bayi laki-laki. Pada laki-laki dewasa, untuk mencegah hidrokel sebaiknya menghindari daerah kelamin dari cedera misalnya mengikuti aturan keselamatan ketika sedang berolahraga. Pilihan gaya hidup sehat, berolahraga, makan-makanan yang bergizi seimbang, dan menghindari penyakit



menular seksual juga dianjurkan untuk membantu mencegah hidrokel (Belville & Swierzewski, 2011). J. Penatalaksanaan Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel menurut Mursalim (2012) adalah : 1. Aspirasi Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi. Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah sebagai berikut : a. Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah b. Indikasi kosmetik c. Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. 2. Hidrokelektomi Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan herniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan scrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau aplikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto. Pada hidrokel tidak ada terapi khusus yang diperlukan karena cairan lambat laun akan diserap, biasanya menghilang sebelum umur 2 tahun. Tindakan pembedahan untuk mengangkat hidrokel ini bisa dlakukan anestesi umum ataupun regional (spinal). Indikasi operasi perbaikan hidrokel menurut Noviana (2011) adalah sebagai berikut : 1. Gagal untuk hilang pada umur 2 tahun 2. Rasa tidak nyaman terus-menerus akibat hidrokel permagna 3. Pembesaran volume cairan hidrokel sehingga dapat menekan pembuluh darah 4. Adanya infeksi sekunder (sangat jarang) Penatalaksanaan Post Operasi Penyembuhan post-operasi hidrokel biasanya cepat. Terapi yang dapat diberikan menurut Noviana (2011) antara lain sebagai berikut. 1. Analgetik a. Ibuprofen 10mg/kg setiap 6-8 jam; b. paracetamol 15 mg/kg setiap 6-8 jam; c. hindari penggunaan narkotika pada bayi karena adanya risiko apneu d. Paracetamol dengan kodein (1mg/kg kodein) setiap 6-8 jam



2. Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang harus dihindari untuk mencegah perpindahan testis yang mobile keluar dari scrotum, dimana dapat terjebak oleh jaringan ikat dan mengakibatkan cryptorchidism sekunder. 3. Aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6 minggu. K. Pronosis Prognosis pasien dengan hidrokel yang telah dilakukan terapi operasi, angka rekurensinya kurang dari 1% . L. Komplikasi Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi testis (Purnomo,2010). Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan hidrokel yaitu: 1. Perdarahan yang disebabkan karena trauma dan aspirasi; 2. Mengganggu kesuburan dan fungsi seksual pasien; 3. Infeksi testi; 4. Kompresi pada peredaran darah testis. II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. Identittas Identitas meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no RM, diagnosa medis, ditambah lagi dengan identitas penanggung jawab. 2. Status Kesehatan a. Status kesehatan saat ini Nyeri pada bagian genetalianya khususnya skrotum, biasanya terasa kaku dan besar, serta sering kali klien mengeluh tidak bisa ereksi dan setelah dilakukan operasi terasa nyeri pada skrotum karena bekas operasi. b. Status kesehatan masa lalu Bagaimana status kesehatan masa lalu berupa kelainan pada saat bayi, riwayat kecelakaan pada bagian skrotum, riwayat mengonsumsi obat-obatan, perkembangan saat anak-anak dan riwayat, riwayat imunisasi 3. Pola Kebutuhan Dasar a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan Menggambarkan informasi atau riwayat pasien mengenai status kesehatan dan praktek pencegahan penyakit, riwayat tumbuh kembang dan keamanan atau proteksi. Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol, dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang lainnya. b. Pola nutrisi dan metabolik



Yang dikaji dalam nutrisi yaitu bagaimana nutrisi pada saat sebelum masuk rumah sakit maupun sesudah masuk rumah sakit. Dalam hal ini yang perlu dikaji adalah kuantitas dan jenis makanan atau formula yang dikinsumsi setiap hari (gunakan pencatatan makanan per 24 jam), masalah dengan pemberian makanan, konsumsi suplemen vitamin, perilaku diet termasuk citra tubuh, jenis diet, frekuensi pertambahan berat badan, atau tindakan muntah yang disengaja. c. Pola eliminasi Yang dikaji adalah kebiasaan BAK dan BAB (frekuensi, jumlah, warna, bau, nyeri, kemampuan mengontrol air kecil, adanya perubahan-perubahan lain), kemampuan perawatan diri, penggunaan bantuan untuk ekskresi. d. Pola aktivitas dan latihan Meliputi informasi riwayat pasien tentang pola latihan, keseimbangan, tipe dan keteraturan latihan, aktivitas yang dilakukan di rumah dan aktivitas saat RMS. Pengkajian untuk aktivitas disini adalah kemampuan perawatan diri, makan/minum, mandi, toileting, berpakian, mobilisasi di tempat tidur, berpindah, ambulasi ROM. Dimana disini ada skor untuk tiap aktivitas yang dilakukan yaitu : 0 : mandiri 1 : alat bantu 2 : dibantu orang lain 3 : dibantu orang lain dan alat 4 : tergantung total. e. Kognitif dan persepsi Menggambarkan penginderaan khusus (penglihatan, pendengaran, rasa, sentuh, bau), penggunaan alat bantu (seperti: kacamata, alat bantu dengar), perubahan dalam penginderaan, persepsi akan kenyamanan, alat bantu untuk menurunkan rasa tidak nyaman, tingkat pendidikan, kemampuan membuat keputusan. f. Persepsi - konsep diri Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya. Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi : (Harga diri, Ideal diri, Identitas diri, Gambaran diri). g. Pola tidur dan istirahat Pengkajian pola tidur dan istirahat harus mencakup waktu mulai tidur dan bangun, kualitas tidur, riwayat tidur siang, keyakinan budaya, penggunaan alat mempermudah tidur, jadwal istirahat dan relaksasi, gejala dari perubahan pola tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi, misalnya: nyeri. h. Pola peran dan hubungan



Mengkaji hubungan pasien dengan keluarga dan orang sekitar baik-baik saja atau tidak dan dapat berkomunikasi menggunakan bahasa verbal maupun non verbal. i. Pola seksual - reproduksi Masalah atau problem seksual, gambaran perilaku seksual seperti (perilaku seksual yang aman), pengetahuan tentang seksualitas dan reproduksi, dampak pada status kesehatan, riwayat menstruasi dan reproduksi. j. Pola toleransi stress - koping Penyebab stress belakangan ini, penetapan tingkat stress, gambaran umum dan spesifik respon stress, strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan efektifitasnya, perubahan kehidupan dan kehilangan, strategi koping yang biasa digunakan, penilaian kemampuan pengendalian akan kejadian-kejadian yang dialami, pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress, hubungan antara manajemen stress terhadap dinamika keluarga. k. Pola nilai kepercayaan Latar belakang budaya atau etnik status ekonomi, perilaku sehat yang berkaitan dengan kelompok budaya atau etnik, tujuan kehidupan, apa yang penting bagi klien dan keluarga, pentingnya agama, dampak masalah kesehatan pada spiritualitas 4. Pengkajian Fisik a. Keadaan umum Benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri dan post operasi nyeri pada area genitalia. b. Keadaan fisik (Data fokus) 2) Genetalia Benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. a) Inspeksi : terdapat benjolan yang hanya ada di scrotum, bila dilakukan transiluminasi pada hidrokel terlihat transulen. b) Auskultasi : pada hidrokel tidak terdapat suara bising usus. c) Palpasi : hidrokel terasa seperti kistik, hidrokel tidak dapat didorong. 5. Pemeriksaan Penunjang



B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik pada kulit jaringan pasca trauma pembedahan 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya insisi pasca operasi dan program pembatasan gerak 3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas 4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invansif luka post operasi 5. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi post operasi



C. Intervensi D. F. N E.



o



N



.



G. TUJUAN



H. INTERVENSI



I. RASIONAL



D J.



x K. 1



1



L. Setelah dilakukan tindakan keperawatan



1. Kaji status nyeri (lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri).



selama ...x24 jam diharapakan nyeri pasien berkurang atau hilang. M. Kriteria hasil : 1. Klien tampak rileks. 2. Skala nyeri 0-3



intervensi yang diberikan. 2. Untuk mengetahui perkembangan



3. Berikan posisi yang nyaman/ semi



keadaan umum pasien. 2. Menurunkan stimulus terhadap



fowler. 3. Ajarkan tekhnik relaksasi, seperti



renjatan nyeri. 3. Meningkatkan relaksasi yang dapat



bimbingan imajinasi. 4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik. AA.



2



2



AB. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam



menentukan dan mengevaluasi



2. Observasi tanda-tanda vital.



napas dalam, visualisasi, dan



Z.



1. Memberikan data dasar untuk



menurnkan rasa nyeri klien. 4. Sebagai profilaksis untuk menghilangkan atau mengurangi rasa



1. Berikan perawatan luka pasca



nyeri dan spasme otot. 1. Untuk mengevaluasi penyembuhan



operasi secara teratur. 2. Bantu latihan rentan gerak khusus



dan meminimalkan komplikasi. 2. Mencegah perubahan bentuk.



untuk area yang sakit dan yang tidak



sakit mulai secara dini. 3. Dorong latihan aktif atau isometrik



3. Meningkatkan kekuatan otot untuk



untuk paha atas dan lengan atas. 4. Kaji derajat imobilitas yang



pemindahan. 4. Pasien mungkin dibatasi oleh



dihasilkan oleh adanya luka post diharapkan tidak ada gangguan mobilitas fisik, dengan kriteria hasil : 1. Menyatakan pemahaman individual dan tindakan AR. AS. 3



3



keamanan dilakukan AT.Setelah tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri dengan kriteria hasil : 1. ADL pasien terpenuhi 2. Mampu membersihkan



BD. BE.



tubuh secara mandiri BF. Setelah dilakukan



pandangan diri atau persepsi tentang



operasi di daerah genetalia 5. Bantu atau dorong perawatan diri.



keterbatasan fisik. 5. Meningkatkan kekuatan otot dan



6. Berikan atau bantu dalam mobilisasi



sirkulasi. 6. Mobilisasi dini menurunkan



dengan kursi roda.



komplikasi tirah baring.



1. Monitor kemampuan perawatan diri



1. untuk memnentukan kebutuhan



pasien secara mandiri. 2. Berikan lingkungan yang terapeutik



tindakan pasien selanjutnya. 2. Untuk embantu memfasilitasi



dengan memfasilitasi diri mandi



kebutuhan mandi pasien.



pasien. 3. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari sampai batas kemampuan pasien. 4. Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam membantu



3. Untuk meningkatkan kemmapuan ADL pasien. 4. Keluarga merupakan orang terdekat pasien.



pasien dalam melakukan ADL. 1. Observasi keadaan luka bekas



1. Mengidentifikasi adanya infeksi.



4



4



tindakan keperawatan



operasi. (lubor, kalor, dolor, tumor,



selama ...x 24 jam diharapkan klien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi dengan kriteria hasil : 1. Klien



tidak



mengalami



infeksi. 2. Dapat mencapai



waktu



penyembuhan. 3. Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada BS. BT.5 5



tanda-tanda shock. BU. Setelah dilakukan



fungsiolaisa) 2. Berikan perawatan luka pasca operasi secara teratur.



diharapkan pasien tidak mengalami pendarahan pasca pembedahan dengan kriteria hasil : 1. Tekanan darah pasien dalam batas normal. 2. Penyembuhan luka pasien cepat.



pasien agar mempercepat



3. Gunakan tehnik septik dan aseptik



penyembuhan luka. 3. Mencegah terpajan organisme



selama perawatan luka. 4. Tekankan tehnik cuci tangan yang



infeksius. 4. Mencegah kontaminasi silang dan



baik untuk setiap individu yang



menurunkan resiko penyebaran



kontak dengan pasien. 5. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.



infeksi. 5. Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.



1. Monitor risiko terjadinya pendarahan



1. Untuk mengdeteksi secara dini



2. Lindungi pasien dari trauma yang



tanda-tanda pendarahan 2. Trauma dapat meningkatkan risiko



dapat menyebabkan pendarahan. 3. Intruksikan pasien untuk



terjadinya pendarahan. 3. Vitamin K berperan dalam proses



tindakan keperawatan selama ... x 24 jam



2. Untuk menjaga kebersihan luka



meningkatkan makanan yang kaya



penyembuhan luka sehingga



akan vitamin K.



meminimalkan terjadinya



4. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat misalnya antasida jika diperlukan.



pendarahan. 4. Obat dapat membantu penyembuhan secara cepat.



3. Integritas jaringan normal.



CE. Implementasi CF. Implementasi merupakan tahap keempat dari proses perawatan. Implementasi merupakan tahap pengerjaan atau tindakan dari intervensi yang telah disusun. Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang dilakukan. CG. CH.Evaluasi 1. Dx 1: Nyeri berkurang atau hilang 2. Dx 2: Tidak ada gangguan mobilitas fisik 3. Dx 3: Pasien dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri 4. Dx 4: Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi 5. Dx 5: Pasien tidak mengalami pendarahan pasca pembedahan CI.



CJ.DAFTAR PUSTAKA CK. CL. Belville, William & Stanley Swierzewski. 2011. Hydrocele Prognosis, Prevention. http://www.healthcommunities.com/hydrocele/prognosis-prevention. shtml [09 Januari 2017] CM.Herdman, T. Heather. 2012 . Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan 20122014 . Yogyakarta : EGC CN. M.Bulechek, Gloria dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi Keenam . Yogyakarta : Mocomedia CO. Moorhead, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi kKelima . Yogyakarta : Mocomedia CP. Mursalim,



Andrianto.



2012.



Hidrocele.



hidrocele#download [09 Januari 2017]



http://www.scribd.com/doc/83776693/