Laporan Pendahuluan Kasus Konstipasi Gibson Lie [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH DIAGNOSA MEDIK KONSTIPASI Stase : Keperawatan Medikal Bedah Dosen Koordinator : Ns. Chrisyen Damanik S.Kep., M.Kep Dosen Pembimbing Akademik : Ns.Anisa A’in , S.Kep.,M.Kep Dosen Pembimbing Klinik : Ns. Nurhayati, S.Kep



Disusun Oleh : Nama : Gibson Lie NIM : P2002024



PROGRAM STUDI PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN& SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA 2021



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstipasi atau  sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana membengkaknya jaringan dinding dubur (anus) yang mengandung pembuluh darah balik (vena), sehingga saluran cerna seseorang yang mengalami pengerasan feses dan kesulitan untuk melakukan buang air besar. Kebanyakan terjadi jika makan makananan yang kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Konstipasi adalah kelambatan dalam defekasi yang terjadi dalam 2 minggu atau lebih dan cukup membuat anak-anak dan lansia menderita (Turan & Asti, 2016) Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada masa anak dan dapat menimbulkan masalah serius. Konstipasi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perubahan konsistensi feses menjadi keras, ukuran besar, penurunan frekuensi atau kesulitan defekasi. Konstipasi sering ditandai dengan gejala cemas karena rasa nyeri pada saat buang air besar (Muzal, 2017). Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, caranya haluskan sayur atau buah tersebut dengan diblender. B.  Tujuan 1.   Tujuan Umum: Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan konstipasi, serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan konstipasi.



BAB II TINJAUAN TEORITIS A.  Pengertian Berikut pengertian konstipasi dari beberapa sumber sebagai berikut: Konstipasi merupakan kesulitan dalam pengeluaran tinja lebih dari 2 minggu, yang konsistensi tinja bersifat keras, kering dan kecil yang dapat menyebabkan nyeri ketika dikeluarkan (Loka, Sinuhaji, & Yudiyanto, 2014). Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan defekasi tinja secara sempurna yang tercermin dari tiga aspek, yaitu berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja lebih keras dari pada sebelumnya dan pada palpasi abdomen teraba masa tinja (skibala) (Muzal, 2017). Konstipasi merupakan kegagalan kolon mengeluarkan isi lumen atau adanya peningkatan tahanan luar karena disfungsi pelvis dan anorektal yang menyebabkan kesulitan untuk defekasi (Maghfuroh, 2018) B.  Tipe Konstipasi Berdasarkan International Workshop on Constipation, adalah sebagai berikut: 1.    Konstipasi Fungsional Kriteria: Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan: a. Mengedan keras 25% dari BAB b. Feses yang keras 25% dari BAB c. Rasa tidak tuntas 25% dari BAB d. BAB kurang dari 2 kali per minggu 2.    Penundaan pada muara rektum Kriteria: a. Hambatan pada anus lebih dari 25% BAB b. Waktu untuk BAB lebih lama c. Perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses



Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses, sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus. C.  Etiologi Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah sebagai berikut: 1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi dapat menyebabkan konstipasi. 2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misalnya daging, produk-produk susu, telur) dan karbohidrat murni (makanan penutup yang berat) sering mengalami masalah konstipasi, karena bergerak lebih lambat didalam saluran cerna. Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltik. 3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan konstipasi. 4. Pemakaian laksatif yang berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi normal. Selain itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan sempurna, memerlukan waktu untuk diisi kembali oleh masa feses. 5. Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang), diuretik, antasid dalam kalsium atau aluminium, dan obat-obatan antiparkinson dapat menyebabkan konstipasi. 6. Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot abdomen, dan penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengonsumsi makanan rendah serat. 7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI (gastrointestinal), seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan divertikulitus.



8. Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon (misalnya cedera pada medula spinalis, tumor) dapat menyebabkan konstipasi. 9. Penyakit-penyakit



organik,



seperti



hipotirodisme,



hipokalsemia,



atau



hypokalemia dapat menyebabkan konstipasi. Ada juga penyebab yang lain dari sumber lain, yaitu: 10. Peningkatan stres psikologi. Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi. 11. Umur Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua turut berperan menyebabkan konstipasi. D. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain, karena pola makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar setiap orang berbedabeda, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum ditemukan pada sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut: 1. Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat seperti sedang hamil). 2. Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan dapat berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah). 3.  Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang harus mengejan ataupun  menekan-nekan  perut  terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan tinja. 4.  Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.



5.  Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan keras. 6.  Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya (jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang 7.  Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau lebih). 8.  Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah. Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan : a. Konsistensi feses yang keras, b. Mengejan dengan keras saat BAB, c. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB, dan d. Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang. E.  Komplikasi Menurut Loka et al., (2014) konstipasi kronis dapat menyebabkan beberapa komplikasi yaitu, hemorrhoid (wasir) yang disebabkan karena pemaksaan untuk buang air besar, atau robeknya kulit di sekitar anus, ini terjadi ketika feses yang keras dapat melonggarkan otot sphincter. Dampak yang lain yaitu, divertikulosis atau penyakit yang ditandai dengan terbentuknya divertikula (kantong) pada usus besar dan biasanya juga disebabkan karena peningkatan tekanan intrakolon.



F.  Patofisiologi Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal (Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap



kerja, antara lain: rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen). Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi. Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB. Patogenesis



dari konstipasi



bervariasi,



penyebabnya multipel, mencakup



beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi. Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya, pada mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami tiga perubahan patologis pada rektum, sebagai berikut: 1.  Diskesia Rektum Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia rektum sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari karena dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan pada dorongan untuk BAB seperti yang dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan rektum.



2.  Dis-sinergis Pelvis Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengejan. 3.  Peningkatan Tonus Rektum Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan. G.  Pemeriksaan Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar. Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan. Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau  tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut.  Perabaan  lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja. Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar. Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya darah. Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur. Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi. Bagi sebagian orang konstipasi hanya sekadar mengganggu. Tapi, bagi sebagian kecil



dapat menimbulkan komplikasi serius. Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus (70%), usus besar (20%), dan pangkal usus besar (10%). Hal ini menyebabkan kesakitan dan meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit dan berpotensi menimbulkan akibat yang fatal. Pada konstipasi kronis kadang-kadang terjadi demam sampai 39,5oC , delirium (kebingungan dan penurunan kesadaran), perut tegang, bunyi usus melemah, penyimpangan irama jantung, pernapasan cepat karena peregangan sekat rongga badan. Pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa menekan kandung kemih menyebabkan retensi urine bahkan gagal ginjal serta hilangnya kendali otot lingkar dubur, sehingga keluar tinja tak terkontrol. Sering mengejan berlebihan menyebabkan turunnya poros usus. Menurut Juffrie (2009) pada anak yang mengalami konstipasi bisa diperiksa dengan pemeriksaan foto polos abdomen untuk melihat kaliber kolon dan massa tinja dalam kolon. Pemeriksaan ini dilakukan bila pemeriksaan colok dubur tidak dapat dilakukan atau bila pada pemeriksaan colok dubur tidak teraba adanya distensi rektum oleh massa tinja. Selain itu bisa dilakukan pemeriksaan fisik abdomen untuk mengetahui keadaan yang ada didalam perut, salah satunya untuk mengetahui peristaltik usus, apakah normal atau abnormal.



H.  Penatalaksanaan Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi, merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi: 1. Pengobatan non-farmakologis a. Latihan usus besar: Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga



dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini. b. Diet: Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan. c. Olahraga: Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut. 2. Pengobatan farmakologis Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar : a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium. b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate. c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa



dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein. Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan caracara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan  pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan. I. Pencegahan Beberapa pencegahan untuk mengatasi konstipasi menurut Claudina, Rahayuning, & Kartini (2018), sebagai berikut: 1. Diet makan banyak serat dan konsumsi air Serat akan memperlunak dan memperbesar masa feses. Serat banyak terkandung dalam sayuran, buah-buahan dan gandum. Batasi makanan yang tinggi lemak, makanan yang banyak mengandung gula dan makanan yang hanya mengandung sedikit serat seperti, es krim, keju, daging, dan makanan instan. Cairan membuat feses menjadi lunak dan mudah untuk dikeluarkan. Hindari cairan yang mengandung kafein, minuman tersebut dapat membuat saluran pencernaan menjadi kekurangan cairan. Jus yang mengandung sorbitol seperti, jus apel dan pear dapat mengurangi terjadinya konstipasi pada bayi dan usia lebih dari 6 bulan. Tetapi mengonsumsi jus buah dalam jumlah berlebih dapat menyebabkan masalah pada sistem gastrointestinal. Oleh karena itu, pastikan bahwa pemberiannya dalam jumlah yang sesuai dengan yang dibutuhkan 2. Olahraga Olahraga yang teratur dapat menjaga sistem pencernaan tetap sehat dan aktif. Dukung anak untuk berolahraga setiap hari. 3. Berikan Penjelasan pada anak untuk tidak menahan pergi ke toilet



Menunggu dan menunda hanya akan memperparah terjadinya konstipasi. Maka jadilah orang tua yang sering membiasakan anak bangun pagi segingga anak memiliki waktu yang cukup pergi ke toilet sebelum kegiatan.



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KONSTIPASI A.  Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Biodata Pasien b. Keluhan Utama c. Riwayat Kesehatan d. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer. e. Riwayat / Keadaan Psikososial f. Pemeriksaan Fisik g. Pola Kebiasaan Sehari-hari h. Analisa Data Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit. 2. Diagnosa a. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan. c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.



3. Intervensi 4. Implementasi 5. Evaluasi B.  Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Konstipasi Contoh kasus: Seorang kakek bernama Tn. E yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya karena kurang nafsu makan. Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan saat dipalpasi ada impaksi feses. 1. Pengkajian Nama                                   : Tn. E Tanggal lahir                       : 5 November 1945 Jenis kelamin                    



: Laki-laki



Tanggal MRS                      : 30 November 2010 Alamat                             



  : Surabaya



Diagnosa Medis               



  : Konstipasi



Sumber Informasi           



   : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopi



Keluhan utama                



  : nyeri pada perut, seminggu belum BAB



Riwayat penyakit sekarang    : Evart yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehariharinya. Selain itu, kakek mengaku mudah lelah untuk melakukan aktivitas seharihari. Riwayat kesehatan keluarga           : Review of system              : a. B1 (Breath)      : RR meningkat b. B2 (Blood)       : denyut jantung meningkat, TD meningkat



c. B3 (Brain)        : nyeri pada abdomen bawah d. B4 (Bladder)    : e. B5 (Bowel)      : nafsu makan turun, BB turun f. B6 (Bone)        : Hasil pemeriksaan fisik umum : a. keadaan umum      : lemah b. TTV                       : tekanan darah 130/95 mmHg, nadi : 90x/mnt, RR 23x/mnt Pemeriksaan fisik abdomen a. Inspeksi           : pembesaran abdomen b. Palpasi             : perut terasa keras, ada impaksi feses c. Perkusi             : redup d. Auskultasi        : bising usus tidak terdengar Analisa Data: No 1.



Data Data subjektif : Seminggu BAB,



tidak



Etiologi Pola BAB tidak teratur



kebiasaan



BAB tiga kali sehari Data objektif :



Eliminasi feses tidak lancar



Inspeksi: pembesaran abdomen. Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses. Perkusi : redup. Auskultasi : bising usus tidak terdengar



Konstipasi



Masalah Konstipasi



2.



Data subjektif: Klien



tidak



Sulit BAB



Defisit Nutrisi



nafsu



makan



Perut terasa begah



Data objektif: Bising



        



usus



tidak



terdengar



Nafsu makan menurun Menurunnya



3.



Data subjektif: Keluhan nyeri dari



intake makanan konsistensi tinja



Nyeri Akut



yang keras



pasien sulit keluar Data objektif: Perubahan makan



nafsu



Akumulasi di kolon Nyeri abdomen



2. Diagnosa a. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur. b. Defisit nutrisi berhubungan dengan hilangnya nafsu makan. c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.



3. Intervensi No 1.



SDKI Konstipasi



SLKI Eliminasi Fekal



SIKI Manajemen Konstipasi



Kode : D.0049



Definisi : proses pengeluaran



Definisi : mengidentifikasi



Kategori : fisiologis



feses



Subkategori : Eliminasi



konsistensi,



Definisi



:



defekasi



normal



disertai feses



yang



mudah



dengan dan mengelola pencegahan



frekuensi,



dan dan



penurunan bentuk feses yang normal yang



pengeluaran sulit



dan tidak



tuntas serta feses kering dan banyak



otot



abdomen Gejala dan tanda mayor : Subjektif : a. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu feses



lama dan sulit



Impaksi feses



2



2



4



2



usus



4



saat 2



4



2



4



2



4



feses BAB



faktor



resiko konstipasi (mis. dan



tirah diet



rendah serat 1.3. Anjurkan diet tinggi 1.4. Lakukan



masase



abdomen, jika perlu 1.5. Kolaborsikan penggunaan



obat



pencahar, jika perlu



Keterangan 1 : menurun 2 : cukup menurun 3 : sedang 4 : cukup meningkat 5 : meningkat



dan



serat



defekasi



Frekuensi



tanda



1.2. Identifikasi



baring,



sulit



Konsistensi



1.1. Periksa



Obat-obatan,



dan



Mengejan



Tindakan gejala konstipasi



n feses



usus



a. Feses keras



Kondisi terkait



4



Peristaltik



Objektif :



menurun



Dikaji Tujuan



pengeluara



lama



asupan serat



b. Peristaltik



sambelit/impaksi



defekasi



a. Ketidakcukupan



b. Pengeluaran



Kontrol



Keluhan



Penyebab :



b. Kelemahan



Indikator



mengatasi



1 : meningkat 2 : cukup meningkat 3 : sedang 4 : cukup menurun 5 : menurun 1 : memburuk 2 : cukup memburuk 3 : sedang 4 : cukup membaik 2.



Defisit Nutrisi



5 : membaik Status Nutrisi



Manajemen Nutrisi



Kode : D.0019



Definisi : keadekuatan asupan



Definisi : mengidentifikasi



Kategori : fisiologi



nutrisi



untuk



memenuhi dan



Subkategori : nutrisi dan kebutuhan metabolisme cairan Definisi : asupan nutrisi tidak



cukup



memenuhi



untuk



kebutuhan



metabolisme.



Porsi



Dikaji



Tujuan



2



4



makanan



asupan



makanan b. Ketidakmampuan mencerna makanan c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien



2



4



2



4



masa tubuh Keterangan 1 : menurun 2 : cukup menurun



Gejala dan tanda minor :



3 : sedang



Subjektif :



4 : cukup meningkat



a. Nafsu



makan 5 : meningkat



menurun 1 : memburuk



2.1 Identifikasi



status



2.2 Monitor



badan Indeks



Tindakan : nutrisi



yang Berat



asupan



nutrisi yang seimbang



dihabiskan



Penyebab : a. Kurangnya



Indikator



mengelola



asupan



makanan 2.3 Monitor berat badan 2.4 Berikan tinggi



makanan serat



untuk



mencegah konstipasi 2.5 Berikan



suplemen



makanan, jika perlu



2 : cukup memburuk 3 : sedang 4 : cukup membaik 5 : membaik 3.



Nyeri Akut



Tingkat nyeri



Manajemen Nyeri



Kode : D.0077



Definisi : pengalaman sensori



Definisi : mengidentifikasi



Kategori : psikologis



atau emosional yang berkaitan



dan mengelola pengalaman



Subkategori : nyeri dan dengan Kenyamanan



kerusakan



jaringan sensori



akutual atau fungsional, dengan



yang



atau



emosional



berkaitan



dengan



Definisi : pengalaman onset mendadak atau lambat dan kerusakan jaringan akutual sensori atau emosional



berintensitas ringan hingga berat atau



yang berkaitan dengan dan konstan : kerusakan



jaringan



akutual atau fungsional, dengan onset mendadak atau



lambat



berintensitas hingga



dan ringan



berat



yang



onset



Indikator



Dikaji



Tujuan



Keluhan



2



4



Meringis



2



4



Gelisah



2



4



nyeri



berlangsung kurang dari 3 bulan Tanda dan gejala Mayor Subjektif : a. Mengeluh nyeri



dengan



mendadak



Keterangan : 1 : Meningkat 2 : cukup meningkat 3 : sedang 4 : cukup menurun



a. Tampak meringis



5 : menurun



atau



lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan. Tindakan : 3.1 Identifikasi



lokasi,



karakteristik,



durasi,



frekuensi,



Objektif : b. Gelisah



fungsional,



kualitas,



intensitas nyeri 3.2 Identifikasi



skala



nyeri 3.3 Identifikasi



respon



nyeri non verbal 3.4 Berikan



teknik



nonfarmakologis untuk rasa



mengurangi nyeri



TENS,



Hipnosis,



Akupresur, musik, terapi



(mis, terapi



biofeedback, pijat,aroma



terapi,



teknik



imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,



terapi



bermain). 3.5 Jelaskan



strategis



meredakan nyeri 3.6 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 3.7 Ajarkan



tektik



nonfarmakologis untuk rasa nyeri



BAB III PENUTUP A.  Kesimpulan



mengurangi



Konstipasi atau  sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik. Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur B.  Saran Saran dari saya adalah sebaiknya bagi penderita kuncinya adalah dengan mengonsumsi makanan yang berserat.



DAFTAR PUSTAKA



Claudina, I., Rahayuning, D. P., & Kartini, A. (2018). Hubungan Asupan Serat Makanan Dan Cairan Dengan Kejadian Konstipasi Fungsional Pada Remaja Di Sma Kesatrian 1 Semarang. Kesehatan Masyarakat, 6, 2356–3346. Loka, H., Sinuhaji, A. B., & Yudiyanto, A. R. (2014). Konstipasi Fungsional pada Anak. Jurnal Kedokteran Nusantara, 47(1), 40–43. Maghfuroh, L. (2018). Peran Orangtua dalam Kejadian Konstipasi pada Anak Prasekolah. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan Aisyiyah, 13(1), 25–33. https://doi.org/10.31101/jkk.413 Muzal. (2017). Manfaat Terapi Pijat pada Konstipasi Kronis Anak. Sari Pediatri, 12(5), 342. https://doi.org/10.14238/sp12.5.2011.342-6 Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 2. Jakarta : EGC PPNI. (2016). Standar Diagnosis keperawatan indonesia: definisi dan indikator dignostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar luaran keperawatan indonesia: definisi dan kriteria hasil keperawatan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: definisi dan tindakan keperawatan : edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. Turan, N., & Asti, T. A. (2016). The Effect of Abdominal Massage on Constipation and Quality of Life. Gastroenterology Nursing, 39(1), 48–59. https://doi.org/10.1097/SGA.0000000000000202