Laporan Pendahuluan Perforasi Ileum [PDF]

  • Author / Uploaded
  • isal
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PERFORASI ILEUM 1.1



Definisi Perforasi ileum adalah merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari dinding usus halus akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam ringga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk tejadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut keadaan ini di kenal dengan istilah peritonitis (Brunner dan Suddarth, 2001) Peritonitis adalah inflamasi peritonium-lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera. (Brunner dan Suddarth, 2001)



1.2



Anatomi dan Fisiologi 1.



Anatomi Usus Halus Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Panjang usus halus lebih kurang 8.25 meter.Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). 1)



Usus dua belas jari (Duodenum) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. 



Fungsi Usus dua belas jari (Duodenum) Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.



Gambar: Doudenum 2) Usus Kosong (jejenum) Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. 



Fungsi Usus Kosong (jejenum) Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong” atau mengosongkan.



Gambar: Jejenum



3) Usus Penyerapan (illeum)



Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. 



Usus Penyerapan (illeum) Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.



Gambar: Ileum 2.



Anatomi Dinding Usus Halus 1) Dinding Usus Halus a. Vili Pada dinding usus penyerap (ileum) terdapat jonjot-jonjot usus yang disebut vili. Vili berfungsi memperluas daerah penyerapan usus halus sehingga sari-sari makanan dapat terserap lebih banyak dan cepat. Dinding vili banyak mengandung kapiler darah dan kapiler limfe (pembuluh getah bening usus). Agar dapat mencapai darah, sari-sari makanan harus menembus sel dinding usus halus yang selanjutnya masuk pembuluh darah atau pembuluh limfe. Glukosa, asam amino, vitamin, dan mineral setelah diserap oleh usus halus, melalui kapiler darah akan dibawa oleh darah melalui pembuluh vena porta hepar ke hati. Selanjutnya, dari hati ke jantung kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. b. Mikrovilli Mikrovilli adalah tonjolan – tonjolan halus berbentuk jari – jari. Mikrovilli berfungsi untuk memperluas permukaan sel – sel epitel yang berhubungan dengan makanan, untuk memfasilitasi penyerapan nutrisi 2) Kelenjar a. Kelenjar – kelenjar Usus (kripta Lieberkühn) Tertanam dalam mukosa dan membuka diantara basis – basis villi. Kelenjar ini mensekresi hormon dan enzim b. Kelenjar Penghasil Mukus



a)



Sel Goblet terletak dalam epitelium di sepanjang usus halus. Sel goblet menghasilkan mukus pelindung.



b) Kelenjar Brunner terletak dalam submukosa duodenum yang berfungsi menghasilkan glikoprotein netral untuk menetralkan HCl lambung, melindungi mukosa duodenum terhadap pengaruh asam getah lambung, dan mengubah isi usus halus ke pH optimal untuk kerja enzim-enzim pankreas 3) Jaringan Limfatik Leukosit dan nodulus limfe ada di keseluruhan usus halus untuk melindungi dinding usus terhadap invasi benda asing. Pengelompokkan nodulus limfe membentuk struktur yang dinamakan bercak Peyer. 3.



Lapisan Dinding Halus Dinding usus halus mempunyai empat lapisan, yaitu : 1) Lapisan mukosa terdiri atas: a.



Epitel Pembatas



b.



Lamina Propria yang terdiri dari jaringan penyambung jarang yang akan akan pembuluh darah kapiler dan limfe dan sel-sel otot polos, kadang - kadang juga mengandung kelenjar-kelenjar dan jaringan limfoid



c.



Muskularis Mukosae.



2) Lapisan Submukosa terdiri atas pembuluh darah, pembuluh limfe, pleksus saraf submukosa (Meissner), jaringan limfoid. 3) Lapisan otot tersusun atas: a.



Lapisan eksternal longitudinal, lapisan internal tebal serat sirkular



b.



Kumpulan saraf yang disebut pleksus mienterik (atau auerbach), yang terletak antara 2 sublapisan otot.



c.



Pembuluh darah dan limfe.



4) Lapisan membran serosa merupakan lapisan tipis yang terdiri atas : Jaringan penyambung jarang, kaya akan pembuluh darah dan jaringan adiposa serta epitel pipih selapis (mesotel). 4. Fungsi Usus Halus Usus halus Mempunyai fungsi, yaitu:



1)



Fungsi Pergerakan a.



Gerakan segmentasi erakan mencampur makanan dengan enzim-enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi.



b.



Gerakan peristaltic Pergerakan profulsif atau gerakan peristaltik mendorong makanan kearah usus besar (colon).



2)



Fungsi Sekresi Usus menghasilkan mucus dan liur pencernaan yang berfungsi untuk melindungi duodenum dari asam lambung. Mukus yang dihasilkan oleh kelenjar mucus –



kelenjar Brunner’s yang berlokasi antara pylorus dan papilla vater, dimana liur pankreas dan empedu masuk ke duodenum. Kelenjar ini menghasilkan mucus akibat adanya rangsangan saraf vagus serta hormone sekretin, saraf simpatis menghambat sekresi mucus.



3)



Digesti perubahan fisik dan kimia dari makanan dengan menggunakan bantuan enzim dan koenzim yang pengeluarannya diatur oleh hormon dan syaraf, sehingga makanan menjadi molekul-molekul yang dapat diabsorpsi kedalam aliran darah.



4)



Absorbsi Semua produk pencernaan karbohidrat, protein dan lemak serta sebagian besar elektrolit, vitamin dan air dalam keadaan normal diserap oleh usus halus. Sebagian besar penyerapan berlangsung di duodenum dan jejenum, dan sangat sedikit yang berlangsung di ileum.



Gambar: usus halus 1.3



Etiologi a. Infeksi bakteri 1) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal 2) Appendisitis yang meradang dan perforasi 3) Tukak peptik (lambung/dudenum) 4) Tukak thypoid 5) Tukan disentri amuba/colitis 6) Tukak pada tumor 7) Salpingitis peradangan pada saluran tuba, dipicu oleh infeksi bakteri. 8) Divertikulitis kondisi di mana kantung pada kolon (usus besar) mengalami peradangan atau infeksi. Terbentuknya kantung atau benjolan kecil pada dinding usus sendiri sudah merupakan kelainan yang biasa dinamakan divertikula.



9) Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii. b. Secara langsung dari luar: 1) Operasi yang tidak steril 2) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal. 3) Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati 4) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa. 1.4



Patofisiologi Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah



penciutan



ruang



cairan



ekstrasel



yang



mengakibatkan



syok—hipotensi,



pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Pada perforasi ileus, maka feses cair dan kuman-kuman segera mengkontaminir peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8 jam) baru menimbulkan gejala peritonitis. Tetapi ileus sebenarnya memiliki sifat "protective mechanism” yaitu sifat bila suatu segemen ileus mengalami perforasi maka akan segera segemen tadi kaan berkontraksi sedemikian rupa sehingga menutup lubang perforasi. Sifat ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung keadaan umum dan juga keadaan usus itu sendiri. Misalkan penderita dengan keadaan umum jelek (KP, kakeksia) maka sifat ini berlangsung 1 jam atau kurang bahakan tak ada sama sekali. Juga pada usus yang sakit misalkan pada tifus abdominalis maka mekanisme ini juga akan berkurang.



Secara ringkas disimpulkan bila ileus mengalami perforasi maka gejala peritonitis timbul sesudah 8-12 jam kemudian. Penderita harus diobservasi ketat selama minimal 24 jam pertama pada kasus trauma tumpul abdomen. 1.5



Manifestasi Klinis Menurut Corwin (2000), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah sebagai berikut: 1. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang. 2. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan cairan kedalam peritoneum. 3. Mual dan muntah. 4. Abdomen yang kaku. 5. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot



terhadap



trauma



atau



peradangan)



muncul



pada



awal



peritonitis. 6. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih dan takikardia. 7. Rasa sakit pada daerah abdomen 8. Dehidrasi 9. Lemas 10. Nyeri tekan pada daerah abdomen 11. Bising usus berkurang atau menghilang 12. Nafas dangkal 13. Tekanan darah menurun 14. Nadi kecil dan cepat 15. Berkeringat dingin 16. Pekak hati menghilang 1.6



Prognosis Menurut Sylvia Price (2006) penyakit ini baik pada peritonitis loal dan ringan sedangkan prognosisinya buruk (mematikan) pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh organisme virulens.



1.7



Komplikasi 1.



Abses abdominal yang terlokalisasi.



2.



Peritonitis.



3.



kegagalan organ multiple dan syok septik. a.



Septikemia didefinisikan sebagai proliferasi bakteri kedalam aliran darah menghasilkan manifestasi sistemik seperti rigor, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia, takikardia, dan kolaps sirkulasi.



b.



Syok septik berhubungan dengan kombinasi dari beberapa dibawah ini: a) Peningkatan permeabilitas kapiler. b) Kerusakan endothelium kapiler. c) Hilangnya volume darah sirkulasi. d) Depresi miokardial dan syok.



c.



Infeksi pada gram negatif biasanya lebih buruk prognosisnya daripada gram positif, karena gram negatif bisa menimbulkan endotoksemia.



4.



Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan elektrolit dan pH.



5.



Perdarahan mukosa gastroinstestinal Biasanya berhubungan dengan kegagalan organ multiple dan berhubungan dengan defek pada mukosa lambung.



6.



Obstruksi instestinal mekanik Sering terjadi setelah operasi disebabkan perlekatan setelah operasi.



1.8



Pemeriksaan Penunjang 1.



Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien dengan peritonitis adalah : 1) Darah. Diperoleh perubahan dari nilai normal, seperti : a.



Leukositosis



b.



Hemoglobin mungkin rendah bila terjadi perdarahan



c.



Hematokrit meningkat



d.



Asidosis metabolik



2) Cairan peritoneal, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika. 2.



Pemeriksaan Radiologi 1)



X-Ray Foto polos abdomen dengan 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : a. Udara (pada kasus perforasi) b. Kadar cairan serta lengkung usus yang terdistensi



2)



CT Abdomen. Menunjukkan adanya pembentukan abses



3)



USG (Ultrasonografi) a.



Dapat diketahui lokalisasi kumpulan gas yang berhubungan dengan perforasi.



b.



Dapat diketahui lokasi perforasi.



c.



Selain itu bisa juga mengevaluasi hati, limpa, pankreas, ginjal, ovarium, adrenal, uterus.



4)



Laparaskopi Signifikan untuk memutuskan dilakukan operasi pada pasien dengan nyeri abdomen akut.



1.9



Penatalaksanaan



penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut : a.



Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan medik.



b.



Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.



c.



Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.



d.



Terapi



oksigen



dengan



nasal



kanul



atau



masker



untuk



memperbaiki fungsi ventilasi. e.



Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian



f.



utama). g.



Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi ( appendks ), reseksi , memperbaiki (perforasi ), dan drainase ( abses ).



h.



Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal



ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERFORASI ILEUM A.



Pengkajian 1.



Identitas



2.



Pola persepsi dan pemiliharaan kesehatan a.



Riwayat operasi.



b.



Riwayat sakit berat.



c.



Perilaku mencari bantuan



3.



4.



5.



6.



7.



8.



Pola nutrisi metabolik a.



Kebiasaan makan rendah serat



b.



Makanan pedas



c.



Pola makan tidak teratur



d.



Mual



e.



Muntah



f.



Anoreksia



g.



Distensi



Pola eliminasi a.



Konstipasi



b.



Diare



Pola aktivitas dan latihan a.



Kurang aktivitas



b.



Kebiasaan dalam melakukan kegiatan sehari-hari



Pola tidur istirahat a.



Kebiasan tidur (berapa lama)



b.



Kebiasaan sebelum tidur



c.



Gangguan tidur



Pola persepsi kognitif a.



Cara pasien mengatasi nyeri.



b.



Kurang pengetahuan tentang penyakitnya



Pola persepsi diri dan konsep diri a.



9.



Gangguan harga diri



Pola peran hubungan sesama a.



Interaksi dengan lingkungan sekitar.



b.



Gangguan penampilan peran



10. Pola reproduksi seksual a.



Perubahan pola seksual.



b.



Jumlah anak.



c.



Libido meningkat atau menurun



11. Pola koping-toleransi terhadap stres a.



Perepsi penerimaan kesehatan.



b.



Gangguan penyesuian diri



12. Pola nilai kepercayaan



B.



a.



Berdoa.



b.



Sarana ibadah



Pemeriksaan Umum 1. Keadaan Umum



: Baik



2. Kesadaran



: Kualitatif : CM Kuantitatif : GCS 4-5-6



3. Vital Sign



C.



Tekanan darah



:



mmHg



Nadi



:



menit



RR



:



menit



Suhu



:



o



C



Pemeriksaan Khusus 1.



2.



3.



Kepala  Wajah



: tidak ada deformitas



 Kulit



: tidak anemis, tidak ikterik



Mata  Konjungtiva



: anemis +/+, perdarahan -/-



 Sklera



: ikterus -/-



 Palpebra



: oedem -/-



 Pupil



: refleks cahaya +/+, pupil isokor 3/3 mm



Telinga  Bentuk



: Normal



 Lubang



: Normal



 Pendengaran



: Normal



 Perdarahan



: -/-



 Sekret



: -/-



4. Hidung  Sekret (-), perdarahan (-), massa (-) 5.



6.



Mulut  Bibir



: Kelainan kongenital (-), sianosis (-), odema (-)



 Lidah



: Tidak ada deformitas



Leher  Tiroid



7.



: Tidak ada pembesaran



Thorax  Bentuk



: simetris (+), tidak ada deformitas



 Pergerakan dinding thorax : simetris (+/+)  Retraksi (+/+) 8.



Jantung I : ictus cordis tidak nampak P : ictus cordis tidak teraba P : redup pada PSL (D) sampai dengan ICS V MVL (S)



A : S1S2 tunggal, extrasistole/gallop/murmur : -/-/-/9. Thorax I : simetris, retraksi +/+, ketertinggalan gerak -/P : fremitus raba N/N P : sonor +/+ A : vesikular +/+, wheezing (-/-), rhonki (-/-) 10.



Abdomen I : cembung, distensi , simetris, massa (-), darm countur (-), darm steifung (-) A : bising usus (-) P : hipertimpani, nyeri ketok (+) di seluruh regio, pekak hepar (+) P : defans muskuler (+), nyeri tekan (+) di seluruh regio, hepatomegali (-), splenomegali (-)



11. Extremitas 











D.



Oedem



-



-



-



-



Akral Hangat -



-



-



-



Kekuatan Otot 5



5



5



5



Diagnosa Keperawatan Pre- Operasi 1.



Nyeri yang berhubungan dengan penumpukan cairan di dalam cavum peritoneal / abdomen.



2.



Kekurangan



volume



cairan



berhubungan



dengan



perpindahan cairan ekstraseluler, intravaskuler dan area interstisial kedalam usus dan/atau area peritoneal



3.



Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mualk, muntah, gangguan fungsi usus, puasa.



4.



Ansietas berhubungan dengan kritis situasi, ancaman kematian, status hipermetabolik.



5.



Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.



Post-Operasi 1.



Nyeri yang berhubungan dengan penumpukan luka insisi operasi lapartomi



2.



Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek luka pembedahan.



E.



Intervensi Pre-Operasi 1.



Nyeri yang berhubungan dengan penumpukan cairan di dalam cavum peritoneal / abdomen. 



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x 24 jam nyeri pasien terkontrol setelah diberi tindakan keperawatan.











Kreteria Hasil : a.



Pasien mengatakan nyeri berkurang / terkontrol.



b.



Ekspresi wajah pasien tempak rileks.



Rencana Keperawatan : 1) Kaji ulang keluhan nyeri pasien meliputi intensitas, karakteristik, lokasi. R/ Perubahan lokasi, intensitas nyeri menggambarkan ke arah komplikasi. Nyeri cenderung menjadi menetap, lebih hebat dan menyebar ke seluruh abdomen sehingga mempercepat proses peradangan. Nyeri dapat terlokalisasi bila terjadi abses. 2) Observasi tanda-tanda vital R/ Nyeri hebat ditandai dengan peningkatan TD dan nadi. 3) Ajarkan tehnik



relaksasi yang sesuai dan anjurkan pasien untuk



melakukannya bila nyeri timbul. R/ Relaksasi mempermudah istrahat dan memperbaiki respon terhadap nyeri. 4) Pertahanka posisi semi fowler sesuai kebutuhan. R/ Memudahkan cairan dalam kavum abdomen ke bawah mengikuti gaya gravitasi, mengurangi gannguan dafragma / ketegangan abdomen dan mengurangi nyeri. 5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy analgetika.



R / Therapi analgetik menurunkan ambang rasa nyeri, sehingga menutupi rasa sakit selama poses penegakan diagnosa. 2.



Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan ekstraseluler, intravaskuler dan area interstisial kedalam usus dan/atau area peritoneal. 



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x 24 jam Terjadinya keseimbangan cairan.







Kreteria Hasil: a.



Haluaran urin adekuat dengan berat jenis urin stabil.



b.



Tanda vital stabil.



c.



Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler meningkat, dan berat badan dalam rentang normal.







Rencana Keperawatan : 1) Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardia, takipnea, demam. R/ Membantu dalam evaluasi derajat deficit cairan/keefektifan penggantian terapi cairan dan respon terhadap pengobatan. 2) Pertahankan masukan dan haluaran yang akurat dan hubungkan dengan berat badan harian. R/ Menunjukan status hidrasi keseluruhan. 3) Observasi kulit/membran mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema perifer/sakral. R/ Hipovolemia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor kulit, menambah edema jaringan. 4) Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan. R/ Jaringan edema dan adanya gangguan sirkulasi cenderung merusak kulit. 5) Kolaborasi : Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin. R/ Memberikan informasi tentang hidrasi, fungsi organ. 6) Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretik sesuai indikasi. R/ Mengisi/mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. 7) Pertahankan puasa dengan aspirasi nasogastrik/intestinal. R/ Menurunkan hiperaktivitas usus dan kehilangan dari usus.



3.



Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mualk, muntah, gangguan fungsi usus, puasa. 



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x 24 jam Pemenuhan nutrisi pasien adekuat setelah diberi tindakan keperawatan







Kriteria Hasil: a.



Keseimbangan nutrisi terpenuhi.



b.



Tidak mengalami penurunan berat badan.



c. 



Pasien dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan.



Rencana tindakan : 1) Kaji bising usus dan adanya flatus. R/ Menilai fungsi usus normal / tidak. 2) monitor muntah, pengeluaran cairan melalui NGT (bila digunakan). R/ Muntah atau pengeluaran cairan NGT yang banyak menandakan obstruksi usus yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut. 3) Jelaskan pada pasien pentingnya nutrisi bagi tubuh. R/ Nutrisi penting bagi metabolisme tubuh dan membantu dalam proses penyembuhan. 4) Berikan nutrisi per parenteral sesuai instruksi. R/ Membantu pemberian nutrisi sehungga kebutuhan nutrisi pasien tetap terpenuhi. 5) Timbang BB tiap hari. R/ Mengetahui perubahan status nutrisi pasien. 6) Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian diet pasien. R/ Diet yang tepat dan bertahap mengurangi resiko gangguan lambung dan mencegah komplikasi.



4.



Ansietas berhubungan dengan kritis situasi, ancaman kematian, status hipermetabolik. 



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x 24 jam ansietas menurun sampai tingkat dapat ditoleransi dan klien tampak rileks.











Kriteria Hasil a.



Paien tampak rilek



b.



Tenang



c.



Tampak tidak cemas



Rencana Tindakan : 1) Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non-verbal pasien. R/ Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit. 2) Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan. R/ Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas. 3) Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur. R/ Membatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.



5.



Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) tentang perawatan dirumah yang berhubungan dengan kurang informasi. 



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x 24 jam pengetahuan pasien bertambah setelah diberi tindakan keperawatan







Kriteria Hasil:







a.



Pasien mengatakan mengerti tentang perawatan di rumah dan tidak lanjutnya.



b.



Pasien ikut berpartisipasi dalam proses perawatan.



Rencana tindakan : 1) Kaji kembali hal – hal yang mendasar tentang proses penyakit dan harapan kesembuhan. R/ Memberikan pengetahuan dasar sehingga pasien dapat membuat pilihan terhadap informasi yang diberikan 2) Ajarkan perawatan luka secara bersih dan kering. R/ Mengurangi



resiko



terkontaminasi,



memberi



kesempatan



dalam



mengevakuasi dalam proses penyembuhan. 3) Jelaskan kebutuhan latihan dan istirahat yang seimbang, hindari latihan fisik yang berat. R/ Latihan dan istirahat yang seimbang mecegah keletihan dan mengindari hal – hal yang meningkatkan tekanan intra abdomen dan ketegagan otot. 4) Diskusikan hal – hal yang membutuhkan evaluasi medik seperti : gejala infeksi luka, demam, muntah, nyeri abdomen dan eliminasi. R/ Diketahuinya gejala secepat mungkin dan pengobatan pada komplikasi yang berkembang dapat mencegah terjadinya keadaan yang lebih serius. 5) Diskusikan dengan pasien cara pengobatan , jadwalnya dan kemungkinan efek samping obat. R/ Pengobatan yang tepat mempecepat penyembuhan.antibiotik dapat diteruskan setelah keluar dari RS, tergantung berapa lama sudah diberi sebelumnya. Post-Operasi 1.



Nyeri yang berhubungan dengan uka insisi operasi lapartomi. 



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x 24 jam nyeri pasien terkontrol setelah diberi tindakan keperawatan.











Kreteria Hasil yang diharapkan : c.



Pasien mengatakan nyeri berkurang / terkontrol.



d.



Ekspresi wajah pasien tempak rileks.



Rencana Keperawatan : 1) Kaji ulang keluhan nyeri pasien meliputi intensitas, karakteristik, lokasi. R/ Perubahan lokasi, intensitas nyeri menggambarkan ke arah komplikasi. Nyeri cenderung menjadi menetap, lebih hebat dan menyebar ke seluruh abdomen sehingga mempercepat proses peradangan. Nyeri dapat terlokalisasi bila terjadi abses.



2) Observasi tanda-tanda vital R/ Nyeri hebat ditandai dengan peningkatan TD dan nadi. 3) Ajarkan tehnik



relaksasi yang sesuai dan anjurkan pasien untuk



melakukannya bila nyeri timbul. R/ Relaksasi mempermudah istrahat dan memperbaiki respon terhadap nyeri. 4) Pertahanka posisi semi fowler sesuai kebutuhan. R/ Memudahkan cairan dalam kavum abdomen ke bawah mengikuti gaya gravitasi, mengurangi gannguan dafragma / ketegangan abdomen dan mengurangi nyeri. 5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy analgetika. R / Therapi analgetik menurunkan ambang rasa nyeri, sehingga menutupi rasa sakit selama poses penegakan diagnosa. 2.



Kerusakan integritas



kulit berhubungan



dengan efek luka pembedahan 



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x 24 jam integritas kulit pasien kembali adekuat se telah diberi tindakan keperawatan.











Kriteria Hasil: a.



Luka tampak mongering dan menunjukan tanda – tanda kesembuhan.



b.



Tidak ada tanda –tanda infeksi.



Rencana tidakan : 1)



Kaji keadaan luka dan tanda – tanda peradangan. R/ Adanya tnda peradangan menunjukan keadaan luka belum sembuh.



2)



Anjurkan



pasien



untuk



menjaga



kebersihan



daerah



sekitar



luka. R/ Kebersihan membantu mencegah terjadinya infeksi. 3)



Rawat luka secara aspetik dan antiseptik. R/ Perawatan luka dengan tepat mencegah penyebaran infeksi dan mempercepat proses penyembuhan luka .



4)



Beri makanan berkualitas secara bertahap. R/ Makanan yang berkualitas mempercepat penyembuhan



5)



Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti biotik. R/ Therapi antibiotik membantu pemnyembuhan dan mencgah infeksi.



DAFTAR PUSTAKA



Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta:EGC Buranda, Theopilus Dkk. 2008. Anatomi Umum. Makassar: Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin. Corwin, Elizabeth J.2000.Buku Saku Patofisiologi.EGC: Jakarta. NANDA, 2014. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2014 – 2014 Alih bahasa Budi Santosa. Prima Medika. Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. Hlm : 544