5 0 171 KB
LAPORAN PENDAHULUAN RHINOSINUSITIS
I.
KONSEP MEDIS A. PENGERTIAN Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasal. Peradangan ini sering bermula dari infeksi virus, yang karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan penyebab bakteri pathogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Rinosinusitis merupakan peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal, yang selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanik atau alergi. Rinosinusitis kronik (RSK) atau sering disebut sinusitis kronik didefinisikan sebagai gangguan akibat peradangan dan infeksi mukosa sinus paranasalis dan pada mukosa hidung yang telah mengalami perubahan reversibel maupun irreversible dengan berbagai etiologi dan faktor predisposisi dan 1,2,3 berlangsung lebih dari 12 minggu RSK masih merupakan tantangan dan masalah dalam praktek umum maupun spesialis mengingat anatomi, etiologi serta penanganannya yang kompleks. B. ETIOLOGI 1. Faktor Host a. Umur, Jenis Kelamin dan Ras Rinosinusitis kronik merupakan penyakit yang dapat mengenai semua kelompok umur, semua jenis kelamin dan semua ras. b. Riwayat Rinosinusitis Akut Rinosinusitis akut biasanya didahului oleh adanya infeksi saluran pernafasan atas seperti batuk dan influenza. Infeksi saluran pernafasan atas dapat menyebabkan edema pada mukosa hidung, hipersekresi dan penurunan aktivitas mukosiliar. Rinosinusitis akut yang tidak diobati secara adekuat akan menyebabkan
regenerasi epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan mengeluarkan sekret sinus dan menciptakanpredisposisi infeksi c. Infeksi Gigi Infeksi gigi merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis maksila. Hal ini terjadi karena sinus maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas. Hubungan ini dapat menimbulkan masalah klinis seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi sinus maksila. d. Rhinositis alergi Alergi merupakan suatu penyimpangan reaksi tubuh terhadap paparan bahan asing yang menimbulkan gejala pada orang yang berbakat atopi sedangkan pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apapun.39 Rinitis alergi adalah suatu penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell &Comb) yang diperantarai oleh IgE dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran utama. Gejalanya berupa hidung beringus, bersin-bersin, hidung tersumbat dan gatal. Peranan alergi pada rinosinusitis kronik adalah akibat reaksi anti gen anti bodi menimbulkan pembengkakan mukosa sinus dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat ostium sinus dan mengganggu drainase sehingga menyebabkan timbulnya infeksi, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan.
Kejadian
yang
berulang
terus-menerus
dapat
menyebabka
rinosinusitis kronis. 2. Faktor agen Rinosinusitis kronik dapat disebabkan oleh beberapa bakteri pathogen seperti Streptococcus
pneumonia,
Haemophillus
influenza,
Moraxella
catarrhalis,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Fusobacterium dan Basil gram (-). Selain bakteri,rinosinusitis juga dapat disebabkan oleh virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan Adenovirus) dan jamur (Aspergillus dan Candida. 3. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang memengaruhi terjadinya rinosinusitis kronik yaitu polusi udara dan udara dingin. Paparan dari polusi udara dapat mengiritasi saluran hidung, menyebabkan perubahan mukosa dan memperlambat gerakan silia. Apabila berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronik. Udara dingin akan memperparah infeksi karena menyebabkan mukosa sinus membengkak. Hal ini membuat jalannya mukus terhambat dan terjebak di dalam sinus, yang kemudian menyebabkan bakteri berkembang di daerah tersebut. C. MANIFESTASI KLINIS Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 2 atau lebih gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor. Pemeriksaan fisik THT dengan menggunakan nasoendoskopi dan foto polos hidung dan sinus paranasal atau SPN. 1. Gejala Mayor : a. Hidung tersumbat b. Sekret pada hidung / sekret belakang hidung / PND c. Sakit kepala d. Nyeri / rasa tekan pada wajah e. Kelainan penciuman (hiposmia / anosmia) 2. Gejala Minor : a. Demam, halitosis b. Pada anak; batuk, iritabilitas c. Sakit gigi d. Sakit telinga / nyeri tekan pada telinga / rasa penuh pada telinga. D. PATOFISIOLOGI Patofisiologi rinosinusitis kronik terkait 3 faktor: patensi ostium, fungsi silia dan kualitas sekret. Gangguan salah satu faktor tersebut atau kombinasi faktor-faktor tersebut merubah fisiologi dan menimbulkan sinusitis. Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama berkembangnya rinosinusitis kronik.
Patofisiologi rinosinusitis kronik dimulai dari blokade akibat udem hasil proses radang di area kompleks ostiomeatal. Blokade daerah kompleks ostiomeatal menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi sinus-sinus anterior. Sumbatan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan terjadinya hipoksi dan retensi sekret serta perubahan pH sekret yang merupakan media yang baik bagi bakteri anaerob untuk berkembang biak. Bakteri juga memproduksi toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi hipertrofi mukosa yang memperberat blokade kompleks ostiomeatal. Siklus ini dapat dihentikan dengan membuka blokade kompleks ostiomeatal untuk memperbaiki drainase dan aerasi sinus. Faktor predisposisi rinosinusitis kronik antara lain adanya; obstruksi mekanik seperti septum deviasi, hipertrofi konkha media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung. Faktor sistemik yang mempengaruhi seperti malnutrisi, terapi steroid jangka panjang, diabetes, kemoterapi dan defisiensi imun. Faktor lingkungan seperti polusi udara, debu, udara dingin dan kering dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa dan kerusakan silia. E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan transilumasi (untuk sinus maksila dan sinus frontal) Untuk mengetahui daerah gelap yang tampak pada daerah infraorbita, berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. 2. Pemeriksaan radiologi Bila dicurigai adanya kelainan di sinus para nasal, maka dilakukan pemeriksaan radiologi. 3. Pemeriksaan histopatologik Dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinuskopi 4. Sinoskopi Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan ensdoskopi, dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi. 5. Pemeriksaan CT Scan Pemeriksaan untuk mengetahui adanya meatus medinus dan meatus superior.
F. KOMPLIKASI 1. Meningitis 2. Abses otak 3. Dapat juga timbul kelainan pada sistem pernafasan seperti: Bronkitis kronis dan bronkietasis G. PENATALAKSANAAN Diberikan terapi medika mentosa berupa antibiotik selama 10-14 hari,namun dapat diperpanjang
sampai
semua
gejala
hilang.antibiotik
dipilih
yang
mencakup
anerob,seperti penisilinV.klidamisin atau augmentin merupakan pilihan yang tepat bila penisilin tidak efektif.jika dalam 48-72jam tidak ada perbaikan klinis diganti dengan antibiotik untuk kuman yang menghasilkan beta laktamase,yaitu amoksisilin atau ampisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat.steroid nasal topikal seperti beklometason berguna sebagai antiinflamasi dan antialergi.Diberikan pula dekongestan untuk memperlancar drainase sinus.dapat diberikan sistemik maupun topikal.khusus yang topikal harus dibatasi selama 5hari untuk menghindari terjadinya rinitis medika mentosa.Bila perlu,diberikan analgesik untuk menghilangkan nyeri;mukolitik untuk mengencerkan sekret,meningkatkan kerja silia,dan merangsang pemecahan fibrin. Bila perlu dilakukan diatermi.diatermi dilakukan dengan sinar gelombang pendek sebanyak 5-6kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus.jika belum membaik,dilakukan pencucian sinus.Terapi radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drainase sinus yang terkena.untuk sinus maksila dilakukan operasi Cald well-Luc,sedangkan untuk sinus etmoid dilakukan edmoidektomi dari intranasal atu ekstra nasal.pada sinusitis frontal dilakukan secara intra nasal atau ekstra nasal (opersi killian).drainase sinus sfenoid dilakukan secara intranasal.
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Identitas pasien Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa, status pernikahan 2. Identitas Pennggung Jawab Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa, status pernikahan, hubungan dengan pasien 3. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama b. Riwayat Keluhan Utama c. Riwayat Kesehatan Masa lalu d. Riwayat kesehatan keluarga 4. Pengkajian Fisik a. Head to toe b. Data Fokus B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut b/d agen cedera fisik (luka post operasi) 2. Hipertermia b/d proses inflamasi 3. Konstipasi b/d kebiasaan defekasi yang tidak teratur C. INTERVENSI DX 1. Nyeri akut b/d agen cedera fisik (luka post operasi) NOC -
NIC
Kontrol nyeri
Manajemen Nyeri
Dengan kriteria hasil : -
Mengenali
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
kapan
nyeri
terjadi
komprehensif
dipertahankan pada skala 3 (kadang- 2. Observasi adanya petunjuk non verbal kadang menunjukan) -
Menggunakan
tindakan
3. Anjurkan metode farmakologi untuk nyeri
menurunkan nyeri
dipertahankan pada skala 2
-
(jarang Pemberian Analgetik
menunjukan) ditingkatkan ke skala 4
4. Cek adanya riwayat alergi obat
(sering menunjukan)
5. Berikan analgetik sesuai dengan resep
Melaporkan
nyeri
terkontrol
dokter
dipertahankan pada skala 2 (jarang menunjukan) ditingkatkan ke skala 4 (sering menunjukan) DX.2 Hipertermia b/d proses inflamasi NOC -
NIC 1. Monitor tanda-tanda vital
Termogulasi
Dengan kriteria hasil : -
Merasa
2. Tutup pasien dengan selimut
merinding
saat
dingin 3. Dorong konsumsi cairan
dipertahankan pada skala 3 (cukup 4. Anjurkan pasien untuk dikompres terganggu) ditingkatkan ke skala 5 5. Kolaborasi pemberian antipiretik (tidak ada) -
Berkeringat saat panas dipertahankan pada skala 2 ditingkatkan
(banyak terganggu) ke
skala
5
(tidak
terganggu) -
Peningkatan suhu kulit dipertahankan pada skala 2 (cukup berat) ditingkatkan
ke skala 5 (tidak ada) DX 3 Konstipasi b/d kebiasaan defekasi yang tidak teratur NOC -
NIC 1. Monitor tanda dan gejala konstipasi
Eliminasi usus
Dengan kriteria hasil : -
Pola skala
eliminasi 4
ditingkatkan
2. Monitor bising usus
dipertahankan
pada 3. Anjurkan pasien untuk konsumsi
(banyak
terganggu)
ke
5
skala
(tidak 4. Dukung intake cairan
terganggu) -
makanan yang tinggi serat
Kemudahan BAB panas dipertahankan
5. Kolaborasi pemberian laksatif
pada
skala
ditingkatkan
1 ke
(sangat skala
terganggu) 5
(tidak
terganggu)
D. IMPLEMENTASI Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dalam masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik. E. EVALUASI Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan.
PENYIMPANGAN KDM
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (Coppyright 2016). Nursing Intervention Classification (NIC) (Edisi Keenam ed.). (B. Indonesia, Ed.) Elsevier Mocomedia. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015-2017). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi (10 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (Copyright 2016). Nursing Outcomes Classification (NOC) (Edisi kelima ed.). (B. Indonesia, Ed.) Elsevier Mocomedia. Nurarif, A.H. & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Media Action.