Laporan Pkpa Lafi Ad 2020 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) DI LEMBAGA FARMASI ANGKATAN DARAT BANDUNG (02 – 28 NOVEMBER 2020)



DISUSUN OLEH: ASMAHDIN ADE SAPITRI AMALIAH SAPUTRI H. ANDI SRI WAHYUNI T. ANDRI AGUS SALIM APRYLLIA NANDA T. ARNIATI AGUS AYU WULANDARI FADHYLLAH AMALIA FITRIA NINGSI GASRI HAMIDA



O1B1 19 005 O1B1 19 041 O1B1 19 042 O1B1 19 043 O1B1 19 044 O1B1 19 045 O1B1 19 046 O1B1 19 047 O1B1 19 048 O1B1 19 049 O1B1 19 050



ASMAHDIN ADE SAPITRI



O1B1 19 005 O1B1 19 041



GUSLINI INDAH MAWARNI ITA RISWATI JUMADIL KEMALA AL- FEBRIANA LINDAH WAHYUNI LM RIZAL SATRIA MUHAMMAD AFIF MUTMAINNAH NASRI RAHMAN GUSLINI INDAH MAWARNI



O1B1 19 051 O1B1 19 052 O1B1 19 053 O1B1 19 054 O1B1 19 055 O1B1 19 056 O1B1 19 057 O1B1 19 058 O1B1 19 059 O1B1 19 070 O1B1 19 051 O1B1 19 052



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 202



1



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) DI LEMBAGA FARMASI ANGKATAN DARAT (LAFI AD)



Disetujui Oleh:



Dosen Pembimbing Preseptor



Sabarudin, S. Farm., M.Si., Apt. M.Si., Apt. NIP. 19851229 201504 1 001 11940009051168



Dr.



TPH.



Letkol



Simorangkir, Ckm



NRP.



Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker



Sabarudin, S. Farm., M.Si., Apt. NIP. 19851229 201504 1 001



ii



KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah ‫ ﻰﺎﻟﻌﺗو ﮫﻧﺎﺤﺒﺳ‬yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas limpahan rahmat, karunia



dan



hidayah-Nya sehingga



kami



dapat



menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFI-AD) yang dilaksanakan pada tanggal 2 -28 November 2020. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad



‫ ﷺ‬beserta keluarga dan para



sahabatnya, sebagai pembawa kebenaran sepanjang zaman dan menjadi panutan terbaik bagi umat manusia. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di



Lembaga Farmasi



Angkatan Darat (LAFI-AD) ini kami susun sebagai syarat guna menyelesaikan program pendidikan Profesi Apoteker di bidang farmasi Universitas Halu Oleo, Kendari, untuk menambah juga



pengetahuan



dan



wawasan



bagi



mahasiswa,



untuk menambah pembendaharaan pustaka. Selama persiapan sampai



terselesainya Laporan Praktek Profesi Apoteker. Kami menyadari bahwa selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak dengan senang hati telah memberikan keterangan, data, waktu, tenaga dan pikiran., untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun, S.Si., M.Si., M.Sc., selaku Rektor Universitas Halu Oleo. 2. Dr. Ruslin, M.Si., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo, Kendari. 3. Nuralifah, S. Farm., M.Kes., Apt., selaku Ketua Jurusan Farmasi Fakultas. 4. Sabarudin, S.Farm., M.Si., Apt. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo, Kendari.



iii



5. Kolonel Ckm Drs. Mas’ud, M.Si., Apt. selaku Kepala LAFI-AD Puskesad yang telah mengizinkan dan membimbing kami melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di LAFI AD Puskesad. 6. Sabarudin, S.Farm., M.Si., Apt. selaku Pembimbing Lapangan yang telah membimbing hingga terselesainya Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini. 7. Letkol Ckm Dr. TPH Simorangkir, M.Si., Apt selaku pembimbing/preseptor di Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFI-AD) kami yang telah membimbing hingga terselesainya Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini. 8. Semua staff di Lembaga Farmasi Angkatan Darat. 9. Ayah, ibu, dan keluarga yang telah memberikan dukungan kepada kami sampai terselesainya Praktek Kerja Kerja Profesi Apoteker beserta Laporan Praktek Kerja Kerja Profesi Apoteker ini. 10. Semua teman– teman profesi Apoteker angkatan III Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo, yang telah banyak membantu, mendukung dan memberi semangat kepada kami. 11. Semua pihak yang telah membantu penyusunan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini. Kami



menyadari



bahwa



penyusunan



laporan



ini



masih



jauh



darisempurna. Maka dari itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Kendari, November 2020



Penyusun



iv



v



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Kerja Profesi Apoteker Kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap kegiatan dan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan masyarakat. Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat (PERMENKES, 2009). Industri farmasi merupakan penentu dalam ketersediaan obat dimana industri farmasi berperan dalam memproduksi, dan mendistribusikan obat untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar dan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik



Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang



Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat merupakan seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan (PMK No. 1799, 2010). Sasaran utama industry farmasi adalah memproduksi obat jadi dengan mengutamakan keamanan, keefektifan, kualitas dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Industri Farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman CPOB agar dapat menjamin dan menghasilkan produk yang bermutu. Perkembangan yang sangat pesat dan teknologi farmasi ini mengakibatkan perubahan-perubahan



1



yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Produk yang bermutu tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan setiap komponen yang berhubungan dengan proses produksi, mulai dari penyiapan bahan baku, bahan kemas, proses pembuatan, pengemasan, termasuk bangunan dan personil harus mengikuti Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (PERMENKES, 1990). Definisi dari obat yaitu sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelediki sistem fisiologi atau keadaan patologi



dalam



rangka



penetapan



diagnosa,



pencegahan,



penyembuhan,pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi. Industri farmasi harus



memenuhi



persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam melakukan produksi obat jadi. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 dijelaskan bahwa pedoman pembuatan obat yang baik dan benar diseluruh aspek kegiatan produksi bertujuan untuk memastikan bahwa sifat maupun mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan (BPOM, 2018). Pedoman CPOB dibuat berdasarkan pada standar kualitas produk obat internasional sehingga diharapkan industri farmasi di Indonesia mampu bersaing dengan industri farmasi di negara lain. Perhatian serius terhadap kualitas produk obat berdampak pada meningkatkan persaingan global, mengingat bahwa hanya produk yang berkualitas saja yang mampu bertahan di pasaran dan dipercaya oleh konsumen. Berdasarkan hal ini, maka cara Pembuatan Obat yang Baik dapat dijadikan standar dan pedoman bagi industri farmasi sebagai produsen dan Pemerintah sebagai pengawas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing.



2



Setiap industri farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian pembuatan obat dan atau bahan obat wajib menerapkan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) guna menjamin obat yang dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam menerapkan CPOB di industri farmasi diperlukan adanya aspek-aspek yang meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta dokumentasi (CPOB, 2012). Pelaksanaan



pedoman



CPOB



di Industri



Farmasi



membutuhkan



peranan Apoteker karena dalam perdoman CPOB Apoteker yang terkualifikasi merupakan personil kunci yang mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu. Sehingga seorang calon Apoteker dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai yang dapat diperoleh salah satunya melalui praktik kerja di industri farmasi yang telah melaksanakan produksi sesuai dengan pedoman CPOB, salah satunya adalah Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad). Lafi Puskesad merupakan industry farmasi yang berperan dalam menciptakan kemandirian dalam hal pengadaan obat



obatan dengan mutu,



khasiat, serta keamanan yang terjamin untuk digunakan oleh prajurit, PNS TNI AD, dan keluarganya. Lembaga yang berada di bawah Lafi Puskesad ini berupaya untuk menerapkan prinsip - prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Aplikasi CPOB menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin produk obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Sebagai wujud kesadaran terhadap produk yang bermutu, maka Lafi Puskesad saat ini telah memiliki sepuluh buah sertifikat CPOB, lima sertifikat untuk produk sediaan β-laktam dan lima sertifikat untuk produk sediaan Non β laktam. Apoteker memegang peranan penting dalam industry farmasi karena menurut pedoman CPOB, Departemen Produksi dan Pengawas Mutu masingmasing harus



dipimpin oleh Apoteker di industry farmasi. Oleh karenanya, 3



perguruan tinggi sebagai tempat pembelajaran Profesi Apoteker harus mempersiapkan tenaga apoteker yang mengikuti



kemajuan



ilmu



profesioal untuk mengantisipasi dan



pengetahuan



dan



teknologi



sejalan



dengan



perkembangan industri farmasi. Calon Apoteker perlu mendapat bekal pengetahuan dan pengalaman yang memadai agar memenuhi standar kompetensi yang diperlukan. Salah satu cara untuk mencapainya adalah melalui kegiatan praktek kerja profesi di industri farmasi. Oleh karena itu, Universitas Halu Oleo sebagai salah satu perguruan tinggi yang menghasilkan tenaga Apoteker mengadakan kerjasama dalam bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker dengan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad) yang berlokasi di Jl. Gudang Utara No. 26 Bandung, dengan waktu pelaksanaan pada tanggal 2-28 November 2020. B. Tujuan PKPA Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh Universitas Halu Oleo yang bekerja sama dengan Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFI-AD) adalah: 1. Mengetahui dan memahami peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi. 2. Memperoleh wawasan, pengetahuan yang lebih luas, ketrampilan, dan pengalaman praktis serta memahami penerapan CPOB yang berkaitan dengan seluruh kegiatan produksi di industri farmasi. 3. Memberi penggambaran nyata terkait permasalahan pekerjaan kefarmasian dalam industri farmasi. 4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang professional di industri farmasi.



4



C. Manfaat PKPA Manfaat



dari



Praktik



Kerja



Profesi



Apoteker



(PKPA)



yang



diselenggarakan oleh Universitas Halu Oleo yang bekerja sama dengan Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFI-AD) adalah: 1. Calon apoteker lebih siap dalam melaksanakan pengabdian profesi sesuai dengan standar profesi dan menerapkan CPOB di industry farmasu dengan berorientasi pada kepetingan kesehatan masyrakat dalam menghasilkan produ obat yang aman, efektif dan bermutu. 2. Calon apoteker memahami konsep system mutu (Quality system) dan penjamian mutu (Quality assurance) dalam managemen mutu (Quality management) dibidang manufaktur (GMP). 3. Calon apoteker memahami dan mampu menjalankan tugas dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di industry farmasi baik dalam manajerial skill dan technical skill.



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat (BPOM RI, 2018). Menurut Permenkes No 1799 tahun 2010 tentang Industri Farmasi, fungsi industri farmasi adalah pembuatan obat/bahan obat, Pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan (PMK No. 1799, 2010). Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin Industri Farmasi dari Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi, yaitu: a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang. B. Landasan Hukum Industri Farmasi Landasan hukum yang mengatur mengenai Industri Farmasi adalah sebagai berikut: 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 2. Permenkes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. 3. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. 6



4. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2012 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. C. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Industri Farmasi Obat Jadi dan Bahan Baku obat wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB, sesuai ketentuan Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). CPOB adalah cara pembuatan obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat dan/atau bahan obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. 1.



Sistem Mutu Semua bagian Sistem Mutu hendaklah didukung ketersediaan personel



yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab legal diberikan kepada pemegang Izin Industri Farmasi (IIF) dan kepada Pemastian Mutu. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu Industri Farmasi yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Manajemen Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat, dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat memiliki mutu yang sesuai tujuan penggunaan. Oleh karena itu Manajemen Mutu mencakup juga Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Suatu Sistem Mutu Industri Farmasi yang tepat bagi pembuatan obat hendaklah menjamin bahwa: a. Realisasi



produk



mengimplementasikan,



diperoleh



dengan



mendesain,



merencanakan



memelihara dan memperbaiki system secara



berkesinambungan sehingga secara konsisten menghasilkan produk dengan atribut mutu yang tepat



7



b. Pengetahuan mengenai produk dan proses dikelola pada seluruh tahapan siklus hidup c. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memerhatikan ketentuan CPOB d. Kegiatan produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan mengacu pada ketentuan CPOB e. Tanggung jawab manajerial diuraikan secara jelas f. Pengaturan ditetapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar; seleksi dan pemantauan pemasok, dan untuk memverifikasi setiap pengiriman bahan berasal dari pemasok yang disetujui g. Proses tersedia untuk memastikan manajemen kegiatan alih daya (outsource) h. Kondisi pengawasan ditetapkan dan dipelihara dengan mengembangkan dan menggunakan sistem pemantauan dan pengendalian yang efektif untuk kinerja proses dan mutu produk i. Hasil pemantauan produk dan proses diperhitungkan dalam pelulusan bets, dalam investigasi penyimpangan, dan untuk menghindarkan potensi penyimpangan di kemudian hari dengan memperhitungkan tindakan pencegahannya j. Semua



pengawasan



yang



diperlukan



terhadap



produk



antara



dan



pengawasan selama-proses serta validasi dilaksanakan k. Perbaikan berkelanjutan difasilitasi melalui penerapan peningkatan mutu yang sesuai dengan kondisi terkini terhadap pengetahuan tentang produk dan proses l. Pengaturan tersedia untuk proses evaluasi prospektif terhadap perubahan yang telah direncanakan dan persetujuan terhadap perubahan sebelum diimplementasikan dengan memerhatikan laporan dan, di mana diperlukan, persetujuan dari badan pengawas obat dan makanan. m. Setelah pelaksanaan perubahan, evaluasi dilakukan untuk mengonfirmasi pencapaian sasaran mutu dan bahwa tidak terjadi dampak merugikan terhadap mutu produk 8



n. Analisis akar penyebab masalah yang tepat hendaklah diterapkan selama investigasi penyimpangan, dugaan kerusakan produk dan masalah lain o. Penilaian produk mencakup kajian dan evaluasi terhadap dokumen produksi yang relevan dan penilaian deviasi dari prosedur yang ditetapkan p. Obat tidak boleh dijual atau didistribusikan sebelum pemastian mutu meluluskan tiap bets produksi yang dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan dan pelulusan produk q. Pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani agar mutu tetap dipertahankan selama masa kedaluwarsa obat dan r. Tersedia proses inspeksi diri dan/atau audit mutu yang mengevaluasi efektivitas dan penerapan Sistem Mutu Industri Farmasi secara berkala. Manajemen puncak memiliki tanggung jawab paling tinggi untuk memastikan Sistem Mutu Industri Farmasi yang efektif tersedia, mempunyai sumber daya yang memadai dan bahwa peran, tanggung jawab, dan wewenang ditetapkan, dikomunikasikan dan diimplementasikan di seluruh organisasi. Sistem Mutu Industri Farmasi hendaklah ditetapkan dan didokumentasi. Manual Mutu atau dokumentasi setara hendaklah ditetapkan dan mengandung deskripsi sistem manajemen mutu termasuk tanggung jawab manajemen CPOB adalah bagian dari Manajemen Mutu yang memastikan obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan persyaratan Izin Edar, Persetujuan Uji Klinik atau spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Prinsip dasar CPOB adalah: a. Semua proses pembuatan obat ditetapkan secara jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang ditetapkan secara konsisten b. Tahap kritis dalam proses pembuatan, dan perubahan signifikan dalam proses divalidasi 9



c. Tersedia semua fasilitas CPOB yang diperlukan mencakup: 1) Personel terkualifikasi dan terlatih 2) Bangunan-fasilitas dengan luas yang memadai 3) Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai 4) Bahan, wadah dan label yang benar 5) Prosedur dan instruksi yang disetujui sesuai sistem mutu industri farmasi; 6) dan tempat penyimpanan dan transportasi memadai 7) Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada fasilitas yang tersedia d. Prosedur dan instruksi dilaksanakan dengan benar dan operator diberi pelatihan untuk menerapkannya. e. Pencatatan dilakukan selama pembuatan baik secara manual dan/atau dengan alat pencatat yang menunjukkan bahwa semua langkah pembuatan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan bahwa jumlah serta mutu produk sesuai yang diharapkan f. Setiap penyimpangan signifikan dicatat dengan lengkap, diinvestigasi dengan tujuan untuk menentukan akar masalah dan pelaksanaan tindakan korektif dan tindakan pencegahan yang tepat. g. Catatan



pembuatan



termasuk



distribusi



obat



yang



memungkinkan



ketertelusuran riwayat bets, disimpan dalam bentuk yang komprehensif dan mudah diakses h. Cara distribusi obat yang baik memperkecil risiko yang berdampak pada mutu obat. i. Sistem penarikan bets obat dari peredaran tersedia; danKeluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi serta tindakan tepat diambil terkait cacat produk dan pencegahan keberulangan keluhan. Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta mencakup organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan. Bahan tidak boleh diluluskan untuk digunakan dan 10



produk tidak boleh diluluskan untuk dijual atau didistribusi sampai mutunya dinilai memuaskan. Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua



obat



terdaftar,



termasuk



produk



ekspor,



dengan



tujuan



untuk



membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dengan spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya. Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian, komunikasi dan pengkajian risiko terhadap mutu obat. Proses ini dapat diaplikasikan baik secara proaktif maupun retrospektif. 2.



Personalia Pada industri farmasi, tentunya memiliki persyaratan personalia yang



harus terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas dalam pembuatan obat yang benar. Seluruh personel harus memahami prinsip CPOB yang menyangkut tugasnya serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan. Personel Kunci harus memenuhi persyaratan kualifikasi yang ditetapkan dalam regulasi nasional dan sebaiknya selalu hadir untuk melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan Izin Industri Farmasi. Manajemen puncak memiliki tanggung jawab tertinggi untuk memastikan efektivitas penerapan Sistem Mutu Industri Farmasi untuk mencapai sasaran mutu, dan, peran, tanggung jawab, dan wewenang. Manajemen puncak hendaklah menetapkan kebijakan mutu yang menguraikan keseluruhan maksud dan tujuan perusahaan terkait mutu dan sebaiknya memastikan kesesuaian dan efektivitas Sistem Mutu Industri Farmasi dan pemenuhan CPOB. Manajemen puncak hendaklah menunjuk personel kunci termasuk kepala produksi, kepala pengawasan mutu dan kepala Pemastian Mutu. Posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker purnawaktu. Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu harus independen satu terhadap yang lain.



11



Adapun tugas dan tanggung jawab masing-masing Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu adalah sebagai berikut: a. Tugas Kepala Pemastian Mutu dijelaskan dalam persyaratan nasional sebagai berikut: 1) Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu 2) Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan 3) Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala 4) Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu 5) Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok) 6) Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi 7) Memastikan pemenuhan persyaratan teknik dan/atau peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi 8) Mengevaluasi/mengkaji catatan bets 9) Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait. 10) Memastikan bahwa setiap bets produk jadi telah diproduksi dan diperiksa sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut dan sesuai dengan persyaratan Izin Edar 11) Tanggung jawab Kepala Pemastian Mutu dapat didelegasikan, tetapi hanya kepada personel yang berwenang. b. Tanggung jawab seorang Kepala Produksi adalah sebagai berikut: 1) Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. 2) Memberikan persetujuan terhadap prosedur yang terkait dengan kegiatan produksi dan memastikan bahwa prosedur diterapkan secara ketat. 3) Memastikan



bahwa



catatan



produksi



telah



dievaluasi



dan



ditandatangani oleh personel yang berwenang



12



4) Memastikan



pelaksanaan



kualifikasi



dan



pemeliharaan



bangunan



fasilitas serta peralatan di bagian produksi 5) Memastikan bahwa validasi yang tepat telah dilaksanakan 6) Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personel di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan. c. Kepala Pengawasan Mutu memiliki tanggung jawab sebagai berikut: 1) Memberi



persetujuan



terhadap



spesifikasi,



instruksi



pengambilan



sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain 2) Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan 3) Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak 4) Memastikan



pelaksanaan



kualifikasi



dan



pemeliharaan



bangunan



fasilitas serta peralatan di bagian produksi pengawasan mutu 5) Memastikan bahwa validasi yang tepat telah dilaksanakan 6) Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personel di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan 7) Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai hasil evaluasi. Kepala Produksi, Pengawasan Mutu dan Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) memiliki tanggung jawab bersama atau menerapkan bersama, semua aspek yang berkaitan dengan mutu termasuk khususnya desain, pelaksanaan, pemantauan dan pemeliharaan Sistem Mutu Industri Farmasi yang efektif. Hal ini termasuk, sesuai dengan peraturan Badan POM: a. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain termasuk amandemen b. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan c. Higiene pabrik d. Validasi proses e. Pelatihan f. Persetujuan dan pemantauan pemasok bahan. g. Persetujuan dan pemantauan terhadap industri farmasi pembuat obat kontrak dan penyedia kegiatan alih daya terkait CPOB lain h. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk 13



i. Penyimpanan catatan j. Pemantauan terhadap kepatuhan persyaratan CPOB k. Inspeksi, investigasi dan pengambilan sampel untuk pemantauan faktor yang mungkin berpengaruh terhadap mutu produk l. Ikut serta dalam pelaksanaan tinjauan manajemen terhadap kinerja proses, mutu produk dan Sistem Mutu Industri Farmasi dan mendorong perbaikan berkelanjutan m. Memastikan komunikasi yang tepat waktu dan efektif dan proses eskalasi berjalan untuk mengangkat permasalahan mutu ke tingkat manajemen yang tepat. n. Industri farmasi sebaiknya mengadakan pelatihan bagi seluruh personel yang karena tugasnya berada di area produksi dan gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personel teknik, pemeliharaan dan pembersihan). Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik Sistem Mutu Industri Farmasi dan CPOB, personel baru harus memperoleh pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan kepadanya berupa program pelatihan yang disetujui oleh Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu atau Kepala Pemastian Mutu, yang nantinya catatan pelatihan tersebut dapat disimpan. Untuk pelatihan spesifik diberikan kepada personel yang bekerja di area di mana kontaminasi menimbulkan bahaya, misalnya area bersih atau area penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik, bersifat infeksius atau menimbulkan sensitisasi. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi. Semua personel sebaiknya menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat proses perekrutan. Kewajiban industri farmasi adalah agar tersedia instruksi yang memastikan bahwa kesehatan personel yang dapat memengaruhi mutu produk harus diketahui perusahaan. Sesudah pemeriksaan kesehatan awal, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personel bila diperlukan. Oleh karena itu, setiap orang yang memasuki area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian pelindung sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan dan selalu diinstruksikan agar menggunakan sarana cuci tangan dengan baik. 14



3.



Bangunan dan Fasilitas Bangunan-fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,



konstruksi dilengkapi dan dipelihara sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain, Selain itu, tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama dan letak yang memadai, serta dirawat kondisinya untuk kemudahan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk menghindarkan kontaminasi dari lingkungan sekitar, seperti kontaminasi dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan, memperkecil risiko terjadi kontaminasi silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi dikelola, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Seluruh bangunan-fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan dipelihara dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan ditinjau secara teratur dan diperbaiki. Pasokan listrik, pencahayaan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak mengakibatkan dampak merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap obat selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap keakuratan fungsi dari peralatan. Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan rancang bangun dan penataan gedung adalah kesesuaian dengan kegiatan produksi, luasnya 15



ruang kerja, pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan. Rancang bangun dan penataan gedung harus memenuhi persyaratan: 1. Mencegah resiko tercampurnya obat atau komponen obat yang berbeda. 2. Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat dipisahkan dari ruang produksi obat. 3. Ruang terpisah untuk membersihkan alat yang dapat dipindah-pindahkan dan ruang untuk menyimpan bahan pembersih. 4. Kamar ganti pakaian berhubungan langsung dengan daerah produksi tetapi letaknya terpisah. 5. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi dan dilengkapi dengan ventilasi yang baik. Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa sehingga dapat mencegah pencemaran lingkungan di sekelilingnya seperti pencemaran udara, tanah dan air maupun terhadap kegiatan di sekitarnya. Permukaan bagian dalam ruangan seperti dinding, lantai dan langit-langit sebaiknya licin, bebas keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan harus dibuat dari bahan kedap air permukaan rata dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut-sudut antar dinding, lantai dan langitlangit harus berbentuk lengkungan. Saluran air limbah sebaiknya cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta ventilasi yang baik. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara, pipa- pipa dan saluran hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk. Bangunan harus mendapatkan penerangan yang cukup dan mempunyai ventilasi dengan fasilitas pengendali udara termasuk pengaturan suhu dan kelembaban untuk kegiatan dalam bangunan. Disamping itu tersedianya tenaga listrik yang memadai akan menjamin kelancaran fungsi peralatan produksi dan laboratorium. Pintu yang menghubungkan ruangan produksi dan lingkungan luar seperti pintu bahaya kebakaran hendaklah selalu ditutup rapat untuk mencegah masuknya cemaran. Seluruh bangunan termasuk daerah produksi, laboratorium, 16



gedung dan koridor serta daerah sekeliling gudang hendaknya dirawat agar senantiasa bersih dan rapi. Daerah penyimpanan barang harus cukup luas, terang serta tertata rapi untuk memungkinkan penyimpanan bahan produk dalam keadaan bersih dan teratur. Untuk mencegah terjadinya pencemaran yang berasal dari lingkungan dan sarana maka perlu: 1. Disiapkan ruang terpisah yang dirancang khusus untuk menghindari kontaminasi. 2. Kelas A atau kelas 100, berada di bawah aliran udara laminer dan memiliki efisiensi saringan udara akhir sebesar 99.995%. 3. Kelas B atau kelas 100, merupakan ruangan steril, kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk zona kelas A dan memiliki efisiensi saringan udara akhir sebesar 99.995%. 4. Kelas C atau kelas 10.000, merupakan ruang bersih, memiliki efisiensi saringan udara sebesar 99.95 %. 5. Kelas D atau kelas 100.000, adalah ruangan bersih, memiliki efisiensi saringan udara sebesar 99.95 % bila menggunakan sistem resirkulasi ditambah make-up air (10-20 % fresh air). 6. Kelas E adalah ruangan umum dan ruangan khusus, memiliki efisiensi saringan udara sebesar 99.95% bila menggunakan sistem resirkulasi ditambah make-up air (10-20 % fresh air). 7. Kelas F adalah ruangan pengemasan sekunder. 8. Kelas G adalah ruang gudang. Berbagai kegiatan persiapan komponen, pembuatan produk dan pengisian hendaklah dilakukan di ruang terpisah di dalam area bersih. Area bersih untuk pembuatan produk steril digolongkan berdasarkan karakteristik lingkungan yang dipersyaratkan. Tiap kegiatan pembuatan membutuhkan tingkat kebersihan ruangan



yang sesuai dalam keadaan operasional untuk meminimalkan



risikom kontaminasi oleh partikulat dan/atau mikroba pada produk dan/atau bahan yang ditangani.



17



Pembuatan produk steril hendaklah dilakukan di area bersih, memasuki area ini hendaklah melalui ruang penyangga udara untuk personel dan/atau peralatan dan bahan. Area bersih hendaklah dijaga tingkat kebersihannya sesuai standar kebersihan yang ditetapkan dan dipasok dengan udara yang telah melewati filter dengan efisiensi yang sesuai. Pada pembuatan produk steril dibedakan 4 Kelas kebersihan: 1. Kelas A: Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misal zona pengisian, wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis. Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) di tempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36-0,54 m/detik (nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar yang selalu terjaga hendaklah dibuktikan dan divalidasi. Aliran udara searah berkecepatan lebih rendah dapat digunakan padaisolator tertutup dan kotak bersarung tangan. 2. Kelas B: Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, Kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk zona Kelas A. 3. Kelas C dan D: Area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan yang mengandung risiko lebih rendah. Ruang bersih dan sarana udara bersih diklasifikasikan sesuai dengan EN ISO 14644-1. Klasifikasi hendaklah dibedakan dengan jelas dari pemantauan lingkungan pada saat operasional. Jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas dapat di lihat pada Tabel 1. Non Operasional



Operasional



Jumlah Max Partikel/m2 yang Diperbolehkan



Ukuran Partikel Kelas



≥ 0.5 µm



≥ 5 µm



≥ 0.5 µm



≥ 5 µm



A



3.520



20



3.520



20



B



3.520



29



3.520



2.900



C



352.000



2.900



3.520.000



29.000



D



3.520.000



29.000



Tidak Ditetapkan



Tidak Ditetapkan



18



E



3.520.000



29.000



Tidak Ditetapkan



Tidak Ditetapkan



Tabel 1. Jumlah partikulat yang dipersyaratkan di setiap ruangan Catatan: a. Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril. b. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril. c. Persyaratan lain untuk pembuatan produk steril dirangkum pada Aneks 1 Pembuatan Produk Steril. Bangunan suatu industri farmasi permukaan bagian dalam ruangan seperti dinding, lantai dan langit-langit hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaan yang rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding juga hendaklah kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut- sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan. 4.



Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan



konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-kebets dan untuk memudahkan pembersihan serta pemeliharaan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. a. Desain dan konstruksi 1) Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dikelola sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian batas



yang



ditentukan.



Peralatan



di



luar



manufaktur hendaklah didesain



sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah 19



dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber kontaminasi. 2) Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat dan mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan. 3) Pipa air suling, air deionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan. b. Pemasangan dan penempatan 1) Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk. Semua sabuk (belt) dan puli (pulley) mekanis terbuka hendaklah dilengkapi dengan pengaman. 2) Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain hendaklah dipasang sedemikian rupa agar mudah diakses pada tiap tahap proses. Pipa hendaklah diberi penandaan yang jelas untuk menunjukkan isi dan arah aliran. 3) Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas yang jelas. Nomor ini dicantumkan di dalam semua perintah dan catatan bets untuk menunjukkan unit atau peralatan yang digunakan pada pembuatan bets tersebut kecuali bila peralatan tersebut hanya digunakan untuk satu jenis produk saja.Peralatan yang rusak, jika memungkinkan, hendaklah dikeluarkan dari area produksi dan pengawasan mutu, atau setidaknya, diberi penandaan yang jelas. c. Pembersihan dan sanitasi peralatan 1) Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, 20



kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. 2) Metode



pembersihan



dengan



cara



vakum



atau



cara



basah



lebih



dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hatihati dan bila mungkin dihindarkan karena menambah risiko kontaminasi produk. Penyimpanan bahan pembersih hendaklah dilaksanakan dalam ruangan yang terpisah dari ruangan pengolahan. 3) Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat, divalidasi dan ditaati. Prosedur ini hendaklah dirancang agar kontaminasi peralatan oleh bahan pembersih atau sanitasi dapat dicegah. Prosedur ini hendaklah meliputi penanggung jawab pembersihan, jadwal, metode, peralatan dan bahan yang dipakai dalam pembersihan serta metode pembongkaran dan perakitan kembali peralatan yang mungkin diperlukan untuk memastikan pembersihan yang benar terlaksana. Jika perlu, prosedur juga meliputi sterilisasi peralatan, penghilangan identitas bets sebelumnya serta perlindungan peralatan yang telah bersih terhadap kontaminasi sebelum digunakan. 4) Catatan



mengenai



pelaksanaan



pembersihan,



sanitasi,



sterilisasi



dan



pemeriksaan sebelum penggunaan peralatan hendaklah disimpan secara benar. 5) Disinfektan dan deterjen hendaklah dipantau terhadap kontaminasi mikroba; enceran disinfektan dan deterjen hendaklah disimpan dalam wadah yang sebelumnya telah dibersihkan dan hendaklah disimpan untuk jangka waktu tertentu kecuali bila disterilkan. d. Pemeliharaan 1) Peralatan hendaklah dipelihara sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau kontaminasi yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk. Prosedur tertulis untuk pemeliharaan peralatan hendaklah dibuat dan dipatuhi. Pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal, waktu, 21



produk, kekuatan dan nomor setiap bets atau lot yang diolah dengan alat tersebut. 2) Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan, dan bila perlu disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau sisa bahan dari proses sebelumnya yang akan memengaruhi mutu produk termasuk produk antara di luar spesifikasi resmi atau spesifikasi lain yang telah ditentukan. 3) Bila peralatan digunakan untuk membuat produk secara kontinu dan secara kampanye pada bets yang berurutan dari produk dan produk antara yang sama, peralatan hendaklah dibersihkan dalam tenggat waktu yang sesuai untuk mencegah penumpukan dan sisa kontaminan (misal: hasil urai atau tingkat mikroba yang melebihi batas). 4) Peralatan umum (tidak dikhususkan) hendaklah dibersihkan setelah digunakan memproduksi produk yang berbeda untuk mencegah kontaminasi-silang. 5) Peralatan hendaklah diidentifikasi isi dan status kebersihannya dengan cara yang baik. 6) Buku log untuk peralatan utama dan kritis hendaklah dibuat untuk pencatatan validasi pembersihan dan pembersihan yang telah dilakukan termasuk tanggal dan personel yang melakukan kegiatan tersebut. 5.



Produksi Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah



ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. 1.



Produksi hendaklah dilakukan dan disupervisi oleh personel yang kompeten



2.



Seluruh penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.



3.



Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah dibersihkan di mana perlu dan diberi penandaan dengan data yang diperlukan. Kerusakan wadah dan 22



masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian Pengawasan Mutu. 4.



Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi.



5.



Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani seperti penerimaan bahan awal. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi seperti yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara rapi dan teratur untuk memudahkan segregasi antar bets dan rotasi stok.



6.



Pemeriksaan hasil nyata dan rekonsiliasi jumlah hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah ditetapkan.



7.



Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara bersamaan atau berurutan dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadi kecampurbauran ataupun kontaminasi silang.



8.



Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap kontaminasi mikroba atau kontaminasi lain pada tiap tahap pengolahan.



9.



Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan tindakan khusus untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal ini terutama dilakukan pada penanganan bahan yang sangat berbahaya, mencakup bahan yang sangat aktif atau menyebabkan sensitisasi.



10. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahap proses produksi. 11. Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan dengan format yang telah ditetapkan. Label berwarna sering kali sangat membantu untuk menandakan status (misal: karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain). 23



12. Akses ke bangunan-fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personel yang berwenang. Dalam produksi obat di Industri Farmasi wajib memperhatikan: a. Bahan awal Seleksi, kualifikasi, persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan awal, pembelian dan penerimaannya, hendaklah didokumentasikan sebagai bagian dari sistem mutu industri farmasi. Tingkat pengawasan hendaklah proporsional dengan risiko yang ditimbulkan oleh masing- masing bahan, dengan mempertimbangkan sumbernya, proses pembuatan, kompleksitas rantai pasokan, dan penggunaan akhir di mana bahan tersebut digunakan dalam produk obat. Bukti pendukung untuk setiap persetujuan pemasok/bahan hendaklah disimpan. Personel yang terlibat dalam kegiatan ini hendaklah memiliki pengetahuan terkini tentang pemasok, rantai pasokan, dan risiko yang terkait. Jika memungkinkan, bahan awal hendaklah dibeli langsung dari pabrik. Persyaratan mutu bahan awal yang ditetapkan oleh pabrik pembuat hendaklah didiskusikan dan disepakati bersama pemasok. Aspek produksi, pengujian dan pengawasan yang tepat, termasuk persyaratan penanganan, pelabelan, persyaratan pengemasan dan distribusi, serta prosedur keluhan, penarikan, penolakan hendaklah didokumentasikan dalam perjanjian mutu atau spesifikasi yang resmi. Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut: 1) nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan; 2) nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan; 3) status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak); dan 4) tanggal kedaluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu b. Validasi Apabila suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru diadopsi, hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan 24



menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. c. Pencegahan kontaminasi silang Kontaminasi bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain hendaklah dicegah. Risiko kontaminasi silang ini dapat timbul akibat tidak terkendali debu, gas, uap, aerosol, bahan genetis atau organism dari bahan aktif, bahan lain (bahan awal maupun yang sedang diproses), dan produk yang sedang diproses, residu yang tertinggal pada alat, dan pakaian kerja serta kulit operator. Risiko tersebut di atas hendaklah dinilai. Tingkat risiko kontaminasi dapat bervariasi tergantung dari sifat kontaminan dan produk yang terkontaminasi. Di antara kontaminan yan paling berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi tinggi, preparat



biologis



yang mengandung mikroba hidup, hormone tertentu, bahan



sitotoksik, dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yang paling terpengaruh oleh kontaminasi silang adalah sediaan parenteral atau yang diberikan pada luka terbuka dan sediaan yang diberikan dalam dosis besar dan/atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang panjang. d. Sistem penomoran bets/lot Hendaklah tersedia sistem



yang menjelaskan secara rinci penomoran



bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan. Sistem penomoran bets/lot menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan. e. Penimbangan-penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Pengendalian



terhadap



pengeluaran



bahan



dan



produk



tersebut



untuk



25



produksi, dari gudang, area penyerahan, atau antar bagian produksi, adalah sangat penting. f. Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan tidak boleh dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. g. Pengawasan selama proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam-proses. Prosedur tertulis untuk pengawasan selama proses hendaklah dipatuhi. Prosedur



tersebut



menjelaskan



titik



pengambilan



sampel,



frekuensi



pengambilan sampel, jumlah sampel yang diambil, spesifikasi yang harus diperiksa dan batas penerimaan untuk tiap spesifikasi. h. Karantina dan penyerahan produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. Prosedur tertulis hendaklah mencantumkan cara transfer produk jadi ke area karantina, cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh pelulusan, dan cara transfer selanjutnya ke gudang produk jadi.



26



Pelulusan akhir produk hendaklah didahului dengan penyelesaian yang memuaskan dari paling tidak hal sebagai berikut: 1) Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan; 2) Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi untuk pengujian di masa mendatang; 3) Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu; 4) Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima; dan 5) Produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang. 6) Setelah pelulusan suatu bets/lot oleh bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), produk tersebut hendaklah disimpan sebagai stok yang dapat digunakan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh industry farmasi. Untuk sistem manual, produk dapaT dipindahkan dari area karantina ke gudang produk jadi. i. Catatan pengendalian pengiriman obat Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Sistem distribusi hendaklah menghasilkan catatan sedemikian rupa sehingga distribusi tiap bets/lot obat dapat segera diketahui untuk mempermudah penyelidikan atau penarikan jika



diperlukan.



Prosedur



tertulis



mengenai



distribusi



obat hendaklah



dibuat dan dipatuhi. Penyimpangan terhadap konsep First-In First- Out (FIFO) atau First-Expire First-Out (FEFO) hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan manajemen yang bertanggung jawab. j. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko kecampurbauran atau kontaminasi serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Semua bahan dan produk hendaklah disimpan 27



secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko kecampurbauran atau kontaminasi serta memudahkan pemeriksaan



dan



sekelilingnya.



Bahan



dan



produk



hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus hendaklah disediakan. k. Keterbatasan pasokan produk akibat kendala proses pembuatan Industri farmasi atau pemilik Izin Edar hendaklah melapor kepada otoritas terkait dalam waktu yang tepat, setiap kendala dalam kegiatan pembuatan yang dapat mengakibatkan keterbatasan/ketergangguan pasokan. Otoritas terkait yang dimaksud adalah Kementerian Kesehatan dan Badan POM. 6.



Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan



dan manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen ini menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari Industri Farmasi ke distributor. Mutu obat dapat dipengaruhi oleh kekurangan pengendalian yang diperlukan terhadap kegiatan selama proses penyimpanan dan pengiriman. Personel kunci yang terlibat dalam penyimpanan dan pengiriman obat hendaklah memiliki kemampuan dan pengalaman yang sesuai dengan tanggung jawab mereka untuk memastikan bahwa obat disimpan dan dikirimkan dengan tepat. Bagian gudang hendaklah termasuk dalam struktur organisasi industri farmasi. Tanggung jawab, kewenangan dan hubungan timbal-balik semua personel hendaklah ditunjukkan dengan jelas. Tiap personel tidak boleh dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu produk. Hendaklah tersedia aturan untuk memastikan bahwa manajemen dan personel tidak mempunyai konflik kepentingan dalam aspek komersial, politik, keuangan dan tekanan lain yang dapat memengaruhi mutu pelayanan yang diberikan. Tanggung jawab dan kewenangan tiap personel hendaklah didefinisikan secara jelas dalam uraian tugas tertulis dan dipahami oleh personel terkait. Hendaklah tersedia prosedur 28



keselamatan yang berkaitan dengan semua aspek yang relevan, misal, keamanan personel dan sarana, perlindungan lingkungan dan integritas produk. Obat hendaklah ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk mencegah kontaminasi, kecampurbauran dan kontaminasi silang. Area penyimpanan hendaklah diberikan pencahayaan yang memadai sehingga semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman. Obat hendaklah disimpan dan diangkut dengan memenuhi prosedur sedemikian hingga kondisi suhu dan kelembaban relatif yang tepat dipertahankan, misal menggunakan cold chain untuk produk yang tidak tahan panas. Penyimpanan dan pengangkutan produk yang tidak tahan panas dapat mengacu pada dokumen WHO Model Guidance for



the



Storage



and



Transport



of



Time



and



Temperature–Sensitive



Pharmaceutical Products atau pedoman internasional lain yang setara. Seluruh obat hendaklah disimpan dan dikirimkan dalam wadah pengiriman yang tidak mengakibatkan efek merugikan terhadap mutu produk, dan memberikan perlindungan yang memadai terhadap pengaruh eksternal, termasuk kontaminasi. Semua keluhan dan informasi lain tentang kemungkinan kerusakan dan kemungkinan pemalsuan obat hendaklah dikaji dengan seksama sesuai dengan prosedur tertulis mengenai tindakan yang perlu dilakukan, termasuk tindakan penarikan obat jika diperlukan. 7.



Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB untuk



memberikan kepastian bahwa prosuk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi obat jadi.Pengawasan tidak terbatas pada kegiatan Laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidak tergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitik yang dialkukan di Laboratorium termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan 29



pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiannya. Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa: 1. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanannya. 2. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang di tetapkan dan telah di validasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi, dokementasi, dan produksi. 3. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan Laboratorium terhadap suatu bets obat telah di laksanakan dan bets tersebut memenuhi spsifikasi yang di tetapkan sebelum di distribusikan 4. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang di tetapkan. Area Laboratorium pengujian mutu hendaklah terpisah secara fisik dari ruang produksi agar terbebas dari sumber cemaran maupun getaran yang dapat berpengaruh terhadap hasil pengujian. Laboratorium fisiko kimia, mikriobiologi, hendaklah terpisah satu sama lain karena perbedaan jenis pengujian, peralatan bahan-bahan penguji yang terdapat disetiap laboratorium. Kegiatan bagian pengawasan mutu yang dipersyaratkan dalam CPOB adalah sebagai berikut: a. Penanganan baku pembanding b. Penyusunan spesifikasi dan prosedur pengujian c. Penanganan contoh tertinggal d. Validasi e. Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi meliputi spesifikasi, pengambilan contoh, pengujian untuk bahanbahan tersebut, serta in process control. f. Pengujian ulang bahan yang diluluskan g. Pengujian stabilitas 30



h. Penanganan terhadap keluhan produk dan produk kembalian. Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang dilakukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dan produk-produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperluhkan. 8.



Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Persetujuan Pemasok Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan



dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya juga bila menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin pada situasi khusus, misalnya bila terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi diri dapat dilakukan oleh setiap bagian sesuai dengan kebutuhan pabrik, namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Semua hasil inspeksi diri dicatat dan laporan tersebut hendaknya mencakup: 1. Semua hasil pengamatan dilakukan selama inspeksi 2.



Bila memungkinkan saran untuk tindakan perbaikan. Pernyataan dari tindakan yang dilakukan hendaklah dicatat. Audit mutu berfungsi sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu tersebut



meliputi pemerikasaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar/independen atau dapat juga oleh suatu tim yang dibentuk khusus oleh manajemen perusahaan. Pemberian persetujuan pemasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi merupakan tanggung jawab kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) bersama bagian lain yang terkait. Daftar pemasok yang 31



disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas disiapkan dan ditinjau ulang. Evaluasi hendaklah dilkukan sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan kedalam daftar pemasok. Evaluasi tersebut hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. 9.



Penanganan Keluhan Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian Keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi



kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Personil yang bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan tindakan yang hendak dilakukan harus memahami cara penanganan seluruh keluhan, penyelidikan atau penarikan kembali produk. Penanganan keluhan dan laporan serta hasil evaluasi penyelidikan beserta tindak lanjut yang dilakukan harus dicatat dan dilaporkan kepada manajemen. Tindak lanjut setelah penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan keluhan berupa: 1) Tindakan perbaikan 2) Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan. 3) Tindakan lain yang tepat. Pelaksanaan penarikan kembali: a) Tindakan penarikan kembali produk dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan; b) Pemakaian produk yang beresiko tinggi terhadap kesehatan, dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali menjangkau sampai tingkat konsumen; c) Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industry farmasi, menjamin bahwa embargo dan penarikan kembalu dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas.



32



d) Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi. 10. Dokumentasi Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari sistem pemastian mutu dan merupakan kunci untuk pemenuhan persyaratan CPOB. Berbagai jenis dokumen dan media yang digunakan hendaklah sepenuhnya ditetapkan dalam Sistem Mutu Industri Farmasi. Tujuan utama sistem dokumentasi adalah untuk membangun, mengendalikan, memantau dan mencatat semua kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berdampak pada semua aspek kualitas obat. Ada dua jenis dokumentasi utama yang digunakan untuk mengelola dan mencatat pemenuhan CPOB: prosedur/instruksi (petunjuk, persyaratan) dan catatan/laporan. Pelaksanaan dokumentasi yang tepat hendaklah diterapkan sesuai dengan jenis dokumen. Dokumentasi CPOB yang diperlukan (berdasarkan jenis) Dokumen Induk Industri Farmasi (DIIF): Dokumen yang menjelaskan tentang aktivitas terkait CPOB. a. Jenis instruksi (petunjuk, atau persyaratan): a) Spesifikasi: menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. b) Dokumen produksi induk, Formula Pembuatan, Prosedur Pengolahan, Prosedur Pengemasan, Instruksi dan atau Metode Analisis: menyajikan rincian bahan awal, peralatan dan sistem komputerisasi yang akan digunakan dan menjelaskan semua prosedur pengolahan, pengemasan, pengambilan sampel dan



pengujian.



Pengawasan



selama-proses



dan



Process



Analytical



Technologies (PAT) yang akan digunakan hendaklah ditentukan dimana diperlukan bersama kriteria keberterimaannya. c) Prosedur:



(disebut



juga



Prosedur



Tetap



atau



Protap),



memberikan



petunjuk cara pelaksanaan suatu kegiatan tertentu. 33



d) Protokol (kualifikasi, validasi, uji stabilitas, dll): Memberikan instruksi untuk melakukan dan mencatat kegiatan tertentu. e) Perjanjian Teknis: kesepakatan antara pemberi kontrak dan penerima kontrak untuk kegiatan alih daya. b. Jenis Catatan/Laporan: 1) Catatan: menyajikan bukti dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk membuktikan pematuhan terhadap instruksi, misal kegiatan, kejadian, investigasi, dalam hal bets yang dibuat, merupakan riwayat setiap bets produk, termasuk distribusinya. Catatan meliputi data mentah yang digunakan untuk menghasilkan



catatan



lain.



Untuk



catatan



elektronik yang mengatur



pengguna hendaklah ditentukan data mana yang akan digunakan sebagai data mentah. Paling tidak, semua data yang menjadi dasar keputusan kualitas hendaklah didefinisikan sebagai data mentah konfirmasi dari Kepala Pemastian Mutu dari Penerima Kontrak, bahwa semua produk dan bahan yang dikirim oleh Penerima Kontrak telah diproses sesuai dengan CPOB dan Izin Edar. 2) Sertifikat Analisis: berisi ringkasan hasil pengujian sampel atau bahan termasuk evaluasi untuk memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan. 3) Laporan:



mendokumentasikan



pelaksanaan



kegiatan-kegiatan



tertentu,



pelaksanaan proyek atau penyelidikan tertentu, dilengkapi hasil, kesimpulan dan rekomendasi. 11. Kegiatan alih daya Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB yang dialihdayakan hendaklah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk menghindarkan kesalahpahaman



yang dapat menghasilkan produk atau



pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak yang secara jelas menentukan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak. Sistem Mutu Industri Farmasi dari Pemberi Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala Pemastian Mutu. Pembuatan obat alih daya di Indonesia



34



hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang berlaku yang diterbitkan oleh Badan POM. a. Pemberi kontrak Proses ini hendaklah memasukkan prinsip manajemen risiko mutu termasuk sebelum kegiatan alih daya dilaksanakan, Pemberi Kontrak bertanggung jawab untuk menilai legalitas, kesesuaian dan kompetensi Penerima Kontrak untuk dapat dengan sukses melaksanakan kegiatan alih daya. Pemberi kontrak juga bertanggung jawab untuk memastikan, melalui kontrak, bahwa semua prinsip dan Pedoman CPOB diikuti. Pemberi



Kontrak



hendaklah



menyediakan



semua



informasi



dan



pengetahuan yang diperlukan kepada Penerima Kontrak untuk melaksanakan pekerjaan yang dialihdayakan secara benar sesuai peraturan yang berlaku dan Izin Edar produk terkait. Kepala Pemastian Mutu Pemberi Kontrak hendaklah bertanggung jawab untuk mengkaji dan menilai semua catatan dan hasil yang terkait dengan kegiatan alih daya; dan memastikan, baik sendiri maupun berdasarkan konfirmasi dari Kepala Pemastian Mutu dari Penerima Kontrak, bahwa semua produk dan bahan yang dikirim oleh Penerima Kontrak telah diproses sesuai dengan CPOB dan Izin Edar. b. Penerima kontrak Penerima Kontrak hendaklah dapat melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh



Pemberi



Kontrak



dengan



memuaskan



misal



memiliki bangunan-



fasilitas, peralatan, pengetahuan, pengalaman, dan personel yang kompeten. Penerima Kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk, bahan dan transfer pengetahuan yang diterima sesuai dengan tujuan alih daya. c. Kontrak Kontrak tertulis hendaklah dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak dan jalur komunikasi terkait dengan kegiatan alih daya. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh personel yang memiliki kompetensi dan pengetahuan yang sesuai dengan kegiatan alih daya dan CPOB. Semua pengaturan kegiatan alih



35



daya harus sesuai dengan peraturan dan Izin Edar produk terkait dan disetujui oleh kedua belah pihak. 12. Kualifikasi dan Validasi CPOB mengisyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas serta mencakup sekurang-kurangnya kebijakan vailidasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, proses yang akan divalidasi, format dokumen, format protokol, laporan validasi, perencanaaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan, serta acuan dokumen yang digunakan. RIV dapat dibuat tersendiri untuk suatu proyek besar dan/atau kompleks, misalnya bangunan dan fasilitas baru, sistem HVAC, sistem pengolahan air dan sistem komputerisasi, fasilitas β-laktam, fasilitas steril, validasi metode analisis, validasi pembersihan atau digabungkan kedalam satu dokumen RIV. 1. Kualifikasi a. Kualifikasi desain (Design Qualification) adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan. b. Kualifikasi instalasi (Installation Quallification) dilakukan terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru atau yang dimodifikasi. c. Kualifikasi operasional (Operational Quallification) hendaklah mencakup pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, sistem dan peralatan. d. Kualifikasi kinerja (Performance Quallification) hendaklah mencakup pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang 36



memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan peralatan. e. Kualifikasi



fasilitas,



peralatan



dan



sistem



terpasang



yangtelah



operasional yaitu duatu tindakan yang terdokumentasi untuk memastikan parameter ovperasional dan batas variable kritis pengorganisasian alat, kalibrasi, pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan pelatihan operator. 2. Validasi proses a. Validasi prospektif`adalah validasi proses yang dilakukan sebelum produk dipasarkan. b. Validasi konkuren adalah validasi yang dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan. c. Validasi retrospektif adalah validasi terhadap proses yang sudah berjalan. 3. Validasi pembersihan Validasi



Pembersihan



hendaklah



dilakukan



untuk



konfirmasi



efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk,



bahan



pembersih



dan



pencemaran



mikroba,



secara



rasional



hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. 4. Validasi metode analisis Validasi metode analisis bertujuan untuk mengetahui bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaannya. Metode analisa yang divalidasi antara lain: uji identifikasi, penetapan kadar, dan uji impuritas. D. Sistem Pendukung 1. Sistem Pengolahan Limbah Semua sarana termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang, dan daerah sekitar gudang sebaiknya dijaga agar senantiasa dalam keadaaan bersih dan rapi. Saluran pembuangan sebaiknya berukuran layak, memiliki bak kontrol, saluran yang terbuka dan dangkal agar mudah dibersihkan. Sumber pencemaran limbah farmasi antara lain: a) Limbah padat 37



Sumber pencemaran limbah padat berasal dari debu atau serbukobat dari sistem pengendali debu (dust collector), obat rusak, obat kadaluarsa, obat substandart (reject), kertas, karton, plastik bekas, botol, dan aluminium foil. Adapun



yang



menjadi



tolak



ukur



dampak



limbah



padat



SKMENLHNo.50/MENLH/1995 tentang baku mutu tingkat kebauan lingkungan pabrik yang bersih, tidak berbau, tidak ada limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), sampah tertata rapi. Upaya pengelolaan limbah padat: 1) Sampah domestik dibuatkan tempat sampah. 2) Debu/sisa serbuk obat, obat rusak/kadaluarsa dibakar di insenerator. b) Limbah cair 1) Pembuatan saluran drainase sesuai dengan sumber limbah o Saluran air hujan langsung dialirkan keselokan umum. o Saluran dari kamar mandi/WC langsung dialirkan ke septic tank. o Saluran



dari



tempat



pencucian



alat-alat



atai



sisa



produksi



dan



laboratorium dialirkan IPAL. 2) Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL) Metode pengolahan limbah cair meliputi beberapa cara: o Dillution (pengenceran), air limbah dibuang ke sungai, danau, rawa atau laut agar mengalami pengenceran dan konsentrasi polutannya menjadi rendah atau hilang. Cara ini dapat mencemari lingkungan bila limbah tersebut mengandung bakteri patogen, larva, telur cacing atau bibit penyakit yang lain. Cara ini boleh dilakukan dengan syarat bahwa air sungai, waduk atau rawa tersebut tidak dimanfaatkan untuk keperluan lain, volume airnya banyak sehingga pengenceran bisa 30-40 kalinya, air tersebut harus mengalir. o Sumur



resapan,



yaitu



sumur



yang



digunakan



untuk



tempat



penampungan air limbah yang telah mengalami pengolahan dari sistem lain. Air tinggal mengalami peresapan kedalam tanah, dan sumur dibuat pada tanah porous, diameter 1-2,5 m dan kedalaman 2,5 m. Sumur ini bisa dimanfaatkan 6-10 tahun.



38



o Septic



tank,



merupakan



metode



terbaik



untuk



mengelola



air



limbah walaupun biayanya mahal, rumit dan memerlukan tanah yang luas. Septic tank memiliki 4 bagian ruang. Tahapan pengolahan, yaitu sebagai berikut: 1) Ruang pembusukan, air kotor akan bertahan 1-3 hari dan akan mengalami proses pembusukan sehingga menghasilkan gas, cairan dan lumpur (sludge). 2) Ruang lumpur, merupakan ruang tempat penampungan hasil proses pembusukan yang berupa lumpur. 3) Dosing chamber, didalamnya terdapat siphon Mc Donald yang berfungsi sebagai pengatur kecepatan air yang akan dialirkan kebidang resapan agar merata. 4) Bidang resapan, bidang yang menyerap cairan keluar dari dosing chamber serta menyaring bakteri maupun mikroorganisme yang lain. c) Limbah gas Sumber pencemaran limbah gas/udara berasal dari debu selama proses produksi, uap lemari asam di laboratorium, pelarut uap, proses film coating, asap dari pemanas uap (steam boiler), generator listrik dan incinerator. Adapun yang menjadi tolak ukur dampak limbah gas adalah SKMENLHNo.13/MENLH/1995 tentang baku mutu emisi sumber tidak bergerak. Pemantauan kualitas udara di dalam dan di luar lingkungan industri meliputi H2S, NH3, SO2, CO, NO, TPS (debu), dan Pb. Upaya pengelolaan limbah gas: a. Lemari asam dilengkapi dengan exhaust fan dan cerobong asap ± 6 m2 yang dilengkapi dengan absorbent. b. Solvent diruang coating digunakan dustcollector (wetsystem). c. Debu disekitar mesin produksi dipasang penyedot debu Asap dari genset dan insenerator dibuat cerobong asap ± 6m 2. Sistem Pengolahan Air Sistem pengolahan air adalah suatu sistem/unit/sarana penunjang kritis yang digunakan untuk mengelolah air agar memenuhi persyaratan mutu untuk bahan baku obat, sehingga obat akan memenuhi persyaratan CPOB. Sistem pengelolahan air ini diperlukan untuk: 39



a. Agar air yang digunakan dalam proses produksi memenuhi persyaratan CPOB. b. Untuk memurnikan air yang terdapat didalam tanah, karena air yang berada dalam tanah bukanlah air yang murni. Sistem pengolahan air secara umum berlangsung sebagai berikut: 1) Raw water berasal dari air sumur artesis (sumur dalam) dengan kedalaman ± 100 m 2) Raw water yang masih memiliki banyak kontaminan masuk ke multimedia filter untuk menghilangkan lumpur, endapan dan partikel-partikel yang terdapat pada raw water 3) Kemudian masuk ke active carbon filter, dimana karbon aktif adalah karbon yang telah diaktifkan dengan menggunakan uap bertekanan tinggi/CO2 yang berasal dari bahan yang memiliki daya adsorbsi yang sangat tinggi. Active carbon berfungsi sebagai pre-treatment sebelum proses deionisasi untuk menghilangkan klorin.



Gambar 1. Purified Water System 4) Setelah itu, air masuk ke water softener filter yang berisi resin anionik yang berfungsi untuk menghilangkan dan atau menurunkan kesadahan air dengan



40



cara mengikat ion Ca2+ dan ion Mg2+ yang menyebabkan tingginya tingkat kesadahan air. 5) Kemudian menuju HE (Heating Exchanger) yaitu alat penukar panas yang dapat digunakan untuk memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida lain. 6) Dari HE masuk ke micron filter water untuk menghilangkan partikelpartikel berukuran lebih kecil yang masih ada di dalam air. 7) Kemudian masuk ke reverse osmosis, yaitu teknik pembuatan air murni (purified water) yang dapat menurunkan hingga 95% Total Dissolve Solids (TDS) di dalam air. RO terdiri dari lapisan filter yang sangat halus hingga 0,0001 mikron. 8) Kemudian melewati Electronic De-Ionization (EDI) yaitu perkembangan dari ion exchange dimana sebagai pengikat ion + dan ion – dipakai juga elektroda disamping resin. Elektroda ini dihubungkan dengan arus listrik searah sehingga proses pemurnian air dapat berlangsung terus-menerus tanpa perlu regenerasi. 9) Setelah melewati EDI, selanjutnya purified water yang dihasilkan ditampung dalam tanki penampungan (strorage tank) yang dilengkapi dengan CIP (cleaning in place) dan looping system dan siap didistribusikan ke ruang produksi. 3. Sistem Pengolahan Udara Sistem Tata Udara atau Heating Ventilation and Air Conditioning (HVAC) adalah suatu sarana penunjang kritis atau suatu system penunjang udara yang digunakan untuk mengendalikan kondisi/parameter udara seperti kelembaban, suhu, mikroorganisme, dan partikel-partikel dalam pergantian udara perjam agar memenuhi standar atau persyaratan CPOB. HVAC diperlukan dalam suatu industri farmasi karena, apabila tidak menggunakan HVAC maka udara tidak memenuhi persyaratan CPOB, dan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Ada pula beberapa tujuan penggunaan HVAC, yaitu: a. Untuk melindungi produk dari pengaruh kotoran-kotoran diudara b. Untuk melindungi personil dan membuat nyaman pekerja 41



c. Untuk melindungi lingkungan, baik lingkungan dalam dan luar. Terdapat dua sistem tata udara, yaitu sistem tata udara full fresh air 100% dan sistem tata udara resirkulasi. Sistem udara full fresh air 100% dengan aliran udara yang digunakan yang bersifat turbulen. Sistem udara full fresh air ini menyaring udara yang masuk 100% dan akan dikeluarkan lagi sebanyak 100%, sehingga beban filter dalam bekerja akan lebih besar. Sedangkan sistem tata udara resirkulasi adalah suatu system tata udara dimana udara yang masuk 100% dikeluarkan hanya sebagian, dan sisanya disimpan disistem sehingga beban filter tidak berat. Adapula beberapa komponen HVAC, yaitu dapat di lihat pada Tabel 2. No



Komponen



1.



Fan



2.



Filter



3.



Ducting



4.



Dumper



5. 6.



Difuser Heating



7.



Cooling Coil



Kegunaan Digunakan untuk mengetahui volume udara yang Disuplai Menyaring udara yang dikeluarkan oleh blower Berfungsi menyalurkan udara dari blower kedalam Ruangan Mengatur besarnya tekanan udara yang akan masuk kedalam ruangan Digunakan untuk mensuplai udara dan untuk menerima udara kembali Digunakan untuk mengatur udara yang masuk ke dalam ruangan. Digunakan untuk mengatur suhu, kelembaban, dan selisih tekanan udara.



Tabel 2. Komponen penyusun HVAC



4. Sistem K3 Berdasarkan Peraturan Perundangan No 1 tahum 1970 ditetapkan syaratsyarat keselamatan kerja untuk: 1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan 2) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran 3) Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan 4) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya 5) Memberi pertolongan pada kecelakaan 6) Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja 7) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran



42



8) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan 9) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai 10) Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik 11) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup. 12) Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban 13) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya 14) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang 15) Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan 16) Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang 17) Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya 18) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan



yang



bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tingg



43



BAB III TINJAUAN UMUM TEMPAT PKPA A. Sejarah Lembaga farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat atau yang dahulu bernama Militaire Scheikundig Laboratorium (MSL), merupakan lembaga yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1818 di Jakarta. Pada tanggal 28 Oktober 1928 pindah ke Bandung. Lembaga tersebut berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan yang dibutuhkan oleh tentara Belanda. Pada tanggal 1 Juni 1950, dilaksanakan serah terima MSL berdasarkan telegrafisch order No. 13579 tanggal 8 Mei 1950 dari chiefgenerale staf van de nederlandse strijdkratchten in Indonesia, yang menjadi dasar dalam penetapan hari jadi Lafi Ditkesad.



Selanjutnya



dengan



Surat



Keputusan



Kapuskesad



Nomor:



Skep/23/I/1997 tanggal 31 Januari 1997 ditetapkan tanggal 1 Juni sebagai hari jadi Lafi Ditkesad. Lembaga ini diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dan dibagi menjadi dua bagian, yakni Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD) dan Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat Angkatan Darat (DOAD). Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Kesehatan Angkatan Darat No. KPTS/61/10/IX/1960 tanggal 13 September 1960, terhitung mulai tanggal 8 Juni 1960 LKAD dan DOAD disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFI AD). Pada tanggal 15 Oktober 1970, LAFI AD dipisah kembali menjadi dua bagian, yaitu: 1) LAFI AD, yang selanjutnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan Angkatan Darat (LAFI Jankesad). 2) DOAD, yang selanjutnya menjadi Depot Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan kemudian



menjadi



Depot



Pusat



Perbekalan



Kesehatan



Jawatan



Kesehatan Angkatan Darat (Dopusbekkes Jankesad). Pada tahun 1985, LAFI Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad disatukan kembali menjadi LAFI Puskesad dan pada tanggal 1 April 2005, LAFI Puskesad



44



dipisah kembali menjadi LAFI Puskesad dan Gudang Pusat (Gupus) II Puskesad. Pada awalnya, kegiatan produksi LAFI Puskesad dilakukan di Jalan Gudang Utara No. 25 Bandung dengan luas tanah 6.562 m2 dan luas bangunan 3.382 m2. Berdasarkan hasil evaluasi Direktur Jenderal Balai Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sarana fasilitas produksi di tempat tersebut belum memenuhi persyaratan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman CPOB dan Surat Keputusan Dirjen POM No. 544/A/SK/XII/1989 tentang penerapan CPOB. Oleh sebab itu, pada tahun 1995 diajukanlah Rencana Induk Pembangunan (RIP) LAFI Puskesad dengan lokasi di Jalan Gudang Utara No. 26 Bandung dengan luas tanah 12.152 m2 dan luas bangunan 6.087,25 m2. Gedung baru LAFI Puskesad dirancang sesuai dengan persyaratan CPOB. Pada tanggal 28 Februari 1996, RIP tersebut mendapat persetujuan dari Dirjen POM Depkes RI dengan surat No. 02.01.2.4.96.665. Barulah pada tahun 1997 dimulai pembangunan sarana fasilitas LAFI Puskesad sesuai dengan RIP yang sudah disetujui tersebut. Pada tahun 2000, LAFI Puskesad telah berhasil mendapatkan empat sertifikat CPOB untuk sediaan antibiotik β-laktam, selanjutnya pada tahun 2001 diperoleh satu sertifikat CPOB untuk sediaan serbuk injeksi steril antibiotik β-laktam dan turunannya, serta pada tanggal 1 Juni 2006 diperoleh lima sertifikat CPOB untuk fasilitas non β-laktam yaitu sediaan tablet biasa non-antibiotika, tablet salut non-antibiotika, kapsul keras non-antibiotika, serbuk oral non-antibiotika dan cairan obat oral non-antibiotika. Saat ini (2015) LAFI Puskesad hanya memiliki empat sertifikat CPOB untuk sediaan non βlaktam yaitu untuk sediaan tablet biasa, kapsul keras, serbuk oral, dan cairan obat luar non-antibiotika, sedangkan untuk sediaan tablet salut sudah disatukan dengan sertifikat tablet biasa menjadi satu sertifikat, yaitu sertifikat tablet biasa dan tablet salut non-antibiotika.



45



B. Visi dan Misi Lembaga yang bertanggung jawab dalam menyediakan obat-obatan bagi keperluan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD), Lafi Puskesad memiliki visi dan misi sebagai berikut : 6. Visi Menjadi salah satu lembaga produksi yang mampu memenuhi kebutuhan obat bermutu bagi TNI dan masyarakat. 7. Misi a) Mampu memenuhi kebutuhan obat DUKKES dan YANKES TNI-AD b) Pusat Litbang dan informasi obat TNI-AD c) Mampu menjadi mitra industri lain untuk memenuhi kebutuhan obat Nasional. C. Lokasi, Sarana dan Prasarana Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad) berlokasi di Jl. Gudang Utara No. 25-26 Bandung. Lafi Puskesad memiliki tempat yang cukup luas dan memiliki bangunan-bangunan produksi yang memadai. Lafi Puskesad memiliki beberapa gedung untuk melaksanakan fungsi produksi, yaitu : a) Fasilitas gedung produksi non beta laktam. b) Fasilitas produksi beta laktam. Fasilitas produksi sefalosporin. c) Fasilitas pengawasan mutu Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad) memiliki beberapa sarana penunjang kritis yang berperan dalam fungsi produksi obat-obatan di Puskesad, antara lain: a) Sarana pengolahan air. b) Sarana sistem udara bertekanan. c) Sistem Tata Udara d) Sarana sistem uap panas (Boiler Steam). e) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)



46



D. Struktur Organisasi Bagan dari Struktur Organisasi Lembaga Farmasi Puskesad berdasarkan Peraturan Kasad No. Perkasad/219/XII /2007 tanggal 10 Desember 2007 dapat dilihat pada Gambar 3.1.



Gambar 3.1 Strukut Organisasi Lafi Puskesad



Berdasarkan Keputusan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat No. PERKASAD/219/XII/2007 tanggal 10 Desember 2007 tentang Organisasi dan Tugas Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Orgas Lafi Puskesad), adalah sebagai berikut: 1. Eselon Pimpinan a. Kepala Lembaga Farmasi (Ka Lafi Puskesad) dijabat oleh seorang Perwira Menengah Angkatan Darat (Pamen AD) berpangkat Kolonel Ckm. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Ka Lafi Puskesad bertanggung jawab kepada Puskesad. b. Wakil Kepala Lembaga Farmasi (Waka Lafi Puskesad) dijabat oleh seorang Pamen AD berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) Ckm. Waka Lafi Puskesad merupakan wakil dan pembantu utama Ka Lafi Puskesad sehingga dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab langsung kepada Ka Lafi Puskesad.



47



2. Eselon Pembantu Pimpinan a. Perwira Ahli Lembaga Farmasi (Paahli Lafi Puskesad) dijabat oleh 3 (tiga) orang Pamen AD berpangkat Letkol Ckm, yang terdiri dari Perwira Ahli Madya Manajemen Mutu (Paahli Madya Jemen Mutu), Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi (Paahli Madya Biotekfi), dan Perwira Ahli Madya Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Paahli Madya Amdal). Paahli Lafi Puskesad merupakan pembantu Ka Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang keahlian manajemen mutu, teknologi farmasi, dan analisa Amdal. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Paahli Lafi Puskesad bertanggung jawab kepada Ka Lafi Puskesad dan dalam pelaksanaan tugas sehari- harinya dikoordinasikan oleh Waka Lafi Puskesad. b. Kepala Bagian Administrasi Logistik (Kabagminlog) dijabat oleh Pamen AD berpangkat Letkol Ckm. Kabagminlog merupakan pembantu Ka Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang administrasi dan logistik, yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm. Kepala Seksi tersebut yakni Kepala Seksi Perencanaan Program dan Anggaran (Kasirenprogar) dan Kepala Seksi Pengendalian Materil (Kasidalmat). 3. Eselon Pelayanan Kepala Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam (Kasituud) dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm. Kasituud merupakan unsur pelayanan Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang pengamanan, administrasi personil, logistik, tata usaha, dan urusan dalam. Dalam melaksanakan tugasnya, Kasituud dibantu oleh tiga Kepala Urusan



yang



masing-masing



dijabat oleh dua orang Perwira Pertama (Pama) AD berpangkat Kapten Ckm dan satu PNS Golongan III, serta satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pama AD berpangkat Letnan Ckm. Kepala Urusan tersebut, yakni Kepala Urusan Administrasi Personil dan Logistik (Kaurminperslog), Kepala Urusan Tata Usaha (Kaurtu), Kepala Urusan Dalam (Kaurdal), dan Perwira Urusan Pengamanan (Paurpam). Dalam



melaksanakan



tugas



dan



kewajibannya,



Kasituud



48



bertanggung jawab kepada Ka Lafi Puskesad dan dalam pelaksanaan tugas sehari- harinya dikoordinasikan oleh Waka Lafi Puskesad. 4. Eselon Pelaksana a. Kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Kainstallitbang), dijabat oleh Pamen AD berpangkat Letkol Ckm, merupakan unsur pelaksana Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang pengkajian, penelitian, dan pengembangan. Dalam melaksanakan tugasnya Kainstallitbang dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm. Kepala Seksi tersebut adalah Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Produksi (Kasilitbangprod) dan Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Sistem Metode dan Personil (Kasilitbangsistodapers). Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kainstallitbang bertanggung jawab kepada Ka Lafi Puskesad dan dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya dikoordinasikan oleh Waka Lafi Puskesad. b. Kepala Instalasi Produksi (Kainstalprod), dijabat oleh Pamen AD berpangkat Letkol Ckm, merupakan unsur pelaksana Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang produksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Kainstalprod dibantu oleh empat Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh dua Pamen AD berpangkat Mayor Ckm. Kepala Seksi tersebut, yaitu Kepala Seksi Sediaan non betalaktam (Kasidia non betalaktam), Kepala Seksi Sediaan betalaktam (Kasidia betalaktam), Kepala Seksi Sediaan Sefalosporin (Kasidia Sefalosporin), dan Kepala Seksi Kemas (Kasi Kemas). Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kainstalprod bertanggung jawab kepada Ka Lafi Puskesad dan dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya dikoordinasikan oleh Waka Lafi Puskesad. c. Kepala Instalasi Pengawasan Mutu (Kainstalwastu), dijabat oleh Pamen AD berpangkat Letkol Ckm, merupakan unsur pelaksana Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang pengawasan dan peningkatan mutu. Dalam melaksanakan tugas, Kainstalwastu dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm, yakni Kepala Seksi Pengujian Kimia, Fisika, dan Mikrobiologi (Kasiuji 49



Kifis dan Mikro) serta Kepala Seksi Inspeksi (Kasiinspek). Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kainstalwastu bertanggung jawab kepada Ka Lafi Puskesad dan dalam pelaksanaan tugas sehari- harinya dikoordinasikan oleh Waka Lafi Puskesad. d. Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Kainstalhar dan Sisjang), dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm, merupakan unsur pelaksana Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang pemeliharaan dan sistem penunjang. Dalam melaksanakan tugasnya, Kainstalhar dan Sisjang dibantu oleh dua Kepala Urusan yang masing-masing dijabat oleh Pama AD berpangkat Kapten Ckm, yakni Kepala Urusan Pemeliharaan (Kaurhar) dan Kepala Urusan Sistem Penunjang (Kaursisjang). Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kainstalhar dan Sisjang bertanggung jawab kepada Ka Lafi Puskesad dan dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya dikoordinasikan oleh Waka Lafi Puskesad. e. Kepala Instalasi Penyimpanan (Kainstalsimpan), dijabat oleh Pamen AD berpangkat Mayor Ckm, merupakan unsur pelaksana Lafi Puskesad yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang administrasi penyimpanan dan pengeluaran materiil produksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Kainsimpan dibantu oleh satu Kepala Urusan yang dijabat oleh seorang Pama AD berpangkat Kapten Ckm dan satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pama AD berpangkat Letnan Ckm, yakni Kepala Urusan Penyimpanan Materiil Produksi (Kaursimpanmatprod) dan Perwira Urusan Penyimpanan Obat Jadi (Paursimpan Obat Jadi). Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kainsimpan bertanggung jawab kepada Ka Lafi Puskesad dan dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya dikoordinasikan oleh Waka Lafi Puskesad. E. Sertifikat CPOB Lafi Puskesad Dalam melaksanakan proses produksi, Lafi Puskesad selalu berpedoman pada CPOB. Hal tersebut telah dibuktikan dengan diperolehnya sebelas buah sertifikat CPOB (Lampiran 2) untuk produk sediaan berikut: 1. Betalaktam, yang diperoleh pada tahun 2000 dan 2001, mencakup: 50



a. No. 2138/CPOB/A/IV/00, untuk sediaan tablet antibiotika penisilin dan turunannya. b. No. 2139/CPOB/A/IV/00, untuk sediaan tablet salut antibiotika penisilin dan turunannya. c. No. 2140/CPOB/A/IV/00,



untuk



sediaan



kapsul



keras



antibiotika



penisilin dan turunannya. d. No. 2141/CPOB/A/IV/00, untuk sediaan suspensi kering oral antibiotika penisilin dan turunannya. e. No. 2257/CPOB/A/IV/01, untuk sediaan serbuk steril injeksi antibiotika penisilin dan turunannya. f. Pada tanggal 31 Maret 2017 betalaktam memperoleh sertifikat terbaru untuk sediaan kaplet dan kapsul antibiotika penisilin dan turunannya. 2. Non betalaktam, yang diperoleh pertama kali pada tahun 2006 kemudian diresertifikasi pada tanggal 31 Mei 2011, yang mencakup: a. No. 3532A/CPOB/A/V/11, untuk sediaan tablet biasa dan tablet salut non antibiotika. b. No. 3532B/CPOB/A/V/11, untuk sediaan kapsul keras non antibiotika. c. No. 3532C/CPOB/A/V/11, untuk sediaan serbuk oral non antibiotika. d. No. 3532D/CPOB/A/V/11,



untuk



sediaan



cairan



obat



luar



non



antibiotika.



51



BAB IV KEGIATAN DAN PEMBAHASAN A. Kegiatan 1. Mempelajari alur produksi (alur orang, alur barang, dan uni-unit proses produksi, parameter krisis) dalam rangka proses produksi. 2. Mempelajari hardware diindustri farmasi meliputi bangunan (Ruang proses produksi, injeksi sefalosforin, non steril beta lactam, dan non beta lactam). 3. Mempelajari hardware industri farmasi peralatan : Mesin produksi, intrumen mutu (Spektro UV-Vis, HPLC, Titrasi, Disolusi, Disentegrasi, Sifat alir, Kompresibilitas). 4. Mempelajari sistem pengolahan air industri farmasi. 5. Mempelajari sistem tata udara industri farmasi. 6. Mempelajari sistem udara bertekanan diindustri farmasi. 7. Mempelajari sistem pengolahan limba diindustri farmasi. 8. Mempelajari cara registrasi produk dimulai dari persiapan skala lab, pilot, sampai skala komersil. B. Pembahasan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan panduan cara pembuatan obat bagi industri farmasi sehingga dapat menjamin ketersediaan produk obat yang aman, dapat diterima dan berkhasiat. Produk obat yang bermutu tidak hanya terbatas pada produk akhir, melainkan meliputi semua rangkaian proses dan banyak hal terkait seperti personalia, bangunan dan peralatan serta fasilitas penunjang. CPOB saat ini adalah pedoman bagi seluruh industri farmasi di Indonesia. Tujuan dari CPOB sendiri yaitu untuk menjamin pembuatan produk obat yang konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan memenuhi tujuan penggunaan dari obat yang diproduksi. Mahasiswa PKPA di Industri LAFIAD diberi tugas khusus untuk membuat perencanaan produksi hingga pegawasan/penjaminan mutu produksi tablet kalsium laktat, yaitu sebagai berikut: 52



1. Perencanaan produksi Tahapan awal perencaan produksi dimulai dari pihak marketing yang membuat Forecast tahunan dan Rolling Forecast (ROPO) yang kemudian dilanjutkan ke bagian PPIC. Forecast tahunan dilanjutkan oleh pihak PPIC untuk Rencana produksi tahunan dan susun pula rencana kebutuhan bahan tahunan yang kemudian dimasukkan dalam RABP. Perencanaan produksi selanjutnya di turunkan jangka waktunya menjadi rencana produksi periodik dan disusun bersamaan dengan rencana kebutuhan bahan secara periodik. Setelah itu diperkecil lagi menjadi rencana produksi bulanan, mingguan dan sampai rencana produksi harian untuk memperjelas tahapan dan hasil produksi secara rinci. Setelah semua perencaan telah disusun oleh pihak PPIC, dikeluarkanlah perintah produksi yang akan diteruskan oleh bagian batch record di pihak produksi dan juga permintaan bahan yang diteruskan ke proses pengadaan dibagian purchasing. Setelah dilakukan pengadaan, barang kemudian diterima dan dimasukkan dalam barang yang akan digunakan pada proses produksi. Stok barang akan diteruskan juga kepada pihak PPIC untuk dilakukan pengendalian bahan. Pihak PPIC juga melakukan pengendalian produksi yang dilakukan oleh pihak produksi. Berikut bagan perencanaan produksi di industri farmasi:



53



Dalam pengadaan bahan baku, bahan tambahan dan bahan pengemas memeerlukan pemilihan supplier untuk produksi sediaan farmasi, ada beberapa hal penting yang menjadi pertimbangan, yaitu: a. Kualitas bahan yang dipesan harus sesuai standar dan memenuhi persyaratan bahan yang akan digunakan dalam produksi obat di industri farmasi b. Kontinuitas yaitu supplier yang dipilih dapat memasok bahan yang dibutuhkan oleh industri farmasi secara rutin dan kontinu, bukan hanya dapat sekali melakukan pemasokan bahan baku. c. Delivery time perlu di pertimbangkan agar industri farmasi dapat menentukan waktu pemesanan bahan baku dengan mempertimbangkan delivery time, dan juga supplier dapat mengirim bahan baku yang dipesan dalam waktu yang cepat. d. Layanan purna jual yaitu jasa yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumennya setelah transaksi penjualan yang dilakukan sebagai jaminan mutu untuk produk yang ditawarkannya. e. Kemudahan dalam pembayaran juga perlu dipertimbangkan agar proses pembayaran tidak memerlukan waktu yang lama dan juga mudah dalam prosesnya. 2. Kebutuhan Bahan Produksi



Nama bahan



1 tablet (mg)



150.000 batch)



Bahan baku



Lactas Calcii



480



72 kg



Bahan tambahan



Pulvis Sacchari



105



15,72 kg



Sodium Benzoat



2



0,3 kg



Magnesium Stearat



8



1,2 kg



Talkum



8



1,2 kg



tablet



(1



54



Amylum Manihot



6



0,9 kg



Bahan Pengemas:



Kemasan : 1 botol berisi 1000 tablet = 150 botol -



Prosedur pengolahan batch 10.076.C (Tanggal 1 Desember 2020)



-



Nama Produk : Tablet Calcii Lactat



-



Tanggal pengolahan: o Mulai : 3 Desember 2020 o Selesai: 3 Desember 2020



3. Quality Control Tablet Kalsium Laktat a. Raw Material Section Quality control bagian ini menangani



bahan baku, baik pengambilan



sampel, pengujian sampel dan pembuatan laporan hasil pengujian. Dalam pelaksanaanya, section ini dibantu oleh beberapa analis dan helper. Proses pemeriksaan bahan baku dimulai dari barang datang dari vendor ke gudang. Warehouse department akan membuat lembar penerimaan barang (LPB). LPB ini dikirimkan ke QC atau Raw Material beserta CoA dari vendor agar bahan baku ini diambil sampelnya untuk dilakukan sampling pada bahan baku. Sampling menjadi kegiatan yang penting dalam pengawasan mutu yaitu mengambil sebagian kecil dari satu batch. Pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi efek lain yang berpengaruh tidak baik terhadap mutu. Pengambilan sampel dilakukan di ruang sampling. Wadah yang diambil sampelnya diberi label yang mencantumkan isi wadah, nomor batch, tanggal pengambilan sampel dan diberi label “contoh sudah diambil” dengan warna jingga pada wadah bahan baku tersebut. Wadah ditutup rapat kembali setelah pengambilan sampel. Semua alat pengambilan sampel dan wadah sampel 55



terbuat dari bahan yang inert dan dijaga kebersihannya. Mutu suatu batch bahan baku dapat dinilai dengan mengambil dan menguji sampel representative. Jumlah yang diambil untuk menyiapkan sampel representative ditentukan secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan sampel. Penentuan status bahan baku diluluskan maupun ditolak berdasarkan hasil analisis yang dibandingkan dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Spesifikasi ditetapkan berdasarkan literature yang ada (USP, EP, BP, FI serta CoA dari vendor) dan bebrapa modifikasi yang disesuaikan. Apabila hasil analisis dinyatakan bahwa bahan baku diluluskan maka analisis akan membuat CoA dan label hijau sedangkan bahan baku yang ditolak dibuatkan label merah. Dalam proses produksi bahan baku yang belum habis dapat dilakukan analisis ulang (reanalisis) untuk mengetahui kondisi bahan baku yang akan digunakan. Frekuensi analisis ulang bahan baku berbeda-beda tergantung dari sifat bahan baku sendiri. Bahan baku yang berupa zat aktif waktu analisis ulang adalah setiap satu tahun. sedangkan bahan baku sebagai bahan tambahan waktu analisis ulang adalah setiap dua tahun, kecuali flavor setiap enam bulan. Bahan baku tambahan yang memerlukan pemeriksaan mikrobiologi frekuensi analisis ulang adalah setiap satu tahun kecuali untuk kapsul kosong setiap dua tahun. Hasil reanalisis yang masih memenuhi syarat spesifikasi diberi label hijau (diluluskan) sehingga dapat dipergunakan untuk produksi, sedangkan hasil reanalisis yang tidak memenuhi syarat spesifikasi diberi label merah (ditolak). Perlakuan setiap bahan baku yang ditolak ini disesuaikan dengan perjanjian yang telah dibuat dengan vendor apakah barang dikembalikan atau diganti, atau langsung dimusnahakan. b. Packaging Material Section QC bagian ini menangani tentang pengawasan kualitas bahan kemas. Proses pengawasan dimulai dari penerimaan LPB dari Warehouse Department agar dilakukan sampling terhadap bahan kemas. Spesifikasi dari bahan kemas ditetapkan dengan penekanan pada kompatibilitas bahan terhadap produk yang diisikan kedalamnya. Pengujian terhadap bahan kemas difokuskan pada pemeriksaan fisik dan kualitas cetak pada bahan kemas karena cacat fisik yang 56



kritis dan kebenaran penandaan dapat berdampak besar yaitu dapat memberikan kesan meragukan terhadap kualitas produk. Bahan kemas juga dilakukan reanalisis. Frekuensi reanalisis untuk bahan kemas primer adalah setiap satu tahun. Sedangkan untuk bahan kemas sekunder dilakukan setiap dua tahun. Parameter yang diperiksa ulang adalah pemerian dan mikrobiologi sesuai dengan spesifikasi masing-masing bahan. c. Finished Goods/Half Finished Goods Section Quality Control bagian ini mengawasi mutu dari produk setengah jadi dan produk jadi dalam pelaksanaannya QC Finished Goods dibantu oleh beberapa analisis, Helper dan dibantu petugas IPC pengawasan mutu dari produk setengah jadi dimulai dari pengambilan sampel di bagian produksi. Pelaksanaan pengambilan sampel dilakukan oleh petugas IPC. Sampling dilakukan setelah proses produksi selesai disertai lembar PA (Permintaan Analisis) dari produksi. Waktu sampling tergantung dari jenis produk dan sifat fisika kimianya. Pengambilan sampel dilakukan pada bagian atas, tengah dan bawah dari drum mixer Sampel untuk granul dilakukan untuk produk yang mengalami perubahan atau validasi proses, seperti perubahan batch size, bahan baku, mesin, dan proses produksi. Pengambilan sampel untuk tablet, kaplet dan kapsul diambil dibagian awal, tengah dan akhir produksi. Sedangkan untuk tablet salut dan dragee dilakukan di akhir proses produksi. Sampel obat jadi diambil setelah pengemasan proses primer selesai. Sampel dimasukkan kedalam wadah yang sesuai lengkap dengan label dan ditutup rapat. Label berisi nama produk, nomor batch, tanggal pembuatan, tanggal sampling dan paraf petugas IPC yang melakukan sampling. Sampel yang diperoleh diletakkan di tempat penyimpanan QC. Sampel yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan prosedur pengujian untuk masing-masing produk dengan metode yang telah disetujui. Spesifikasi dan prosedur pengujian untuk setiap produk setengah jadi dan produk jadi mencakup spesifikasi dan prosedur pengujian mengenai identitas, kemurnian, mutu dan kadar/potensi. Prosedur pengujian mencakup hal yang seperti telah disebutkan dalam Raw Material. Hasil pengujian dilaporkan analisis dalam 57



Lembar Data Awal (LBA). LBA diberi nama dan nomor batch dan bentuk sediaan, metode analisis yang digunakan, pernyataan mengenai nilai yang diharapkan, pernyataan apakah memenuhi atau tidak memenuhi syarat, tanggal dan tanda tangan analis yang melakukan pengujian dan memeriksa perhitungan. Hasil pengujian (terutama perhitungan) diperiksa oleh supervisior (Half Finished Goods Section Head) sebelum bahan atau produk tersebut diluluskan atau ditolak. d. Microbiology Section QC bagian ini menangani pengujian mikrobiologi baik pada bahan baku, bahan pengemas, produk setengah jadi maupun produk jadi. Tidak semua bahan baku maupun produk jadi dilakukan pengujian mikrobiologi, hanya yang memiliki probabilitas terkontaminasi yang besar seperti bahan baku yang berupa ekstrak serta produk dalam bentuk sediaan sirup dan cream. Pengujian mikrobiologi dimulai dengan diterimanya Permintaan Analisis (PA) dari produksi dan QC Raw Material (RM)/ Packaging Material (PM). Kemudian dilakukan sampling dengan perlakuan yang lebih khusus yaitu menggunakan wadah sampling yang steril. Hasil pengujian dilaporkan analis dalam Lembar Mikrobiologi yang bersisi nama dan nomor batch dan bentuk sediaan, media yang digunakan, penilaian yang diharapkan, pernyataan yang tidak atau memenuhi syarat, tanggal pemeriksaan dan tanda tangan analis yang melakukan pengujian, tanggal dan tanda tangan QC Microbiology Section Head. Hasil pemeriksaan mikrobiologi ini kemudian diserahkan kepada analis bahan baku atau analis produk setengah jadi sesuai dengan bahan yang diuji. Pengujian mikrobiologi dimulai dengan diterimanya Permintaan Analisis (PA) dari produk dan QC Raw Material (RM)/Packaging Material (PM). Kemudian dilakukan sampling dengan perlakuan yang lebih khusus yaitu menggunakan wadah sampling yang steril. Hasil pengujian dilaporkan analis dalam Lembar Mikrobiologi yang berisi nama dan nomor batch dan bentu sediaan, media yang digunakan, pernyataan nilai yang diharapkan, pernyataan tidak atau memenuhi syarat, tanggal pemeriksaan dan tanda tangan analis yang melakukan pengujian, tanggal dan tanda tangan QC Microbiology Section Head. Hasil pemeriksaan mikrobiologi ini kemudian diserahkan kepada analis bahan 58



baku atau analis produk setengah jadi sesuai dengan bahan yang diuji. Analis bahan baku atau produk setengah jadi akan membuat Certificate of Anlysis (CoA) untuk bahan yang memiliki spesifikasi mikrobiologi sehingga dapat dinyatakan diluluskan (released). e. In Process Control (IPC) QC bagian ini berperan dalam pengendalian proses selama produksi (In Process Control) IPC QC bekerja sama dengan bagian IPC di Devisi Produksi untuk melakukan pengendalian proses selama produksi. In Process Control dilakukan terhadap semua tahap produksi mulai dari mixing, tableting, coating, pengemesan primer dan pengemasan sekunder. Tujuan IPC adalah supaya proses produksi dapat menghasilkan produk sesuai spesifikasi dan mengurangi jumlah produk yang ditolak karena tidak masuk spesifikasi. IPC inspector merupakan personil QC yang memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang dilakukan oleh IPC produksi. IPC itu sendiri merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan serta dilaksanakan selama proses produksi, ternasuk pemeriksaan dan pengujian terhadap lingkungan dan peralatan. f. Pengujian Mutu Bahan Aktif Tablet Kalsium Laktat Evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk menguji mutu bahan aktif yang akan digunakan yaitu kalsium laktat. Pengujian yang dilakukan meliputi distribusi ukuran partikel, sudut henti dan kompresibilitas. 1) Distribusi ukuran partikel Cara kerja dari distribusi ukuran partikel adalah dengan menimbang 100 gram serbuk kalsium laktat. Lalu dimasukan dalam alat sieving analyzer, jalankan alat selama 5 menit, dan ditimbang masing-masing serbuk yang ada pada masing- masing ayakan. 2) Pengujian Sudut Diam Pengujian sudut henti dilakukan dengan memakai alat  Flow Rate Tester seperti corong yang akan mengalirkan bahan, sehingga membentuk sudut yang dihitung dengan cara tg α = 2h/d dimana h adalah tinggi serbuk sedangkan d



59



adalah diameter serbuk setelah meluncur. Pengujian ini diperlukan untuk melihat sifat aliran dari serbuk kalsium laktat. 3) Uji kompresibilitas Pengujian kompresibilitas dilakukan dengan mencari bulk dan tap density  dari serbuk tersebut, cara pengujian dari uji ini adalah menimbang 100 gram serbuk, lalu dimasukan dalam gelas ukur. Dihitung tinggi serbuk data dipakai sebagai



nilai bulk density. Gelas ukur lalu dimampatkan dengan cara



mengetuknya ke permukaan yang datar selama 500 kali. Catat tinggi, data ini dipakai sebagai nilai tap density. g. Pengujian mutu tablet kalsium laktat Evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk menguji mutu tablet kalsium laktat. Pengujian yang dilakukan meliputi organoleptis tablet, keragaman bobot, friabilitas/ keregasan, ukuran tablet, kekerasan tablet. 1) Organoleptis Tablet Uji organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan indra manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk tablet kalsium laktat. 2) Uji keseragaman ukuran tablet kalsium laktat 20 tablet kalsium laktat diukur diameter dan ketebalannya, kemudian dihitung rata-ratanya. Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet



3) Pengujian waktu hancur tablet kalsium laktat Enam tablet kalsium laktat dimasukkan kedalam tiap tube disintegration tester kemudian ditutup dengan penutup dan dianik-turunkan keranjang tersebut dalam medium air dengan suhu 37o ± 20C. (medium nya meruoakan simulasi 60



larutan gastrik (gastric fluid). Waktu hancur dihitung berdasarkan tablet yang paling terakhir hancur. Persyaratan: waktu hancur untuk tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15 menit, untuk tablet salut gula dan salut nonenterik kurang dari 30 menit. Sementara untuk tablet salut enterik tidak boleh hancur dalam waktu 60 menit dalam medium asam, dan harus segera hancur dalam medium basa.



4) Uji kekerasan tablet kalsium laktat Dambil 20 tablet kalsium laktar kemudian diukur kekerasan tablet menggunakan alat herdness tester, lalu dihitung rata-rata dan standard deviation (SD). Persyaratan : ukuran yang didapat per tablet minimal 4 kg/cm2 maksimal 10 kg/cm2.



5) Uji kekerasan tablet kalsium laktat Sebanyak 20 tablet kalsium lakstat terlebih dahulu dibebas debukan dan ditimbang. Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam friabilator, dan diputar sebanyak 100 putaran (4 menit). Tablet tersebut selanjutnya ditimbang kembali, dan dihitung persentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah perlakuan.Persyaratan : Tablet dianggap baik bila kerapuhan tidak lebih dari 1 %. 61



6) Uji Kemasan Kemasan harus menunjukan tampilan sediaan farmasi yang baik. Pengujian yang biasa digunakan: a)



Uji fisika : uji resin, uji wadah, pemeriksaan visual pada kejernihan dan lapisan tambahan, keretakan wadah atau peneling, kebocoran wadah, kebocoran tutup dan integritas, pemeriksaan ukuran, pelabelan.



b)



Uji kimia : IR spectra, uji logam berat, pengisi tambahan



c)



Uji biologi plastic dan polimer lain: uji reaktivitas secara biologi in vitro dan in vivo



4. Fasilitas Penunjang Produksi Kalsium Laktat CPOB mengatur dengan ketat, syarat-syarat bangunan dan fasilitas yang mutlak harus dipenuhi oleh industry farmasi. Tata letak dan desain ruangan yang harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko kontaminasi silang, memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif, untuk menghindari penumpukan debu, maupun dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Seperti yang tercantum dalam buku pedoman CPOB bahwa bangunan dan lay out yang dipersyaratkan dalam pembuatan obat harus memiliki desain dan konstruksi dan letak yang memadai, serta perawatan kondisi untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Produksi kalsium laktat (produk non steril) dilakukan dalam ruang kelas E, dengan jumlah maksimum partikel/ m3 yang dipersyaratkan diameter ≥ 0,5 µm dan ≥ 5 µm adalah 3.520.000 dan 29.000. Tekanan udara diruang produksi tablet 62



kalsium laktat harus lebih tinggi dibandingkan tekanan udara luar. Untuk menghindari pencemaran partikel debu dari ruang produksi, maka tekanan udara pada ruang koridor lebih tinggi dibandingkan ruang produksi atau biasa disebut (clean corridor/koridor bersih).



a. Pengolahan Limbah Industri (IPAL) Untuk pengelolaan limbah produk nonBeta lactam (kalsium laktat), laboratorium, litbang, ditampung dan diendapkan lansung dalam Bak sedimentasi awal. Jika limbah produk Beta lactam, terlebih dahulu diolah melalui air washer (mesin



pencucian



udara),



kemudian



dialarkan



menuju



Bak



dekstruksi



(menggunakan NaOH 0,1 N dan dinetralkan dengan menggunakan HCL) yang yang dilengkapi dengan Dozing pump dan pH meter. Tujuan dari dekstruksi ini untuk memecah cincin Beta lactam. 1) Bak sedimentasi awal Pengelolaan limbah Non Beta lactam ditampung dan diendapakan terlebih dahulu, selanjutnya dialirkan pada bak sedimentasi pertama. 2) Bak sedimentasi pertama a) Terjadi pengendapan kembali b) Terdapat sekat-sekat untuk menghambat laju aliran air sehingga reaksi pengendapan berlangsung lama c) Limbah kemudian dialirkan ke bak equilisasi d) Sedimentasi artinya pemisahan partikel dan air dengan memanfaatkan gaya grafitasi. 3) Bak equalisasi



63



Bak ini dilengkapi pompa pngaduk untuk mengendalikan fluktuasi (gejolak/turun naik) jumlah air, selanjutnya mengalir ke Bak aerasi. 4) Bak aerasi (Aerastion Tank) a) Air limbah masuk menggunakan pompa b) Terdapat bakteri aerob sebagai penghancur zat-zat organic c) Dilengkapi aerator untuk memastikan oksigen masuk kedalam air limbah d) Terdapat pengaduk yang berfungsi mengaduk agar bakteri menyebar merata dan menyebar keseluruh air limbah kontak langsun dengan bakteri e) Ditambahkan pupuk urea/NPK sebagai nutrisi bakteri. 5) Bak sedimentasi ke 2/bak clarifler (klasifikasi) a) Air limbah dari bak aerasi masuk ke bak clarifer, selanjutnya terjadi proses pengendapan b) Bak berbentuk kerucut dibagian bawah untuk menampung endapan 6) Bak koagulasi Air masuk dari bak clarifer, dalam bak ini ditambahkan koagulan PAC (Folly Alluminium Cholrite) dengan menggunakan dozing pump disertai dengan pengaduk. Konsentrasi PAC diteteskan dalam larutan yaitu 50 kg PAC dicampur dengan 1000 L air. Bak ini digunakan sebagai penampung koagulan. 7) Bak flokulasi a) Dari bak koagulasi air dialirkan ke bak flokulasi (mengendapkan sisa-sisa endapan yang masih terbawa b) Ditambahkan



pollyanionik



(Pollymer)



sehingga



flokulan



dengan



konsentrasi 50 kg dicampur 1000 L air. Pada bak ini air yang mengalir jernih ke bak control melalui bidang miring kesuatu arah untuk menahan endapan dan partikel lain yang terdapat dalam limbah dan bak flokulasi. 8) Bak sedimentasi ke 3 (Bak pengendapan akhir) a) Dari bak flokulasi akhir yang masih mengandung endapan dialirkan pada Bak sedimentasi 3 (bagian bawah bak berbentuk kerucut) b) Bagian ini diberi ijuk/karung untuk menyaring dan menampung endapan c) Air yang lebih jernih masuk ke bak pencampuran cairan, dalam bak penampung cairan kemungkinan masih mengandung endapan, sehingga 64



dialirkan lagi pada bak sedimentasi ke 2 untuk dilakukan pengolahan kembali sampai limbah benar-benar bersih dari senyawa berbahaya. 9) Bak bidang miring a) Merupakan bagian dari bak flokulasi yang mnahan endapan dan pertikel lain yang terdapat dalam limbah dan bak flokulasi b) Melalui bak bidang miring, air jernih pada bak flokulasi mengalir ke bak control, sedangkan endapan yang masih terbawa akan mengendap dan masuk ke bak sedimentasi ke 3 (bak pengenddapan akhir) 10) Bak control Air jernih dalam bak control berisi ikan/eceng gondok yang berfungsi sebagai control biologis, dilakukan pemeriksaan kadar COD ( Chemical Oxygen Demond), BOD (Biological Oxygen Demond) TDS (Total Disolve Solid). Jika hasil pemeriksaan memenuhi persyaratan maka air dibuang kesaluran pembuangan air. b. Sistem tata udara Pada dasarnya udara segar (fresh air) ± 25% dan ± 75% udara dihisap dari ruangan melalui ducting return dan bercampur pada plenum return (mixing box). Udara tersebut akan diteruskan dan di filtasi pertama dengan pre filter G4 dengan efficiency 25-35%, selanjutnya udara akan di filtrasi kedua dengan medium filter F8 dengan efficiency 90-95%. Udara ini akan dialirkan lagi ke cooling coil untuk pengambilan panas (evaporasi) sehingga udara menjadi dingin dan terkondensasi. Udara selanjutnya akan diteruskan ke pada electric heater untuk membatasi dingin yang berlebih dari proses evaporasi yang secara tidak langsung dapat mengurangi kelembaban udara, setelah melewati electric heater udara menjadi kering. Udara ini akan diteruskan ke motor blower untuk memberikan tekanan udara dan air flow. Udara difiltrasi ketiga melewati final filter yaitu HEPA filter H13 dengan efficiency 99,95% agr udara yang disuplai benar-benar bersih dari partikel ukuran kecil. Selanjutnya udara bersih langsung dialirkan pada masingmasing ruangan melewati ducting Suplay. Udara tersebut akan dihisap lagi ke AHU sebagai udara return dan akan berresirkulasi secara terus-menerus selama AHU running sesuai dengan jumlah tekanan udara per jam. 65



c. Sistem pengolahan air Air untuk produksi (water system) yang digunakan dalam produksi tablet kalsium laktat adalah kualifikasi air grade III (Purifed Water/Aquademineralisata yang pada dasarnya digunakan cuci akhir container, produksi sirup/tablet/coating/ dan lain-lain. Persyaratan pengunaan air grade III (Purifed Water):



5. Produksi Lafi AD memproduksi sediaan obat salah satunya tablet kalsium laktat. Proses produksi sediaan tablet kalsium laktat dilaksanakan pada bangunan yang terpisah dan lengkap dengan fasilitas-fasilitas sesuai dengan kebutuhan seperti yang dipersyaratkan oleh CPOB terkini. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan



sampel,



penyimpanan,



penandaan,



pengolahan,



pengemasan dan distribusi dilakukan sesuai dengan prosedur. Pada setiap proses produksi dilakukan proses pemeriksaan mutu obat oleh IPC dan QC. Ruang produksi tablet kalsium laktat terdiri dari ruang timbang, ruang campur, ruang granulator, ruang pengering, ruang ayak, ruang cetak, , ruang stripping, dan ruang cuci alat. Ruangan-ruangan ini dilengkapi dengan lampu penerangan yang memadai, HVAC dengan penghisap debu, dan lapisan epoksi pada dinding dan lantai. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tablet diantaranya adalah timbangan digital , mesin pencampur



66



basah (Super mixer SHK-220 B), Mesin pencampur kering (V-Mixer GHJ 300), mesin pengering (FLUIDBED DRYER FL. 120 B.) , granulator, mesin cetak tablet (Manesty Punch 16) dan mesin strip tablet. Metode pembuatan tablet kalsium laktat yang digunakan adalah granulasi basah, dengan tahap sebagai berikut: a. Proses penimbangan bahan baku Proses penimbangan bahan baku dan bahan tambahan lainnya dilakukan di ruang kelas E dan ditimbang oleh personel Instalsimpan minimal 2 (dua) orang, dimana 1 orang menimbang dan 1 orang menyaksiksan. Proses penimbangan harus dilakukan secara berurutan sesuai daftar penimbangan. Bahan-bahan yang ditimbang antara lain yaitu kalsium laktat 72 kg; pulvis sacchari 15,75 kg; sodium benzoat 0,3 kg; magnesium stearat 1,2 kg talkum 0.8 kg; amylum manihot 0,9 kg. Setelah penimbangan dilakukan pelebelan pada masing-masing bahan. b. Proses pembuatan bahan pengikat Bahan pengikat dibuat dengan cara melarutkan 0,3 Kg Sodium benzoat kedalam 15 L air murni dingin kemudian diaduk hingga homogen. c. Proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam Bahan berkhasiat yaitu kalsium laktar dicampurkan dengan fase dalam yaitu pulvis sacchari dan diaduk sampai homogen selama 20 menit menggunakan Super mixer SHK-220 B . Saat mencampur lihat sifat bahan baku seperti higroskopis, kristal, volumines, dan lain-lain. Parameter yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah jumlah putaran mesin, dan lama mencampur agar dihasilkan massa yang homogen. d. Proses granulasi basah dan pengayakan basah Pada campuran bahan berkhasiat dengan fase dalam kemudian ditambahkan sejumlah larutan pengikat dan diuli hingga homogen sampai terbentuk massa yang dapat dikepal dan tidak menempel pada alat. Waktu pengulian dilakukan selama 5 menit. Setelah proses pencampuran selesai



67



kemudian dilakukan proses pengayakan basah dengan melewatkan massa liat gembur melalui mesin wet granulator dengan memakai ayakan. e. Proses pengeringan dan proses pengaykan kering Massa yang telah diperoleh kemudian dikeringkan dalam mesin pengering FLUIDBED DRYER FL. 120 B dengan mula-mula dilakukan pemanasan awal yang bertujuan agar granul tidak lengket pada dinding mesin. Mesin dipanaskan dalam keadaan kosong (tanpa granul) selama ± 15 menit, atau setelah air intake temperature mencapai ± 60o C. Hal ini dapat diketahui dengan meraba dinding mesin yang sudah terasa panas. Setelah mesin dipanaskan, granul kemudian dimasukkan dan pemanasan dilanjutkan sampai terbentuk massa setengah kering. Parameter yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah suhu dan waktu pengeringan. Setelah proses pengeringan



kemudian dilanjutkan dengan proses



pengayakan kering dengan ayakan ukuran mesh 10. f. Kalibrasi Granul yang telah diayak ditimbang menjadi dua bagian yang sama banyaknya. g. Lubrikasi Semua bahan termasuk granulat kering dicampur masing-masing bagian dalam mesin V-Mixer GHJ 300. Lama pencampuran 10 menit untuk setiap kali pencampuran. h. Pencetakan tablet Granulat kering dicetak menjadi tablet bulat sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan menggunakan mesin pencetak tablet Manesty Punch 16. Mesin pencetak tablet mula-mula dipastikan sesuai spesifikasi sebagai berikut ; diameter ± 15 mm, ketebalan ± 5mm, kekerasan 5-6 kg, bobot per 10 tablet 5,5 kg dan Disolusi Q = 75% dalam 45 menit. Pada proses diperhatikan



kekerasan,



ketebalan,



dan



pencetakan



keragaman



bobot



harus tablet.



Parameter yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah kecepatan putaran dan tekanan. i. Pengisian, penutupan, dan labeling 68



Setelah lulus uji mutu maka tablet kalsium laktat dapat dilakukan pengisian, penutupan dan pemberian etiket atau label. Proses tersebut dilakukan dengan menggunakan mesin ban berjalan yang bekerja secara semi otomatis. Pada proses ini



dikontrol setiap 15 menit terhadap



keseragaman volume, hasil penutupan, dan pemasangan label. 6. Quality Assurance a. Tugas dan Wewenang bagian QA 1) Pada proses analisis Memastikan validasi, verifikasi metode analalisis tablet kalsium laktat, validasi metode pembersian alat pembuatan tablet kalsium laktat, uji stabilitas bahan baku maupun produk pembuatan tablet kalsium laktat dan pelulusan produk tablet kalsium laktat 2) Pada proses produksi Memastikan status pada bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi pada pembuatan tablet kalsium laktat. Serta melakukan kalibrasi, kualifikasi, dan validasi proses. 3) Bagian sistem Memastikan manajemen protab, manajemen penyimpanan, manajemen perubahan, manajemen resiko mutu, audit ekternal, internal, pelatihan, produk quality, review, serta pengendalian dokumen dalam pembuatan tablet kalsium laktat b. Tugas QA pada Produksi Tablet Kalsium Laktat Bahan awal dan Produk antara Produk ruahan Produk jadi Verifikasi dan kalibrasi alat pembuatan tablet kalsium laktat Verifikasi prosedur pembersihan Manajemen audit Manajemen protab



      



c. Spesifikasi bahan baku dalam pembuatan tablet kalsium laktat 1) Lactas Calcii 69



Nama



: Kalsium Laktat



RM / BM



: C6H10CaO6.5H2O / 308,30



Pemerian



: Serbuk putih, bau lemah, rasa lemah



Kelarutan



: Pada suhu 250, larut dalam 20 bagian air, larut dalam air



panas Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat



Kegunaan : Sumber ion kalsium (Zat aktif) 2) Pulvis Sacchari Nama obat



: Sakarin



RM / BM



: C7H5NO3S/ 183,18



Pemerian



: Serbuk atau hablur putih, tidak berbau atau berbau aromatic lemah. Larutan encer sangat



Kelarutan



manis.



: Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih. Mudah larut dalam etanol 90%



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik



Kegunaan



: Zat tambahan (Sebagai pemanis)



3) Sodium Benzoat Nama obat



: Natrii Benzoat



RM / BM



: C7H5NaO2 / 144.11



Pemerian



: Granul putih, atau cristalme, bersifat higroskopik dalam bentuk serbuknya, tidak berbau atau memiliki bau seperti benzoatnya, memiliki rasa yang tidak manis



Kelarutan



: Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih. Mudah larut dalam etanol 90%



Kegunaan



: Zat tambahan (Sebagai pengawet)



4) Magnesium Stearat Nama obat : Magnesium stearat RM / BM



: C36H70MgO4 / 591.24



Pemerian



: Serbuk hablur, putih, licin dan mudah melekat pada kulit, bau lemah khas



70



Kelarutan



: Praktis tidak larut dalam air, dalam etanol (95 %) P dan dalam eter P



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik



Kegunaan : Zat tambahan (Sebagai pelincir/lubrikan) 5) Talcum Nama obat : Talc Pemerian



: Serbuk hablur, sangat halus licin, mudah melekat pada kulit, bebas dari butiran, warna putih atau putih kelabu



Kelarutan



: Tidak larut dalam hampir semua pelarut



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik



Kegunaan : Zat tambahan (Sebagai pelicin/glidan) 6) Alkohol Nama obat : Aethanolum Sinonim



: Alkohol



Pemerian



: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap



Kelarutan



: Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan eter



Kegunaan



: Sebagai pelarut



P 7) Air Murni Nama obat : Aqua destillata Sinonim



: Aquadest, Air suling



RM / BM



: H2O / 18,02



Pemerian



: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik



Kegunaan : Sebagai pelarut 8) Peppermint Oil Nama obat



: Oleum menthae



Sinonim



: Minyak permen, Peppermint oil 71



Pemerian



: Cairan, tidak berwarna,



kuning pucat atau kuning



kehijauan, bau aromatik, rasa pedas dan hangat, kemudian dingin Kelarutan



: Larut dalam 4 bagian volume etanol (70%) P



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung dari cahaya



Kegunaan



: Zat tambahan (Sebagai perasa/odoris)



d. Spesifikasi alat pembuatan tablet kalsium laktat ALAT Super Mixer SHK-220 B Fluidbed Dryer FL 120 B V-Mixer GHJ 300 Manesty Punch 16 Spektrofotometer Tap Density Timbangan Moisture balance Hardness tester Alat disolusi



KEGUNAAN Pencampuran granulasi basah Pengerian granul Lubrikasi Mencegah tablet Uji kadar Uji kerapatan Penimbangan bahan Uji kelembapan Uji kekerasan tablet Uji disolusi



VERIFIKASI          



e. Spesifikasi produk ruahan dalam pembuatan tablet kalsium laktat 1) Syarat diameter tablet kalsium laktat yaitu ±20 mm 2) Syarat ketebalan tablet kalsium laktat yaitu ±5 mm 3) Syarat bobot tablet kalsium laktat yaitu ±550 mg 4) Syarat kekerasan tablet kalsium laktat yaitu 5-6 kg/cm2 5) Syarat disolusi tablet kalsium laktat yaitu (Q=75% dalam 45 menit) Produk ruahan yang sudah sesuai spesifikasi dapat dilanjutkan untuk proses pengemasan. f. Spesifikasi manajemen protab 1) Protab ruangan dibersihkan 2) Protab peralatan dibersihkan 3) Protab menjalankan mesin cetak



PROSES



PROTAP



SPESIFIKASI



72



Penimbangan



Ruangan Lantai dipel dengan air bersih sampai bersih gunakan air panas dan H2SO4 encer jika diperlukan. Alat Ember & tutupnya dicuci dengan air panas lalu dengan air dingin. Keringkan dalam posisi terbalik. Lalu lap dengan lap bersih. 1) timbangan di lap dengan kain lap yang telah dibasahi dengan air panas. Pelarutan dan Ruangan Netralisasi Lantai disiram dengan air panas, lalu diratakan dan dikeringkan dengan slaber sampai bersih. Jika lantai mengandung garam, tampung air bilasan ke dalam ember. Alat Kain saring : dicabut kain ke-1 sampai ke-7, sikat sampai norit yg menempel hilang. Rendam dalam air panas ± 15 menit. Angkat dan bilas kemudian tiriskan sampai agak kering. Susun kain. Penyaringan Ruangan Lantai dipel dengan air dingin sampai bersih. Tampung air bilasan dalam ember. Alat Tangki pengolahan dibersihkan dengan air bersih, lalu bilas dengan air sampai bersih. Bersihkan bagian luar tangki. Keringkan dengan lap kering yang tdk berbulu. Pengeringan Ruangan : Gunakan vacuum cleaner untuk menyedot debu di permukaan lantai. Basahi lantai dengan air lalu ratakan dengan kain pel. Lakukan berulang ulang sampai permukaan lantai bersih.



Telah dilaksanakan sesuai protab



Telah dilaksanakan sesuai protab



Telah dilaksanakan sesuai protab



Telah dilaksanakan sesuai protab



Alat Loyang pengering : dibersihkan dari granul kristal kemudian dicuci dengan air bersih, di lap dengan lap kering yg tdk berbulu dan dikeringkan dalam lemari pengsering selama 1 jam suhu 60°C agar cepat kering . Lemari pengering : dibersihkan dengan vacum cleaner, bagian dalam dan laur di lap dengan lap kering atau lap tissu tidak berbulu 73



Osclitating



Mixing



Ruangan Gunakan vacuum cleaner untuk menyedot debu di permukaan lantai. Basahi lantai dengan air lalu ratakan dengan kain pel. Lakukan berulang ulang sampai permukaan lantai bersih. tampung air bilasan ke dalam ember. Alat Bagian-bagian mesin dilepaskan lalu dicuci dengan air panas sampai bersih kemudian bilas dgn air bersih. Badan mesin dan balingbaling dibersihkan dr granul lalu dibilas dengan air bersih. Keringkan dgn lap kering atau tissue tdk berserat. Ruangan Gunakan vacuum cleaner untuk menyedot debu di permukaan lantai. Basahi lantai dengan air lalu ratakan dengan kain pel. Lakukan berulang ulang sampai permukaan lantai bersih. tampung air bilasan ke dalam ember.  Alat Gunakan vacuum cleaner untuk menyedot debu lalu cuci dengan air baku. Kemudian bilas dengan aqua DM lalu lap kering.



Telah dilaksanakan sesuai protab



Telah dilaksanakan sesuai protab



7. Cara Registrasi Produk Tahap produksi sediaan farmasi dimulai dari Skala Laboratorium ke skala menengah (skala pilot) hingga menjadi skala produksi. Skala laboratorium bertujuan untuk pengembangan sediaan obat dan mencapai formula obat yang bagus yang kemudian akan dicoba pada skala produksi. Pada skala laboratorium dilakukan percobaan dengan skala kecil. Apabila menggunakan reactor sebagai media pembuatan produk, maka dapat menggunakan kapasitas 1 liter. Pada skala 74



laboratorium ini peralatan yang digunakan adalah alat-alat sederhana. Ketika sudah mendapatkan hasil dari penelitian awal, maka akan dikembangkan pada skala menengah (skala pilot). Skala pilot bertujuan untuk trial proses produksi obat sebelum dilakukan pada skala produksi. Dapat juga untuk keperluan produksi obat untuk pengujian (tidak untuk komersial). Hal-hal yang perlu dipelajari pada percobaab skala pilot yaitu studi mengenai produk, studi mengenai bahan baku, studi mengenai teknologi proses dan studi kebutuhan pelengkap. Produksi skala pilot sebanyak 1/10 dari skala komersial. Produksi skala pilot ini menggunakan mesin dan alataat yang ada diruang prosuksi, yang akan digunakan pada skala komersial. Selanjutnya skala produksi meliputi modifikasi dan validasi alat dan proses, penerapn SOP, dokumentasi dan monitoring. Skala ini bertujuan untuk produksi obat untuk keperluan komersial. Sebelum melakukan produksi obat untuk diedarkan, diperlukan registraasi obat. Proses registrasi diawali dengan proses pra-registrasi dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada Kepala BPOM dilampirkan dengan dokumen pra-registrasi atau dokumen registrasi. Selain dilakukan dengan cara manual, kini tahap registrasi dapat dilakukan secara elektronik yaitu dengan AeRO (Aplikasi e-Regsitrasi Obat). Alur registrasi obat : a. Industri Farmasi melakukan pendaftaran kepada kepala Badan POM, sekaligus tahapan pra-registrasi yang akan menentukan jalur evaluasi dan kategori registrasi. Pada tahap ini dilakukan pula penyerahan dokumen praregistrasi. b. Pemberitahuan hasil pra registrasi secara tertulis dari BPOM. c. Pengajian registrasi dengan menyerahkan berkas registrasi, menyerahkan bukti pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran, serta hasil pra-registrasi. d. Evaluasi berkas registrasi obat oleh KomNas Penilaian Obat Jadi yang dibentuk oleh BPOM. e. KomNas Penilaian Obat Jadi memberitahukan hasil evaluasi secara tertulis kepada Industri Farmasi pendaftar dan memberikan rekomendasi kepada Kepala BPOM. 75



f. Kepala BPOM memberikan keputusan berupa pemberian izin edar. g. Setela mendapatkan izin edar Industri Farmasi boleh mulai memproduksi obat jadi tersebut kemudian di edarkan. h. BPOM melaporkan pemberian izin edar obat jadi kepada Mentri Kesehatan setiap satu tahun sekali.



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad) pada periode 2-28 November 2020 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :



76



1. Lafi Puskesad merupakan industri farmasi yang berperan dalam pengadaan obat-obatan dengan mutu, khasiat, serta keamanan yang terjamin untuk digunakan oleh Dukkes dan Yankes tertentu. 2. Lafi Puskesad memiliki personil yang terkualifikasi sesuai dengan CPOB sebagai Penanggung Jawab pada Bagian Produksi (ß-laktam dan non ßlaktam), Pengawasan Mutu (Quality Control) dan Pemastian Mutu (Quality Assurance). Hal ini telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 3. Kegiatan produksi sediaan ß-laktam, sefalosporin dan derivatnya, dan non ßlaktam dilaksanakan pada bangunan yang terpisah dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sesuai dengan kebutuhan produksinya dan telah memenuhi persyaratan CPOB. 4. Pada tahun 2017 Lafi Puskesad telah mendapat resertifikasi sertifikat CPOB yaitu sediaan ß-laktam. B. Saran Dari kegiatan PKPA daring yang dilakukan selama tujuh (7) kali pertemuan diharapkan mahasiswa mampu memahami Capaian Pembelajaran Silabus serta memperoleh pengetahuan tentang Industri Farmasi.



DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta.



77



Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 13 tahun 2018 tentang Pedoman Teknis Cara Pembuatan Obat yang Baik, Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Jakarta.



LAMPIRAN



78



Kegiatan PKPA LAFI AD secara daring



79