Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Kimia Farma Urip [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

hLAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER



DI APOTEK KIMIA FARMA URIP SUMOHARJO Tanggal 15 Oktober 2019 sampai 8 November 2019



Disusun oleh :



RISTIEYEN RAMADINI 15120180143



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UMI MAKASSAR 2019



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan, baik sehat secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU No. 36 Tahun 2009), adalah suatu kebutuhan sekaligus hak bagi setiap warga negara Indonesia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) RI tahun 1945. Kesehatan merupakan suatu faktor yang sangat krusial dalam mewujudkan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas demi tercapainya tujuan bangsa, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dalam koridor pembangunan nasional. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan telah diatur berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2015. Apotik merupakan salah satu tempat yang dijadikan untuk melakukan praktek kefarmasian. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasia oleh apoteker. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di apotek harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Penyelenggarakan Pelayanan kefarmasian di apotek wajib mengikuti standar pelayanan kefarmasian sebagaimana diatur dalam peraturan menteri ini. Apotek wajib mengirimkan laporan pelayanan kefarmasian secara berjenjang kepada dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan kementerian kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Permenkes RI No. 73, 2016). Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan



pasien. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian (Permenkes RI No. 73, 2016). Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Adanya paradigma baru mengenai konsep pelayanan kefarmasian yang pada masa sebelumnya hanya terfokus pada pengolaan obat (drug oriented) sekarang ini telah beralih menjadi pelayanan yang bersifat patientoriented



yaitu pelayanan menyeluruh terhadap pasien melalui kegiatan



Pharmaceutical Care.Pharmaceutical Care atau yang disebut juga Asuhan Kefarmasian bertujuan untuk memastikan pasien mendapat terapi obat rasional (aman, tepat, dan cost effective) serta memastikan bahwa terapi yang diberikan adalah yang diinginkan pasien, dengan tujuan akhir untuk memperoleh outcome yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien (Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009). Apoteker sebagai penanggung jawab sebuah apotek memiliki peranan yang besar dalam menjalankan fungsi apotek berdasarkan nilai bisnis maupun fungsi sosial, terutama perannya dalam menunjang upaya kesehatan dan sebagai penyalur perbekalan farmasi kepada masyarakat. Kondisi masyarakat yang semakin kritis terhadap kesehatan mereka dan kemudahan mengakses informasi menjadi tantangan bagi apoteker di masa depan. Kunjungan masyarakat ke apotek kini tak sekedar membeli obat, namun untuk mendapatkan informasi legkap tentang obat yang diterimanya. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker Universitas Muslim Indonesia di Apotek Kimia Farma Urip pada tanggal 15Oktober 2019 sampai 8November 2019. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Perapotekan ini, diharapkan mahasiswa telah memiliki kemampuan dalam bidang perapotekan dan nantinya dapat menerapkan serta mengembangkan keilmuannya pada dunia



kerja, sehingga dapat menjadi apoteker masa depan yang kompeten dibidangnya.Apotek kimia farma urip merupakan perusahaan milik BUMN yang menyediakan berbagai macam produk-produk kesehatan dan apotek tersebut sebagai apotek pelengkap banyak memberikan pelayanan kefarmasian. Apotek kimia farma urip melayani pasien dengan membawa resep maupun non resep kepada masyarakat, menyediakan berbagai macam produk obat bagi masyarakat. Sehingga melalui pelaksanaan PKPA di apotek kimia farma urip diharapkan mahasiswa PKPA dapat mengetahui tugas dan tanggung jawab apoteker dalam apotek dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan praktik kefarmasian di apotek serta pemahaman mengenai kegiatan managerial di apotek. B. Tujuan PKPA Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bidang perapotekan ini adalah untuk : 1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisidan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek. 2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek. 3. Memberikan kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek farmasi komunitas di apotek. 4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional. 5. Memberikan gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di apotek. C. Manfaat PKPA Manfaat dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bidang perapotekan adalah untuk : 1.



Mengetahui, memahami tugas, dan tanggung jawab apoteker dalam mengelola apotek.



2.



Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di apotek.



3.



Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di apotek.



4.



Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi seorangapoteker yang profesional.



D. Kompetensi Yang Akan Dicapai 1. Mampu



membuat



keputusan



profesi



pada



pekerjaan



kefarmasian



berdasarkan IPTEKS, standar praktek kefarmasian, per-UU yang berlaku, dan etika profesifarmasi di apotek. 2. Mampu mempraktekkan asuhan kefarmasian agar tercapai tujuan terapi bagi penderita di apotek 3. Mampu berkomunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lain 4. Mampu menyusun rencana pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan, keuangan, pengembangan sumber daya manusia dan bisnis. 5. Mampu menyusun rencana pengenmbangan praktek kefarmasian yang berorientasi pada layanan kefarmasian. E. Tujuan Pembelajaran Khusus Bidang Perapotekan Adapun tujuan pembelajaran khusus PKPA dibidang perapotekan setelah melaksanakan kegiatan PKPA diharapkan : 1. Peserta PKPA mampu melakukan pengeloaan sediaan farmasi, alatkesehatan dan bahan medis habis pakai meliputi : a. Perencanaan b. Pengadaan c. Penerimaan d. Penyimpanan e. Pemusnahandanpenarikan f. Pengendalian, dan g. Pencatatandanpelaporan 2. Peserta PKPA mampu menerapkan kegiatan pelayanan farmasi klinis meliputi : a. Pengkajianresep



b. Dispensing c. Pelayananinformasiobta (PIO) d. Konseling e. Pelayanankefarmasian di rumah (home pharmacy care) f. Pemantauanterapiobat (PTO). Dan g. Monitoring efeksampingobat (MESO) 3. Peserta PKPA memahami penerapan system manajerial di apotek meliputi : a. Pengaturanbebankerja b. Pengaturantugaspokokdanfungsimasing-masingbidang c. Pengawasan (supervis) d. Promosidanstrategipenjualan 4. Peserta PKPA mampu membuat studi kelayakan dalam perencanaan pembuatan Apotek baru.



BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK



A. Aspek Legalitas 1. Etik Profesi Dalam berbagai bidang keilmuan salah satu bidangnya adalah etik profesi Apoteker dimana etik profesi apoteker telah diatur oleh organisasi IAI (Ikatan Apoteker Indonesia ) yang mengatur berbagai aspek tetang profesi apoteker, salah satunya adalah kode etik, dalam Web resmi Ikatan Apoteker Indonesia dikatakan bahwa Kode etik Apoteker Indonesia merupakan suatu ikatan moral bagi Apoteker. Dalam kode etik diatur dalam perihal kewajiban-kewajiban Apoteker, baik terhadap masyarakat, teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (Sutdrajat dan Ningsih, 2017). Kode etik profesi Apoteker telah tercantum pada Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) yang diterapkan pada tahun 2009, yakni seorang Apoteker di dalam menjalangkan tugas kewajiban serta dalam mengamalkan



keahliannya harus senantiasa mengharapkan



bimbingan dan keridhaan Tuhan yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sunpah/janji Apoteker (Kode Etik Apoteker Indonesia, 2009) Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu (Ikatan EtikApoteker Indonesia, 2009):  Kewajiban Umum 1) Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah (Janji Apoteker) 2) Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia 3) Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh terhadap prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya. 4) Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan khususnya pada dibidang kefarmasian. 5) Di dalam menjalankan tugasnya seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.



6) Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan mendaji contoh yang baik bagi masyarakat 7) Seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. 8) Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundangundangan khususnya di bidang farmasi.  Kewajiban Apoteker Terhadap Pasien Seorang



Apoteker



dalam



melakukan



praktik



kefarmasian



harus



mengutamakan kepentingan masyarakat. Menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani.  Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat 1) Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan 2) Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik 3) Seorang



Apoteker



harus



mempergunakan



setiap



kesempatan



untuk



meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian serta mepertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.  Kewajiban Apoteker Terhadap Sejawat Petugas Kesehatan Lain 1) Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan lain 2) Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan atau hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lain. 2. Peraturan Perundang-undangan Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam landasan hukum: 1) Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. 2) Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. 3) Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek No.1.



4) Peraturan Menteri Kesehatan No. 187/Menkes/Per/III/1991 Tentang Pelaksanaan Masa Bakti dan izin Kerja Apoteker. 5) Keputusan Menteri Kesehatan No. 397b/Menkes/SK/VII/1991 Tentang Larangan Peredaran Obat Tradisional yang Tidak Terdaftar. 6) Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian izin Apotek (Hardjono, 2001). 7) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/IX/1993 Tentang Ketentuan dan Pemberian Ijin Apotek sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1322/Menkes/Per/IX/202 Tentang Ketentuan Pemberian Ijin Apotek. 8) Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/X/1993/Tentang Kriteria Obat yang dapat Diserahkan Tanpa Resep. 9) Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/Per/X/1993/ Tentang Obat Wajib Apotek No.2. 10) Keputusan Menteri Kesehatan No. 925/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No.1. 11) Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan. 12) Peraturan Menteri Kesehatan No. 688/Menkes/Per/VII/1997 Tentang Peredaran Psikotropik. 13) Undang-undang No. 5 Tahun1997 Tentang Psikotropika. 14) Undang-undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. 15) Peraturan Pemerintah No. 72 tahin 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. 16) Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999 Tentang Obat Wajib Apotek No.3. 17) Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 18) Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 19) Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2010 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotek. 20) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 21) Permenkes No.73 tahun 2016 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek



22) Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi Di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. B. Tata Cara Pendirian Apotek dan Studi Kelayakan 1.



Pembuatan Studi Kelayakan Studi kelayakan (Feasibility Study) adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu usaha dilaksanakan dengan berhasil. Keberhasilan yang dimaksud adalah manfaat dari usaha yang akan didirikan, yaitu usaha apotek yang dapat diartikan sebagai manfaat finansial, manfaat bagi perekonomian, dan manfaat sosial. Studi kelayakan dimaksudkan untuk mempelajari apakah pendirian Apotek di lokasi yang telah ditentukan tersebut sudah layak atau belum untuk berdiri. Tujuan diadakan studi kelayakan adalah untuk menghindari kerugian, memaksimalkan keuntungan, mengevaluasi aspek-aspek yang mempengaruhi, mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kunci keberhasilan, mengidentifikasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan, mengetahui dampak-dampak yang akan terjadi, serta mengetahui biaya yang harus disediakan (Santosa, 2010) Studi ini merupakan alat analisis yang meliputi rekomendasi dan batasan yang digunakan untuk membantu pengambil keputusan dalam memutuskan apakah suatu konsep bisnis layak dilaksanakan. Studi kelayakan digunakan untuk mendukung proses pengambilan keputusan berdasar analisis untung rugi sebuah bisnis atau kelayakan suatu proyek. Studi kelayakan dilaksanakan selama fase pertimbangan dalam siklus pengembangan bisnis setelah rencana bisnis dibuat (Thompson, 2005). Studi kelayakan perlu dilaksanakan dengan tujuan, yaitu  Fokus terhadap proyek dan garis besar alternatif pilihan yang ada  Memilah alternatif bisnis  Mengidentifikasi peluang baru melalui proses investigasi  Mengidentifikasi alasan-alasan untuk menghentikan proyek meningkatkan kemungkinan sukses proyek dengan mengenali dan mengantisipasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada kelangsungan proyek  Menyediakan informasi yang berkualitas dalam proses pengambilan keputusan; menyediakan dokumentasi tentang investigasi menyeluruh bisnis yang akan dijalankan



 Membantu proses peminjaman modal atau pendanaan dari institusi atau sumber dana lainnya  Membantu menarik investor (Hofstrand, 2009). Studi kelayakan merupakan metode ilmiah. Salah satu syarat metode ilmiah adalah sistematis. Penyusunan studi kelayakan sebagai salah satu metode ilmiah pada umumnya meliputi beberapa langkah kegiatan, yaitu (Sulastri L, 2016) : a. Penemuan Ide Agar dapat menghasilkan ide proyek yang dapat menghasilkan produk laku untuk dijual dan menguntungkan diperlukan penelitianyang terorganisasi dengan baik serta dukungan sumber daya yangmemadai. Jika ide proyek lebih dari satu, dipilih denganmemperhatikan: 1) Ide usaha sesuai dengan kata hatinya 2) Pengambil keputusan mampu melibatkan diri dalam hal-hal yangsifatnya teknis 3) Keyakinan akan kemampuan usaha menghasilakan laba b. Tahap Penelitian Setelah ide proyek terpilih dilakukan penelitian yang lebih mendalam dengan metode ilmiah: 1) Mengumpulkan data 2) Mengolah data 3) Menganalisis dan menginterpretasikan hasil pengolahan data 4) Menyimpulkan hasil 5) Membuat laporan hasil c. Tahap Evaluasi Evaluasi yaitu membandingkan sesuatu dengan satu atau lebih standar atau kriteria yang bersifat kuantitatif atau kualitatif. Ada 3 macam evaluasi : 1) Mengevaluasi usaha proyek yang akan didirikan 2) Mengevaluasi proyek yang akan dibangun 3) Mengevaluasi bisnis yang sudah dioperasionalkan secara rutin Dalam evaluasi bisnis yang akan dibandingkan adalah seluruh ongkos yang akan ditimbulkan oleh usulan bisnis serta manfaat yang akan diperkirakan akan diperoleh.



d. Tahap Pengurutan Usulan yang Layak Jika terdapat lebih dari satu usulan rencana bisnis yang dianggap layakperlu dilakukan pemilihan rencana bisnis yang mempunyai skor tertinggi jika dibanding usulan lain berdasar kriteria penilaian yang telah ditentukan. e. Tahap Rencana Pelaksanaan Setelah rencana bisnis dipilih perlu dibuat rencana kerja pelaksanaan pembangunan proyek. Mulai dari penentuan jenis pekerjaan, jumlah dan kualifikasi tenaga perencana, ketersediaan dana dan sumber daya lain serta kesiapan manajemen. f. Tahap Pelaksanaan Dalam realisasi pembangunan proyek diperlukan manajemen proyek. Setelah proyek selesai dikerjakan tahap selanjutnya adalah melaksanakan operasional bisnis secara rutin. Agar selalu bekerja secara efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan laba perusahaan dalam operasional perlu kajian-kajian untuk mengevaluasi bisnis dari fungsi keuangan, pemasaran, produksi dan operasi. Aspek-aspek yang dilakukan dalam studi kelayakan (Afiyah, 2015 dan Afandi, 2009) : a. Aspek Pasar dan Pemasaran, meliputi : 1) Menganalisis permintaan pasar 2) Menganalisis pesaing 3) Menganalisis pangsa pasar 4) Menganalisis strategi dan bauran pemasaran Analisis pasar dengan memperhatikan jenis pasar dan strategi persaingan yaitu gambaran mengenai pasar monopoli, pasar oligopoly atau pasar persaingan bebas. Potensi pasar ditinjau dari jenis konsumen yang memiliki daya beli tinggi terhadap apotek dan daya tarik laba. Target pasar (konsumen sasaran) yaitu jenis konsumen yang menjadi sasaran dan jenis konsumen yang bukan menjuadi sasaran (Ranny, 2011). b. Aspek Hukum dan Legalitas, membahas mengenai badan hukum organisasi dan jenis-jenis perizinan yang diperlukan. c. Aspek Teknis dan Produksi, meliputi : 1) Menganalisis lokasi produksi 2) Menganalisis bahan baku, bahan tambahan,dan bahan penolong



3) Menganalisis teknologi yang digunakan 4) Menganalisis proses produksi Analisis teknis berupa peta lokasi dan lingkungan disekitarnya yang memberikan gambaran mengenai pemetaan lokasi-lokasi yang menjadi target pendirian sebuah usaha/apotek. Situasi lingkungan disekitar lokasi yang menjadi target seperti situasi fasilitas transportasi, jenis konsumen, jumlah praktek dokter, usaha/apotek pesaing. Kemudian desain interioe dan eksterior yang memberikan gambaran mengenai warna dan bentuk gedung serta billboard, harus dapat memberikan identitas tersendiri yang dapat membedakannya dengan apotek pesaing. Warna dan bentuk gedung harus dapat menarik perhatian konsumen. Kemudian dari jenis produk yang dijual apakah dominan dan perlu diperhatikan kelengkapan produk yang tersedia (Ranny, 2011). d. Aspek Organisasi dan Manajemen, meliputi : 1) Menganalisis struktur organisasi 2) Menganalisis jumlah dan kualifikasi tenagakerja Analisis manajemen yang menjelaskan struktur organisasi yang memberikan gambaran mengenai apotek yang berdiri sendiri atau menjadi bagian dari apotek yang sudah ada serta jumlah kebutuhan tenaga kerja yang memberikan gambaran mengenai jumah karyawan yang dibutuhkan untuk omzet tertentu jenis karyawan yang dibutuhkan. Program kerja juga harus memberikan gambaran mengenai langkah-langkah penting yang menjadi prioritas untuk dikerjakan dalam memperoleh sasaran yang ditetapkan dan kapan program tersebut dilaksanakan (Ranny, 2011). e. Aspek Finansial, meliputi : 1) Menganalisis kebutuhan dana 2) Menganalisis sumber dana 3) Menganalisis modal kerja 4) Menghitung proyeksi rugi/laba 5) Menghitung proyeksi arus kas masuk (cash inflow) 6) Menganalisis kelayakan berdasarkan kriteria penilaian investasi yang terdiri dari Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Profitability Index (PI). Analisis Kelayakan Investasi yaitu (Afandi, 2009) :



a. Metode PBP (Payback Period) merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. PBP = jumlah investasi / aliran kas bersih x 1 tahun Kriteria penilaian pada payback period adalah : 1) Jika PBP < waktu maksimum, maka usulan proyek tersebut dapat diterima. 2) Jika PBP > waktu maksimum, maka usulan proyek tersebut ditolak. b. Metode ARR (Average Rate of Return) merupakan cara untuk mengukur rata-rata pengembalian bunga dengan cara membandingkan antara rata-rata laba sebelum pajak EAT dengan rata-rata investasi. Rata-rata EAT = total EAT / umur ekonomis c. Metode NPV (Net Present Value) Merupakan metode analisis keuangan yang memperhatikan adanya perubahan nilai uang karena faktor waktu; proyeksi arus kas dapat dinilai sekarang (periode awal investasi) melalui pemotongan nilai dengan faktor pengurang yang dikaitkan dengan biaya modal (persentase bunga). NPV = Total PV Aliran Kas Bersih – Total PV Investasi Kriteria penilaian NPV adalah : 1) Jika NPV > 0, maka investasi diterima. 2) Jika NPV < 0, maka investasi ditolak. d. Metode IRR (Internal Rate of Return) IRR adalah tingkat bunga yang akan diterima sama dengan jumlah nilai sekarang dari pengeluaran modal. IRR = PI – CI x P2-P1 / C2-C1 Keterangan : P1 = Tingkat bunga 1 P2 = Tingkat bunga 2 C1 = NPV 1 C2 = NPV 2



Kriteria penilaian IRR adalah : 1) Jika IRR > dari suku bunga yang telah ditetapkan, maka investasi diterima. 2) Jika IRR < dari suku bunga yang telah ditetapkan, maka investasi ditolak. e. Metode PI (Profitabilitas Indeks) Indeks profitabilitas adalah rasio atau perbandingan antara jumlah nilai sekarang arus kas selama umur ekonomisnya dan pengeluaran awal proyek.



PI = Total PV kas bersih / total investasi Kriteria untuk Profitabilitas Indeks : 1) Proyek dinilai layak jika PI > atau = 1,00, sebaliknya 2) Dinilai tidak layak jika PI < 1,00 f. Perhitungan ROI (Return On Investment) yaitu untuk mengetahui kemampuan perusahaan menghasilkan persen pendapatan. ROI =



Laba bersih



x 100%



Total investasi g. Perhitungan BEP (Break Event Period) yaitu untuk mengetahui tingkat keseimbangan atau posisi perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak memperoleh kerugian. 1 BEP = 1-biaya variable



x biaya rutin



Pendapatan Analisis keuangan yang memberkan gambaran jumlah biaya investasi dan modal kerja mengenai berapa jumlah biaya investasi yang dibutuhkan, berapa lama pengembalian (payback period), berapa besar tingkat pengembalian internal yang aman (internal rate of return) per tahunnya. Analisis keuangan lainnya mengenai sumber pendanaan apotek yaitu berupa sumber biaya investasi, tingkat efisiensi dibandingkan dengan sumber lain, jenis pinjaman jangka pendek atau jangka panjang (Ranny, 2011). 2. Tata cara pendirian apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes No. 73 Tahun 2016). Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. Suatu apotek baru



dapat beroperasi setelah mendapatkan Surat Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan menteri kesehatan Republik Indonesia (melalui Pemerintah daerah kabupaten/kota) kepada apoteker atau apoteker yang berkerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di suatu tempat tertentu (Permenkes 9, 2017). Didalam mendirikan suatu Apotek tentu saja harus terlebih dahulu dipenuhi segala persyaratan untuk dapat kiranya Apotek tersebut dapat berdiri dan menjalankan tugas dan fungsinya ditengah-tengah masyarakat, dimana persyaratan-persyaratan yang dimaksudkan yaitu meliputi : (a) Persyaratan Lokasi berdirinya Apotek (b) Persyaratan Bangunan dan Perlengkapan Apotek (c) Persyaratan Perbekalan Apotek. Persyaratan yang disebutkan merupakan persyaratan minimal yang harus dipenuhi dalam setiap pendirian sebuah Apotek baru maupun perpindahan Apotek (Permenkes No 73 tahun 2016). a) Persyaratan Lokasi Setiap akan mendirikan suatu bentuk usaha harus memerlukan tempat atau lokasi untuk berdirinya usaha tersebut atau tempat berdirinya bangunan, serta usaha tersebut dapat beroperasi sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Biasanya apabila seseorang akan mendirikan suatu bentuk usaha maka tentu saja ia akan berusaha agar dapat memperoleh lokasi atau tempat usaha yang dianggap mempunyai lokasi strategis yang cukup baik untuk menjalankan usaha tersebut. Begitu juga dengan lokasi usaha yang akan dijalankan pengusaha tersebut dapat sesuai dengan kehendaknya dan juga sesuai dengan kesanggupannya. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian(Permenkes No. 9 tahun 2017). Apotek Kimia Farma urip terletak di jln.Urip Sumoharjo, ditinjau dari lokasinya, Apotek ini cukup strategis dan ramai dilalui baik oleh kendaraan umum maupun pribadi.. Di depan apotek terdapat area parkir untuk pelanggan apotek. Bagian depan apotek dilengkapi dengan papan iklan Kimia Farma dan klinik dengan warna biru tua dan logo berwarna jingga dengan tujuan agar masyarakat dapat dengan mudah menemukan Apotek Kimia Farma tersebut. b) Persyaratan Bangunan dan Perlengkapan Apotek



Bangunan Apotek adalah gedung ataupun bagian dari gedung yang dipergunakan untuk mengelola suatu Apotek. Bangunan Apotek harus mempunyai luas dan memenuhi persyaratan yang cukup, serta memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Didalam pendirian Apotek baru maupun perpindahan Apotek terhadap bangunan Apotek ini diperlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari segi syarat luas dan persyaratan teknis. Berdasarkan Permenkes No. 9 tahun 2017 (pasal 6) ada beberapa persyaratan dari bangunan apotek yaitu : a. Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia. b. Bangunan Apotek harus bersifat permanen. c. Bangunan bersifat permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun dan bangunan yang sejenis. Pada pasal 7 tentang sarana-prasarana dan peralatan. Bangunan Apotek sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi : a. Penerimaan Resep b. Pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas), c. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, d. Konseling e. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dan f. Arsip. Pada pasal 8 prasarana apotek paling sedikit terdiri atas : a. Instalasi air bersih b. Instalasi listrik c. Sistem tata udara dan d. Sistem proteksi kebakaran. Sedangkan pada Pasal 9 menjelaskan bahwa :



1. Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian. 2. Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan. 3. Formulir catatan pengobatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan catatan mengenai riwayat penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker yang diberikan kepada pasien. Apotek Kimia Farma Urip terdiri atas 2 lantai yang terpakai. Di lantai 1 terdapat daerah apotek, dan bagian lantai 2 terdapat klinik dokter gigi. Desain bangunan apotek yang menggunakan kaca di bagian depan apotek dimaksudkan agar menarik perhatian pengguna jalan yang melewati apotek untuk berkunjung. Selain itu, bertujuan agar mempermudah masyarakat untuk melihat kondisi di dalam Apotek. Apotek juga dilengkapi dengan kamera CCTV ini bertujuan untuk memantau keamanan dari hal-hal yang tidak diinginkan. c) Persyaratan Perbekalan Apotek Perbekalan Apotek disebutkan juga dengan perbekalan kesehatan farmasi yang merupakan salah satu dari sarana Apotek disamping bangunan dan perlengkapan Apotek yang berhubungan dengan kepentingan Perizinan Apotek maupun segi kepentingan operasional Apotek di dalam pendistribusian obat-obatan dan bahan obat kepada masyarakat. Perbekalan dibidang farmasi yang harus dipenuhi oleh apotek terdiri dari alat dan peralatan seperti botol dan gelas dengan ukuran yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan; perlengkapan dan alat penyimpanan dan perbekalan farmasi seperti lemari obat yang sesuai kebutuhan; lemari pendingin dengan jumlah minimal 1 buah; lemari tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika, dan bahan lainnya sesuai dengan kebutuhan apotek; wadah pengemas dan pembungkus, etiket dan plastik pengemas obat-obatan dan bahan obat sesuai kebutuhan. Perbekalan dibidang tenaga kesehatan berdasarkan Permenkes No 9 tahun 2017 dikatakan bahwa Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga



administrasi dan wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes No 9 tahun 2017). Berdasarkan Permenkes tersebut maka sebuah apotek harus memiliki seorang Apoteker yaitu sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucap sumpah jabatan Apoteker. Berdasarkan pasal 12 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 1332/MenKes/SK/X/2002,



menjelaskan



bahwa



Apoteker



berkewajiban



menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Memiliki Apoteker Pengelola Apotek (APA) yaitu apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Dalam pasal 19 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MenKes/SK/X/2002 menyatakan bahwa, apabila apoteker pengelola apotek berhalangan hadir untuk melaksanakan tugasnya pada jam buka apotek, apoteker pengelola apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping. Yang dikatakan sebagai apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek disamping apoteker pengelola apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Sebuah apotek juga harus memiliki asisten apoteker yaitu mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten Apoteker. Berdasarkan Permenkes No. 9 tahun 2017 pada pasal 12 tentang Surat izin apotek : (1) Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri, (2) Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berupa SIA, (4) SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Persyaratan untuk mendapatkan SIA yaitu dijelaskan pada pasal 13 dan pasal 14 : 1) Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen administratif meliputi: a. Fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli; b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP); c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker; d. Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan;



e. Daftar prasarana, sarana, dan peralatan. 3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima permohonan dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek. 4) Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat 3 harus melibatkan unsur dinas kesehatan kabupaten/kota yang terdiri atas : a. Tenaga kefarmasian; b. Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana. 5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 6) Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dan dinyatakan memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan



Provinsi,



Kepala



Balai



POM,



Kepala



Dinas



Kesehatan



Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi. 7) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dinyatakan masih belum memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja. 8) Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 7, pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak surat penundaan diterima. 9) Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 8, maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan. 10) Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan Apotek dengan menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.



Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6), maka penerbitannya bersama dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA. Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA. Pada pasal 15 yang menjelaskan tentang perubahan izin : (1) Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek harus dilakukan perubahan izin. (2) Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek, wajib mengajukan permohonan perubahan izin kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. (3) Terhadap Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan nama Apotek sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak perlu dilakukan pemeriksaan setempat oleh tim pemeriksa. (4) Tata cara permohonan perubahan izin bagi Apotek yang melakukan perubahan alamat dan pindah lokasi atau perubahan Apoteker pemegang SIA sebagaimana dimaksud pada ayat 2 mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. C. Pengelolaan Apotek 1. Manajemen pendukung a. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek adalah anak perusahaan PT Kimia Farma (Persero) Tbk sejak tanggal 4 Januari 2003 yang didirikan berdasarkan akta pendirian No. 6 tahun 2003 yang dibuat dihadapan Notaris Ny. Imas Fatimah, S.H. di Jakarta dan telah diubah dengan akta No. 42 tanggal 22 April 2003 yang dibuat dihadapan Notaris Nila Noordjasmani Soeyasa Besar, S.H. Akta ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No :



C-09648 HT.01.01 TH 2003 tanggal



1 Mei



2003



(kimiafarmaapotek.co.id). PT. Kimia Farma Apotek bertrasnformasi menjadi healthcare provider company, suatu perusahaan jaringan layanan kesehatan terintegrasi dan terbesar di Indonesia, yang pada akhir tahun 2015 memiliki 725 apotek, 300 klinik dan praktek dokter bersama, 42 laboratorium klinik, dan 10 optik, dengan visi menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia (Kimiafarmaapotek.co.id).



PT. Kimia Farma Apotek dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi 3 direktur (Direktur Operasional, Direktur Keuangan dan Direktur SDM & Umum. Direktur Operasional membawahi Manager Controller, Compliance & Risk Management dan Manager Principal & Merchendise. Direktur Operasional juga mengoordinasi PT. KF Distribusi, KF Klinik dan KF Optik. Direktur Keuangan membawahi Manager Akuntansi, Keuangan & IT dan Manager Apotek Bisnis (Unit Bisnis). Direktur SDM & Umum membawahi Manager Human Capital & General Affair. Konsep BM ini bertujuan agar pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam satu area menjadi lebih efektif dan efisien, serta memudahkan pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah. Secara umum keuntungan yang didapat melalui konsep BM adalah : a. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah b. Apotek-apotek pelayanan dapat lebih fokus pada kualitas pelayanan, sehingga mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan berdampak pada peningkatan penjualan. c. Merasionalkan jumlah SDM, terutama tenaga administrasi yang diharapkan berimbas pada efisiensi biaya. d. Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang dagangan yang lebih murah, dengan maksud agar dapat memperbesar range margin atau HPP yang lebih rendah. Apotek pelayanan lebih fokus pada pelayanan perbekalan farmasi dan informasi obat pasien, sehingga layanan Apotek yang berkualitas dan berdaya saing mendukung dalam pencapaian laba melalui penjualan. Apotek pelayanan dipimpin oleh seorangApoteker Penanggung jawab yang membawahi Apoteker pendamping kemudian apoteker pendamping membawahi Asisten Apoteker dan SPG. Apotek Kimia Farma Urip. Apotek ini memiliki lokasi yang cukup strategis sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sebuah apotek, yaitu dilalui kendaraan pribadi maupun umum. Apotek Kimia Farma Urip buka setiap hari dan memiliki klinik, buka dari jam 08.00-23.30 setiap harinya, Apotek kimia farma Urip tidak buka 24 jam. Pembagian jam kerja dengan sistem pergantian shift. Dimana shift pagi pada pukul 08.00-16.00 dan shift sore pada pukul 14.00 – 22.00.



a. Sistem informasi manajemen apotek Sistem informasi merupakan salah satu faktor yang penting bagi sebuah instansi/perusahaan dalam kegiatan operasional. Sistem informasi digunakan untuk mengumpulkan, mengolah dan menyediakan informasi dengan tujuan untuk membantu pengambilan keputusan. Informasi diperoleh dari pengumpulan dokumen atau catatan farmasi.Apotek merupakan salah satu jenis usaha dibidang pengobatan yang sangat memerlukan adanya sistem informasi pengolahan data untuk mempermudah dan memperlancar kinerjanya. Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang merupakan kombinasi dari orang-orang, fasilitas, teknologi, media, prosedur-prosedur dan pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan sebuah jalur komunikasi penting, memproses tipe transaksi rutin tertentu, memberi sinyal kepada manajemen dan yang lainnya terhadap kejadiankejadian internal dan eksternal yang penting dan menyediakan suatu dasar informasi untuk pengambilan keputusan yang cerdik (Trimarsiah, 2016). Sistem informasi manajemen (SIM) adalah sistem informasi yang digunakan untuk menyajikan informasi yang digunakan untuk mendukung operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam suatu organisasi. Biasanya, SIM menghasilkan informasi untuk memantau kinerja, memelihara koordinasi, dan menyediakan informasi untuk operasi organisasi (Susanti, 2015). b. Sumber daya manusia Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberikan pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Latifah, 2016). Apoteker di Apotek mempunyai serta menjalankan fungsi dan tugas di antaranya (Maulidina & Aeyni, 2017) : 1) Membuat visi dan misi. 2) Membuat strategi, tujuan, sasaran, dan program kerja. 3) Membuat dan menetapkan peraturan atau Standar Prosedur Operasional (SPO) pada setiap fungsi kegiatan di apotek.



4) Membuat sistem pengawasan dan pengendalian SPO serta program kerja pada setiap fungsi kegiatan di Apotek. 5) Merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, dan menganalisis hasil kinerja operasional dan kinerja keuangan Apotek. Peran sebagai seorang Farmasi dalam pelayanan kesehatan terbagi dalam 9 stars Farmasi berdasarkan World Health Organization (WHO) meliputi : 1) Care giver (Pemberi pelayanan) Seorang Farmasi/Apoteker merupakan profesional kesehatan yang peduli, dalam wujud nyata memberi pelayanan kefarmasian kepada pasien dan masyarakat luas, berinteraksi secara langsung, meliputi pelayanan klinik, analitik, tehnik, sesuai dengan peraturan yang berlaku (PP No. 51 tahun 2009), misalnya peracikan obat, memberi PIO (Pelayanan Informasi Obat), konseling, konsultasi, skrining resep, monitoring, visite, dan banyak tugas kefarmasian lainnya. 2) Decision maker (Pembuat keputusan) Seorang Farmasi/Apoteker merupakan seorang yang mampu menetapkan atau menentukan keputusan terkait pekerjaan kefarmasian, misalnya memutuskan dispensing, penggantian jenis sediaan, penyesuaian dosis, pengantian obat jika ditemukan bahaya yg signifikan, serta keputusan-keputusan lainnya yang bertujuan agar pengobatan lebih aman, efektif dan rasional. 3) Communicator (Komunikator) Seorang Farmasi/Apoteker harus mampu menjadi komunikator yang baik, sehingga pelayanan kefarmasian dan interaksi kepada pasien, masyarakat, dan tenaga kesehatan berjalan dengan baik, misalnya menjadi komunikator yang baik dalam PIO (Pelayanan Informasi Obat), Penyuluhan, konseling dan konsultasi obat kepada pasien, melakukan visite ke bangsal/ruang perawatan pasien, Pengajar, Narasumber, dan sebagainya. 4) Manager (Manajer) Seorang Farmasi/Apoteker merupakan seorang manajer dalam aspek kefarmasian non klinis, kemampuan ini harus ditunjang kemampuan manajemen yang baik, contoh sebagai Farmasis manajer (APA) di apotek, Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit, harus mampu mengelola perbekalan farmasi dan mengelola karyawan agar dapat melayani dg optimal dan produktif dalam hal kinerja dan



profit. Contoh lainnya sebagai Pedagang Besar Farmasi/PBF),



manager Quality Control (QC), Quality Assurance (QA), Manajer Produksi, dan lain lain. 5) Leader (Pemimpin) Seorang Farmasi/Apoteker harus mampu menjadi seorang pemimpin, mempunyai visi dan misi yang jelas, dan dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk memajukan institusi atau perusahaan/lembaga yang dipimpin, misalnya sebagai Rektor, Dekan, Direktur Rumah Sakit, Direktur Utama di industri farmasi, Direktur marketing, Direktur bagian produksi dan sebagainya. 6) Life-long learner (Pembelajar seumur hidup) Seorang Farmasi/Apoteker harus memiliki semangat belajar sepanjang waktu, karna informasi/ilmu kesehatan terutama farmasi (obat, penyakit dan terapi) terus berkembang pesat dari waktu ke waktu, sehingga kita perlu mengupdate pengetahuan dan kemampuan agar tidak ketinggalan. 7) Teacher (Guru) Seorang Farmasi/Apoteker dituntut dapat menjadi pendidik atau akademisi bagi pasien, masyarakat, maupun tenaga kesehatan lainnya terkait ilmu farmasi dan kesehatan, baik menjadi guru, dosen, ataupun sebagai seorang farmasis/apoteker yg menyampaikan informasi kepada pasien masyarakat dan tenaga kesehatan lain yang membutuhkan informasi. 8) Researcher (Penelitian) Seorang Farmasi/Apoteker merupakan seorang peneliti terutama dalam penemuan dan pengembangan obat-obatan yang lebih baik. disamping itu farmasi juga dapat meneliti aspek lainnya misal data konsumsi obat, kerasionalan obat, pengembangan formula, penemuan sediaan baru (obat, alat kesehatan, dan kosmetik). 9) Entrepreneur (Pengelola) Seorang Farmasi/Apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam mengembangkan dan kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat, misalnya dengan mendirikan perusahaan obat, kosmetik, makanan, minuman, alat kesehatan, baik skala kecil maupun skala besar, mendirikan apotek, serta bisnis tanaman obat dan lai lainnya. Tugas dan fungsi masing-masing dari tenaga kerja di Apotek sebagai berikut : 1) Apoteker Pengelola Apotek (APA)



Apoteker Pengelola Apotek mempunyai tugas sebagai berikut: a) Mengkoordinasikan pelaksanaan fungsi profesi kefarmasian di apotek dengan memberikan bimbingan bagi seluruh sumber daya sesuai dengan profesinya, untuk memastikan bahwa Apoteker Pengelola Apotek dapat bekerja mengelola apotek sesuai dengan profesinya sebagai Apoteker. b) Mengelola dan mengawasi kegiatan operasional layanan farmasi di apotek yang menjadi tanggung jawab dalam hal pelayanan, untuk memastikan pencapaian kinerja apotek dalam hal pelayanan (tidak ada kesalahan obat dan keluhan pelanggan). c) Memberikan pengarahan dan mengidentifikasi potensi seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) dalam kegiatan operasional Apotek Pelayanan di bawah tanggung jawabnya, untuk memastikan seluruh karyawan dapat bekerja secara optimal sesuai dengan potensi dan tugasnya masing-masing sehingga target apotek pelayanan tercapai. d) Melakukan dan mengawasi pelaksanaan pemberian Layanan Swamedika sesuai dengan profesinya, untuk mempertahankan citra baik perusahaan dan loyalitas pelanggan. e) Memberikan pelatihan kepada seluruh SDM sesuai dengan kebutuhan di apotek, untuk mendukung terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang baik. f) Melakukan validasi penjualan dan stok opname untuk memastikan system informasi berjalan dengan baik. g) Mengkoordinasikan kegiatan pelayanan di apotek untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan sesuai dengan standar dan prosedur. h) Mengelola pembagian tugas dan menyusun jadwal tugas karyawan serta mengatur cuti karyawan untuk memastikan pengalokasian karyawan yang optimal dan sesuai dengan kebutuhan. 2) Apoteker Pendamping Apoteker pendamping adalah seorang apoteker yang bertugas memberi pelayanan farmasi mendampingi Apoteker Pengelola Apotek dan ketika Apoteker Pengelola Apotek tidak berada ditempat. Apoteker pendamping menggantikan Apoteker penanggung jawab saat bertugas keluar. a) Rekap Pasien Medical Record (PMR) dan telefarma.



b) Defekta obat-obat tertentu. c) Skrining dan dokumentasi resep perbulan. d) BPBA obat BPJS. e) Pengawasan terhadap kegiatan pelayanan di apotek. 3) Asisten Apoteker (AA) Apotek Kimia Farma Urip asisten apoteker yang melaksanakan pekerjaan kefarmasiannya sesuai jadwal yaitu : a) Memberikan pelayanan kepada pasien, mulai dari penerimaan resep sebelum diberikan kepada kasir, perhitungan harga resep apabila diperlukan, pengambilan obat dari bagian persiapan, dan penyerahan obat oleh apoteker kepada pasien disertai pencatatan informasi penting, untuk memastikan pelayanan terintegrasi dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. b) Melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep bila ditemukan kejanggalan pada resep dan melakukan koreksi dengan persetujuan dokter penulis resep, untuk mencegah terjadinya kesalahan dengan penulisan resep. c) Melakukan proses peracikan (menakar, menggerus, dan mengemas obat) untuk memastikan bahwa jumlah obat dan dosis obat yang telah tertulis di dalam resep tepat. d) Mengkoordinasikan kegiatan pemasukan resep kredit untuk mendukung kelancaran proses penagihan lebih lanjut. e) Memberikan pelayanan untuk penjualan obat bebas, untuk memastikan proses penjualan bebas dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. f) Melakukan pembatalan transaksi obat dari pelanggan, untuk memastikan pemberian layanan yang sesuai dan memenuhi standar dan prosedur yang berlaku. g) Mengelola dan mengawasi kelengkapan, penataan, kerapihan, dan kebersihan obat-obat di swalayan apotek yang dilakukan Pelaksana Swalayan Farmasi, untuk memastikan kenyamanan dan kelengkapan swalayan apotek.



c. Keuangan (finance) Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan kondisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai



oleh perusahaan. Tujuan dasar dari pelaporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna dalam penentuan keputusan dan investasi bagi pihak intern maupun pihak ekstern (Purwanti, 2015). Laporan keuangan atau financial statement (biasanya dalam bentuk Neraca dan Perhitungan Laba-Rugi) berisi informasi tentang prestasi perusahaan di masa lampau dan dapat memberikan petunjuk untuk penetapan kebijakan di masa yang akan datang. Penting sekali untuk mengenali bahwa neraca merupakan laporan tentang posisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu, sedangkan perhitungan laba-rugi menunjukkan hasil kegiatan operasi selama periode waktu tertentu. Laporan keuangan adalah suatu proses pencatatan dari transaksi keuangan yang telah terjadi selama tahun buku yang bersangkutan yang dibuat oleh manajemen, untuk pertanggungjawaban tugas yang dibebankan oleh pemilik perusahaan (Purwanti, 2015). 1) Laporan laba rugi Bertujuan untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang dialami apotek selama satu tahun. Laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu disebut laporan laba-rugi. Laporan laba-rugi biasanya berisi hasil penjualan, harga pokok penjualan/HPP (saldo awal + persediaan – saldo akhir), laba kotor, biaya operasional, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak, pendapatan non usaha, dan pajak. Persediaan yaitu penjualan dibagi ratarata persediaan, dan rata-rata persediaan didapat dari rumus saldo awal + saldo akhir x ½. Tujuan dari persedian yaitu untuk mengetahui berapa lama perputaran barang atau lama barang selama di apotek. Tujuan dari HPP yaitu untuk mengetahui margin atau keuntungan yang didapat. 2) Laporan neraca akhir tahun Bertujuan untuk mengetahui aset apotek, baik berupa harta lancar, maupun harta tetap. Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada waktu tertentu disebut laporan neraca. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut pasiva, atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. 3) Laporan hutang piutang



Laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode tertentu dalam satu tahun disebut laporan hutang, sedangkan laporan piutang berisikan piutang yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak apotek. d. Perpajakan Dasar hukum ketentuan umum dan tata cara perpajakan apotek mengacu kepada Undang-undang RI No. 6 tahun 1983 sebagai mana telah di rubah terakhir dengan UU RI No.16 Tahun 2000. Ketentuan yang dimaksud adalah : a. Tahun Pajak pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender. b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Adalah suatu sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenalan identitas diri atau identitas wajib pajak. c. Surat Pemberian (SPT) Adalah surat yang oleh wajib pajak dipergunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang -undangan perpajakan. 2. Pengelolaan obat, perbekalan farmasi, dan barang lain a. Pemilihan (selection) Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini berdasarkan (Permenkes No. 73 Tahun 2016). Fungsi pemilihan obat adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi (Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit Tahun 2010) : 1) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan. 2) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi.



3) Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik. 4) Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal. Kriteria pemilihan obat, sebelum melakukan perencanaan obat perlu diperhatikan kriteria yang dipergunakan sebagai acuan dalam pemilihan obat (Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit Tahun 2010) yaitu : 1) Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit. 2) Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah. 3) Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal. 4) Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun bioavailabilitasnya. 5) Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik. 6) Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa maka pilihan diberikan kepada obat yang : a) Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah. b) Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan. c) Stabilitas yang paling baik. d) Paling mudah diperoleh. 7) Harga terjangkau. 8) Obat sedapat mungkin sediaan tunggal. Untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi harus mempertimbangkan : a. Kontra Indikasi. b. Peringatan dan Perhatian. c. Efek Samping. d. Stabilitas. Pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku. a. Procurement 1) Perencanaan Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai



sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Permenkes No. 72 tahun 2016). Dalam membuat



perencanaan



pengadaan



Sediaan



Farmasi,



Alat



Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat (Permenkes No. 73 Tahun 2016). Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan : a) Anggaran yang tersedia; b) Penetapan prioritas; c) Sisa persediaan; d) Data pemakaian periode yang lalu; e) Waktu tunggu pemesanan; dan f) Rencana pengembangan. 2) Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan.Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain (Permenkes No. 73 Tahun 2016) : a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa. b. Bahan berbahaya menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS). c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar.



d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan. b. Distribution inventory Sistem inventori obat adalah suatu sistem yang bertanggungjawab untuk merencanakan dan mengawasi inventory obat mulai dari tahap penerimaan stok sampai distribusi ke pelanggan. Agar rumah sakit memperoleh keuntungan yang optimum maka sistem inventory harus bertujuan sebagai berikut : 1) Pelayanan pelanggan yang maksimal 2) Biaya operasional yang rendah 3) Investasi inventory yang minimal. c. Aspek asuhan kefarmasiaan 1) Pelayanan informasi obat Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang



dilakukan oleh



Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang



tidak memihak,



dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian,



farmakokinetik,



farmakologi, terapeutik dan alternatif,efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain (Permenkes No. 73 Tahun 2016). Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi : a) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan; b) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan); c) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien; d) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi; e) Melakukan penelitian penggunaan Obat; f) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah; g) Melakukan program jaminan mutu.



2) Konseling Konseling obat sebagai salah satu metode edukasi pengobatan secara tatap muka atau wawancara, merupakan salah satu bentuk pelayanan kefarmasian atau kegiatan aktif apoteker dalam usaha untuk meningkatkan pemahaman serta memberikan penjelasan kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan obat dalam proses pengobatan dan penggunaan obat (Depkes RI, 2007). Konseling dimana memberikan kesempatan bagi apoteker untuk memberikan layanan secara langsung kepada pasien di komunitas, dimulai dengan fokus pada pasien, memberikan informasi yang berkaitan dengan obat, menjelaskan tanggung jawab pasien untuk mengikuti petunjuk yang diterapkan oleh apoteker yang sesuai untuk pasien, misalnya nama obat dan tujuan pengobatan, aturan pakai, cara penggunaan, lama penggunaan, efek samping, dan cara penyimpanan obat(Farida dan Endang, 2016). Adapun tujuan dilakukan konseling (Depkes RI, 2007) Tujuan Umum : a. Meningkatkan keberhasilan terapi b. Memaksimalkan efek terapi c. Meminimalkan resiko efek samping d. Meningkatkan cost effectiveness e. Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi. Tujuan Khusus : a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan pasien b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan penyakitnya e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. f. Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem g. Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam hal terapi h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan i. Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.



Berdasarkan Permenkes No. 73 Tahun 2016, Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling: a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui). b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi). c. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off). d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin). e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat. f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah. Tahap kegiatan konseling : a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu : 1) Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda? 2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda? 3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut? c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien. 3) Pengobatan mandiri



Swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apotekerlah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut (Permenkes Nomor : 919/MENKES/PER/X/1993). Obat yang dapat diseahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria : a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun. b. Tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia e. Memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri. 4) Pelayanan obat dan resep Berdasarkan Permenkes No. 73 Tahun 2016 Kegiatan pengkajian Resep meliputi : a. Kajian administratif : nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan; nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan tanggal penulisan Resep. b. Kajian kesesuaian farmasetik : bentuk dan kekuatan sediaan; stabilitas; dan kompatibilitas (ketercampuran obat). c. Pertimbangan klinis : ketepatan indikasi dan dosis obat; aturan, cara dan lama penggunaan obat; duplikasi dan/atau polifarmasi; reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain); kontra indikasi; dan interaksi. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan,



penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error). 5) MESO terlaporkan Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis (Permenkes No. 73 Tahun 2016). Kegiatan : a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat. b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping obat (MESO) c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping obat Nasional Faktor yang perlu diperhatikan : a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain. b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat. 6) Dispensing (therapeutic cycle) Berdasarkan Permenkes No. 73 Tahun 2017, Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut: a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan Resep : menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan Resep; mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat. b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi : warna putih untuk obat dalam/oral; warna biru untuk obat luar dan suntik; menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi. d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah. Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut :



a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep); b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien; c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat; e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain; f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil; g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya; h. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan); i. Menyimpan Resep pada tempatnya; j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir. Apoteker di Apotek juga dapat melayani obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai. 7) Evaluasi penggunaan obat Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria pasien (Permenkes No. 73 Tahun 2016) : a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui. b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis. c. Adanya multidiagnosis. d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit. f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan.



Kegiatan yang dilakukan : a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria. b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain. c. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi obat d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi. e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian



efek terapi dan



meminimalkan efek yang tidak dikehendaki f. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi. g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat



DAFTAR PUSTAKA Afandi dan Mukodim D, 2009, “Analisis Studi Kelayakan Investasi Pengembangan Usaha PT. Aneka andalan karya”, Vol. 3, ISSN: 1885-2559. Afiyah A, dkk, 2015, ‘Analisis Studi Kelayakan Usaha Pendirian Home Industry’, Jurnal Administrasi Bisnis, Vol. 23, No. 1 Latifah E, dkk, 2016, “Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Kota Magelang”, Jurnal Farmasi Sains dan Praktis, Vol. II, No. 1 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 919/MENKES/PER/X/1993 Ranny ZM, 2011, ‘Laporan Kerja Profesi Apoteker Di Apotek Keselamatan’, Jakarta. Sugianto. D., 2013 “Analisis Investasi Pembangunan Rumah Sakit Unisda Medika Di Kampus Universitas Darul Ulum Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan”, Extrapolasi Jurnal Tekhnik Sipil Untag Volume 6 Nomor 1, Surabaya. Sulastri. L., 2016 “Studi KelayakanBisnis UntukWirausaha”, LaGood Publishing ISBN : 978602-74112-0-3. Susanti, 2015, “Sisitem Informasi Manajemen (SIM) Pembelian dan Penjualan pada Apotek Mahkota”, Palembang. Thompson, A., 2005, Entrepreneurship and Business Innovation: The Art of Successful Business Start-Ups and Business Planning, Vineyard. Pub., Guildford, Australia, p. 185.