Laporan Praktikum Farmasi Fisika [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA PERCOBAAN 3 FENOMENA DISTRIBUSI



NAMA



: SHEFIRA TASHA SALSABILA



NIM



: 1913026027



KELOMPOK : 4 (EMPAT) KELAS



:A



ASISTEN



: NOVINDA TAMI SUKOWATI S.FARM



PROGRAM STUDI S1 FARMASI KLINIS FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2021



PERCOBAAN 3 FENOMENA DISTRIBUSI



I.



TUJUAN Mahasiswa dapat mengetahui dan mempraktekkan cara menentukan koefisien partisi suatu zat dalam pelarut yang tidak saling bercampur



II.



TUGAS PENDAHULUAN 1. Jelaskan Pengertian Koefisien Partisi! Jawab : Koefisien partisi adalah kelarutan relatif antara dua fase yang tidak tercampur, ditetapkan dengan melarutkan zat dalam larutan yang mengandung air dan dikocok dengan pelarut organik. Perbandingan obat dalam dua fase disebut juga koefisien partisi. Jika koefisien partisi >0,001, hal ini menunjukan zat memiliki kelarutan dalam lipid yang besar (Muchtaridi Dkk, 2018). 2. Jelaskan Peranan Koefisien Partisi dalam formulasi sediaan Farmasi! Jawab : Koefisien partisi dalam dunia farmasi menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu lipid dan air. Bila molekul semakin larut lipid, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi transmembrane yang kebanyakan disusun oleh lemak menjadi lebih mudah. Namun, dalam pembuatan obat tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat rendah atau kelarutannya dalam air sangat sedikit maka hal tersebut akan menghambat pada proses difusi zat aktif. Prinsip dasar penentuan koefisien partisi didasarkan pada prinsip “like dissolve like” yang menyatakan suatu senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar.



Umumnya senyawa obat bersifat semipolar hingga dapat larut daam dua jenis pelarut baik itu polar ataupun non polar dalam konsentrasi tertentu (Martin, 2009).



III.



TEORI UMUM Koefisien partisi adalah distribusi kesetimbangan dari analit antara fasa sampel dan fasa gas, dan kesetimbangan dari perbandingan kadar zat dalam dua fase. Dengan menyatakan koefisien distribusi dalam istilah energi bebas standar yang dibutuhkan zat terlarut untuk berpindah diantara dua fase dengan mempertimbangkan level molekularnya (Cazes dan Raymond, 2002). Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan berdistribusi diri diantara kedua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam pelarut tidak bercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut tetap berdistribusi diantara kedua lapisan dengan perbandingan konsentrasi tertentu (Martin, dkk., 2009). Koefisien partisi lipid-air suatu obat adalah perbandingan konsentrasi obat dalam fase lipoid dengan fase air setelah kesetimbangan tercapai. Peran koefisien partisi obat dalam bidang farmasi sangat penting. Teori absorpsi, ekstraksi dan kromatografi sangat erat hubungannya dengan teori koefisien partisi. Laju absorpsi obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini disebabkan komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipid. Oleh karena itu, obat yang mudah larut dalam lemak akan dengan mudah melewatinya. Di sisi lain, obat yang kurang larut dalam lipid akan sulit diserap. Obat yang larut dalam lemak secara alami memiliki koefisien partisi lipid-air yang tinggi, sedangkan obat yang sukar larut dalam lipid akan memiliki koefisien partisi yang sangat kecil. Secara umum, obat-obatan adalah asam lemah. Jika obat larut dalam air, sebagian akan terionisasi. Jumlah fraksi obat yang terionisasi tergantung pada pH larutan. Obat yang tidak terionisasi (non-ionized) lebih larut dalam lipid, sebaliknya dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut, oleh karena itu pengaruh pH terhadap laju



absorpsi obat yang bersifat asam dan basa lemah lemah sangat besar (Martin dkk., 2009). Koefisien partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut akan menjadi hambatan pada proses difusi zat aktif (Gandjar & Abdul, 2007). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan, yaitu: 1.



Temperatur Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap kenaikan suhu 10oC.



2.



Kekuatan Ion Semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin kecil.



3.



Konstanta Dielektrik Efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi ionik diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan ion yang kekuatannya bermuatan berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya negatif.



4.



Katalisis Katalisis dapat menurunkan laju - laju distribusi (Katalis negatif). Katalis dapat juga menurunkan energi aktivitas dengan mengubah mekanisme reaksi sehingga kecepatan bertambah.



5.



Katalis Asam Basa Spesifik Laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion hidrogen atau hidroksi.



6.



Cahaya Energi Cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan untuk terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai dengan energi yang cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul – molekul. (Sinko,2002)



IV.



REFERENSI 1. Sinko, Patrick J., 2002, “Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika”, Edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.



V.



ALAT DAN BAHAN 1. Alat yang digunakan a) Baskom b) Batang pengaduk c) Botol semprot d) Buret 25,0 mL e) Corong pisah f) Erlenmeyer 250 mL g) Gelas kimia 250 mL; 500 mL h) Gelas ukur 50 mL i) Pipet tetes j) Sendok tanduk k) Statif dan klem l) Timbangan 2. Bahan yang digunakan a)



Aluminium foil



b) Asam benzoat c)



Asam borat



d) Aquades e)



Indikator fenolftalein



f)



Kertas timbang



g) Minyak kelapa h) NaOH 0,5694 N



VI.



CARA KERJA 1. Disiapkan alat dan bahan 2. Ditimbang 100 mg asam borat di atas timbangan analitik, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL 3. Dilarutkan dengan aquades secukupnya hingga tidak ada partikel sampel yang tertinggal pada dasar (melarut seluruhnya), kemudian dicukupkan volume larutan hingga 100 mL dengan aquades 4. Diambil 25 mL dari larutan tersebut, dimasukkan dalam corong pisah, dan ditambahkan dengan 25 mL minyak kelapa ke dalam corong pisah tersebut 5. Dikocok selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah tadi, dan didiamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain 6. Dibuka tutup corong pisah, lalu ditampung cairan, yang berada sebelah bawah corong pisah, dalam sebuah erlenmeyer 250 mL, cairan lainnya dibuang 7. Ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer berisi cairan/ asam borat yang dikeluarkan dari corong pisah 8. Dititrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda 9. Diambil 25 mL larutan no. 2 di atas, kemudian dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N, serta ditambahkan pula dengan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes 10. Titrasi dihentikan setelah tercapai titik akhir titrasi, ditandai dengan perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda 11. Dicatat volume titrasi yang digunakan 12. Diulang prosedur di atas untuk sampel asan benzoat sebanyak 100 mg



VII.



HASIL PENGAMATAN Asam Borat (mL) No.



VIII.



Asam Benzoat (mL)



Dengan Minyak



Tanpa Minyak



Dengan Minyak



Tanpa Minyak



1



0,4 mL



0,5 mL



0,3 mL



2 mL



2



2 mL



5 mL



4 mL



10 mL



REAKSI 1. Asam Borat + NaOH



2. Asam Benzoat



3. Reaksi terhadap indikator PP



IX.



PERHITUNGAN 1. Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat Volume NaOH yang tersisa didalam buret = 20 ml Konsentrasi asam oksalat = 0.05 (10 ml) M 1 . V 1=M 2 .V 2 M 1 . 20 mL=0.05 .10 mL M1 = 0,025 M 2. Asam Borat a) Dengan Minyak 1) Konsentrasi Asam Borat Diketahui : V1 = 0,4 mL V2 = 2 mL Penyelesaian : M 1 NaOH . V 1 NaOH =M 2 H 3 B O 3 . V 2 H 3 B O 3 0,025 ×0,4 ml=M 2 ×2 mL M 2=0,005 2) Kadar Asam Borat M=



gr 1000 × mr v



0,005=



gr 1000 × 62 2



gram=0,0062 gram



3) Presentasi Asam Borat ¿



Berat asamborat ×100 % berat asam borat yang di timbang



¿



0,062 ×100 % 0.1



¿ 0.62 % b) Tanpa Minyak 1) Konsentrasi Asam Borat Diketahui : V1 = 0,5 mL V2 = 5 mL Penyelesaian : M 1 NaOH . V 1 NaOH =M 2 H 3 B O 3 . V 2 H 3 B O 3 0,025 ×0,5 ml=M 2 × 5 mL M 2=0,0025 2) Kadar Asam Borat M=



gr 1000 × mr v



0,0025=



gr 1000 × 62 5



gram=0,000775 gram 3) Presentasi Asam Borat ¿



Massa AsamBenzoat × 100 % Volume Titran



¿



0,000775 ×100 % 0.1



¿ 0,775 %



c) Koefisien Partisi Asam Borat Kp=¿ = (log 0,77 % −log 0,62 % ¿−log 0,77 % ¿ = 2,20 3. Asam Benzoat a) Dengan Minyak 1) Konsentrasi Asam Benzoat Diketahui : V1 = 0,3 mL V2 = 4 mL M 1 NaOH . V 1 NaOH =M 2 C7 H 6 O 2 . V 2 C 7 H 6 O2 0,025 ×0,3 ml=M 2 × 4 mL M 2=0,0018 2) Kadar Asam Benzoat M=



gr 1000 × mr v



0,0018=



gr 1000 × 122 4



gram=0,00087 gram 3) Presentasi Asam Benzoat ¿



Berat asambenzoat ×100 % berat asam benzoat yang di timbang



¿



0,00087 ×100 % 0.1



¿ 0,87 %



b) Tanpa Minyak 1) Konsentrasi Asam Benzoat Diketahui : V1 = 2 mL V2 = 10 mL Penyelesaian : M 1 NaOH . V 1 NaOH =M 2 C7 H 6 O 2 . V 2 C 7 H 6 O2 0,025 ×2 mL=M 2 × 10 mL M 2=0,005 2) Kadar Asam Benzoat M=



gr 1000 × mr v



0,005=



gr 1000 × 122 10



gram=0,0061 gram 3) Presentasi Asam Benzoat ¿



Berat asambenzoat ×100 % berat asam benzoat yang di timbang



¿



0,0061 ×100 % 0.1



¿ 6.1 % c) Koefisien Partisi Asam Benzoat Kp=¿ = (log 6,1 %−log 0,87 % ¿−log 6,1 % ¿ = 2,06



X.



PEMBAHASAN Pada percobaan ini berjudul “Fenomena Distribusi”. Tujuan dari percobaan



ini



adalah



agar



mahasiswa



dapat



mengetahui



dan



mempraktekkan cara menentukan koefisien partisi suatu zat dalam pelarut yang tidak saling bercampur. Koefisien partisi adalah kelarutan relatif antara dua fase yang tidak tercampur, ditetapkan dengan melarutkan zat dalam larutan yang mengandung air dan dikocok dengan pelarut organik (Muchtaridi Dkk, 2018). Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH, larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan makro molekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin, 1999). Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan pelarut tersebut. Misalnya air dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25oC, merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi juga merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar (Rifai, 1995). Prinsip dari koefisien ini sangat banyak berhubungan dengan ilmu farmasetik, termasuk disini adalah pengawetan system minyak-air, kerja obat di tempat yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh. Koefisien partisi dalam dunia farmasi menggambarkan rasio



pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu lipid dan air. Bila molekul semakin larut lipid, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi transmembrane yang kebanyakan disusun oleh lemak menjadi lebih mudah. Namun, dalam pembuatan obat tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat rendah atau kelarutannya dalam air sangat sedikit maka hal tersebut akan menghambat pada proses difusi zat aktif. Prinsip dasar penentuan koefisien partisi didasarkan pada prinsip “like dissolve like” yang menyatakan suatu senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar. Umumnya senyawa obat bersifat semipolar hingga dapat larut daam dua jenis pelarut baik itu polar ataupun non polar dalam konsentrasi tertentu (Martin, 2009). Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu baskom, batang pengaduk, botol semprot, buret 25,0 mL, corong pisah, erlenmeyer 250 mL, gelas kimia 250 mL dan 500 mL, gelas ukur 50 mL, pipet tetes, sendok tanduk, statif dan klem, serta timbangan. Bahan yang digunakan pada percobaan ini meliputi aluminium foil, asam benzoat, asam borat, aquades, indikator fenolftalein, kertas timbang, minyak kelapa, dan NaOH 0,5694 N. Sebelum melakukan cara kerja, dilakukan standarisasi NaOH dengan menggunakan Asam Oksalat. Hal ini bertujuan untuk mengetahui nilai konsentrasi larutan NaOH dengan menggunakan larutan baku Asam Oksalat yang telah diketahui nilai konsentrasinya. Diketahui bahwa Asam Borat cenderung larut dalam air atau pelarut polar yang dapat terlihat dari gugus Asam Borat yang mempunyai lebih banyak OH daripada Asam Benzoat. Asam Benzoat lebih cenderung larut dalam lemak karena memiliki gugus OH yang lebih sedikit. Untuk cara kerja, langkah pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada percobaan ini. Kemudian ditimbang 100 mg asam borat di atas timbangan analitik dan



dimasukkan ke erlenmeyer 250 mL. Langkah selanjutnya yaitu dilarutkan dengan aquades secukupnya dan dicukupkan volume larutan hingga 100 mL menggunakan aquades. Kemudian dimasukkan 25 mL larutan tersebut dan 25 mL minyak kelapa ke dalam corong pisah. Setelah itu, dikocok dan didiamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain. Kemudian ditampung cairan yang berada sebelah bawah corong pisah ke dalam sebuah erlenmeyer 250 mL. Lalu ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Langkah selanjutnya, dititrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda. Kemudian diambil 25 mL larutan no. 2, kemudian dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N, serta ditambahkan pula dengan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes dan titrasi dihentikan setelah tercapai titik akhir titrasi. Dicatat volume titrasi yang digunakan. Lalu, diulang prosedur di atas untuk sampel asan benzoat sebanyak 100 mg. Pada percobaan ini, Asam Borat dan Asam benzoat digunakan sebagai sampel karena keduanya dapat larut ke dalam pelarut polar ataupun non polar. Metode yang dilakukan pada percobaan ini adalah titrasi yang merupakan salah satu teknik analisis kimia kuantitatif yang dipergunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan tertentu, dimana penentuannya menggunakan suatu larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya secara tepat. Dari percobaan ini, didapatkan hasil konsentrasi, kadar dan persentase Asam Borat dengan minyak masing-masing adalah 0,005 M; 0,0062 gram ; 0,62%. Berikutnya, hasil konsentrasi, kadar dan persentase Asam Borat tanpa minyak masing-masing adalah 0,0025 M ; 0,000775 gram ; 0,775%. Nilai Kp pada asam borat ini adalah 2,20 yang dimana Kp >1 berarti Asam Borat tersebut larut dalam lemak atau pelarut non polar. Hasil ini tidak sesuai dengan teori yang telah ada sebelumnya, seharusnya Asam Borat memiliki kecenderungan larut di dalam pelarut polar atau air.



Selanjutnya, didapatkan hasil konsentrasi, kadar, dan persentase Asam Benzoat dengan minyak masing-masing yaitu 0,0018 M ; 0,00087 gram ; 0,87 %. Selain itu, didapatkan juga hasil konsentrasi, kadar, dan persentase Asam Benzoat tanpa minyak masing-masing senilai 0,0005 M ; 0,0061 gram ; 6,1%. Nilai Kp pada Asam Benzoat adalah 2,06 yang dapat kita ketahui bahwa nilai Kp > 1 yang menunjukkan bahwa Asam benzoate larut dalam lemak atau pelarut non polar. Hasil ini sesuai dengan teori bahwa Asam Benzoat lebih cenderung larut dalam lemak karena memiliki gugus OH yang lebih sedikit.



XI.



KESIMPULAN 1. Percobaan yang berjudul “Fenomena Distribusi” bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan mempraktekkan cara menentukan koefisien partisi suatu zat dalam pelarut yang tidak saling bercampur. Sampel yang digunakan adalah Asam Borat dan Asam Benzoat yang kemudian dilarutkan dengan minyak kelapa dan larutan yang tidak menggunakan minyak kelapa. Konsentrasi Asam Borat dengan minyak kelapa dan tanpa minyak kelapa berturut-turut yaitu 0.005 M dan 0.0025 M. Kemudian, konsentrasi Asam Benzoat dengan minyak kelapa dan tanpa minyak kelapa didapatkan 0,0018 M dan 0,005 M. Koefisien Partisi Asam Borat adalah 2,20 dan Koefisien partisi Asam Benzoat adalah 2,06. 2. Dari hasil percobaan, koefisien partisi asam borat dan asam benzoat yang didapat tidak sesuai dengan teori yang telah ada. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesalahan dalam melakukan percobaan diantaranya kesalahan dalam penimbangan sampel, kesalahan pengamatan, kesalahan pengukuran, kesalahan dalam melakukan prosedur kerja, ataupun alat yang digunakan kurang bersih atau sudah terkontaminasi zat lain.



DAFTAR PUSTAKA Cazes, J. dan Raymond P.W.S. 2002. Cromatography Theory. Marcel Dekker : New York Gandjar, I., G. & Abdul, R.2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Martin, 2009, Farmasi Fisik edisi 3 Jilid 1, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Martin, A., James S., dan Arthur C. 2009. Farmasi Fisik. Jakarta: UI-Press



Muchtaridi, Dkk. 2018. Kimia Medisinal: Dasar-Dasar dalam Perancangan Obat Edisi Pertama. Jakarta: Prenadamedia Group. Sinko, Patrick J., 2002, “Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika”, Edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.



LEMBAR PENGESAHAN



Samarinda, 6 November 2021 Asisten Praktikum,



Praktikan,



Novinda Tami Sukowati S.Farm



Shefira Tasha Salsabila 1913026027