LAPORAN RESMI Pembuatan Larutan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Judul Percobaan



: Pembuatan Larutan



B. Waktu Percobaan : Tanggal



: 18 Oktober 2019



Mulai



: 13.00



Selesai



: 15.50



C. Tujuan



:



1. Membuat larutan dengan satuan konsentrasi molar. 2. Menghitung molaritas, molalitas, dan fraksi mol. 3. Melakukan pengenceran larutan. D. Dasar Teori



:



Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi. (Tim Kimia Dasar Universitas Negeri Surabaya, 2015). Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair (Darma, 2014). Jika dua zat yang berbeda dimasukkan dalam suatu wadah, ada tiga kemungkinan, yaitu bereaksi, bercampur, dan tidak bercampur. Jika bereaksi akan menghasilkan zat baru yang sifatnya berbeda dari zat semula. Dua zat dapat bercampur bila ada interaksi antara partikelnya. Interaksi itu ditentukan



oleh wujud dan sifat zatnya. Oleh sebab itu, campuran dapat dibagi atas gasgas, gas-padat, cair-cair, cair-padat, dan padat-padat (Syukri, 1999). Ada dua komponen yang penting dalam suatu larutan, yaitu pelarut dan zat yang dilarutkan dalam pelarut tersebut. Zat yang dilarutkan itu disebut zat terlarut (solute). Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah banyak dinamakan larutan pekat. Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut disebut larutan dalam air. Jika jumlah zat terlarut sedikit, larutan disebut cairan dengan cairan, padatan, atau gas sebagai zat yang terlarut. Larutan dapat berupa padat dan gas karena molekul-molekul gas berpisah jauh, molekul-molekul dalam campuran gas berbaur secara acak, semua gas ada larutan. Contoh terbaik larutan adalah udara (Karyadi, 1994). Pelarut cair umumnya adalah H2O (air). Pelarut cair yang lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam (air tidak disebutkan). Zat terlarut dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut dalam air misalnya gula dan garam. Gas terlarut dalam air misalnya amonia, karbon dioksida, dan oksigen. Zat cair terlarut dalam air misalnya alkohol dan cuka. Umumnya komponen larutan yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai pelarut. Larutan 40 % alkohol dengan 60 % air disebut larutan alkohol. Larutan 60 % alkohol dengan 40 % air disebut larutan air dalam alkohol. Larutan 60 % gula dengan 40 % air disebut larutan gula karena dalam larutan itu air terlihat tidak berubah sedangkan gula berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut (menyerupai air) (Darma, 2014). Larutan gas dibuat dengan mencampurkan suatu gas dengan gas lainnya. Karena semua gas bercampur dalam semua perbandingan, maka setiap campuran gas adalah homogen, ia merupakan larutan. Larutan cairan dibuat dengan melarutkan gas cairan, atau padatan dalam satu cairan. Jika sebagian cairan adalah air, maka larutan tersebut disebut larutan berair. Larutan padatan adalah padatan-padatan dalam mana satu komponen terdistribusi tak beraturan pada atom atau molekul dari komponen lainnya (Syukri, 1999).



Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur tertentu disebut larutan jenuh. Sebelum mencapai titik jenuh, larutan tidak jenuh. Kadang-kadang dijumpai suatu keadaan dengan zat terlarut dalam larutan lebih banyak daripada zat terlarut yang seharusnya dapat melarut pada temperatur tersebut. Larutan yang demikian disebut larutan tepat jenuh. Banyaknya zat terlarut yang dapat menghasilkan larutan jenuh, dalam jumlah tertentu pelarut pada temperatur konstan disebut kelarutan. Kelarutan suatu zat bergantung pada sifat zat itu, molekul pelarut, temperature dan tekanan. Meskipun larutan dapat mengandung banyak komponen, tetapi pada tinjauan ini hanya dibahas larutan yang mengandung dua komponen, yaitu larutan biner. Faktor-faktor yang memengaruhi kelarutan yaitu temperature, sifat pelarut, efek ion sejenis, efek ion berlainan, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks, dan lain-lain (Khopkar, 2003). Untuk menyatakan komposisi larutan secara kualitatif digunakan konsentrasi. Konsentrasi didefinisikan sebagai jumlah zat terlarut dalam setiap satuan larutan atau pelarut, dinyatakan dalam satuan volume (berat, mol) zat terlarut dalam sejumlah volume (berat, mol) tertentu dari pelarut. Berdasarkan hal ini muncul satuan-satuan konsentrasi, yaitu fraksi mol, molaritas, molalitas, normalitas, ppm, serta ditambah dengan persen massa dan persen volume (Baroroh, 2004). Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlalut dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per juta (part per million, ppm). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan sebagai encer (berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi). (Tim Kimia Dasar Universitas Negeri Surabaya, 2015). Fasa larutan dapat berupa fasa gas, cair, atau gas tergantung pada dua sifat komponen larutan tersebut. Apabila fasa pembuat larutan atau zat-zat pembentuknya sama. Zat yang berbeda dalam jumlah terbanyak umumnya



disebut pelarut, sedangkan zat yang lainnya disebut zat terlarut (Mulyono, 2006). Berdasarkan zat wujud terlarut dan zat pelarut, larutan dapat dibagi dalam tujuh macam. Dari tiga jenis wujud zat seharusnya terbentuk Sembilan macam zat larutan, tetapi zat berwujud padat dan cair tidak membentuk dalam larutan dalam pelarut berwujud gas. Partikel yang berwujud padat dan cair dalam zat lain yang berwujud gas akan membentuk larutan heterogen (Syukri, 1999). Proses pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi pekat) dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat memercik. Jika kita berada didekatnya, percikan asam sulfat ini merusak kulit (Brady, 2000). Pembuatan larutan adalah suatu cara mempelajari cara pembuatan larutan dari bahan cair atau padat dengan konsentrasi tertentu. Untuk menyatakan kepekaan atau konsentrasi suatu larutan dapat dilakukan berbagai cara tergantung pada tujuan penggunaannya. Adapun satuan yang digunakan untuk menentukan kepekaan larutan adalah molaritas, molalitas, persen berat, persen volume, atau sebagainya (Faizal, 2013). Konsentrasi larutan dalam kimia menurut Gunadarma (2011), dinyatakan sebagai berikut. 1. Molaritas (M) Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap larutan. 𝑀= Keterangan :



π‘š 1000 Γ— π‘€π‘Ÿ 𝑣



M



= molaritas (mol/l)



m



= massa zat terlarut (gram)



Mr



= massa molekul relatif (gram/mol)



v



= volume zat pelarut (liter)



2. Normalitas (N) Normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam setiap liter larutan. 𝑁=



π‘›Γ—π‘Ž 𝑣



Keterangan : N



= normalitas (mol k/l)



n



= mol zat (mol)



a



= ekuivalen zat



v



= volume larutan (liter)



3. Molalitas (m) Molalitas merupakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap kilogram larutan. 𝑛 π‘š= p Keterangan : m



= molalitas (molal)



n



= massa pelarut (gram)



p



= mol suatu zat (mol)



4. Persen volume (%v/v) Merupakan volume bahan yang terkandung dalam 100 ml larutan. % π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ =



𝑣 π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘‘ Γ— 100% 𝑣 π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™



5. Persen massa (%b/b) Adalah berat bahan yang terkandung dalam 100 gram larutan. % π‘šπ‘Žπ‘ π‘ π‘Ž =



π‘š π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘‘ Γ— 100% π‘š π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™



6. Persen berat per volume (% (b/v)) Adalah berat yang terkandung di dalam 100 ml larutan 𝑔 % (𝑏/𝑣) = Γ— 100% π‘š π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™



7. Part per million (ppm) Untuk larutan antara dua zat penyusunnya. Menyatakan kandungan suatu senyawa dalam larutan. Berdasarkan keadaan fase zat setelah bercampur, maka campuran ada yang homogen dan heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang membentuk fase, yaitu yang mempuyai sifat dan komposisi yang sama antara satu bagian dengan bagian lain didekatnya. Contohnya air gula dan alkohol dalam air. Campuran heterogen adalah campuran yang mengandung dua fase atau lebih, contohnya air susu dan air kopi (Syukri, 1999) Fraksi mol (X) adalah perbandingan mol salah satu komponen dengan jumlah mol semua komponen. Fraksi mol bisa dipakai dalam perhitungan yang memerlukan komposisi zat terlarut dan pelarut, misalnya dalam tekanan uap jenuh suatu larutan (Syukri,1999). Kemolaran (M) adalah banyaknya mol zat terlarut dalam tiap liter larutan. Harga kemolaran dapat ditentukan dengan menghitung mol zat terlarut dan volume larutan. Volume larutan adalah volume zat terlarut dan pelarut setelah bercampur (Syukri, 1999). Kemolalan (m) adalah jumlah mol zat terlarut dalam tiap 1000 gram pelarut murni. Nilainya dapat ditentukan bila mol zat dan massa pelarut diketahui. Kemolalan mengandung informasi tentang jumlah zat terlarut dan pelarut sehingga mudah dipakai untuk menghitung fraksi mol, jika kerapatan larutan diketahui (Syukri, 1999). Part per million (ppm adalah milligram zat terlarut dalam tiap kilogram larutan. Satuan ini sering dipakai untuk konsentrasi zat yang sangat kecil dalam larutan gas, cair, atau padat. Tetapi konsentrasi yang sama yang dinyatakan dalam ppm. Sebab inilah mengapa untuk konsentrasi kecil digunakan satuan ppm (Syukri, 1999). Larutan penyangga adalah larutan yang bersifat mempertahankan pH-nya, jika ditambahkan sedikit asam atau sedikit basa atau diencerkan. Larutan penyangga merupakan campuran asam lemah dengan basa konjugasinya atau campuran basa lemah dengan asam konjugasinya. Nilai pH larutan buffer tidak



berubah (konstan) setelah penambahan sejumlah asam, basa, maupun air. Larutan buffer mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar (Utami, 2009). Larutan buffer bisa dibuat bukan dari campuran antara basa lemah dengan garamnya saja. Larutan buffer dapat juga berupa campuran hasil reaksi dari basa lemah dan asam kuat asalkan banyaknya basa lemah lebih banyak dari pada asam kuat yang dicampurkan. Cara ini lebih umum dilakukan untuk larutan buffer (Tim Dosen Kimia Universitas Hasanuddin, 2010). Larutan buffer dapat dibuat dengan berbagai cara. Larutan buffer asam dapat dibuat dengan cara mencampurkan sejumlah larutan asam lemah dengan larutan basa konyugasinya secara langsung. Selain itu, larutan buffer asam juga dapat dibuat dengan mencampurkan sejumlah larutan basa kuat dengan larutan asam lemah berlebih.Setelah reaksi selesai, campuran dari larutan basa konjugasi yang terbentuk dan sisa larutan asam lemah membentuk larutan buffer asam. Cara yang serupa, larutan buffer basa juga dapat dibuat melalui dua cara. Pertama, mencampurkan sejumlah larutan basa lemah dengan larutan asam konjugasinya secara langsung. Cara kedua, mencampurkan sejumlah larutan asam kuat dengan larutan basa lemah berlebih.Setelah reaksi selesai, campuran dari larutan asam konjugasi yang terbentuk dan sisa larutan basa lemah membentuk larutan buffer basa (Andy, 2009). Dalam melaksanakan percobaan, kontak terhadap bahan kimia akan terjadi baik langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan sifat dan karakter bahan kimia perlu dimiliki mengingat bahan kimia memiliki potensi untuk menimbulkan bahaya baik terhadap kesehatan maupun bahaya kecelakaan. Hal ini dapat dipahami karena bahan kimia dapat memiliki tipe reaktivitas kimia tertentu dan juga dapat memiliki sifat mudah terbakar. Oleh karena itu, aktivitas kerja yang selalu memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja perlu dibudayakan dalam bekerja di laboratorium (Santoso, 2004). Untuk dapat mendukung jaminan kesehatan dan keselamatan kerja maka para peneliti maupun laboran yang bekerja di laboratorium harus mengetahui dan memiliki pengetahuan serta keterampilan untuk menangani bahan kimia khususnya dari segi potensi bahaya yang mungkin ditimbulkan. Informasi atau



pengetahuan yang harus diketahui pelaksana di laboratorium kimia dimuat dalam Material Safety Data Sheet/MSDS (Arai, 2001). E. Alat dan Bahan



:



Alat 1.



Labu ukur 100 mL



2 buah



2.



Labu ukur 50 mL



1 buah



3.



Gelas kimia 100 mL 1 buah



4.



Gelas kimia 50 mL



1 buah



5.



Corong kaca kecil



1 buah



6.



Botol akuades



1 buah



7.



Pipet bol



1 buah



8.



Pipet tetes



1 buah



9.



Neraca teknis



1 buah



10. Pipet ukur



1 buah



11. Kaca arloji



1 buah



Bahan 1.



Asam sulfat pekat 97% p.a (pro analysis)



2.



Asam klorida pekat 37% p.a (pro analysis) 24,9 mL



3.



NaOH padat



4 gram



4.



Akuades



secukupnya



F. Alur



5,5 mL



:



1. Pembuatan larutan H2SO4 H2SO4 pekat



-



Hitung molaritas asam sulfat pekat. Hitung volume asam sulfat yang diambil. Isi labu ukur dengan akuades seperempat bagian. Tambahkan asam sulfat pekat secara perlahan. Goyangkan labu ukur. Tambahkan akuades sampai tanda batas. Tutup labu ukur dan kocok kembali. Pindahkan ke dalam botol reagen.



100 mL larutan H2SO4 1 M



2. Pembuat larutan HCl HCl pekat



-



Hitung molaritas asam klorida pekat. Hitung volume asam klorida. Ambil asam klorida dan tuangkan ke dalam gelas kimia. Ukur dengan gelas ukur 25 mL. Masukkan asam klorida ke dalam labu ukur dan tambahkan akuades. Goyangkan labu ukur perlahan. Tambahkan akuades sampai tanda batas. Tutup dan kocok Pindahkan ke dalam botol reagen.



100 mL larutan HCl 3 M



3. Pembuatan larutan NaOH NaOH padat



- Hitung massa natrium hidroksida dengan neraca teknis. - Hitung massa kaca arloji dengan neraca teknis. - Hitung massa kaca arloji kosong+natrium hidroksida yang akan ditimbang. - Tambahkan NaOH sedikit demi sedikit. - Isi labu ukur dengan akuades bebas CO2 seperempat bagian. - Masukkan natrium hidroksida sedikit demi sedikit sambil dikocok. - Tambahkan akuades sampai tanda batas. - Tutup labu ukur dan kocok perlahan. - Pindahkan ke dalam botol reagen. 100 mL larutan NaOH 0,5 M



G. Reaksi : 1. Pembuatan larutan H2SO4 H2SO4(l) + H2O(l) β†’ H2SO4(aq) 2. Pembuatan larutan HCl HCl(l) + H2O(l) β†’ HCl(aq) 3. Pembuatan larutan NaOH NaOH(s) + H2O(l) β†’ NaOH(aq)



H. Hasil Pengamatan : No. 1.



Alur Percobaan Pembuatan larutan H2SO4 H2SO4 pekat



- Hitung molaritas asam sulfat pekat. - Hitung volume asam sulfat yang diambil. - Isi labu ukur dengan akuades seperempat bagian. - Tambahkan asam sulfat pekat secara perlahan. - Goyangkan labu ukur. - Tambahkan akuades sampai tanda batas. - Tutup labu ukur dan kocok kembali. - Pindahkan ke dalam botol reagen. 100 mL larutan H2SO4 1 M



Hasil Pengamatan Sebelum Sesudah - H2SO4 tidak - H2SO4 tidak berwarna berwarana - Akuades - Larutan tidak panas saat berwarna dicampur - Volume - Larutan yang tidak diperlukan berwarna 5,5 mL - H2SO4 100 - H2SO4 mL 1 M 18,21 M - H3SO4 100 menurut mL 0,1 M perhitungan - Akuades - H2SO4 1 M tidak ynag berwarna diperlukan - Tidak untuk berbau pengencera n 10 mL



Dugaan/Reaksi - H2SO4(l) + H2O(l) β†’ H2SO4(aq) - Reaksi eksoterm - βˆ†H = -813,8 kJ/mol



Kesimpulan Berdasarkan percobaan, dibutuhkan 5,5 mL H2SO4 pekat untuk membuat 100 mL H2SO4 1 M. Kemudian diencerkan lagi dengan 10 mL dari 100 mL H2SO4 1 M. yang sudah diencerkan pertama kali untuk membuat 100 mL H2SO4 0,1 M, selama percobaan tidak terjadi perubahan warna larutan.



2.



Pembuatan larutan HCl HCl pekat



- Hitung molaritas asam klorida pekat. - Hitung volume asam klorida. - Ambil asam klorida dan tuangkan ke dalam gelas kimia. - Ukur dengan gelas ukur 25 mL. - Masukkan asam klorida ke dalam labu ukur dan tambahkan akuades. - Goyangkan labu ukur perlahan. - Tambahkan akuades sampai tanda batas. - Tutup dan kocok. - Pindahkan ke dalam botol reagen. 100 mL larutan HCl 3 M



3.



- HCl tidak berwarna - Akuades tidak berwarna - Volume yang diambil 24,9 mL - HCl sedikit berbau



- Akuades tidak berwarna - Pengenceran pertama menjadi 100 mL HCl 3 M - Diencerkan menjadi 50 mL HCl 1 M - Diencerkan menjadi 100 mL HCl 0,5 M - Larutan menjadi panas saat dicampur akuades



- HCl(l) + H2O(l) β†’ HCl(aq) - Reaksi eksoterm - βˆ†H = -426,8 kJ/mol



Berdasarkan percobaan, dibutuhkan 24,9 mL HCl pekat untuk membuat 100 mL HCl 3 M dan dibutuhkan 16,7 mL HCl 3 M untuk membuat 100 mL HCl 0,5 M dan juga 16,7 mL HCl 3 m untuk membuat 100 mL HCl 0,5 M.



Pembuatan larutan NaOH NaOH padat



- Hitung massa natrium hidroksida dengan neraca teknis. - Hitung massa kaca arloji dengan



- 16,7 mL - NaOH yang berbentuk diperlukan padatan untuk berwarna pengenceran putih



- NaOH(s) + H2O(l) β†’ NaOH(aq) - Reaksi eksoterm



Berdasarkan percobaan, terjadi perubahan wujud pada NaOH dari padat menjadi cair. Dibutuhkan 4 gram NaOH padat



neraca teknis. - Hitung massa kaca arloji kosong+natrium hidroksida yang akan ditimbang. - Tambahkan NaOH sedikit demi sedikit. - Isi labu ukur dengan akuades bebas CO2 seperempat bagian. - Masukkan natrium hidroksida sedikit demi sedikit sambil dikocok. - Tambahkan akuades sampai tanda batas. - Tutup labu ukur dan kocok perlahan. - Pindahkan ke dalam botol reagen. 100 mL larutan NaOH 0,5 M



berdasarkan perhitungan - NaOH berbentuk padatan berwarna putih - Akuades berbentuk cairan putih - Massa NaOH 4 gram untuk membuat NaOH 100 mL 1 M - Kaca arloji bermassa 24,4 gram



- Akuades tidak berwarna - Berat kaca arloji+padata n NaOH 32,01 gram - 100 mL NaOH 1 M - Pengenceran menjadi 100 mL 0,5 M - Larutan sempat panas setelah dicampur dengan akuades



- βˆ†H = -92,3 kJ/mol - 2 NaOH(s) + CO2(g) β†’ Na2CO3(s) + H2O(g) - 4NaOH(s) + O2(g) β†’ 2Na2CO2(s) + 2H2O(s) - CO32- + 2H+ β†’ CO2 + H2O



untuk membuat 100 mL NaOH 1 M pada percobaan ini tidak terjadi perubahan warna.



I. Pembahasan



:



Percobaan kali ini adalah pembuatan larutan. Larutan yang akan dibuat diantaranya H2SO4, HCl, NaOH. Tujuan dari praktikum kali ini yaitu : 1)Membuat larutan dengan satuan konsentrasi molar; 2) Menghitung molaritas, molalitas, dan fraksi mol; 3) Melakukan pengenceran larutan. Larutan ini merupakan



larutan



yang



bersifat



bahaya.



Oleh



karena



itu,



ketika



menggunakannya harus berhati-hati. Tahap pertama yang harus dilakukan yakni mengukur molaritas setiap zat. Kecuali pada padatan, molaritasnya tidak memiliki presentase dan kerapatan secara pasti sehingga dapat dilakukan manipulasi sesuai dengan apa yang tertera pada buku panduan praktikum. Dengan hal tersebut, untuk mendapatkan molaritas yang diinginkan, massa dari padatan tersebut dapat diukur terlebih dahulu. Dari data pengukuran, didapatkan beberapa hasil yaitu : 1) H2SO4 : 18,21 M 2) HCl : 12,06 M 3) NaOH : 4 gram (dalam 100 mL NaOH 1 M) Setelah didapatkan data pengukuran awal, dilakukan pengenceran dari setiap zat. Pada H2SO4, dilakukan pengenceran pertama untuk menghasilkan 100 mL H2SO4 1 M sehingga volume yang dibutuhkan dari H2SO4 18,21 M adalah 5,5 mL. Dalam pengenceran zat ini, karena memiliki nilai entalpi yang besar (-813,8 kJ/mol), labu ukur diberikan akuades terlebih dahulu, baru setelahnya 5,5 mL dituangkan ke dalam labu ukur. Hal ini dilakukan karena zat tersebut dapat menimbulkan percikan api bila tidak diberikan akuades terlebih dahulu. Baru setelahnya diberikan akuades kembali secara perlahan hingga batas meniskus bawah pada labu ukur tersebut. Pengenceran H2SO4 1 M didapatkan dengan volume 100 mL. Setelah itu dilakukan pengenceran kembali (bertingkat) untuk membuat larutan 0,1 M dengan mengambil 10 mL larutan dari 100 mL H2SO4 1 M yang telah diencerkan sebelumnya. Pada HCl, pengenceran pertama (100 mL HCl 3 M) dilakukan dengan menuangkan langsung 24,9 mL HCl 12,06 M ke dalam labu ukur. Hal ini dapat dilakukan karena HCl memiliki entalpi yang lebih rendah (-426,8 kJ/mol). Kemudian ditambahkan akuades secara perlahan hingga seperempat bagian,



dan digoyangkan merata. Setelah itu ditambahkan akuades lagi hingga batas meniskus bawah pada labu ukur. Pengenceran kedua dilakukan dengan langkah yang sama, tetapi dilakukan bercabang dengan 2 hasil pengenceran yaitu 50 mL HCl 1 M dan 100 mL HCl 0,5 M. Dalam percobaan ketiga, pengenceran pertama NaOH karena zat berupa padatan, molaritas dan volume dapat ditentukan sesuai dengan panduan (100 mL NaOH 1 M) dan didapatkan 4 gram NaOH padat. NaOH padat yang telah diambil dengan kaca arloji dimasukkan ke dalam labu ukur dengan cara memakai corong dan kaca arloji dimiringkan 60̊ dengan disemprotkan akuades hingga NaOH mencair dan turun ke dalam labu ukur. Kemudian labu ukur diisi hingga seperempat bagian dengan akuades dan digoyangkan dan diisi kembali dengan akuades hingga batas meniskus bawah. Untuk melakukan pengenceran 100 mL NaOH 0,5 M, dilakukan seperti langkah sebelumnya saat membuat pengenceran pada H2SO4 dan HCl. J. Kesimpulan



:



Dari percobaan pembuatan yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan yaitu : 1) Pembuatan dilakukan dengan menentukan molaritas pada cairan yang telah memiliki nilai kerapatan dan presentase terlebih dahulu. Dan pada padatan dapat dilakukan manipulasi molaritas beserta volumenya sehingga massanya dapat ditentukan untuk membuat larutan tersebut; 2) Molaritas umumnya digunakan untuk menyatakan konsentrasi larutan. Tetapi, molalitas juga dapat digunakan untuk menyatakan konsentrasi larutan seperti saat melakukan percobaan sifat koligatif larutan. Keduanya memiliki pendekatan yang berbeda dimana molaritas dengan volume dan molalitas dengan massa. Sedangkan fraksi mol digunakan untuk mencari perbadningan konsentrasi dari satu zat dalam sebuah larutan tersebut; 3) Dalam melakukan pengenceran larutan, diperlukan kehati-hatian agar pengenceran sesuai dengan yang dibutuhkan karena labu ukur memiliki keakuratan yang tinggi. Di samping hal tersebut, pengenceran juga harus diukur sesuai dengan volume yang sesuai agar konsentrasi yang dihasulkan tepat dengan rumus teori yang telah ditentukan sebelumnya.



K. Jawaban Pertanyaan 1. Tentukan molaritas (M) asam sulfat pekat 97% yang memiliki kerapatan larutan. 1,84 kg/L, dan massa molekul relative 98,08 g/mol. M= M=



𝑝 Γ— 10 Γ— % Mr 1,84 Γ— 10 Γ— 97 98



M = 18,21 M 2. Berapa mL asam sulfat pekat yang diambil jika anda diminta membuat 100 mL asam sulfat 1 M? M1V1



= M2V2



18,21 M x V1



= 1 M x 100 mL



V1



= 5,5 mL



3. Berapa mL asam klorida pekat yang diambil jika anda diminta membuat 100 mL asam klorida 3 M? M1V1



= M2V2



12,06 M x V1



= 3 M x 100 mL



V1



= 24,9 mL



4. Berapa mL asam klorida 3 M yang diambil jika anda diminta membuat 50 mL asam klorida 1 M? M1V1



= M2V2



3 M x V1



= 1 M x 50 mL



V1



= 16,67 mL



5. Berapa mL asam klorida 1 M yang diambil jika anda diminta membuat 100 mL asam klorida 0,5 M? M1V1



= M2V2



3 M x V1



= 0,5 M x 100 mL



V1



= 16,67 mL



6. Hitunglah berapa gram natrium hidroksida yang ditimbang untuk membuat 100 mL konsentrasi 1 M? m



M



= Mr Γ—



1



= 40 Γ—



m



1000 p 1000 100



40 Γ—100



m



=



m



= 4 gram



1000



7. Hitunglah volume larutan natrium hidroksida 1 M yang ditimbang untuk membuat 100 mL natrium hidroksida konsentrasi 0,5 M? M1V1



= M2V2



1 M x V1



= 0,5 M x 100 mL



V1



= 50 mL



L. Daftar Pustaka



:



Achmad, Hiskia. 1996. 1996. Kimia Larutan. Bandung Citra Aditya Byakti. Arai, K., (2001) β€œThe Globally Harmonized System (GHS) for Hazards Classification and Labelling”, www.jcia-net.or.jp. Brady, J. E. 2000. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta : Binarupa Aksara. Chang, R. 2003. Kimia Dasar : Konsep-konsep Inti. Edisi Ketiga Jilid 1. Diterjemahkan oleh Departemen Kimia ITB. Jakarta : Erlangga. Gunawan, Adi dan Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Surabaya : Kartika Karyadi, Grenny. 1994. Kimia 2. Jakarta : Dedikbud. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia. Mulyono. 2005. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta : Bumi Aksara. Petrucci, R.H. 2017. General Chemistry : Principles and Modern Applications. 11th Edition. Canada : Pearson Inc. Tim Kimia Dasar. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Dasar I. Jurusan Kimia FMIPA UNESA. Surabaya. Tim Dosen Kimia Universitas Hasanuddin. 2010. Kimia Dasar. Universitas Hasanuddin: Makassar. Santoso, G. 2004. Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. Jakarta : Prestasi Pustaka. Vogel, A. I. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi kelima. Direvisi oleh G. Svehla. Diterjemahkan oleh L. Setiono, dkk. Jakarta : Kalman Media Pusaka.



M. Lampiran No.



GAMBAR



KETERANGAN



1.



Botol Reagen H2SO4 1 M.



2.



Botol Reagen HCl 0,5 M.



3.



Botol Reagen NaOH 0,5 M..



4.



Hasil pengenceran 100 mL HCl 3 M menjadi 50 mL HCl 1 M.



5.



Hasil pengenceran 100 mL HCl 3 M menjadi 100 mL 0,5 M.



6.



Hasil pembuatan larutan 100 mL HCl 3 M.



7.



Hasil pengenceran 100 mL NaOH 1 M menjadi 100 mL NaOH 0,5 M.



8.



Pengambilan larutan asam di dalam lemari asam.