Laporan Tugas Jembatan  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jembatan merupakan sarana penghubung antara dua lokasi yang baik. biasanya dibatasi oleh sungai, jurang, dan jalan lain yang berada di bawahnya. Fungsi jembatan di indonesia yang notabene yang merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai pulau – pulau, sangat berpengaruh besar dan berperan penting untuk kelangsungan kehidupan ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya. Melihat kegunaan jembatan yang sangat penting di indonesia , maka perlu adanya perhatian khusus dalam proses perencanaan nya. Jembatan Beton Prategang merupakan salah satu teknologi konstruksi yang cukup berkembang pesat baik dari kemajuan dan penggunaan nya di lapangan. Jembatan Prestress memiliki berbagai kelebihan di bandingkan dengan jembatan yang sejenis. Saat ini jembatan prestress sudah banyak menyaingi jembatan rangka baja khususnya untuk bentang menengah dan panjang. Untuk jembatan bentang panjang penggunaan beton prestress terutama Precast akan lebih menambahkan tingkat efisien dari segi waktu biaya dan pelaksanaan karena metode yang di gunakan pada saat pelaksanaan cenderung lebih mudah dan relatif lebih mudah dari pada menggunakan jembatan beton konvensional yang sangat membutuhkan waktu untuk masa pengeringan beton dan tambahan biaya untuk bekisting dan lain – lain. Pemilihan bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi jembatan tersebut. Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah dengan kata lain bentuk dari konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis. Perencanaan konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa ahli menentukan syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan sebagai berikut : 1. Letaknya dipilih sedemikian rupa dari lebar pengaliran agar bentang bersih jembatan tidak terlalu panjang. YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



2. Kondisi dan parameter tanah dari lapisan tanah dasar hendaknya memungkinkan perencanaan struktur pondasi lebih efesien. 3. Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar profil saluran di daerah jembatan dapat teratur dan panjang. Dari syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan penepatan jembatan merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan konstruksi jembatan yang baik, namun demikian aspek–aspek yang lain tetap menjadi bagian yang penting, misalnya saja sistem perhitungan konstruksi; penggunaan struktur ataupun mengenai system nonteknik seperti obyektifitas pelaksana dalam merealisasikan jembatan tersebut. Mengenai bentuk-bentuk jembatan dapat dibedakan sesuai dengan: 1. Material yang digunakan: a. Jembatan kayu b. Jembatan baja c. Jembatan beton d. Jembatan gabungan baja dan beton e. Jenis konstruksinya f. Jembatan ulir g. Jembatan gelagar h. Jembatan plat i. Jembatan gantung j. Jembatan dinding penuh k. Jembatan lengkungan 2. Menurut penggolongan: a. Jembatan yang dapat digerakan, merupakan jenis jembatan baja yang pelaksanaannya dibuat sebagai gelagar dinding penuh. b. Jembatan tetep, jenis jembatan seperti ini digunakan untuk keperluan lalu lintas. Seperti jembatan kayu, jembatan beton dan jembatan batu.



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



1.2 Rumusan Masalah



Dari latar belakang yang ada, rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaiman merencanakan dan menghitung kekuatan pada strukutur jembatan yang terdiri atas : a. Gelagar memanjang jembatan (Super Structure) b. Gelagar melintang jembatan (Super Structure) c. Plat lantai jembatan (Super Structure) d. Bangunan pelengkap jembatan 2. Bagaimana cara memodelkan struktur jembatan prategang dalam aplikasi SAP 2000 v.14.0.0 ? 3. Bagaimana cara menentukan komponen untuk membuat uperstructure? 4. Bagaimana cara menghitung gaya prategang setelah dipermodelkan di SAP 2000 v.14.0.0 ?



1.3 Maksud dan Tujuan



Maksud danTujuan pembangunan jembatan tersebut yaitu : 1. Dapat menghitung kekuatan pada struktur atas jembatan (super structure bridge) yang sudah ada, yakni : a. Mengetahui kekuatan gelagar memanjang jembatan. b. Mengetahui



kekuatan



Gelagar



melintang



jembatan



(diagfragma) c. Merencanakan pelat lantai jembatan (lantai kendaraan) d. Mengetahui bangunan pelengkap jembatan yang ada pada struktur. 2. Untuk mengetahui cara memodelkan jembatan prategang dalam aplikasi SAP 2000 v.14.0.0. 3. Untuk mengetahui cara menghitung uperstructure suatu jembatan. 4. Untuk mengetahui apa saja parameter yang penting untuk pembuatan jembatan prategang.



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



BAB II DASAR TEORI 2.1 Jembatan Beton Pratekan / Prategang Jembatan merupakan komponen infrastruktur yang sangat penting karena berfungsi sebagai penghubung dua tempat yang terpisah akibat beberapa kondisi. Komponen – komponen yang membentuk jembatan diantar anya adalah sebagai berikut :



Gambar 2.1 Komponen – Komponen Jembatan Beton prategang atau beton pratekan merupakan beton bertulang yang telah diberikan tegangan tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban kerja (Manual Perencanaan Beton Pratekan Untuk Jembatan Dirjen Bina Marga, 2011). Jembatan beton pratekan atau yang dikenal dengan PSC Bridge merupakan salah satu jenis jembatan dengan material konstruksi beton pratekan atau beton yang berisi kabel baja dengan tujuan untuk memberikan tegangan awal berupa tegangan tarik terhadap beton akibat sifat beton yang tidak mampu menahan gaya tarik. Dalam hal ini, beton pratekan sebagai solusi untuk mengatasi besarnya tegangan tarik yang timbul pada struktur beton khususnya pada struktur dengan bentang yang besar.



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



2.2 Struktur Atas Jembatan (Upper Structure)



1. Trotoar Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan , diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan. Fungsi utama trotoar adalah untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan pejalan kaki tersebut. Trotoar juga berfungsi memperlancar lalu lintas jalan raya karena tidak terganggu atau terpengaruh oleh lalu lintas pejalan kaki. Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur dengan kendaraan, maka mereka akan memperlambat arus lalu lintas. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas dengan pembangunan trotoar.



2. Slab lantai kendaraan Pelat lantai berfungsi sebagai sebagai lapisan penahan perkerasan, pelat lantai kendaraan memiliki elevasi yang lebih rendah dari pelat lantai trotoar dan dianggap menumou dua sisi.



3. Balok diagfragma Balok diagfragma adalah balok yang diletakan dengan arah melintang jembatan yang berada diantara gelagar jembatan, balok diagfragma berfungsi sebagai pengaku dari gelagar memanjang



4. Gelagar Balok gelagar merupakan komponen struktur lentur yang tersusun dari beberapa elemen pelat. Balok gelagar pada dasarnya adalah balok dengan ukuran penampang melintang yang besar serta bentang yang panjang. Penampang melintang yang besar tersebut merupakan konsekuensi dari panjangnya bentang balok. YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



Definisi lainnya yaitu Gelagar plat (girder plate), yaitu balok yang dibentuk dari elemen-elemen pelat untuk mencapai penataan bahan yang lebih effisien dibanding dengan yang biasa peroleh dari balok profil pabrikasi. Ada dua kegagalan yang dapat terjadi pada komponen struktur lentur profil I yang mengelami lentur. Kegagalan pertama profil akan mengalami lateral-torsional buckling (tekuk lateral) yang diakibatkan adanya displacemen dan rotasi di tengah bentang, namun hal ini tidak mengalami perubahan bentuk. Kegagalan kedua, profil akan mengalami local buckling (tekuk lokal) pada sayap tekan dan juga pada pelat badan, sehingga mengakibatkan berubahnya bentuk profil, hal ini diakibatkan oleh adanya rasio kelangsingan yang relatif sangat besar antara tinggi pelat badan terhadap tebalnya (h/t). Hal tersebut dapat diatasi dengan cara memasang pertambatan lateral diantara kedua tumpuannya. Beban yang diterima oleh girder biasanya sangat besar, sehingga jika kita menggunakan profil hasil pabrikasi (profil standar), akan menghasilkan berat sendiri yang cukup besar pula, sehingga tidak effisien. Salah satu jalan untuk mengurangi berat sendiri, yaitu dengan cara mempertinggi profil (membuat profil yang tidak standar). Namun dengan cara ini akan mengakibatkan profil menjadi langsing dan akan mengalami



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



local buckling bagian badan profil, atau dengan kata lain bahwa profil akan berubah bentuknya. Aplikasi balok gelagar pada dunia konstruksi pada umumnya digunakan untuk konstruksi jembatan. Pada konstruksi jembatan, gelagar digunakan pada struktur atas. Fungsi gelagar pada jembatan adalah memikul beban dari struktur yang berada di atasnya, kemudian meneruskan beban tersebut ke abutment dan diteruskan lagi ke poer. Teknologi terbaru dalam balok gelagar adalah gelagar baja dengan system flens prategang yaitu dengan penambahan kabel baja / strand yang letakan pada flens bagian bawah gelagar guna meningkatkan kapasitas gelagar baja dengan adanya momen balik (negatif momen) untuk mengurangi momen positif. Penambahan kabel baja / strand pada gelagar baja komposit dapat mengurangi penggunaan baja struktur gelagar baja komposit sehingga dapat mereduksi berat sendiri baja dan mengurangi biaya konstruksi. Pada awalnya teknologi ini dimuai dengan adanya teknologi perkuatan gelagar baja komposit dengan sistem eksternal prestressing. Dengan demikian teknologi ini gelagar baja komposit yang telah terpasang/ lama dapat ditingkatkan kapasitasnya. Akan tetapi pada beberapa kondisi perkuatan dengan sistem eksternal prestresing terdapat kelemahan yaitu dengan adanya kebutuhan eksentrisitas yang lebih untuk meningkatkan



momen



balik



(negatif)



sehingga



dengan



adanya



eksentrisitas tersebut dapat mengurangi tinggi bebas di bawah jembatan. Untuk itu dilakukan pengkajian agar tidak mengurangi tinggi bebas dan ditemukan metode perkuatan dengan sistem gelagar. 5. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang), katan angin berfungsi sebagai pengaku struktur



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



2.3 Pemilihan Tipe Jembatan Aspek-aspek pemilihan jembatan harus memperhatikan beberapa ketentuan-ketentuan berikut ini : 1. Kekuatan dan stabilitas struktur 2. Ekonomis 3. Kenyamanan bagi pengguna jembatan 4. Hemat pemeliharaan 5. Estetika 6. Dampak lingkungan pada tingkat yang wajar atau minimal 7. Kemudahan dan kecepatan pelaksana 8. Durabilitas (kelayakan jangka panjang) (Irianto, Arie & Febriano, Reza 2008)



Pemilihan tipe jembatan berdasarkan bentang yang digunakan juga dapat dipilih jadin alternatif, bentang jembatan dapat menentukan tipe struktur mana yang cocok digunakan. Bentang (m) 5 – 20 15 – 40 30 – 60 60 – 200 50 - 250 40 - 400 100 - 250 100 - 2000 1500 - 3500



Tipe Jembatan Gelagar Gelagar Prestest Gelagar Box Prismatic Section Box Free Cantilever Pelengkung Rangka Cable - Stayed Gantung Hybrid (Gantung plus Cable - Stayed



Sumber : Chilmi, Ahmad Fitrono, Thesis Perencanaan Jembatan Pratekan pada simpang susun akses Tol Surabaya



2.4 Peraturan Desain Struktur Jembatan Pedoman atau peraturan yang di gunakan untuk perancangan Jembatan Padasuka ini adalah sebagai berikut. 1. RSNI T-2-2005 tentang “Standar Pembebanan Untuk Jembatan” YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



2. SNI T-12-2004 TENTANG “Perancangan Struktur Beton untuk Jembatan: 3. Manual konstruksi Bangunan N0. 009/BM/2008 tentang “Perencanaan Struktur Beton Bertulang untung Jembatan” 4. RSNI 2833;2008 TENTANG “Perancangan Jembatan Terhadap Beban Gempa”



2.5 Beban Yang Dihitung Dalam Merencanakan Jembatan Secara umum beban-beban yang dihitung dalam merencanakan jembatan dibagi atas dua yaitu beban primer dan beban sekunder. Beban primer adalah beban utama dalam perhitungan tegangan untuk setipa perencanaan jembatan, sedangkan beban sekunder adalah beban sementara yang mengakibatkan tegangan-tegangan yang relatif kecil daripada tegangan akibat beban primer dan biasanya tergantung dari bentang,bahan, sistem kontruksi, tipe jembatan dan keadaan setempat. 2.5.1 Beban Primer Beban primer adalah beban yang merupakan muatan utama dalam perhitungan tegangan untuk setiap perencanaan jembatan. Beban primer jembatan mencakup beban mati, beban hidup dan beban kejut. 1. Beban Mati Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang dianggap merupakan satu satuan dengan jembatan (Sumantri, 1989:63). Dalam menentukan besarnya muatan mati harus dipergunakan nilai berat volume untuk bahan-bahan bangunan. Contoh beban mati pada jembatan: berat beton, berat aspal, berat baja, berat pasangan bata, berat plesteran dll. Rumus untuk berat sendiri: QMS = b . h . wc Dimana :



QMS = Berat sendiri b = Slab lantai jembatan h = Tebal slab lantai jembatan wc = Berat beton bertulang ( yang disyaratkan dalam RSNI



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



T-02-2005 adalah dari 23,5-25,5 )



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



2. Beban mati tambahan Dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: QMA



= t a x ha



Dimana : QMA = Beban mati tambahan ta



= Tebal lapisan aspal + ovelay ( berat yang



ditetapkan dalam RSNI T-02-



2005 adalah 22,0 ) ha



= Tebal genangan air hujan ( berat yang



ditetapkan dalam RSNI T-02-



2005 adalah 9,8 ) 3. Beban Hidup



Yang termasuk dengan beban hidup adalah beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak lalu lintas dan /atau pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. Berdasarkan PPPJJR-1987, halaman 5-7, beban hidup yang ditinjau terdiri dari : a. Beban “T” (Beban lantai kendaraan) Beban “T” merupakan beban kendaraan truk yang mempunyai beban roda ganda (Dual Wheel Load) sebesar 10 ton, yang bekerja pada seluruh lebar bagian jembatan yang digunakan untuk lalu lintas kendaraan. YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk (beban T) yang besarnya, T = 100 kN. Dengan menggunakan rumus: PTT = ( 1 + DLA ) . T Dimana : PTT



= Beban truk “T”



DLA = Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk



b. Beban “D”(Jalur lalu lintas ) Beban “D” adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari beban garis “P” ton per jalur lalu lintas (P = 12 ton) dan beban terbagi rata “q” ton per meter panjang per jalur sebagai berikut: q = 2,2 t/m



untuk L < 30 m.



q = 2,2 t/m – {(1,1/60) x (L – 30)} t/m



untuk 30 m < L < 60 m.



q = 1,1{1 + (30/L)}



untuk L > 60 m.



Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang jembatan sebagai berikut: 1. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan < 5,50 m, beban “D” sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh jembatan. 2. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan > 5,50 m, beban “D” sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,50 m sedangkan lebar selebihnya dibebani hanya separuh beban “D” (50%). contoh beban hidup pada jembatan: beban kendaraan yang melintas, beban orang berjalan dll. 4.



Beban Kejut Menurut Anonim (1987:10) beban kejut diperhitungkan pengaruh getaran-getaran dari pengaruh dinamis lainnya., tegangan-tegangan akibat beban garis (P) harus dikalikan dengan koefisien kejut. Sedangkan beban terbagi rata (q) dan beban terpusat (T) tidak dikalikan dengan koefisien kejut.



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



2.5.2



Beban Sekunder Beban sekunder adalah beban pada jembatan-jembatan yang merupakan



beban atau muatan sementara, yang selalu bekerja pada perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Pada umumnya beban ini mengakibatkan tegangan-tegangan yang relatif lebih kecil dari pada tegangan-tegangan akibat beban primer, dan biasanya tergantung dari bentang, sistem jembatan, dan keadaan setempat. Sedangkan Beban Sekunder terdiri dari beban angin, gaya rem, dan gaya akibat perbedaan suhu. 1. Beban Angin ( EW )



Pengaruh tekanan angin bekerja dalam arah horizontal sebesar 100 kg/cm2. Dalam memperhitungkan jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan ketentuan sebagai berikut: 1. Ø Untuk jmbatan berdinding penuh diambil sebesar 100% terhadap luas sisi jembatan YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



2. Ø Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% terhadap luas sisi jembatan. Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung dengan rumus : TEW = 0.0012 . Cw . (Vw)2



Dimana : Cw = koefisien seret = 1,2 ( RSNI T-02-2005 ) Vw = Kecepatan angin rencana Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan tinggi ( h ) = 2.00 m di atas lantai jembatan. Jarak antara roda kendaraan ( x ) = 1.75 m Transfer



beban



angin



ke



lantai



jembatan



dengan



menggunakan rumus: PEW = [ 1/2*h / x * TEW ] Beban angin dihitung pada daerah konstruksi jembatan yang harus menahan beban angin. 2. Beban Gaya Rem Gaya ini bekerja dalam arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem sebesar 5% dari muatan D tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada dalam satu jurusan. 3. Gaya Akibat Perbedaan Suhu Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat. Diasumsikan untuk baja sebesar C dan beton 10. Peninjauan khusus terhadap timbulnya tegangan-tegangan akibat perbedaan suhu yang ada antara bagianbagian jembatan dengan bahan yang berbeda. YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



4. Beban Gempa Untuk pembangunan jembatan pada daerah yang dipengaruhi oleh gempa, maka beban gempa juga diperhitungkan dalam perencanaan struktur jembatan 2.5.3 Beban Khusus Beban khusus adalah beban atau muatan yang merupakan pemuatan khusus untuk perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan. Muatan ini bersifat tidak terlalu bekerja pada jembatan, hanya berpengaruh pada sebagian konstruksi, tergantung pada keadaan setempat. Yang termaksud beban khusus adalah: a) Gaya akibat gempa bumi b) Gaya akibat aliran air c) Gaya akibat tekanan tanah dan lain-lain



2.5.4 Perencanaan Pipa Sandaran Pada perencanaan pipa sandaran, ditentukan: a. Beban hidup yang bekerja pada pipa sandaran b. Beban mati c. Akibat berat sendiri lantai kendaraan d. Akibat berat aspal e. Akibat berat air hujan f. Beban hidup Beban hidup yang bekerja pada lantai kendaraan adalah beban “T” yang merupakan kendaraan truk yang mempunyai beban roda ganda sebesar 10 ton. Beban untuk jembatan kelas II diambil sebesar 70 % yaitu untuk jembatan permanen. g. Beban roda disebar merata pada lantai kendaraan berukuran (2,25 x 3,5) m2 yaitu pada jarak antara gelagar memanjang dan gelagar melintang. Bidang kontak roda untuk beban 70 % adalah (14 x 35) cm2 (sumber: PPPJJR -1987, hal:23). Besarnya T diambil 70 %, maka T = 70 % x 10 = 7 ton. Penyebaran gaya terhadap lantai jembatan dengan sudut 450 dapat dilihat pada gambar berikut:



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



Penyebaran Gaya : 1. Untuk potongan memanjang lantai dengan menggunakan rumus: u = a1 + 2 (1/2 x tebal plat beton + tebal aspal) 2. Untuk potongan melintang lantai dengan menggunakan rumus: v = b2 + 2 (1/2 x tebal plat beton + tebal aspal) h. Beban angin Muatan angin merupakan muatan sekunder. Berdasarkan PPPJJR 1987, tekanan angin diambil sebesar 150 kg/m2. Luas bidang muatan hidup yang bertekanan angin ditetapkan setinggi 2 m di atas lantai kendaraan, sedangkan jarak as roda kendaraan adalah 1,75 m. Reaksi pada roda akibat angin (R). Seperti terlihat pada gambar berikut:



2.6



Analisis Struktur pelat Berdasarkan SKNI T-12-2004, Kekuatan pelat lantai terhadap lentur harus



ditentukan sesuai pasal 5.1.1.1 sampai pasal 5.1.1.4, kecuali apabila persyaratan



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



kekuatan minimum pada pasal 5.1.1.4 dianggap memenuhi dengan memasang tulangan tarik minimum sesuai dengan pasal 5.5.3. a. 5.1.1.1 Asumsi perencanaan Perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus memperhitungkan keseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta konsisten dengan anggapan: a) Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur. b) Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik. c) Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan teganganregangan beton. d) Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003. e) Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat berbentuk persegi, trapesium, parabola atau bentuk lainnya yang menghasilkan perkiraan kekuatan yang cukup baik terhadap hasil pengujian yang lebih menyeluruh. Walaupun demikian, hubungan distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat dianggap dipenuhi oleh distribusi tegangan beton persegi ekivalen, yang diasumsikan bahwa tegangan beton = 0,85 fc’ terdistribusi merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh tepi tertekan terluar dari penampang dan suatu garis yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = β1c dari tepi tertekan terluar tersebut. f)



Jarak c dari tepi dengan regangan tekan maksimum ke sumbu netral harus diukur dalam arah tegak lurus sumbu tersebut.



g) Faktor β1 harus diambil sebesar: β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 Mpa β1 = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 MPa tetapi β1 pada persamaan di atas tidak boleh diambil kurang dari 0,65. b.



5.1.1.2 Faktor reduksi kekuatan Faktor reduksi kekuatan diambil sesuai dengan pasal 4.5.2.



c.



5.1.1.3 Kekuatan rencana dalam lentur



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



Perencanaan kekuatan pada penampang terhadap momen lentur harus berdasarkan kekuatan nominal yang dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan Φ sesuai dengan pasal 4.5.2 d.



5.1.1.4 Kekuatan minimum Kekuatan nominal dalam lentur pada penampang kritis beton harus diambil tidak lebih kecil dari 1,2 Mcr (momen retak), yang dipenuhi oleh suatu persyaratan tulangan tarik minimum sebagaimana disampaikan dalam pasal 5.1.1.5.



e. 5.1.1.5 Syarat tulangan minimum 1) Pada setiap penampang dari suatu komponen struktur lentur, bila berdasarkan analisis diperlukan tulangan tarik, maka luas As yang ada tidak boleh kurang dari, Dan tidak lebih kecil daripada balok T sederhana dengan bagian sayap tertarik, As min tidak boleh kurang dari nilai terkecil di antara, dan dengan pengertian : bf



= adalah lebar bagian sayap penampang.



2) Sebagai alternatif, untuk komponen struktur yang besar dan masif, luas tulangan yang diperlukan pada setiap penampang, positif atau negatif, paling sedikit harus sepertiga lebih besar dari yang diperlukan berdasarkan analisis. 3) Untuk pelat lantai satu arah di atas dua perletakan atau menerus, lebar pelat yang menahan momen lentur akibat beban terpusat dapat ditentukan sesuai dengan, Bila beban tidak dekat dengan sisi yang tidak ditumpu. Dengan pengertian : a*



= jarak tegak lurus dari tumpuan terdekat ke penampang yang diperhitungkan.



ln



= bentang bersih dari pelat.



4) Bila beban dekat dengan sisi yang tidak ditumpu, lebar pelat tidak boleh lebih besar dari harga terkecil berikut ini: a) harga sama dengan persamaan 5.5-1; atau



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



b) setengah dari harga di atas ditambah jarak dari titik pusat beban ke sisi yang tidak ditumpu. 2.7 Penulangan 2.7.1 Syarat tulangan maksimum Untuk komponen struktur lentur, dan untuk komponen struktur yang dibebani kombinasi lentur dan aksial tekan dimana kuat tekan rencana ρPn kurang dari nilai yang terkecil antara 0,1 fc’Ag dan ρPb, maka rasio tulangan ρ tidak boleh melampaui 0,75 dari rasio ρb yang menghasilkan kondisi regangan batas berimbang untuk penampang. Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan, bagian ρb untuk tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75. 2.7.2 Jarak tulangan Jarak tulangan harus cukup memadai untuk penempatan penggetar dan memungkinkan ukuran terbesar dari agregat kasar dapat bergerak saat digetarkan. Jarak bersih minimum antara tulangan sejajar, seikat tulangan dan sejenisnya tidak boleh kurang dari: 1. 1,5 kali ukuran nominal maksimum agregat; atau 2. 1,5 kali diameter tulangan; atau 3. 40 mm 4. Jarak bersih antara tulangan yang sejajar dalam lapisan tidak boleh kurang dari 1,5 kali diameter tulangan atau 1,5 kali diameter seikat tulangan. 2.7.3 Detail tulangan lentur 1. Penyebaran Tulangan tarik harus disebarkan dengan merata pada daerah tegangan tarik beton maksimum, termasuk bagian sayap balok T, balok L dan balok I pada tumpuan. 2. Pengangkuran – umum Bagian ujung dan pengangkuran dari tulangan lentur harus didasarkan pada momen lentur hipotetis yang dibentuk oleh pemindahan secara merata dari momen lentur positif dan negatif, YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



sejarak h pada balok terhadap tiap sisi potongan momen maksimum yang relevan. Tidak kurang dari sepertiga tulangan tarik akibat momen negatif total yang diperlukan pada tumpuan harus diperpanjang sejarak h melewati titik balik lentur. 3. Pengangkuran dari tulangan positif harus memenuhi : a) Pada perletakan sederhana, tulangan angkur harus dapat menyalurkan gaya tarik sebesar 1,5 Vu pada bagian muka perletakan. b) Bila tulangan tarik diperlukan pada tengah bentang, tidak boleh kurang dari setengahnya harus diperpanjang sejarak 12 db melalui muka perletakan, atau sepertiganya harus diperpanjang 8 db ditambah h/2 melalui muka perletakan. c) Pada balok menerus atau terkekang secara lentur, tidak kurang dari seperempat dari tulangan positif total yang diperlukan di



tengah



bentang harus



diperpanjang/



diteruskan melalui permukaan dekat perletakan. d) Tulangan lentur tidak boleh dihentikan di daerah tarik kecuali bila salah satu ketentuan berikut dipenuhi: a) untuk batang D36 dan yang lebih kecil, dimana tulangan menerusnya b) memberikan luas dua kali dari luas tulangan lentur yang diperlukan pada titik pemutusan tulangan dan geser terfaktornya tidak melampaui tiga perempat dari kuat geser rencana, ΦVn.. c) gaya geser terfaktor pada titik pemutusan tulangan tidak melebihi dua pertiga dari kuat geser rencana ΦVn. e) pada setiap pemutusan batang tulangan atau kawat, disediakan suatu luas sengkang tambahan disamping sengkang yang diperlukan untuk menahan geser dan puntir, sepanjang tiga perempat tinggi efektif komponen struktur diukur dari titik penghentian tulangan. Luas sengkang



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



tambahan Av tidak boleh kurang dari.0,4bws/fy. Spasi s tidak boleh lebih dari d/8ρb, dimana ρb adalah rasio dari luas tulangan yang diputus terhadap luas tulangan tarik total pada penampang tersebut. 2.7.4 Syarat-Syarat Tulangan Geser a) Apabila 0,5φ Vc < Vu < φ Vc , harus dipasang tulangan minimum sesuai pasal 5.2.7. b) Tulangan geser minimum ini dapat tidak dipasang untuk balok di mana kebutuhan kekuatan geser terfaktor Vu < 0,5φ Vc, atau bila Vu < φ Vc dan tinggi total balok tidak melampaui nilai terbesar dari 250 mm, 2,5 kali tebal sayap atau setengah lebar bagian badan. c) Apabila Vu > φ Vc, tulangan geser harus dipasang sesuai dengan perencanaan tulangan geser pada pasal 5.2.6.



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



BAB III PEMODELAN



BEBAN SDL



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



BEBAN BTR



BGT



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



TENDON



ANGIN KE JEMBATAN



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



BEBAN REM



COMBINASI 1



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



COMBINASI 2



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



COMBINASI 3



COMBINASI 4



COMBINASI 5



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



COMBINASI 6



KOMBINASI 7



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



TENDON 1. Tendon Section Data



2. Data Tendon 



Tendon 1



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN







Tendon 2



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



BAB IV PERHITUNGAN



4.1 Data Jembatan Uraian Panjang balok prategang Jarak antara balok prategang Tebal plat lantai jembatan Tebal lapisan aspal + overlay Tinggi genangan air hujan



Notasi L s ho ha th



SPESIFIC GRAVITY Jenis Bahan Beton prategang Beton bertulang Beton Aspal Air hujan



wc = wc' = wc'' = waspal = wair =



Dimensi (m) 22,00 1,50 0,20 0,10 0,05



Berat (kN/m3) 25,50 25,00 24,00 22,00 9,80



DIMENSI BALOK PRESTRESS Lebar Kode Kode (m) b1 0,3500 h1 b2 0,6500 h2 b3 0,1700 h3 b4 0,2400 h4 b5 0,6500 h5 h



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



Tebal (m) 0,0750 0,0750 0,8750 0,1000 0,1250 1,2500



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



4.2 Beton



Mutu beton girder prestress : Kuat tekan beton, Modulus elastik beton, Angka Poisson, Modulus geser, Koefisien muai panjang untuk beton,



K - 500 fc' = 0.83 * K / 10 = Ec = 4700 *  fc ' =



41,5 Mpa 30277,6 Mpa



s= G = Ec / [2 (1 + s)]= a=



0,15 13164,2 Mpa 1.0E-05 / C



Kuat tekan beton pada keadaan awal (saat transfer) Tegangan ijin beton saat penarikan : Tegangan ijin beton pada keadaan akhir :



Mutu beton plat lantai jembatan : Kuat tekan beton, Modulus elastik beton,



30277,632 13164,188



Tegangan ijin tekan, Tegangan ijin tarik,



fc ' = 0.80 * fc' = 0.60 * fc' = 0.50 *  fc' =



33,20 Mpa 19,92 Mpa 2,23 Mpa



Tegangan ijin tekan, Tegangan ijin tarik,



0.45 * fc' = 0.50 *  fc' =



18,68 Mpa 3,22 Mpa



K - 300 fc' = 0.83 * K / 10 = Ec = 4700 *  fc' =



24,9 Mpa 23453,0 Mpa



4.3 Baja Prategang DATA STRANDS CABLE - STANDAR VSL Uncoated 7 wire super strands ASTM A-416 grade 270 fpy = 1580 Mpa



Jenis strands Tegangan leleh strand Kuat tarik strand Diameter nominal strands Luas tampang nominal satu strands Beban putus minimal satu strands Jumlah kawat untaian (strands cable) Diameter selubung ideal Luas tampang strands Beban putus satu tendon Modulus elastis strands Tipe dongkrak



fpu = A st = Pbs =



Pb1 = Es =



1860 12,7 126,61265 187,32 19 84 2405,64035 3559,1 193000 VSL 19



Mpa mm (=1/2") mm2 kN (100% UTS) kawat untaian / tendon mm mm2 kN (100% UTS) Mpa



4.4 Baja Tulangan Untuk baja tulangan deform D > 12 mm Untuk baja tulangan polos   12 mm



U - 32 U - 24



Kuat leleh baja Kuat leleh baja



fy = U*10= fy = U*10=



Section Propertis Balok Prategang DIMENSI NO



1 2 3 4 5 6



Lebar b (m) 0,3500 0,6500 0,1700 0,2400 0,6500



Tinggi h (m) 0,075 0,075 0,875 0,100 0,125 Total :



Luas Tampang A 2



(m ) 0,02625 0,04875 0,14875 0,02400 0,08125



Jarak thd alas y (m) 1,21 1,13 1,04 0,68 0,05



0,32900



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



Statis Momen A*y



Inersia Momen



Inersia Momen Io



(m ) 0,03183 0,05484 0,15433 0,01640 0,00406



A * y2 (m4) 0,03859 0,06170 0,16012 0,01121 0,00020



(m4) 0,0000123 0,0000152 0,0094906 0,0000133 0,0001058



0,26146



0,27182



0,00964



3



320 240



Mpa Mpa



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



Tinggi total balok prategang : Luas penampang balok prategang : Letak titik berat :



h= A= y b = A*y / A =



1,2500 0,3290 0,7947



m



ho = bef f = ya = h - y b =



m2 m Ib =  A*y 2 +  Io = Ix = Ib - A * y b2 =



Momen inersia terhadap alas balok : Momen inersia terhadap titik berat balok : Tahapan momen sisi atas : Tahapan momen sisi bawah :



Wa = Ix / ya = Wb = Ix / yb =



0,20 1,18 0,4553



0,28145 m4 0,07366 m4 0,16180 m3 0,09269 m3



Section Properties Balok Composit (Balok Prategang + Plat) DIMENSI



0



Lebar b (m) 1,750



Tinggi h (m) 0,20



1 2 3 4 5 6



0,3500 0,6500 0,1700 0,2400 0,6500 0,0000



0,07 0,13 0,12 1,65 0,25 0,25 Total :



NO



Luas Tampang A



Jarak thd alas y (m) 1,70



2



(m ) 0,35000 0,02450 0,08450 0,02040 0,39600 0,16250 0,00000 1,03790



Statis Momen A*y



Tinggi total balok Composit : Luas penampang balok composit : Letak titik berat : Momen inersia terhadap alas balok : Momen inersia terhadap titik berat balok : Tahapan momen sisi atas : Tahapan momen sisi bawah :



y bc



(m ) 0,59500 0,02971 0,09506 0,02117 0,27060 0,00813 0,00000



A * y2 (m4) 1,01150 0,03602 0,10695 0,02196 0,18491 0,00041 0,00000



1,01966



1,36174



3



1,21 1,13 1,04 0,68 0,05 0,13



Inersia Momen



hc = Ac = = Ac *y / Ac =



1,4500 1,03790 0,9824



Inersia Momen Io (m4) 0,00117 0,00001 0,00002 0,00949 0,00001 0,00011 0,00000 0,01080



m m2 m



y ac = hc - y bc = Ibc =  Ac *y 2 +  Ico = Ixc = Ibc - Ac * y bc 2 = W ac = Ixc / y ac = W'ac = Ixc / (y ac - ho) = W bc = Ixc / y bc =



0,4676 1,37254 0,37080 0,79304 2,96380 0,37744



m4 m4 m3 m3



4.5 Pembebanan Balok Prategang 4.5.1 Berat Sendiri (Ms) 4.5.1.1 Berat Diafragma



Ukuran diafragma : Berat 1 buah diafragma, Jumlah diafragma, Panjang bentang, Jarak diafragma :



Tebal =



1,20



m W= n=



L=



x2 = x1 = x0 = Momen maks di tengah bentang L, Berat diafragma ekivalen,



22,00



11,00 5,50 0,00



Lebar = 5 m m m m m m



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



4,3 kN bh



0,15



m



Berat diafragma,



Tinggi =



1,60



m



W diaf ragma =



21,6



kN



(dari tengah bentang) (dari tengah bentang) (dari tengah bentang) (dari tengah bentang) (dari tengah bentang) Mmax = ( 1/2 * n * x 4 - x 3 - x 2 - x 1 ) * W = Qdiaf ragma = 8 * Mmax / L2 =



95,040 1,571



kNm kN/m



m m m



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



4.5.1.2 Berat Balok Prategang Panjang balok prategang, Berat balok prategang + 10%



L=



22,00 m



Qbalok = Wbalok / L =



Luas penampang, A= Wbalok = A * L * W c =



0,329 184,6



M2 KN



8,390 kN/m



4.5.1.3 Gaya Geser dan Momen Akibat Berat Sendiri (Ms) Beban, Gaya geser, Momen, No 1 2 3 4



Qms = A * w kN/m Vms = 1/2 * Qms * L Mms = 1/8 * Qms * L2



Jenis beban berat sendiri



Lebar (m)



Balok prategang Plat lantai Deck slab Diafragma



Panjang bentang, kN kNm



b h



Tebal (m)



1,75



0,20



Luas A (m2)



L=



m



Beban Qms (kN/m)



Berat sat w (kN/m3)



0,350



22,00



25,00



Total :



Geser Vms (kN)



Momen Mms (kNm)



8,390 8,750



92,285 96,250



507,565 529,375



1,571 34,092



77,568 375,012



775,680 2062,566



4.6 Gaya Prategang , Eksentrisitas, dan Jumblah Tendon 4.6.1 Kondisi Awal (Saat Transfer) Mutu beton, K - 500 Kuat tekan beton, Kuat tekan beton pada kondisi awal (saat transfer), Section properties, Wa = 0,16180 m3



fc' = 0.83 * K * 100 = fci' = 0.80 * fc' = Wb = 0,09269 m3



Ditetapkan jarak titik berat tendon terhadap alas balok, Eksentrisitas tendon, Momen akibat berat sendiri balok, Tegangan di serat atas, 0 = - P t / A + Pt * es / W a - Mbalok / W a Tegangan di serat bawah, 0.6 * fci' = - Pt / A - P t * es / W b + Mbalok / W b Besarnya gaya prategang awal, Dari persamaan (1) : Dari persamaan (2) :







41500 kPa 33200 kPa A = 0,329



zo = es = y b - z 0 = Mbalok =



0,1375 0,6572 507,565



Pt = Mbalok / (es - W a / A ) = Pt = [0.60 * fci' * W b + Mbalok ] / (W b / A + es) =



3068,19 2507,02



Pt =



2507,02



Diambil besarnya gaya prategang,



m m kNm (persamaan1) (persamaan1)



kN



4.6.1 Kondisi Akhir Digunakan kabel yang terdiri dari beberapa kawat baja untaian "Stands cable" standar VSL, dengan data sbb. : DATA STRANDS CABLE - STANDAR VSL Jenis strands Uncoated 7 wire super strands ASTM A-416 grade 270 Tegangan leleh strand fpy = 1580000 kPa Kuat tarik strand fpu = 1860000 kPa Diameter nominal strands Luas tampang nominal satu strans Beban putus minimal satu strands



0,0127 m Ast = 0,0001266 m2 Pbs = 187,32 kN



Jumlah kawat untaian (strands cable) Diameter selubung ideal Luas tampang strands Beban putus satu tendon Modulus elastis strands



19 84 0,0024056 Pb1 = 3559,1 Es = 193000000



Tipe dongkrak



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



VSL 19



m2



(1/2") (100% UTS atau 100% beban putus)



kawat untaian tiap tendon mm m2 kN (100% UTS atau 100% beban putus) kPa



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



Gaya prategang awal : Beban putus satu tendon : Beban putus minimal satu strand : Gaya prategang jacking :



Pt = 2507,02 Pb1 = 3559,1 Pbs = 187,32 persamaan (1) persamaan (1)



Pj = Pt1 / 0.85 Pj = 0.80 * P b1 * nt



kN kN kN



Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh jumlah tendon yang diperlukan : nt = Pt / (0.85*0.80*P b1) = 1,0358802 Tendon Diambil jumlah tendon, nt = 2 Tendon ns = Pt / (0.85*0.80*P bs ) = 19,681834 strands Diambil jumlah strands, ns = 36 strands



Jumlah kawat untaian (strands cable) yang diperlukan, Posisi Baris Tendon : ns1 = 1 Tendon 24 strands / tendon = ns2 = 1 Tendon 12 strands / tendon = nt = 2 Tendon Jumlah strands,



ns =



24 12 36



strands dg. selubung tendon = strands dg. selubung tendon = strands



Persentase tegangan leleh yang timbul pada baja (% Jack ing Force ) : po = Pt / (0.85 * ns * Pbs ) = Pj = po * ns * Pbs = Gaya prategang yang terjadi akibat jack ing :



43,737% 2949,44



84 76



< 80% (OK) kN



Diperkirakan kehilangan tegangan (loss of prestress) = 30% Gaya prategang akhir setelah kehilangan tegangan (loss of prestress) sebesar 30% : Pef f = 70% * P j = 1290,00904 kN



4.7 Pembesian Balok Prategang Tulangan arah memanjang digunakan besi diameter D13 As = p / 4 * D2 = 0,00013 m2 Luas tampang bagian bawah : A bawah = 0,10525 m2 Luas tulangan bagian bawah : As bawah = 0.5% * A bawah = 0,0005263 m2 Jumlah tulangan = A s bawah / ( p/4 * D2 ) = 3,97 buah Digunakan :



8 D 13



Luas tampang bagian atas : A atas = 0,07500 m2 Luas tulangan bagian atas : As atas = 0.5% * A atas = 0,000375 m2 2 Jumlah tulangan = A s atas / ( p/4 * D ) = 2,8266687 buah Digunakan :



4 D 13



Luas tampang bagian badan :



A



badan



=



0,14875 m2



Luas tulangan susut memanjang bagian badan : As badan = 0.5% * A badan = 0,0007438 m2 Jumlah tulangan = A s badan / ( p/4 * D2 ) = 5,6062262 buah Digunakan :



10 D 13



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



mm mm



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



4.8 Posisi Tendon 4.8.1 Posisi Tendon di Tengah Bentang Diambil jarak dari alas balok ke as baris tendon ke-1 : Jumlah tendon baris ke-1 : nt1 = 1,00 tendon Jumlah tendon baris ke-2 : nt4 = 1,00 tendon nt = 2,00 tendon Eksentrisitas, es = 0,657 m z o = y b - es = 0,138 m y d = jarak vertikal antara as ke as tendon, Momen statis tendon terhadap alas : ns * z o = n1 * a + n2 * (a + y d) y d = ns * (z o - a) / n2 = 1,350 Diameter selubung tendon, Jarak bersih vertikal antara selubung tendon,



m



a



0,1 m



24 strands 12 strands Jumlah strands,



Diambil,



= = ns =



yd = dt = y d - dt =



0,150 0,076 0,074



24 12 36



m m m



> 25 mm (OK)



4.8.2 Posisi Tendon di Tumpuan Diambil jarak dari alas balok ke as baris tendon ke-4 : Jumlah tendon baris Jumlah tendon baris Jumlah tendon baris Jumlah tendon baris



ke-1 : ke-2 : ke-3 : ke-4 :



n1 = n2 = n3 = n4 =



a' = 1 1 0 0



0,35



12 strands 24 strands 0 strands 0 strands Jumlah strands,



m = = = = ns =



12 24 0 0 36



strands strands strands strands strands



y e = Letak titik berat tendon terhadap pusat tendon terbawah Letak titik berat penampang balok terhadap alas, Momen statis tendon terhadap pusat tendon terbawah : ni y d' ni * y d' 8 0 0 20 1 20 0 0 0 0 0 0  ni * y d' / y d' = 20



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



yb =



0,9824



m



 ni * y d' = ns * y e y e / y d' = [  ni * y d' ] / ns = 0,556 y e = y b - a' = 0,445 y d' = y e / [y e / y d' = 0,800 z o = a' + y e = y b = 0,795



m m m



strands strands strands



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



4.8.3 Eksentrisitas Masing – masing Tendon Nomor Posisi Tendon di Tumpuan Tendon 1 2



x= 0,00 z1' = a' + y d' z2' = a'



m



zi' (m) 1,150 0,350



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



Nomor Tendon 1 2



Posisi Tendon di Tengah Bentang x= 13,50 z1 = a + yd z2 = a



zi'



fi = zi' - zi



(m) 0,250 0,100



(m) 0,900 0,250



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



BAB V KESIMPULAN



Dari perhitungan di atas yang telah dilakukan didapat hasil : 1. Gaya geser maksimum yang diterima struktur sebesar 357,012 kN dan momen maksimum yang diterima struktur sebesar 2062,566 kNm yang terjadi di kondisi envelope pada girder bagian tengah. 2. Jumlah tendon yang diperlukan sebanyak 2 tendon dengan 36 strands. Jumlah masing-masing tendon adalah untuk tendon ke 1 sebanyak 24 strands dan tendon 2 sebanyak 12 strands. 3. Kehilangan tegangan pada prategang akibat jacking sebesar 2949,99 kN. 4. Tulangan arah memanjang digunakan :  8D13 untuk tulangan arah memanjang di bawah balok prategang.  4D13 untuk tulangan arah memanjang di atas balok prategang.  10D13 tulangan susut memanjang di badan balok prategang. 5. Eksentrisitas tendon :  Tendon ke 1, f1 = 0,900 m  Tendon ke 2, f2 = 0,250 m



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411



PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN



DAFTAR PUSTAKA



Nasution T. (2010). Modul 2 : Pembebanan Jembatan. Supriyadi, B., & Montuhar, A. S. (2007). Jembatan. Yogyakarta: Beta Offset. http://www.ilmusipil.com http://sastrasipilindonesia.wordpress.com/2011/06/20/bab-iv-beton-pratekanbeton-prategang/ http://azwaruddin.blogspot.com/2008/02/klasifikasi-dan-kelasjembatan.html?m=1



YOGA MUHAMAD ALFI (2411141137) ADITYA PAJRIADI KUSNADI (24111411