Lapsus LBP [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS



LBP + Ischialgia e.c Suspek HNP VL 4-5



Disusun Sebagai Syarat Program Internsip Dokter Indonesia



Oleh : dr. Fatih



Pembimbing : dr. Sp, S



RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BALANGAN KABUPATEN BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2020



1



BAB I PENDAHULUAN



Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan gangguan muskuloskeletal yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit muskuloskeletal, gangguan psikologis, dan mobilisasi yang salah. LBP berdasarkan definisinya adalah nyeri punggung bawah yang berasal dari tulang belakang, otot, saraf atau struktur lain pada daerah tersebut.1 Low back pain adalah salah satu keluhan yang dirasakan oleh sebagian besar pekerja, umumnya mulai dirasakan pada usia 25 tahun dan meningkat pada usia 50 tahun. Penelitian dari kelompok studi nyeri Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI) menemukan bahwa jumlah penderita LBP sebanyak 35,86 persen dari total kunjungan pasien nyeri. Enam puluh lima koma lima persen dari penderita LBP adalah wanita, dan persentase penderita tertinggi pada rentang umur 41 hingga 60 tahun.1,2 Berdasarkan The Global Burden of Disease 2010 Study (GBD 2010), dari 291 penyakit yang diteliti, LBP merupakan penyumbang terbesar kecacatan global, yang diukur melalui years lived with disability (YLD), serta menduduki peringkat yang keenam dari total beban secara keseluruhan, yang diukur dengan the disability-adjusted life year (DALY). Pengukuran DALY adalah metrik standar untuk mengukur beban yang dihitung dengan menggabungkan years of life lost (YLL) dan years lived with disability (YLD).3 Banyak faktor resiko yang berhubungan dengan keluhan LBP, seperti hereditas, usia, jenis kelamin, deformitas postur tubuh, aktivitas fisik, masa kerja, dan porsi kera. Faktor lainnya adalah factor fisik yang mencakup ketegangan fisik, seringnya mengangkat beban, dan postur kerja yang kurang tepat. Terdapat pula hubungan antara perilaku merokok dengan nyeri pinggang, dimana ditemukan perokok lebih banyak yang menderita LBP dibandingkan yang tidak pernah merokok sama sekali. LBP pada umumnya tidak mengakibatkan kecacatan, namun pada pekerja dapat menurunkan tingkat produktivitas kerja, menurunkan performa kerja, serta kualitas kerja, dan konsentrasi kerja.4



BAB II



2



TINJAUAN PUSTAKA



A. Definisi



Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan melalui lubang yang abnormal. Nukleus pulposus adalah massa setengah cair yang terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus intervertebralis. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol (bulging) dan menekan kearah kanalis spinalis HNP mempunyai banyak sinonim antara lain: Hernia Diskus Intervertebralis, Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya. 5



B. Epidemiologi



Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang paling sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering dijumpai pada tingkat L4L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Penelitian Dammers dan Koehler pada 1431 pasien dengan herniasi diskus lumbalis, memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4 secara bermakna dari usia tua dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5.6 HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah yang penting. dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Inside HNP di Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang dewasa. Kurang lebih 60-80% individu pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya. Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37% insidens tertinggi dijumpai pada usia 45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40% penderita dan menyebabkan gangguan tidur pada 20% penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25% diataranya perlu rawat inap untuk evaluasi lebih lanjut.6



C. Anatomi dan Fisiologi



Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus vertebra yang berdekatan, sendi antara arkus vertebra, sendi kostovertebralis dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan diskus intervertebralis menghubungkan vertebra yang berdekatan. Ligamentum longitudinal anterior, suatu pita tebal dan lebar, berjalan 3



memanjang pada bagian depan korpus vertebra dan diskus intervertebralis, dan bersatu dengan periosteum dan annulus fibrosus. 5 Ligamentum longitudinalis anterior berfungsi untuk menahan gaya ekstensi, sedangkan dalam kanalis vertebralis pada bagian posterior korpus vertebra dan diskus intervertebralis terletak ligamentum longitudinal posterior, ligamentum longitudinalis posterior berperan dalam menahan gaya fleksi. Ligamentum anterior lebih kuat dari pada posterior, sehingga prolaps diskus lebih sering kearah posterior. Pada bagian posterior terdapat struktur saraf yang sangat sensitif terhadap penekanan yaitu radiks saraf spinalis, ganglion radiks dorsalis. 5 Diantara korpus vertebra mulai dari vertebra servikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat diskus intervertebralis. Diskus ini membentuk sendi fibrokartilago yang lentur antara korpus vertebra. Diskus Intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok; nukleus pulposus ditengah dan anulus fibrosus di sekelilingnya. Diskus dipisahkan dari tulang yang di atas dan dibawahnya oleh dua lempengan tulang rawan yang tipis. 5 Nukleus pulposus adalah bagian tengah diskus yang bersifat semigelatin, nukleus ini mengandung berkas-berkas serat kolagen, sel-sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang berdekatan. Selain itu. juga memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan pembuluh-pembuluh darah kapiler. 5 Anulus fibrosus terdiri atas cincin-cincin fibrosa konsentris yang mengelilingi nukleus pulposus. Anulus fibrosus berfungsi untuk memungkinkan gerakan antara korpus vertebra (disebabkan oleh struktur spiral dari serabut-serabut); untuk menopang nukleus pulposus; dan meredam benturan. Jadi anulus berfungsi mirip dengan simpail di sekeliling tong air atau seperti gulungan pegas, yang menarik korpus vertebra bersatu melawan resistensi elastis nukleus pulposus, sedangkan nukleus pulposus bertindak sebagai bola penunjang antara korpus vertebra. 5 Diskus intervertebralis berukuran kira-kira seperempat panjang kolumna vertebralis. Diskus paling tipis terdapat pada daerah torakal sedangkan yang paling tebal tedapat di daerah lumbal. Bersamaan dengan bertambahnya usia, kandungan air diskus berkurang dan menjadi lebih tipis. 5



4



Gambar 1. Penampang transversa corpus vertebra, diskus intervertebralis5



D. Patomekanisme 1. Proses Degenaratif Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan air diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai menjadi 70% pada orang usia lanjut). Selain itu serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin terjadi pada bagian kolumna



5



vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang lebih mobil ke yang kurang mobil (perbatasan lumbosakral dan servikotolarak). 5,8 2. Proses Traumatik Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi intervertebral, yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain degenerasi, gerakan repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban dapat memberi tekanan abnormal pada nukleus. Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa melukai annulus, nucleus pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat pula menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang salah dan jatuh. 5,8 Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya, yaitu: 5,8 1. Protrusi diskus intervertebralis: nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan annulus fibrosus. 2. Prolaps diskus intervertebral: nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus. 3. Extrusi diskus intervertebral: nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior. 4. Sequestrasi diskus intervertebral: nukleus telah menembus ligamentum longitudinalis posterior Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan nervus di dalam medulla spinalis jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus); hal ini dapat menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini dapat berupa nyeri mekanik, yang berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri yang berasal dari nucleus pulposus yang ekstrusi menembus annulus dan kontak dengan suplai darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari penekanan pada nervus. 5



Gambar 2. Grade dari herniasi nucleus pulposus



6



Tabel 1. Klasifikasi degenerasi diskus berdasarkan gambaran MRI5



E. Faktor Resiko Berikut ini adalah faktor risiko yang meningkatkan seseorang mengalami HNP: 5 a. Usia Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus lama kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras, menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur. b. Trauma Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis, seperti jatuh. c. Pekerjaan Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara mengangkat barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP d. Gender Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini terkait pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik yang melibatkan columna vertebralis.



F. Gambaran Klinis Gejala klinik bervariasi tergantung pada derajatnya dan radiks yang terkena. Pada stadium awal, gejala asimtomatik. Gejala klinis muncul ketika nucleus pulposus menekan saraf. Gejala klinis yang paling sering adalah iskialgia (nyeri radikuler). Nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai bawah lutut. Bila saraf sensoris kena maka akan memberikan gejala kesemutan atau rasa baal sesuai dermatomnya. Bila mengenai conus atau cauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi,



7



defekasi dan disfungsi seksual. Nyeri yang timbul sesuai dengan distribusi dermatom (nyeri radikuler) dan kelemahan otot sesuai dengan miotom yang terkena. 5,8



G. Penegakan Diagnosis 2.7.1. Anamnesis Anamnesis dapat ditanyakan hal yang berhubungan dengan nyerinya. Pertanyaan itu berupa kapan nyeri terjadi, frekuensi, dan intervalnya; lokasi nyeri; kualitas dan sifat nyeri; penjalaran nyeri; apa aktivitas yang memprovokasi nyeri; memperberat nyeri; dan meringankan nyeri. Selain nyerinya, tanyakan pula pekerjaan, riwayat trauma. 5 2.7.2. Pemeriksaan Neurologi Untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam gangguan saraf. Meliputi pemeriksaan sensoris, motorik, reflex. 5 a. Pemeriksaan sensoris, pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada gangguan sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang terkena akan dapat diketahui radiks mana yang terganggu. b. Pemeriksaan motorik, apakah ada tanda paresis, atropi otot. c. Pemeeriksaan reflex, bila ada penurunan atau refleks tendon menghilang, misal APR menurun atau menghilang berarti menunjukkan segmen S1 terganggu. Adapun tes yang dapat dilakukan untuk diagnosis HNP adalah: 5 1. Pemeriksaan range of movement (ROM) Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara aktif oleh penderita sendiri maupun secara pasif oleh pemeriksa. Pemeriksaan ROM ini memperkirakan derajat nyeri, function laesa, atau untuk memeriksa ada/ tidaknya penyebaran rasa nyeri.



2. Straight Leg Raise (Laseque) Test: Tes untuk mengetaui adanya jebakan nervus ischiadicus. Pasien tidur dalam posisi supinasi dan pemeriksa memfleksikan panggul secara pasif, dengan lutut dari tungkai terekstensi maksimal. Tes ini positif bila timbul rasa nyeri pada saat mengangkat kaki dengan lurus, menandakan ada kompresi dari akar saraf lumbar. 3. Lasegue Menyilang



8



Caranya sama dengan percobaan lasegue, tetapi disini secara otomatis timbul pula rasa nyeri ditungkai yang tidak diangkat. Hal ini menunjukkan bahwa radiks yang kontralateral juga turut tersangkut. 4. Tanda Kerning Pada pemeriksaan ini penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggung sampai membuat sudut 90 derajat. Selain itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara tungkai bawah dan tungkai atas, bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan tanda kerning positif. 5. Ankle Jerk Reflex Dilakukan pengetukan pada tendon Achilles. Jika tidak terjadi dorsofleksi pada kaki, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna vertebra L5-S1. 6. Knee-Jerk Reflex Dilakukan pengetukan pada tendon lutut. Jika tidak terjadi ekstensi pada lutut, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna vertebra L2-L3-L4. 2.7.3. Diagnosis Penunjang5,8 1. X-Ray X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara akurat. Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.



2. Mylogram Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam columna spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-ray dapat nampak adanya penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis 3. MRI Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi.



9



Gambar 3. MRI columna vertebralis yang mengalami herniasi 4. Elektromyografi Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan nervus.



H. Penatalaksanaan Terapi Konservatif, terdiri atas: 5,7,8 a. Terapi Non Farmakologis 1.Terapi fisik pasif Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri punggung bawah akut, misalnya: a. Kompres hangat/dingin Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah dilakukan. Untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa pasien merasakan nyeri hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada pengkompresan dingin. b. Iontophoresis Merupakan metode pemberian steroid melalui kulit. Steroid tersebut menimbulkan efek anti inflamasi pada daerah yang menyebabkan nyeri. Modalitas ini terutama efektif dalam mengurangi serangan nyeri akut. c. Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)



10



Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS) menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri punggung bawah dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak d. Ultrasound Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus sampai jaringan lunak dibawahnya. Ultrasound terutama berguna dalam menghilangkan serangan nyeri akut dan dapat mendorong terjadinya penyembuhan jaringan. 2. Latihan dan modifikasi gaya hidup Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan memperberat tekanan ke punggung bawah. Program diet dan latihan penting untuk mengurangi NPB pada pasein yang mempunyai berat badan berlebihan. Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stres secepat mungkin. Endurance exercisi latihan aerobit yang memberi stres minimal pada punggung seperti jalan, naik sepeda atau berenang dimulai pada minggu kedua setelah awaitan NPB. Conditional execise yang bertujuan memperkuat otot punggung dimulai sesudah dua minggu karena bila dimulai pada awal mungkin akan memperberat keluhan pasien. Latihan memperkuat otot punggung dengan memakai alat tidak terbukti lebih efektif daripada latihan tanpa alat. b. Terapi Farmakologis5,78 a. Analgetik dan NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug) Obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol, Aspirin Tramadol. NSAID: Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak, Selekoksib. b. Obat pelemas otot (muscle relaxant) Bermanfaat bila penyebab NPB adalah spasme otot. Efek terapinya tidak sekuat NSAID, seringkali di kombinasi dengan NSAID. Sekitar 30% memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone dan Carisoprodol. c. Opioid Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh lebih aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan ketergantungan obat.



11



d. Kortikosteroid oral Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada kasus HNP yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan. e. Anelgetik ajuvan Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin, Karbamasepin, Gabapentin. f. Suntikan pada titik picu Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi lokal dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu disekitar tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon. c. Terapi operatif pada pasien dilakukan jika: 5 a. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4. b. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau ada gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6 sampai 12 minggu. c. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien. d. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama.



Pilihan terapi operatif yang dapat diberikan adalah: a. Distectomy Pengambilan sebagian diskus intervertabralis. b. Percutaneous distectomy Pengambilan sebagian diskus intervertabralis dengan menggunakan jarum secara aspirasi. c. Laminotomy/laminectomy/foraminotomy/facetectomy Melakukan dekompresi neuronal dengan mengambil beberapa bagian dari vertebra baik parsial maupun total. d. Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion:



12



Penggunaan graft pada vertebra sehingga terbentuk koneksi yang rigid diantara vertebra sehingga terjadi stabilitas.



I. Pencegahan Hernia nukleus pulposus dapat dicegah terutama dalam aktivitas fisik dan pola hidup. Hal-hal berikut ini dapat mengurangi risiko terjadinya HNP: 5 a. Olahraga secara teratur untuk mempertahankan kemampuan otot, seperti berlari dan berenang. b. Hindari mengangkat barang yang berat, edukasi cara mengangkat yang benar. c. Tidur di tempat yang datar dan keras. d. Hindari olahraga/kegiatan yang dapat menimbulkan trauma e. Kurangi berat badan.



13



14



Gambar 5. Algoritma terapi LBP7



15



Tabel 2. Daftar obat dan dosisnya7



16



BAB III LAPORAN KASUS Tn. AM usia 35 tahun, alamat tinggal di Batu Piring, pekerjaan swata, masuk Rumah Sakit pada tanggal 6 Februari 2020. Pasien datang ke IGD RSUD Balangan dengan keluhan nyeri pingang sejak 6 hari SMRS, nyeri menjalar ke kaki sebelah kiri, pasien juga merasakan kesemutan, pasien merasakan sulit untuk duduk. Pasien tidak mengeluhkan adanya kelemahan pada bagian kaki. Demam disangkal, mual (-) muntah () kencing berdarah (-) kencing berpasir (-) bengkak di kedua kaki (-) BAB dan BAK dalam batas normal, nyeri perut juga disangkal. RPD trauma didaerah punggung disangkal, namun pasien sering merasakan nyeri pinggang hilang timbul selama 1 tahun ini. RPO dapat dari poli saraf tanggal 30 Januari 2020. Pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 70 x/menit, kuat angkat, reguler, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,7 º C, NRS 7-8. Pemeriksaan kepala dan leher, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid, JVP tidak meningkat. Pada pemeriksaan paru didapatkan inspeksi bentuk dan gerak simetris, palpasi vocal fremitus kanan sama dengan kiri, perkusi sonor di kedua lapang paru, auskultasi suara pernapasan vesikular, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pada pemeriksaan inspeksi jantung ictus cordis tidak tampak, palpasi teraba ictus cordis di ICS V linea mid clavicula sinistra, perkusi batas jantung kanan di ICS V, 2 jari linea strenalis dekstra, batas jantung kiri di ICS V, 3 jari lateral linea midclavicular sinistra, auskultasi bunyi jantung I-II reguler, murmur dan galop tidak ada. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi datar, auskultasi bising usus normal, perkusi timpani, tidak ada hepatosplenomegali. Pada ekstremitas superior dan inferior akral dingin, RCT < 2 detik, tidak ada edema dan sianosis. Pemeriksaan neurologi laseque test (-/+), Patrick (+) Kontrapatrick (+). Motorik ekstremitas inferior 5/5, dan sensorik +/+. Tidak ditemukan reflex patologis, reflex fisiologis normal, dan nervus cranialis dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 13.3, Eritrosit 5.35, Leukosit 8000, Hematokrit 40.0, Trombosit 198.000, Ureum 28, Creatinin 1.38, GDS 111. Interpretasi pemeriksaan foto lumbosacral AP dan lateral didapatkan corpus vertebra padat, tidak terlihat gambaran trabecula, tidak ada garis patahan pada lamina, corpus 17



vertebra maupun prosesus spinosus, tidak ditemukan Scotie Dog, terlihat perubahan kelengkungan pada corpus vertebra di VL 4-5, osteofit di corpus anterior vertebra, penyempitan celah diskus intervertebralis VL 4-5, sakroiliaka joint dalam batas normal.



Resume Pasien laki-laki 35 tahun, mengeluhkan nyeri pinggang sejak 6 hari SMRS, hilang timbul sejak 1 tahun ini, nyeri pinggang menjalar sampai kaki kiri, pasien merasa sulit duduk, namun tidak ada kelemahan dikaki, tapi terasa kesemutan. Pemeriksaan fisik ditemukan hemodinamik stabil dengan skala nyeri berat (NRS 7-8). Pemeriksaan generalis dalam batas normal. Pemeriksaan status neurologis didapatkan laseque (-/+), Patrick (+) Kontrapatrick (+) motorik dan sensorik dalam batas normal. Pada foto lumbosacral didapatkan penyempitan celah diskus intervertebralis VL 4-5 dengan adanya osteofit. Pasien didiagnosis LBP + Ischialgia e.c suspek HNP VL 4-5. Terapi yang diberikan saat di IGD yaitu IVFD NS 20 tpm, drip tramadol 1 ampul dalam NS 100 cc habis dalam 1 jam, 2 kali sehari, Inj. Metilprednioslolon 2x62.5 mg, Inj. Ranitidin 2x50 mg, Inj. Moxifloxacin 1x400 mg, PO amitriptilin 1x12.5 mg dan Tracetat 3x2 cth. Prognosis quo ad vitam dan quo ad functionam dubia ad bonam.



Perjalanan Penyakit



18



Perawatan di bangsal rawat inap tanggal 7 Februari 2020, keluhan nyeri pinggang dan pusing melayang, Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital, keadaan umum tampak sakit sedang, TD 130/80 mmHg, nadi 80 x/m, respirasi 20 x/m, suhu 36,7, SpO2 97% dan NRS 6-7. Terapi yang diberikan IVFD NS 20 tpm, drip tramadol 1 ampul dalam NS 100 cc habis dalam 1 jam, 2 kali sehari, Inj. Metilprednioslolon 2x62.5 mg, Inj. Ranitidin 2x50 mg, Inj. Moxifloxacin 1x400 mg, PO amitriptilin 1x12.5 mg dan Tracetat 3x2 cth. Perawatan tanggal 8 Februari 2020, keluhan nyeri pinggang masih ada dan pusing melayang. Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital, keadaan umum tampak sakit sedang, TD 120/70 mmHg, nadi 84 x/m, respirasi 16 x/m, suhu 37.3, SpO2 97% dan NRS 6-7. Terapi lanjutan dan ditambahkan infus Resfar 1 ampul dalam NS 500 cc habis dalam 4 jam, PO diazepam 2x2 mg dan flunarizine 2x 5 mg. Perawatan tanggal 9 Februari 2020, keluhan nyeri berkurang dan pusing berkurang. Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital, keadaan umum tampak sakit ringan, TD 120/80 , nadi 68 x/m, respirasi 19 x/m, suhu 37.0, SpO2 97% dan NRS 3-4. Terapi lanjut, dan pasien diperbolehkan untuk pulang pada esok hari dengan pengobatan amitriptilin 2x12.5 mg, flunarizine 2x5 mg, diazepam 2x2 mg, tramadol 2x 50 mg. Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke Poli Saraf 1 minggu setelah pulang.



BAB IV PEMBAHASAN 19



Nyeri punggung bawah atau LBP adalah nyeri yang terbatas pada regio lumbal, tetapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya terbatas pada satu radiks saraf, namun secara luas berasal dari diskus intervertebralis lumbal. Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah punggung bawah, yang mungkin disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang.9 Nyeri punggung bawah dapat mengikuti cedera atau trauma punggung, tapi rasa sakit juga dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif seperti penyakit artritis, osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang. Obesitas, merokok, berat badan saat hamil, stres, kondisi fisik yang buruk, postur yang tidak sesuai untuk kegiatan yang dilakukan, dan posisi tidur yang buruk juga dapat menyebabkan nyeri punggung bawah.9 Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol (bulging) dan menekan kearah kanalis spinalis.5 Pada kasus ini pasien datang dengan nyeri punggung yang menjalar ke kaki kiri sejak 6 hari ini namun muncul gejala sudah satu tahun dan hilang timbul. Kecurigaan antara tiga struktur yang terlibat dalam keluhan pasien yaitu tulang, otot dan radiks saraf. Pasien menyangkal adanya trauma, namun untuk kebiasaan pasien seperti pekerjaan mengangkat beban berat dan postur yang tidak sesuai tidak digali lebih lanjut. Kemungkinan besar penyebabnya adalah penekanan radiks saraf karena adanya rasa refered pain yang dirasakan oleh pasien serta kesemutan. Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang paling sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering dijumpai pada tingkat L4L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah yang penting. dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37% insidens tertinggi dijumpai pada usia 45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40% penderita dan menyebabkan gangguan tidur pada 20% penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25% diataranya perlu rawat inap untuk evaluasi lebih lanjut.6



20



Pada kasus ini pasien berusia 35 tahun dan berjenis kelamin laki-laki, tingginya prevalensi HNP pada usia 30-50 tahun. Pasien juga mendapatkan kecurigaan terjadi HNP dideerah VL 4-5 yang dimana titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Nyeri punggung ini juga mengganggu aktivitas pasien, dengan gambaran nyeri hebat yang dirasakan oleh pasien (skala 7-8) mengindikasikan pasien untuk rawat inap. Gejala klinik bervariasi tergantung pada derajatnya dan radiks yang terkena. Pada stadium awal, gejala asimtomatik. Gejala klinis muncul ketika nucleus pulposus menekan saraf. Gejala klinis yang paling sering adalah iskialgia (nyeri radikuler). Nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai bawah lutut. Bila saraf sensoris kena maka akan memberikan gejala kesemutan atau rasa baal sesuai dermatomnya. Bila mengenai conus atau cauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan disfungsi seksual. Nyeri yang timbul sesuai dengan distribusi dermatom (nyeri radikuler) dan kelemahan otot sesuai dengan miotom yang terkena.5 Ischialgia adalah kondisi dimana ada rasa sakit, rasa lemah, rasa panas, dan kesemutan di sepanjang kaki bagian belakang (sepanjang persyarafan Ischiadicus) yang disebabkan oleh kompresi atau kecelakaan. Ischialgia memiliki banyak istilah seperti Lumbosacral Radiculer Syndrome, nyeri pada akar syaraf, dan penjepitan akar syaraf. Ischialgia biasanya terkait dengan faktor usia dan riwayat trauma. Pada kondisi ini terdapat adanya keluhan nyeri, keterbatasan LGS, dan penurunan kekuatan otot.10 Ischialgia menyerang nervus Ischiadicus yang berasal dari radiks posterior L4S3. Ischialgia menimbulkan nyeri sepanjang distribusi sensorik nervus Ischiadicus. Oleh karena itu, nyeri yang dialami sering muncul pada bagian posterior paha dan lateral tungkai. Ischialgia dapat disebabkan oleh prolapse discus intervertebralis dengan tekanan pada satu atau dua akar nervus spinalis lumbalis bawah dan nervus sacralis, tekanan pada plexus sacralis atau nervus ischiadicus oleh tumor intrapelvis, peradangan pada nervus ischiadicus atau ramus terminalisnya. 10 Pada kasus ischialgia akibat spasme otot vertebra, m.piriformis, m.hamstring dan m.gastrocnemius, nyeri berasal dari daerah pantat dan menjalar menurut perjalanan n.ischiadicus dan selanjutnya pada n.tibialis dan n.peroneus communis. Adanya nyeri tersebut membuat pasien enggan menggerakkan badannya sehingga lama kelamaan akan menimbulkan keterbatasan gerak dan kelemahan otot. Spasme otot sudah pasti terjadi pada daerah m.piriformis karena pada kasus ini penyebabnya adalah spasme m.piriformis



21



. Namun akibatnya juga bisa menimbulkan spasme pada otot lain. Pada m.Hamstring dan m.Gastrocnemius juga kadang lebih tegang dari yang lain. Pada kasus ischialgia ini gangguan aktivitas terjadi karena pada tungkai yang sakit mengalami penurunan kekuatan otot akibat nyeri sehingga kaki yang sehat menjadi tumpuannya. 10



Pada kasus pasien mengeluhkan nyeri punggung yang menjalar ke kaki kiri seperti menusuk-nusuk dengan terasa kesemutan sesuai distribusi saraf yang terkena, untuk keluhan ini dapat disimpulkan kalau herniasi sudah menekan saraf perifer, untuk BAB dan BAK tidak ada gangguan (conus medularis tidak terkena), pasien juga mengeluhkan sulit saat duduk karena nervus ischiadicus pasien telah mengalami entrapment, sehingga otot-otot yang digunakan untuk duduk maupun berjalan mengalami kelemahan seperti muskulus gluteus maksimus, medius dan minimus ataupun muskulus hamstring dan piriformis. Namun pada kasus ini tidak dilakukan evaluasi lebih lanjut mengenai fungsi dan kekuatan motorik sesuai ototnya. Untuk secara garis besar kekuatan motorik ekstremitas inferior pasien masih 5 / 5. Pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis dari HNP antara lain pemeriksaan laseque, laseque menyilang, kernig, ankle jerk reflex, knee jerk reflex, ROM. Kekuatan motorik, sensorik, fungsi otonom, tonus, atrofi dan gerakan. Pada kasus



22



laseque test pasien positif, Patrick dan kontrapatrick juga positif. Tidak ada gangguan fungsi otonom, tidak ada atrofi, tonus masih eutoni, Untuk ankle jerk reflex dan knee jerk reflex dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang pada HNP antara lain: 1. X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara akurat. Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra. 2. Myelogram, pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam columna spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-ray dapat nampak adanya penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis. 3. MRI, merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi. 4. Electromyelografi, untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan nervus.5,7,8 Untuk gold standard penegakkan diagnosis HNP yaitu dengan MRI, pada pasien ini belum dilakukan MRI di RS Balangan. Hasil foto lumbosacral terlihat adanya penyempitan diskus intervetebralis VL 4-5, perubahan aligment dan kelengkungan corpus vertevbra akibat adanya osteofit/spur di bagian corpus anterior VL 4-5. Terapi HNP terbagi menjadi dua yaitu konservatif dan operatif. Pada terapi konseratif



dibagi



menjadi



terapi



nonfarmakologi



dan



farmakologi.



Terapi



nonfarmakologi seperti kompres hangat dan dingin, ionstophoresis, TENS, ultrasound, terapi fisik aktif, modifikasi gaya hidup. Untuk terapi farmakologi antara lain, asetaminofen, NSAID, opioid, kortikosteroid, muscle relaksan, anlagetik adjuvant seperti gabapentin, amitriptilin. Untuk tindakan operatif jika memenuhi kriteria indikasi operasi seperti tindakan discectomy, laminectomy dan spinal fusion. 5,7,8 Pada kasus tergolong nyeri punggung bawah kronik karena lebih dari 12 minggu gejalanya (1 tahun) untuk terapi yang dapat digunakan sesuai dengan guideline yaitu pemberian analgetik sesuai derajat nyeri, analgetik adjuvant, PPI, dan terapi tambahan seperti terapi relaksasi otot, akunpuntur, TENS dan yoga. Pasien tergolong dalam nyeri derajat berat sehingga mendapatkan obat opioid. Tramadol diberikan dengan dosis 100 mg per hari pada pasien (dosis maksimal harian 400 mg), ditambahkan dengan analgetik adjuvant amitriptilin 2x12.5 mg (dosis maksimal 100 mg), pemberian ranitidine (PPI),



23



pemberian diazepam 2x2 mg (muscle relaxan), metilprednisonolen 125 mg perhari (untuk mengurangi inflamasi).



DAFTAR PUSTAKA 1. Kaur K. Prevalensi keluhan low back pain (LBP) pada petani di wilayah kerja UPT Kesmas Payangan Gianyar April 2015. ISM. 2015; 5(1): 49-59. 2. Silviyani V. Hubungan Posisi Bekerja Petani Lansia dengan Risiko Terjadinya Nyeri Punggung Bawah di Wilayah Kerja Puskesmas. Kabupaten Jember. Universitas Jember, 2014.



24



3. Patrianingrum M, Oktaliansyah E, Surahman E. Prevalensi dan factor risiko nyeri punggung bawah do lingkungan kerja anestesiologi rumah sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. JAP. 2015; 3(1): 47-56. 4. Andini F. Risk Factors of Low Back Pain in Workers. Journal of Majority. 2015; 4(1): 11-19. 5. Buku Ajar HNP. Diunduh pada https://med.unhas.ac.id// tanggal 10 Februari 2020. 6. Pinzon, Rizaldy. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Akibat Hernia Nukelus Pulposus. Vol 39. SMF Saraf RS Bethesda Yogyakarta. Indonesia. 2012. Hal 749751. 7. IHE. Guideline for the evidence informed primary care management of low back pain. 2nd edition. Diakses pada http://www.guidelinelbp.com// tanggal 9 Februari 2020. 8. Delitto A, George S, Dillen L, Whitman J. LBP clinical practice guideline linked to the international classification of functioning, disability, and health from the orthopaedic section of the American physical therapy association. J Orthop Sport Phys Ther. 2012; 42(4): 1-157. 9. Anonim. Low Back Pain. Diunduh pada http://www.materilbp.com// tanggal 10 Februari 2020. 10. Nurwindita NF. Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus ischialgia sinistra di RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2016.



25