Limfadenitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar getah bening (KGB) terdapat di beberapa tempat di tubuh manusia. KGB adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh. Tubuh memiliki kurang lebih sekitar 600 KGB, tetapi hanya di daerah submandibular (bagian bawah rahang bawah), ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat. KGB terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka KGB dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga KGB membesar (1). Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan selsel pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit, atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di KGB (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit makrofag (1). Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar getah bening. Namun, istilah yang sering digunakan adalah limfadenopati, yaitu segala kelainan pada kelenjar getah bening. Dalam praktik, istilah tersebut tidak hanya menunjukkan limfadenitis, tetapi juga setiap pembesaran kelenjar getah bening karena sebagian besar reaksi-reaksi kelenjar disertai dengan pembesaran



(2)



. Pembesaran KGB terjadi 55% di daerah kepala dan leher.



Dengan mengetahui lokasi pembesaran KGB maka dapat mengerahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran KGB (1).



2



Limfadenopati sering terjadi pada anak-anak. Sebagian kasus limfadenopati merupakan respon tumor dan infeksi lokal maupun sistemik. Limfadenitis dapat menyerang satu atau sekelompok KGB, juga dapat terjadi unilateral atau bilateral. Onset limfadenitis dapat akut, subakut, dan kronis



(3)



.



Penyebab tersering limfadenitis servikal pada anak-anak adalah bakteri kokus gram positif (4). Sebagian besar anak-anak dengan limfadenitis menunjukkan pembesaran KGB servikal, aksila, dan inguinal. Sekitar 5% di antaranya menunjukkan pembesaran KGB suboksipital dan postaurikula. Pembesaran KGB supraklavikula, epitroklear, dan popliteal jarang terjadi (3). B. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui anatomi dan fisiologi sistem limfatik 2. Mengetahui konsep dasar limfadenitis 3. Mengetahui penyebab limfadenitis submandibula 4. Mengetahui penegakkan diagnosis limfadenitis submandibula 5. Mengetahui penatalaksanaan limfadenitis submandibula C. Manfaat Penulisan 1. Bagi rumah sakit Sebagai informasi dan masukan dalam upaya meningkatkan upaya pengobatan dan penanganan pasien pada kasus limfadenitis submandibula 2. Bagi instansi pendidikan Memberikan masukan dalam kegiatan pembelajaran dan sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa tentang limfadenitis submandibula 3. Bagi penulis Merupakan sarana untuk melatih diri mengenai cara dan proses berfikir ilmiah, khususnya dalam memperdalam pengetahuan penulis tentang limfadenitis submandibula 4. Bagi pembaca Memberi informasi dan masukan tentang terapi limfadenitis submandibula



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Sistem Limfatik Sistem limfatik terdiri dari anyaman pembuluh limfe yang luas dan berhubungan dengan kelompok kecil jaringan limfatik, yakni kelenjar limfe. Cairan dari jaringan tubuh yang memasuki pembuluh limfe, disebut limfe (getah bening). Umumnya, limfe bersifat bening dan menyerupai air serta memiliki komposisi yang sama seperti plasma darah. Sistem limfatik terdiri dari (5): 1. Pleksus limfatikus, yaitu anyaman pembuluh limfe yang amat kecil dan dikenal sebagai kapiler limfatik. Kapiler ini berawal dari ruang interseluler jaringan tubuh terbanyak. 2. Kelenjar limfe (KGB) yang terdiri dari kelompok kecil jaringan limfatik dan dilalui oleh limfe sewaktu melintas ke sistem pembuluh balik. KGB yang sering digunakan dalam klinis, yaitu KGB servikalis, aksilaris, abdominalis, pelvis, dan inguinalis. 3. Kumpulan jaringan limfoid dalam dinding saluran cerna (misalnya tonsila), dalam lien dan timus. 4. Limfosit yang beredar dan dibentuk dalam jaringan limfoid (misalnya dalam KGB dan lien) dan dalam jaringan mieloid susmsum tulang merah. 5. Organ limfatik dibagi menjadi dua, yaitu primer (timus dan susmsum tulang) dan sekunder (lien dan tonsila).



4



Gambar 2.1. Sistem limfatik manusia (6) Limfe terkumpul dalam pembuluh limfe yang lebih besar yakni trunkus limfatikus setelah limfe melewati satu atau lebih KGB. Ada lima trunkus limfatikus pada tubuh manusia, yaitu trunkus limfatikus jugularis, subklavia, bronkomediastinalis, intestinalis, dan lumbalis. Trunkus limfatikus akan bersatu menjadi duktus limfatikus. Muara dari trunkus limfatikus sebagai berikut (6) Tabel 2.1. Muara trunkus limfatikus Duktus limfatikus kanan a. Truncus lymphaticus jugularis dextra b. Truncus lymphaticus subclavia dextra c. Truncus lymphaticus bronchomediastinalis dextra



a. b. c. d. e.



Duktus limfatikus kiri Truncus lymphaticus jugularis sinistra Truncus lymphaticus subclavia sinistra Truncus lymphaticus bronchomediastinalis sinistra Truncus lymphaticus intestinalis Truncus lymphaticus lumbalis



5



Duktus limfatikus dekstra menyalurkan limfe dari kepala dan leher sebelah kanan, anggota gerak kanan, dan rongga dada sebelah kanan. Duktus limfatikus kiri berawal dari perut sebagai kantong yang disebut cysterna chyli, lalu melintas ke kranial (duktus toraksikus) untuk bermuara pada persatuan vena jugularis interna sinistra dengan vena subclavia sinistra. Duktus limfatikus kiri menampung dan menyalurkan limfe dari bagian lain dari duktus limfatikus kanan (5).



Gambar 2.2. Drainase duktus limfatikus kanan dan kiri (6) Vas lymphaticus superficiale terdapat dalam kulit dan fasia superfisialis (hipodermis). Pembuluh ini lalu menyalurkan isinya ke dalam vas lymphaticus profundum yang terdapat pada fasia profunda antara otot dan fasia superfisialis. Pembuluh tersebut mengiringi pembuluh darah utama daerah bersangkutan (5).



6



B. Fisiologi Sistem Limfatik Sistem limfatik merupakan jalur tambahan yang menyebabkan cairan dapat mengalir dari ruang intersisial ke dalam darah. Sistem limfatik dapat mengangkut protein dan zat-zat berpartikel besar keluar dari jaringan, yang tidak dapat dipindahkan dengan absorpsi langsung ke dalam kapiler darah. Pengeluaran protein dari ruang intersisial ini merupakan fungsi yang penting, tanpa fungsi ini manusia akan meninggal dalam waktu 24 jam (7). Pembuluh limfe berguna untuk (5): 1. Menyalurkan cairan jaringan, misalnya genangan plasma dari sela intersisial dan membawanya ke sistem pembuluh balik. 2. Menyerap dan mengangkut zat lemak, misalnya kapiler limfe menyalurkan lemak dari intestinum dan mencurahkannya melalui duktus toraksikus ke dalam vena subclavia sinistra. 3. Membentuk mekanisme pertahanan untuk tubuh. Hampir seluruh jaringan tubuh mempunyai saluran limfatik yang mengalirkan kelebihan cairan secara langsung dari ruang intersisial. Beberapa pengecualian antara lain bagian permukaan kulit, sistem saraf pusat, bagian dalam dari saraf perifer, endomisium otot, dan tulang. Meskipun jaringan-jaringan tersebut mempunyai pembuluh intersisial kecil yang disebut prelimfatik yang dapat dialiri oleh cairan intersisial, pada akhirnya cairan ini mengalir ke dalam pembuluh limfatik atau, pada otak, mengalir ke dalam cairan serebrospinal dan kemudian langsung kembali ke darah. Pada dasarnya, seluruh cairan limfe dari bagian bawah tubuh mengalir ke atas ke duktus torasikus dan bermuara ke dalam sistem vena pada pertemuan antara vena jugularis interna kiri dan vena subklavia. Cairan limfe dari sisi kiri kepala, lengan kiri, dan sebagian daerah toraks juga memasuki duktus torasikus sebelum bermuara ke dalam vena. Cairan limfe dari sisi kanan leher dan kepala, lengan kanan, dan sebagian toraks memasuki duktus limfatikus kanan, yang kemudian bermuara ke dalam sistem vena pada pertemuan antara vena subklavia kanan dan vena jugularis interna (7).



7



Sebagian besar cairan yang disaring dari kapiler arteri mengalir di antara sel-sel dan akhirnya direabsorpsi kembali ke dalam ujung vena dari kapiler darah, tetapi dalam batas tertentu, mungkin sekitar sepersepuluh dari cairan tersebut justru memasuki kapiler limfatik dan bukan melalui kapiler vena. Jumlah total cairan limfe normalnya hanya 2 sampai 3 liter per hari (7). Sebagian kecil cairan yang kembali ke sirkulasi melalui sistem limfatik bersifat sangat penting karena zat-zat dengan berat molekul tinggi, seperti protein, tidak dapat direabsorpsi dalam cara lain. Protein tersebut ternyata dapat memasuki kapiler limfatik tanpa hambatan. Penyebab dari hal ini ialah adanya struktur khusus pada kapiler limfatik, yaitu sel-sel endotel kapiler yang dilekatkan oleh filamen penambat ke jaringan penyambung sekitarnya. Pada pertemuan antara sel-sel endotelial yang berdekatan, tepi suatu sel endotel biasanya menutupi tepi sel yang berdekatan sedemikian rupa sehingga tepi yang menutupi tersebut bebas menutup ke dalam, jadi membentuk katup kecil yang membuka ke bagian dalam kapiler. Cairan intersisial bersama dengan partikel tersuspensinya dapat mendorong katup untuk membuka dan mengalir langsung ke dalam kapiler limfatik. Namun, cairan ini sulit meninggalkan kapiler jika sudah masuk karena setiap aliran balik akan menutup katup. Jadi, sistem limfatik mempunyai katup di bagian paling ujung dari kapiler limfatik terminal juga katup di sepanjang pembuluh besarnya sampai ke titik dengan sistem yang bermuara ke dalam sirkulasi darah (7). Pembentukan cairan limfe Cairan limfe berasal dari cairan intersisial yang mengalir ke dalam sistem limfatik. Oleh karena itu, cairan limfe yang pertama kali mengalir dari setiap jaringan mempunyai komposisi yang hampir sama dengan cairan intersisial. Konsentrasi protein dalam cairan intersisial rata-rata 2 g/dl, dan konsentrasi protein cairan limfe yang mengalir dari jaringan tersebut mendekati nilai ini. Sebaliknya, cairan limfe yang dibentuk dalam hati mempunyai konsentrasi protein setinggi 6 g/dl, dan



8



cairan limfe yang dibentuk dalam usus memiliki konsentrasi protein sebesar 3-4 g/dl. Oleh karena kurang lebih dua pertiga dari seluruh cairan limfe normalnya berasal dari hati dan usus, cairan limfe toraksikus, yang merupakan campuran cairan limfe dari seluruh tubuh, biasanya mempunyai konsentrasi protein 3-5 g/dl (7). Sistem limfatik juga merupakan salah satu jalan utama untuk absorpsi zat makanan dari saluran cerna, terutama bertanggung jawab atas absorpsi lemak. Setelah mengonsumsi makanan berlemak, cairan limfe dalam duktus toraksikus kadang-kadang mengandung 1-2% lemak. Di samping itu, partikel-partikel besa, seperti bakteri dapat memasuki saluran limfatik di antara sel-sel endotel kapiler limfatik dan melalui jalan ini masuk ke cairan limfe. Ketika cairan limfe melewati KGB, partikel-partikel ini akan dikeluarkan dan dihancurkan (7). Faktor utama yang menentukan aliran limfe adalah hasil tekanan intersisial dan kegiatan pompa limfatik. Faktor-faktor yang menentukan tekanan intersisial adalah peningkatan tekanan kapiler, penurunan tekanan osmotik koloid plasma, peningkatan protein cairan intersisial, peningkatan permeabilitas kapiler. Sekitar 100 ml cairan limfe setiap jam mengalir melalui duktus toraksikus pada orang yang beristirahat dan sekitar 20 ml lainnya tiap jam mengalir ke dalam sirkulasi melalui saluran lain. Jadi, total aliran limfe sekitar 120 ml/jam, antara 2-3 l per hari (7). Saluran dan kelenjar getah bening menyaring dan mengatur cairan ekstravaskular. Bersama dengan sistem fagosit mononuklear, sistem ini merupakan lini pertahanan sekunder yang berperan pada saat reaksi radang lokal gagal mengatasi dan menetralkan cedera. Saluran limfatik merupakan saluran sangat halus yang sukar terlihat pada potongan jaringan biasa karena saluran tersebut akan mudah kolaps, kecuali jika terisi dengan cairan edema dan / atau leukosit yang kembali masuk



sirkulasi. Saluran



limfatik



tersusun oleh endotel yang



berkesinambungan, dengan cell junction yang tumpang tindih dan longgar, membran basalis yang tipis, dan tanpa penopang otot, kecuali



9



pada saluran yang lebih besar. Katupnya terdapat di saluran pengumpul limfe yang lebih besar, yang memungkinkan kandungan limfe hanya mengalir dari arah distal ke proksimal (8). Sirkulasi limfe merupakan proses yang rumit dan sulit dipahami. Satu fungsi utama sistem limfe adalah untuk berpartisipasi dalam pertukaran kontinyu cairan intersisial. Starling memberikan hipotesis bahwa cairan intersisial merupakan filtrat plasma yang menyilang dinding kapiler dan kecepatan pembentukannya tergantung pada perbedaan tekanan di antara membran ini. Pappenheimer dan SotoRivera mendukung konsep bahwa pori-pori kapiler adalah kecil dan hanya permeabel sebagian bagi molekul besar seperti protein plasma. Molekul besar ini hanya tertangkap di dalam kapiler menimbulkan efek osmotik yang cenderung menjaga volume cairan di dalam ruang kapiler (9)



. Fungsi kedua dari sistem limfe adalah untuk mengembalikan



makromolekul dari ruang intersisial ke sistem vaskular. Molekul yang besar ini tidak mudah direabsorpsi dalam kapiler vaskular karena ukuran pori yang kecil dalam struktur yang terakhir. Namun, celah antara sel endotel pembuluh limfe terminal sebenarnya mudah menerima molekul besar ini. Diperkirakan bahwa 50-80% protein intravaskular total bersirkulasi dengan cara ini tiap 24 jam. Konsentrasi protein limfe terutama tergantung atas jaringan yang didrainase. Pada pembuluh limfe ekstremitas, konsentrasi protein bisa serendah 0,5 g per 100 ml, sementara limfe hati bisa mengandung 6 g per 100 ml. Limfe yang mengalir dari usus setelah makan akan berwarna opalesen karena adanya kandungan lemak dalam bentuk kilomikron (9). Fungsi tambahan sistem limfe yang mempunyai dampak bedah, meliputi fungsi filtrasi dan perlindungan imunologi. Bakteri, benda asing, dan sel ganas yang dikenal, dilumpuhkan oleh sistem limfe dan diangkut KGB regional dengan konsentrasi makrofag, sel plasma, dan limfosit dapat berinteraksi dengannya, memulai respon kekebalan (9).



10



Fibril tipis yang melekat di sudut kanan dinding pembuluh limfe, meluas



ke



jaringan



yang



berdekatan



dan



berfungsi



untuk



mempertahankan patensi saluran. Oleh karena penghubung saluran limfe longgar, cairan limfe akhirnya menyeimbangkan dengan cairan ekstravaskular. Akibatnya, selama peradangan, aliran saluran limfe meningkat dan membantu mengalirkan cairan edema dari ruang ekstravaskular. Selain cairan, leukosit dan debris juga bisa menemukan jalan masuk ke dalam limfe. Bahkan, pada keadaan inflamasi luar, aliran limfe juga dapat mengangkut agen penyerang (mikroba atau kimiawi). Akibatnya, saluran limfe itu sendiri dapat mengalami peradangan sekunder (limfangitis), begitu pula KGB (limfadenitis) (8). Barier KGB sekunder biasanya mengandung penyebaran infeksi. Namun, pada beberapa kondisi kelenjar tersebut menjadi berlebih, dan organisme infeksius yang mengalir secara progresif melalui saluran limfe yang lebih besar, akhirnya sampai ke sirkulasi vaskular dan mengakibatkan bakterimia



(8)



. Rangsangan infeksi dan peradangan



nonmikroba tidak hanya menyebabkan leukositosis, tetapi juga melibatkan KGB, yang berfungsi sebagai sawar pertahanan. Di sini terbentuk respons imun terhadap antigen, suatu proses yang sering berkaitan dengan pembesaran KGB. Infeksi yang menyebakan limfadenitis sangat banyak dan bervarisasi. Pada sebagian besar kasus, gambaran histologik di KGB sama sekali nonspesifik, sehingga disebut adenitis nonspesifik akut atau kronis. Limfadenitis nonspesifik akut merupakan bentuk limfadenitis yang terbatas pada sekelompok KGB yang mendrainase suatu fokus infeksi, atau mungkin generalisata apabila terjadi infeksi bakteri atau virus sistemik. Limfadenitis nonspesifik kronis memiliki tiga pola, bergantung pada agen penyebabnya: hiperplasia folikel, hiperplasia limfoid parakorteks, atau histiositosis sinus (9).



11



C. Sistem Limfatik Servikalis Semua pembuluh limfe dari kepala dan leher ditampung oleh nodi lymphoidei cervicales profundi. Kelompok utama membentuk rangkaian sepanjang vena jugularis interna, yang terbanyak di bawah musculus sternocleidomastoideus. Dalam golongan kelenjar-kelenjar profunda termasuk pula nodi lymphoidei cervicales anteriores profundi pretracheales,



nodi



lymphoidei



cervicales



anteriores



profundi



paratracheales, dan nodi lymphoidei cervicales anteriores profundi retropharyngeales. Kelenjar-kelenjar limfe profunda menyalurkan limfe ke dalam trunkus jugularis dan lalu ke dalam duktus toraksikus (sisi kiri) dan duktus limfatikus kanan. Nodi lymphoidei cervicales superficiales menyalurkan isinya ke nodi lymphoidei cervicales profundi. Kelenjar ini terdapat pada trigonum cervicale posterius sepanjang vena jugularis externa dan di trigonum cervicale anterius sepanjang vena jugularis anterior (5). KGB di leher terdiri atas kelenjar preaurikuler, retroaurikuler, submandibuler, submental, juguler atas, juguler tengah, juguler bawah, segitiga leher dorsal, dan supra-(retro)klavikuler



(11)



. Nodi lymphoidei



retroauriculares (mastoidei) terletak di atas permukaan lateral processus mastoideus os temporale, dan menampung cairan limfe dari sebagian kulit kepala di atas aurikula dan dari dinding posterior meatus acusticus externus. Pembuluh limfe eferen bermuara ke nodi lymphoidei cervicales profundi. Nodi lymphoidei submandibulares terletak pada permukaan superfisial glandula submandibularis, di bawah lamina superficialis fasciae colli profundae. Nodi ini dapat dipalpasi tepat di bawah pinggir corpus mandibula, dan menerima cairan limfe dari area yang luas, termasuk bagian depan kulit kepala, hidung, dan daerah pipi yang berdekatan, bibir atas dan bawah (kecuali bagian tengah), sinus frontalis, sinus maxillaris, sinus ethmoidalis, gigi atas dan bawah (kecuali incisivus inferior), dua pertiga bagian anterior lidah (kecuali ujung lidah), dasar mulut, dan vestibulum serta gusi. Pembuluh limfe eferen bermuara ke nodi lymphoidei cervicales profundi (12).



12



Nodi lymphoidei submentales terletak di dalam trigonum submentale di antara venter anterior m.digastricus dextra et sinistra. Nodi ini menampung cairan limfe dari ujung lidah, dasar mulut di bawah ujung lidah, gigi incisivus, gusi yang berdekatan, bagian tengah bibir bawah, dan kulit di atas dagu. Pembuluh eferen bermuara ke nodi lymphoidei submandibulares et cervicales profundi (12).



Gambar 2.3. Sistem Limfatik Leher (5) D. Limfadenitis 1. Definisi Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam ukuran, konsistensi ataupun jumlahnya. Pada daerah



leher



(servikal),



pembesaran



kelenjar



getah



bening



didefinisikan bila kelenjar membesar lebih dari diameter satu sentimeter. Pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher sering terjadi pada anak-anak. Sekitar 38% sampai 45% pada anak normal memiliki kelenjar getah bening daerah leher yang teraba. Dari studi di Belanda terdapat 2.556 kasus limadenopati yang tidak dapat



13



dijelaskan dan 10% dirujuk kepada subspesialis, 3,2% membutuhkan biopsi dan 1,1% mengalami keganasan (13). Klasifikasi limfadenopati bervariasi, tetapi terdapat klasifikasi sederhana dan bermanfaat secara klinis, yaitu limfadenopati generalisata dan limfadenopati lokal. Limfadenopati generalisata merupakan limfadenopati dengan pembesaran KGB dalam dua atau lebih area yang tidak saling berdekatan, sedangkan limfadenopati lokal yaitu pembesaran KGB yang hanya melibatkan satu area. Limfadenopati generalisata perlu dibedakan dengan limfadenopati lokal karena hal ini berkaitan dengan penegakkan diagnosis. Pada pelayanan



kesehatan



primer,



sekitar



75%



pasien



dengan



limfadenopati adalah limfadenopati lokal, sedangkan limfadenopati generalisata sekitar 25% (13).



Gambar 2.4. Epidemiologi Limfadenopati Generalisata dan Lokal (13) Limfadenitis



merupakan



bagian



dari



limfadenopati.



Limfadenitis merupakan peradangan dan/atau pembesaran KGB. Limfadenitis dapat menyerang satu atau sekelompok KGB dan dapat unilateral atau bilateral. Onset limfadenitis dapat terjadi akut, subakut, dan kronis (3).



14



2. Penyebab Limfadenitis dapat disebabkan oleh infeksi dari berbagai organisme, yaiut bakteri, virus, protozoa, riketsia atau jamur. Secara khusus, infeksi menyebar ke kelenjar getah bening dari infeksi kulit, telinga, hidung atau mata (13). 3. Penegakkan Diagnosis Sebagian besar pasien dengan limfadenopati dapat didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik baik. Limfadenopati lokal harus diperiksa lesi di sekitar pembesaran KGB tersebut dan dilakukan pemeriksaan KGB area lain untuk menyingkitkan limfadenopati generalisata. Pada umumnya, KGB yang lebih besar dari 1 cm dicurigai adanya kelainan. Observasi selama 3-4 minggu merupakan langkah yang tepat pada pasien dengan limfadenopati lokal dan gambaran jinak. Limfadenopati generalisata harus selalu dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang (13).



15



Gambar 2.5. Alur Diagnosis Limfadenopati (13) a. Anamnesis (13), (14) Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh mikobakterium,



toksoplasma,



virus



Ebstein



Barr



atau



16



sitomegalovirus. Gejala-gejala penyerta seperti demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Karakteristik lain yang merupakan indikasi adanya perubahan ganas pada KGB, yaitu tumbuh terus menerus melampaui periode beberapa minggu, tanda lokal berupa adanya rasa nyeri, kemerahan atau fluktuatif, dan kehilangan berat badan, demam malam hari, dan malaise tanpa adanya tanda-tanda infeksi. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness-ditambah riwayat obatobatan atau produk darah). Riwayat penyakit sekarang dan dahulu juga perlu ditanyakan. Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya mengarahkan kepada infeksi oleh streptokokus, luka lecet pada wajah atau leher atau tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi stafilokokus, dan adanya infeksi gigi dan gusi juga dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah sebelumnya dapat mengarahkan kepada sitomegalovirus, virus Epstein Barr atau HIV. Riwayat penggunaan obat-obatan perlu digali dalam penegakkan diagnosis. Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obatobatan



lainnya



karbamazepin,



seperti



allupurinol,



sefalosporin,



emas,



atenolol,



kaptopril,



hidralazin,



penisilin,



pirimetamin, quinidin, sulfonamid. Pembesaran karena obat umumnya seluruh tubuh (generalisata). Paparan terhadap infeksi juga perlu digali. Paparan atau kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi saluran napas atas, faringitis oleh streptokokus, atau tuberkulosis turut membantu mengarahkan penyebab limfadenopati. Di samping itu, anamnesis juga meliputi riwayat



17



perjalanan atau pekerjaan. Perjalanan ke daerah-daerah Afrika dapat mengakibatkan terkena tripanosomiasis, orang yang bekerja dalam hutan dapat terkena tularemia. Apabila limfadenopati disebabkan oleh Yersinia pestis, pasien biasanya pernah berkunjung ke suatu daerah yang satu minggu sebelumnya terjadi penyakit tersebut. Tabel 2.2. Kata kunci penegakkan diagnosis limfadenopati



b.



Pemeriksaan fisik (15) 1) Keadaan umum Malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan kepada penyakit kronik (berjalan lama) seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan sistem kekebalan tubuh. 2) Karakteristik dari kelenjar getah bening



18



KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan (Tabel 2.). Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya,



harus



dicatat



ada



tidaknya



nyeri



tekan,



kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal. Tabel 2.3. Lokasi KGB dan drainase limfatik (13)



a) Ukuran Normal bila diameter 0,5 cm (dan lipat paha >1,5 cm dikatakan abnormal) b) Nyeri tekan Umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan c) Konsistensi



19



Keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan



kepada



proses



infeksi,



fluktuatif



mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan. d) Penempelan/bergerombol Beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan. Pembesaran KGB leher bagian posterior (belakang) terdapat pada infeksi rubela dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang memiliki risiko keganasan lebih besar



daripada



pembesaran



KGB



bagian



anterior.



Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan oleh infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen umumnya dikaitkan degnan pembesaran KGB generalisata. Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, KGB umumnya bilateral (dua sisi-kiri/kiri dan kanan), lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri, dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila



limfadenopati



disebabkan



keganasan



tanda-tanda



peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan (terikat dengan jaringan di bawahnya). Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan minguan-bulan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan terbentuk jembatan-jembatan kulit di atasnya.



3) Tanda-tanda penyerta



20



Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-bintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri.



Faringitis,



ruam-ruam



dan



pembesaran



limpa



mengarahkan kepada infeksi virus Epstein Barr. Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang degnan penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada leukemia. Demam panjang yang tidak berespon dengan obat demam; kemerahan pada mata; peradangan pada tenggorok, “strawberry tongue”; perubahan pada tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada telapak tangan dan kaki); limfadenopati satu sisi (unilateral) mengarahkan kepada penyakit kawasaki. 4. Diagnosis Banding dan Pemeriksaan Penunjang (13), (17) Penyebab limfadenopati sangat bervariasi. Penyebab limfadenopati terkadang sulit dipastikan. Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang perlu dilakukan dalam penegakkan diagnosis pasti limfadenopati. Pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan gejala dan tanda yang paling mengarahkan diagnosis. Tabel 2.4. Diagnosis Banding Limfadenopati Penyakit Mononucleosis-type syndromes Epstein-Barr virus* Toxoplasmosis* Cytomegalovirus*



Manifestasi Klinis Fatigue, malaise, fever, atypical lymphocytosis Splenomegaly in 50% of patients 80 to 90% of patients are asymptomatic Often mild symptoms; patients may have hepatitis



Pemeriksaan



Monospot, IgM EA or VCA IgM toxoplasma antibody IgM CMV antibody, viral culture of urine



21



or blood HIV antibody



Initial stages of HIV infection* Cat-scratch disease



"Flu-like" illness, rash



Pharyngitis due to group A streptococcus, gonococcus Tuberculosis lymphadenitis* Secondary syphilis* Hepatitis B*



Fever, pharyngeal exudates, cervical nodes



Usually clinical criteria; biopsy if necessary Throat culture on appropriate medium



Painless, matted cervical nodes



PPD, biopsy



Lymphogranuloma venereum Chancroid



Fever in one third of patients; cervical or axillary nodes



Rash RPR Fever, nausea, vomiting, icterus Liver function tests, HBsAg Tender, matted inguinal nodes Serology



Painful ulcer, painful inguinal nodes Lupus erythematosus* Arthritis, rash, serositis, renal, neurologic, hematologic disorders Rheumatoid arthritis* Arthritis Lymphoma* Leukemia* Serum sickness*



Sarcoidosis Kawasaki disease*



Clinical criteria, culture Clinical criteria, antinuclear antibodies, complement levels Clinical criteria, rheumatoid factor Fever, night sweats, weight loss Biopsy in 20 to 30% of patients Blood dyscrasias, bruising Blood smear, bone marrow Fever, malaise, arthralgia, Clinical criteria, urticaria; exposure to antisera or complement assays medications Hilar nodes, skin lesions, Biopsy dyspnea Fever, conjunctivitis, rash, Clinical criteria mucous membrane lesions



Less common causes of lymphadenopathy Lyme disease* Rash, arthritis Measles* Fever, conjunctivitis, rash, cough Rubella* Rash Tularemiala*



Fever, ulcer at inoculation site



IgM serology Clinical criteria, serology Clinical criteria, serology Blood culture, serology



22



Brucellosis*



Fever, sweats, malaise



Plague



Febrile, acutely ill with cluster of tender nodes Fever, chills, headache, abdominal complaints Fever, rash, arthritis



Typhoid fever* Still's disease*



Dermatomyositis* Amyloidosis*



Proximal weakness, skin changes Fatigue, weight loss



Blood culture, serology Blood culture, serology Blood culture, serology Clinical criteria, antinuclear antibody, rheumatoid factor Muscle enzymes, EMG, muscle biopsy Biopsy



*--Causes of generalized lymphadenopathy. EA=early antibody; VCA=viral capsid antigen; CMV=cytomegalovirus; HIV=human immunodeficiency virus; PPD=purified protein derivative; RPR=rapid plasma reagin; HBsAg=hepatitis B surface antigen; EMG=electromyelography.



5. Penatalaksanaan (18) Pada pasien dengan limfadenitis, penatalaksanaan tergantung pada agen penyebabnya. Penatalaksanaan tersebut mencakup antibiotik, operatif, kemoterapi, atau radioterapi.



23



BAB III PEMBAHASAN A. Definisi Limfadenitis Submandibula Limfadenitis submandibula merupakan peradangan dan/atau pembesaran KGB yang terletak di bawah rahang bawah (19). B. Penyebab dan Faktor Risiko Limfadenitis Submandibula Virus Epstein-Barr, sitomegalovirus, cat-scratch disease, tuberkulosis, penyakit menular seksual, dan infeksi bakteri merupakan diagnosis yang paling sering dipertimbangkan dalam kasus limfadenitis submandibula. Endokarditis bakterial dapat menyebabkan limfadenopati dan ditandai dengan demam, riwayat penggunaan jarum intravena, atau diketahui adanya penyakit katup jantung. Penyakit nonkarsinogen dan noninfeksi seperti limfadenopati yang diinduksi obat,



penyakit



vaskular



kolagen,



dan



sarkoidosis



juga



menyebabkan



limfadenopati generalisata maupun regional. KGB yang terfiksasi, keras, dan unilateral biasanya menandakan adanya keganasan (19). C. Gejala Limfadenitis Submandibula Gambaran



limfadenitis



submandibula



yaitu



KGB



teraba



panas,



membengkak, lunak, supel, dan disertai gejala lain seperti demam, lemah, pegalpegal. Lokasi pembesaran KGB merupakan kunci utama untuk menentukan penyebab limfadenitis. KGB yang dapat teraba pada sisi leher biasanya disebabkan oleh adanya infeksi maupun tumor jinak, tetapi riwayat kebiasaan merokok atau konsumsi tembakau mengarahkan pada keganasan. KGB abnormal pada supraklavikula mengarahkan pada keganasan dan perlu dilakukan biospi sedini mungkin (19). D. Diagnosis Limfadenitis Submandibula Diagnosis dilakukan dengan cara mengobservasi ada atau tidak adanya tanda dan gejala, perubahan KGB, dan karakteristik KGB setiap waktu. Dengan hal ini, diagnosis yang paling mungkin dapat ditegakkan. Pasien dengan KGB



24



pada leher yang dapat digerakkan, stabil, lunak, tetapi pasien tidak ada keluhan, makan observasi dilakukan selama satu bulan. Di sisi lain, jika terdapat pembesaran KGB aksila atau supraklavikula yang keras, maka perlu dilakukan biopsi karena ada kecurigaan adanya keganasan. Jika limfadenopati kronis terjadi pada satu area, ada keterlibatan dari KGB yang lain kurang jelas, hati dan limpa teraba, maka hal ini mengarahkan pada limfoma. Limfadenopati generalisata persisten yang tidak disertai dengan gejala dan tanda lainnya merupakan kasus yang jarang dan membutuhkan pemeriksaan penunjang (19).



Gambar 3.1. Alur Diagnosis Pembesaran KGB di leher



25



E. Diagnosis Banding 1. Gondongan: pembesaran kelenjar parotits akibat infeksi virus, sudut rahang bawah dapat menghilang karena bengkak. 2. Hemangioma: kelainan pembuluh darah sehingga timbul benjolan berisi jalinan pembuluh darah, berwarna merah atau kebiruan. 3. Angina Ludwig: peradangan selulitis atau flegmon dari bagian superior ruang suprahioid, ditandai dengan pembengkakan pada bagian bawah ruang submandibular, yang mencakup jaringan yang menutupi otot-otot antara laring dan dasar mulut, tanpa disertai pembesaran KGB (20). F. Penatalaksanaan Limfadenitis Submandibula Penyebab limfadenitis submandibula sangat bervariasi. Penatalaksanaan limfadenitis submandibula juga bervariasi, mulai dari pembedahan segera sampai pemeriksaan noninvasif untuk observasi selama 3-4 minggu, tergantung pada riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik pasien (19). Penatalaksanaan pembesaran KGB leher didasarkan kepada penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apapun selain dari observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi kelenjar getah bening. Biopsi dilakukan bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan, KGB yang menetap atau bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat ditegakkan. Pembesaran KGB pada anak-anak biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh sendiri, walaupun pembesaran KGB dapat berlangsung mingguan. Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri (limfadenitis) adalah antibiotik oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25mg/kgBB empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik golongan penisilin dapat diberikan cephalexin 25mg/kg (sampai dengan 500mg) tiga kali sehari atau eritromisin 15mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari. Limfadenitis submandibula akut dapat diterapi dengan antibiotik. Namun, seringkali banyak kasus berubah menjadi abses. Adanya tanda fluktuasi merupakan indikasi dilakukan drainase bedah. Insisi dan drainase dilakukan



26



dengan menggunakan sedasi dalam tetapi bisa juga dilakukan tanpa pembiusan. Luka bedah dibalut tekan untuk hemostasis dan memungkinkan jaringan menyembuh dari dalam, dilakukan sekitar seminggu. Kekambuhan jarang terjadi. Limfadenitis kronis tidak memerlukan terapi apapun jika diameter < 1 cm dan asimptomatik. Banyak kasus limfadenitis kronis sembuh sendiri. Untuk limfadenitis tuberkulosa, terapi kuratifnya adalah dilakukan eksisi dan terapi anti tuberkulosis. Indikasi eksisional biopsi pada pembesaran KGB leher yaitu: 1. Nodul berukuran diameter ≥ 2 cm, dan tetap ada selama ≥ 6 minggu 2. Nodul berukuran diameter ≥ 2 cm, yang tumbuh cepat dan terus membesar dalam 2 – 3 minggu 3. Teraba keras, melekat dan tidak nyeri



27



BAB IV PENUTUP 1. Limfadenitis submandibula adalah peradangan dan/atau pembesaran pada kelenjar getah bening yang terletak di bawah rahang bawah. 2. Virus Epstein-Barr, sitomegalovirus, cat-scratch disease, tuberkulosis, penyakit menular seksual, dan infeksi bakteri merupakan diagnosis yang paling sering dipertimbangkan dalam kasus limfadenitis submandibula. Lokasi pembesaran KGB merupakan kunci utama untuk menentukan penyebab limfadenitis. 3. Gambaran limfadenitis submandibula yaitu KGB teraba panas, membengkak, lunak, supel, dan disertai gejala lain seperti demam, lemah, pegal-pegal. 4. Diagnosis dilakukan dengan cara mengobservasi ada atau tidak adanya tanda dan gejala, perubahan KGB, dan karakteristik KGB setiap waktu. 5. Penatalaksanaan limfadenitis submandibula juga bervariasi, mulai dari pembedahan segera sampai pemeriksaan noninvasif untuk observasi selama 3-4 minggu, tergantung pada riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik pasien.



28



DAFTAR PUSTAKA 1. Nucleus Precise Newsletter. [Online].; 2010 [cited 2011 Juli 20. Available from: http://www.mir.co.id/data/Newsletter%20Edisi%2065-Kelenjar%20Getah %20Bening011120101.pdf. 2. Wilson LM. Respon Tubuh terhadap Cedera. In Price SA, Wilson LM. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2005. p. 60-63. 3. Shaikh U. Medscape. [Online].; 2011 [cited 2011 Juli 20. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/960858-clinical. 4. Davis TK, Pinheiro JM, Lepow M, Dangman B, Mouzakes J. Submandibular Sialadenitis and Lymphadenitis in Neonates: Epidemiology and Relation of Secular Trends in the Incidence of Staphylococcus Aureus Sepsis. Pediatrics. 2011 April 29; 2(4): p. 1-10. 5. Moore KL, Agur AMR. In Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates; 2002. p. 22-24; 428. 6. Martini R. The Lymphatic System and Immunity. In Fundamentals of Anatomy&Physiology. USA: Practice-Hall Inc; 2000. 7. Guyton AC, Hall JE. Mikrosirkulasi dan Sistem Limfatik: Pertukaran Cairan Kapiler, Cairan, Intersisial, dan Aliran Limfe. In 9 E, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 1997. p. 243-247. 8. Mitchell RN, Cotran RS. Inflamasi Akut dan Kronik. In Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins. 7th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 61. 9. McCann RL. Sistem Limfatik. In Ronardy DH, editor. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC; 1994. p. 222-223. 10. Aster J. Sistem Hematopoietik dan Limfoid. In Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins. 7th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 469-470. 11. Darmadi MS, Iyad HA, Manoppo AE, Marmowinoto M, Ramli M, Reksoprawiro S, et al. Kepala dan Leher. In Sjamsuhidajat R, Jong WD, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2004. p. 381. 12. Snell RS. Kepala dan Leher. In Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 711-712. 13. Ferrer R. American Academy of Family Physicians. [Online].; 2000 [cited 2011 Juli 20. Available from: http://www.aafp.org/afp/981015ap/ferrer.html.



29



14. Medicastore. [Online]. [cited 2011 Juli 27. http://medicastore.com/penyakit/195/Limfadenitis.html.



Available



from:



15. Shaikh U. Medscape. [Online].; 2011 [cited 2011 Juli 20. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/960858-clinical. 16. Medicastore. [Online]. [cited 2011 Juli 28. http://medicastore.com/penyakit/195/Limfadenitis.html.



Available



from:



17. Shaikh U. Medscape. [Online].; 2011 [cited 2011 Juli 11. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/960858-workup. 18. Shaikh U. Medscape. [Online].; 2011 [cited 2011 Juli 20. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/960858-treatment. 19. Health Encyclopedia - Diseases and Conditions. [Online].; 2011 [cited 2011 Juli 20. Available from: http://www.healthscout.com/ency/68/566/main.html. 20. Rahardjo SP. Penatalaksaan Angina Ludwig. Dexa Medica. 2008 Januari-Maret; 21(1). 21. Shaikh U. Medscape. [Online].; 2011 [cited 2011 Juli 20. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/960858-differential.