Liver Trauma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LIVER TRAUMA 



Anatomi Hepar Anatomi hepar menurut Cantlie 1898, hepar di bagi menjadi 2 lobus, yaitu lobus



kanan dan lobus kiri. Berdasarkan drainase dari vena hepar Couinaud 1953 membagi hepar menjadi, vena hepar kanan menjadi 2 lobus, posterolateral kanan ( segmen VI , VII ), anteromedial kanan ( segmen V, VIII ). Vena hepar kiri menjadi anterior sector ( segmen III, IV ) posterior sector ( segmen II ), vena cava inferior pada lobus Spigels ( segmen I ), setiap segmen mempunyai masing – masing saluran empedu. Menurut Bucchter beratnya klasifikasi trauma hepar berhubungan dengan segmen hepar yang mengalami trauma. Vena hepar panjang 2 cm menuju vena cava inferior, vena cava inferior retrohepatik terletak di ventral , 8 – 10 cm, penting pada saat vascular kontrol. Vena portal mensulai 75% dari total hepatik blood flow. Hepar terdiri dari 5 ligamen, coronary ligamen, ligamen triangular kiri, ligamen falciform dan ligamentum teres. 



Klasifikasi Trauma Hepar Klasifikasi trauma pada hepar di diskripsikan sejak tahun 1989 dan di revisi terakhir



pada tahun 1994 oleh the American Association for the Surgery of Trauma ( AAST ). Klasifikasi ini dipergunakan sebagai standar diskripsi pada trauma hepar oleh seluruh ahli bedah trauma di dunia. I II



G R AD E HEMATOMA LACERATION HEMATOMA LACERATION



GAMBARAN TRAUMA HEPAR Subcapsular < 10 cm Capsular tear, tanpa perdarahan, < 1 cm dalam Subcapsular 10 – 50 %, intra parenkim diameter < 10 Capsular tear, perdarahan aktif, 1-3 cm dalam, panjang
50%, ruptur suscapsular hematome,



IV



LACERATION HEMATOMA LACERATION



perderahan aktif, hematome intra parenkim > 10 cm > 3 cm dalam Ruptur intra parenkim dgn perdarahan aktif Disruption parenkim 25 – 75%, 1-3 lobus hepar,



V



LACERATION



Couinauds segmen dgn satu lobus Disruption parenkim > 75%, > 3 lobus hepar, Couinauds



VASACULAR



segmen dgn satu lobus Trauma vena Juxtahepatic



VI







VASCULAR



Avulsi hepar



Initial Manajemen Pada ruangan emergensi, initial manajemen pada trauma hepar adalah resusitasi



cairan, tindakan pembedahan apabila hipotensi persisten setelah resusitasi 2 liter cairan RL, pada hemodinamik yang stabil di laukan CT Scan abdomen. Persiapkan serum tranfusi, fresh frozen plasma, cryopresipitat, platelet pemakaian selimut hangat.. 



Diagnosis dan Assessment Pasien dengan Trauma Tumpul Diagnosis ditegakkan dari mengetahui mekanisme trauma, terutama pada pasien



kecelakaan lalu lintas, mengemudi saat mabuk, ngebut dan tidak memakai sabuk pengaman. Pasien dengan distensi abdomen dan hemodinamik tidak stabil setelah resusitasi segera di lakukan pembedahan. Beberapa penunjang diagnosis yang bisa dipergunakan yaitu : - Diagnosis Peritoneal Lavage ( DPL ), 30 tahun lalu merupakan initial assessment, 98% akurat, cepat, bisa dengan local anastesi, bisa diaplikasikan pada pasien yg menburuk saat observasi, pasien dibawah pengaruh alkohol, sedikit kontra indikasi dan sedikit komplikasi. - Computed Tomographic Scanning ( CT Scan ), untuk mengetahui adanya cairan bebas atau darah pada kavum abdomen, cedera pada solid organ, trauma pada retroperitoneum, pada isolated trauma hepar, membutuhkan waktu 5 – 10 menit terutama pada pasien observasi trauma tumpul dengan hemodinamik yang stabil. - Ultrasonography ( USG ), untuk mengidentifikasi cairan bebas di cavum abdomen dalam beberapa menit, 82% sensitiv, 99% spesifik dan 96% akurat. - Laparoscopy sering dipergunakan pada pasien dengan stab wound atau gunshot.







Non Operatif Manajemen Penanganan non operasi pada trauma hepar pada tahun 1988, 1000 pasien



dan



berlangsung sukses 96% dengan minimal mortalitas dan morbiditas. Dengan panggunaan CT Scan



secara luas dapat mengetahui anatomi dan letak trauma, kuantitas dan derajat



perdarahan pada cavum peritoneum dan mengetahui trauma pada intra peritoneum dan retroperitonium. Kriteria penanganan non operatif pada trauna hepar yaitu : hemodinamik stabil, tidak ada tanda – tanda rangsangan peritoneum, dari hasil CT Scan grading trauma minimal, tidak adanya hubungan antara trauma intra peritoneum dengan trauma retroperitonium dari hasil CT Scan dan tidak memerlukan tindakan pembedahan. 



Komplikasi



Pada truma tumpul hepar yang mendapatkan penanganan non operasi, sering terjadi komplikasi seperti pada banyaknya pemberian tranfusi darah, Croce menyebutkan kebutuhan tranfusi darah 2 kali dari pada penanganan dengan pembedahan, Lama rawat inap di ruangan intensif sama dengan pasien yang di operasi. Komplikasi lain yaitu Budd-Chiari syndrome ( obtruksi outflow vena hepatic ) KOMPIKASI



% 3,3 3,0 0,7 0,3 0,3



Perdarahan Biloma Abses Trauma enteric Hepatic-related injuries



CT scan ulang saat penanganan non operasi masih kontroversi, ada yang menyebutkan 48-72 jam setelah trauma,



3 – 6 minggu kemudian. Ada juga yang



menyebutkan 24- 48 jam setelah trauma, 5 – 7 hari berikutnya, terakhir 1 bulan kemudian. Pada pasien dengan trauma hepar bisa melakukan kegiatan olah raga 3 – 6 bulan setelah trauma dengan penanganan non opeasi maupun penanganan dengan pembedahan. 



Non operatif manajemen pada tauma tembus hepar Penanganan non operatif pada trauma tembus hepar yaitu pada trauma hepar isolated



dengan hemodinamik yang stabil dan tidak ada trauma di tempat yang lain, perawatan standar pada trauma tembus hepar adalah operasi namun penanganan non operatif hanya pada kasus – kasus tertentu. 



Operatif manajemen pada trauma komplek hepar grade III – V Penanganan operatif dilakukan laparotomi explorasi dengan incise mid line, dilakukan



resusitasi intraoperatif dan definitive pembedahan untuk mengontrol perdarahan, perdarahan



sebagai trigger terjadinya hipotermia sistemik dan defek koagulopati, koreksi yang tidak benar pada hipovolumia dan asidosis metabolic menimbulkan cardiac arrest dan kematian. Penanganan terbaik pada trauma hepar grade III sampai V dengan 5 langkah yaitu: Portal triad occlusion ( Pringle Maneuver ), Hepatotomi ( Finger Fracture Technique ) dan explorasi laserasi pembuluh darah, saluran empedu langsung di ligasi atau di repair. Debridemen jaringan hepar yang sudah mati, penempatan omental pedikel sehingga suplai darah sampai pada lokasi trauma, drainage tertutup pada grade III – V 



Metode hemostatis pada manajemen trauma hepar komplek



- The Finger Fracture Technique Di gambarkan oleh Lin, dengan melakukan portal triad opcclusion dengan clamp vascular atraumatik, dimana dilakukan incise kapsul Glissons pada lokasi trauma , terutama pada trauma hepar grade III-IV. - Deep liver suture Tehnik repair hepar dengan primer heacting secara matras horizontal multiple yang dalam atau primer heacting simple pada hepar yang sehat untuk meliputi jaringan hepar yang mengalami trauma. - Viable omental pack Penggunaan omental pack di populerkan oleh Stone dan Lamb tahun 1975, vaskularisasi dari omentum sebagai pack aoutologus untuk menghentikan perdarahan. Perlu di evaluasi adanya leakage empedu dan laserasi hepar pada saat proses sintesis kolagen.



- Drain Pemasangan drain pada trauma hepar sering dilakukan , walupun kompliksi yang serng terjadi pada pemasangan drain adalah intra abdominal sepsis. Ada 2 tipe drain yaitu sucsion tertutup ( Jackson-Pratt ) dan terbula ( Penrose ) - Reseksi hepar



Tindakn reseksi hepar dilakukan dengan pertimbangan, adanya kerusakan total dari parenkim hepar, pada saat pengeluaran perihepatic packing, terdapat clean reseksi, perdarahan, nekrosis atau formasi abses, pada trauma hepar yang berat dimana memerlukan banyak klem atau hanya resesksi hepar yang bisa mengontrol perdarahan. - Mesh hepatorrhaphy Pemakaian absorbable mesh banyak pada trauma lien untuk mengontrol perdarahan. Sekarang tehnik ini dipergunakan pada trauma hepar, bila dibandingkan dengan perihepatik packing, mempunysi efek yang sama sebagai hemostatik efek sebagai tampon, tetapi tidak menimbulkan



abdominal kompartmen syndrome, tanpa menimbulkan komplikasi abses,



nekrosis, hematome atau bile leaks. Burnet menyatakan 94% survive, 6% meninggal. Bagian yang adekuat di tampon adalah porta hepatic dan vena cava. - Perihepatic packing Degiannis menyebutkan bahwa perihepatik packing merupakan maneuver emergensi yang sangat penting untuk live saving, disebutkan 67% pasien survive, 23% meninggal karena sepsis, terutama pada pasien dengan trauma hepar grade IV dan V. Indikasi pada tindakan periheptik packing antara lain : onset dari koagulopati intra operatif, trauma bilobar dengan perdarahan yang tidak bisa dikontrol, hematome subcapsular yang luas atau rupture yang luas, penghentian pembedahan oleh karena hipotermi, terjadinya maneuver yang salah saat kontrol perdarahan atau pasien akan di rujuk ke pusat pananganan trauma level I. Tehnik perihepatik packing, sama dengan tanpon langsung pada hepar yang mengalami trauma dengan banyak lapisan pada bagian atas sampai ipsi lateral diapragma, sisipkan steri-dripes untuk mencegah perlengketan packing dengan permukaan hepar. Perihepatik packing berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen sehigga perlu diperhatikan kapan waktu yang tepat untuk mengeluarkan packing ini, tanda – tanda abdominal compartment syndrome yaitu, distensi abdomen, peningkatan respirasi > 85 cm H2O dengan ventilasi, oligo uri. Waktu terbaik adalah 24 – 36 jam. Sering menimbulkan komplikasi perihepatik sepsis, abses formasion bila lebih dari 72 jam. - Selectif hepatic artery ligation Disebutkan bahwa ligasi arteri hepatic yang selektif sama dengan penanganan pasien dengan hepatoseluler carsinoma, beberapa alasan mengapa ligasi arteri hepatic selektif banyak ditolak yaitu : pada trauma hepar yang luas bisa ditangani dengan intra lobar hemostasis selektif, ligasi arteri hepatic tidak efektif pada perdarahan di lobar branch vena



portal, pada pasien hipotensi menurunkan perfusi hepar sehingga menimbulkan iskemik menjadi nekrosis dan sepsis. - Fibrin glue Tehnik hemostatik yang penting pada penanganan hepar, lien dan ginjal, adalah fibrin glue. Yang merupakan campuran konsentrasi nonautologus fibrinogen dan factor pembekuan, anti fibrinolisis dan aprotinin. Bagi ahli bedah trauma fibrin glue tidak hanya digunakan sebagai kontrol perdarahan intraoperasi tetapi juga pada tehnik minimal invasive, dengan komplikasi yang jarang. 



Komplikasi



NO 1 2 3 4 5 6 



KOMPLIKASI Rebleeding Hemobilia Hyperpyrexia Abses intra abdominal Fistel biliari Fistel vena portal Kematian Kematian pada trauma hepar berhubungan dengan late post operatif sepsis, sekitar



10%. Dengan banyaknya modalitas terapi pada trauma hepar menurunka angka kematian pasien .



ASSESSMENT DAN MANAGEMENT



TRAUMA HEPAR DAN BILIER



dr. I Made Adipta Adiputra



DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I.ILMU BEDAH FK UNUD/RSUP DENPASAR AGUSTUS 2008



BILIARY TRAUMA Latar belakang



Trauma pada bilier dan traktus bilier ekstra hepatik bisa terjadi dari trauma torakoabdominal (trauma tumpul atau penetrating) atau iatrogenik oleh karena kolesistektomi laparoskopik. Patofisiologi Trauma abdomen pada kwadran kanan atas baik tumpul maupun penetrating merupakan mekanisme injury yang menyebabkan biliary disruption yang memicu terjadinya bile peritonitis. Regio retroduodenal dari bagian superior pancreas merupakan bagian yang paling sering mengakibatkan biliary transaction dari trauma tumpul abdomen.Rata-rata keterlambatan diagnose dilaporkan 9 hari dimana berkisar antara beberapa jam s/d 9 bulan.Perforasi atau avulsi gallbladder dari trauma tumpul torakoabdominal adalah sangat jarang,dan trauma tembus lebih sering menyebabkan injuri dari gallbladder. Frekuensi Walaupun secara pasti tidak diketahui insiden kasus nonoperatif dari trauma bilier,insiden trauma bilier isolated (tidak disertai trauma intraabdomen lain) adalah sangat jarang.Kurang dari 40 kasus avulsi dari common bile duct oleh karena trauma tumpul dilaporkan di USA per tahun,namun sangat sulit untuk mendiagnose. Mortalitas/morbiditas 



Mortalitas tergantung langsung dari keterlambatan dari diagnosis dan pengobatan serta berat ringannya trauma.







Pasien trauma bilier yang cepat diketahui dan dapat penangan yang tepat dalam beberapa jam dari trauma mempunyai mortality rate kurang dari 10 %,tetapi pasien dengan trauma yang berat (extensive injuries) dan terlambat penangannya mempunyai mortality rate mendekati 40%.







Kebanyakan morbiditas berkaitan dengan kebocoran bile pada traktus bilier ekstrahepatik dan injuri vaskuler pada ligamen hepatoduodenal (arteri hepatica/vena porta).



Jenis kelamin dan umur Tidak ada predileksi jenis kelamin terjadinya trauma bilier dan dapat terjadi pada semua umur.



History Kecurigan trauma traktus bilier ekstrahepatik/bilier ketika pasien dengan mekanisme injury yang signifikan pada daerah torakoabdominal terutama pada abdomen kanan atas.Jenis trauma berupa KLL atau jatuh dari ketinggian. Trauma tembus pada trauma bilier lebih jelas/nyata berdasarkan arah lintasan objek dari luar (external trajectory) khususnya pada stab wounds.Pada trauma tembak abdomen mempunyai arah lintasan peluru intraabdomen yang bervariasi sehingga patologi menjadi kurang jelas. Pasien dengan riwayat kolesistektomi laparoskopik merupakan pertimbangan penting dalam mendiagnosis yang disebabkan oleh iatrogenik. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik penderita trauma bilier/traktus bilier ekstrahepatik yang disebabkan injury torakoabdominal antara lain sebagai berikut: 



Tanda dini dari kebocoran bile (biliary leakage) sangat sulit diketahui pada pemeriksan fisik.







Syok hipovolemik dapat terjadi dari peritonitis kimia yang hebat jika terjadi keterlambatan diagnosis.Keadaan ini akan diikuti oleh syok septic oleh karena pertumbuhan bakteri sekitar periode beberapa jam s/d hari,tetapi jika terjadi kebocoran yang minimal tidak akan muncul syok dan tidak terdapat abdominal sign.







Jaundice biasanya terjadi 3-5 hari setelah trauma,bersamaan dengan clay colored stool dan dark colored urine.







Terjadi distensi abdomen bersamaan dengan tanda-tanda dehidrasi dan low grade sepsis bisa terjadi pada minggu pertama setelah trauma.







Observasi langsung dengan laparoskopi atau laparotomi digunakan cara untuk mendiagnose trauma tembus bilier.







Ligamen hepatoduodenal dapat ditemukan kontusio,edema,klot atau terjadi perdarahan aktif.



Tanda –tanda trauma bilier yang disebabkan operasi laparoskopi antara lain seperti dibawah ini:







Diagnosis dari trauma bilier dibuat pada saat laparoskopi dengan observasi langsung dimana terjadinya drainase biliary yang berlebihan dari porta hepatis atau suspek jika terjadi kebocoran kontras pada saat kolangiografi intraoperatif.







Trauma bilier juga diketahui dari keluhan pasien berupa nyeri perut,mual,peningkatan abdominal discomfort yang terjadi pada minggu pertama setelah laparoskopi kolesistektomi.







Jaundice juga bisa terjadi.



Etiologi 



Trauma tumpul (kecelakaan motor,jatuh dari ketinggian)







Trauma tembus abdomen bisa oleh simple direct force (tusuk pisau),atau yang komplek,dan inderect injury (luka tembak)







Trauma oleh prosedur laparoskopi,misal trauma langsung oleh grasping forceps,penggunaan elektro kauter dan diseksi sekitar porta hepar menyebabkan robekan dinding common bile duct atau iskemi oleh karena striktur.Terjadi transeksi pada common bile duct atau duktus hepatikus kanan akibat tidak teridentifikasi critical view selama diseksi duktus cistikus.Penempatan klip yang tidak tepat sehingga menyebabkan laserasi duktus bilier ekstrahepatik.Endoscopic stenting pada biliary tree meningkatkan iatrogenic injury.



Pemeriksaan imaging 



CT scan abdomen dapat mengevaluasi kuadran kanan atas pada kasus trauma tumpul.







Transabdominal sonografi sangat berguna untuk mengetahui kebocoran bile atau dilatasi dari common bile duct







Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) sangat berguna mendiagnosis kasus yang suspek,tapi tidak begitu jelas pada kasus yang iatrogenik.







Percutaneus transhepatic cholangiography dapat menggambarkan anatomi pada kasus yang sudah komplikasi.







USG intraoperatif dapat memberikan informasi penting yang dapat membantu menentukan lokasi trauma yang tersembunyi,tetapi pemeriksaan ini sangat operator dependent.







Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) dapat mendeteksi trauma pancreatobiliary oleh karena trauma tumpul.



Prosudur Pada pasien dengan trauma bilier yang disebabkan non-operatif,misalnya oleh karena trauma torakoabdominal,DPL sangat berguna untuk mendeteksi bile atau nonclotitng blood pada cairan peritonial. Pada pasien dengan trauma laparoskopik maka sebaiknya dilakukan sphincterotomy dari spingter oddi dan stenting akan sangat tepat. Staging Beberapa sistem klasifikasi injury telah dijelaskan untuk trauma bilier.Sebagian besar dari klasifikasi tersebut menjelaskan klasifikasi trauma akibat iatrogenik oleh karena prosedur kolesistektomi laparoskopik dan memberikan rekomendasi untuk pendekatan surgikal untuk mengatasinya. Tidak satupun dari klasifikasi dapat diterima secara universal,tetapi sistem klasifikasi dari Bismuth dan Strasberg saat ini digunakan secara luas. Table 1. Bismuth's Classification (1982)1 Type 1 2 3 4 5



Criteria Low common hepatic duct stricture, with a length of the common hepatic duct stump of >2 cm Proximal common hepatic duct stricture, with a hepatic stump length of 25% of bile duct diameter Transection of common hepatic duct or common bile duct Development of postoperative bile duct stricture Laceration of common bile duct