15 0 2 MB
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medikal RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang
Disusun Oleh : Vitara Daru Rahmi 190070300111026 Kelompok 2A
PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2020
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) 1. Definisi ADHF merupakan singkatan dari Akut Decompensated Heart Failure yang berarti gagal jantung akut. Istilah ini sama dengan gagal jantung atau ”Dekompensasi Cordis”. Decompensasi cordis secara sederhana berarti kegagalan jantung untuk memompa cukup darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Dekompensasi kordis merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung. Dari definisi di atas, diketahui bahwa kondisi cardiac output (CO) yang tidak cukup terjadi karena kehilangan darah atau beberapa proses yang terkait dengan kembalinya darah ke jantung. Suatu kondisi bila cadangan jantung normal (peningkatan frekuensi jantung, dilatasi, hipertrophi, peningkatan isi sekuncup) untuk berespon terhadap stress tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya gagal jantung. Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Putra, 2012). ADHF juga dapat didefinisikan sebagai perburukan keadaan dari simtom HF yang biasanya disebabkan oleh edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi cairan yang cepat pada paru (Pinto, 2012). Perbedaan ADHF dengan Heart Failure yaitu ADHF merupakan gagal jantung yang masih akut, gejalanya muncul dengan cepat karena untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Sedangkan gagal jantung/HF adalah kondisi permanen akibat kondisi jantung yang terus-terusan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tubuh. 2. Klasifikasi a. Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA)
Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik
Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa.
Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa ringan
Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.
b. Klasifikasi menurut American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA)
Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung asimptomatik.
Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.
Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
3. Etiologi Penyebab umum ADHF biasaya berasal dari ventrikel kiri, disfungsi diastolik, dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD), dan abnormalitas valvular. Meskipun sebagian pasien ADHF adalah pasien dengan riwayat Heart Failure (HF) dan jatuh pada kondisi yang buruk, 20% pasien lainnya yang dinyatakan ADHF tidak memiliki diagnosa HF sebelumnya (Joseph, 2009). Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
sebagai pompa adalah gangguan pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995). Penyebab utama left-sides cardiac failure adalah hipertensi sistemik, mitral or aortic valve disease, iskemia artery, primary heart disease of the myocardium. Penyebab paling utama dari right-sided cardiac failure adalah left ventricular failure yang berkaitan dengan penyumbatan pulmonary dan peningkatan tekanan arteri pulmonary. Ini juga bisa terjadi pada ketidakberadaan left-sided failure pada pasien dengan intrinsic disease pada parenkim jantung atau pulmonary vasculature (cor pumonale) dan pada pasien tricuspid valve disease. Terkadang diikuti dengan congenital heart disease, dimana terjadi left to-right shunt. a. Faktor presipitasi kardiovaskular
Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
Sindroma koroner akut -
Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas dan disfungsi sistemik
-
Komplikasi kronik IMA
-
Infark ventrikel kanan
Krisis Hipertensi
Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia supraventrikuler, dll)
Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi katup yang sudah ada
Stenosis katup aorta berat
Tamponade jantung
b. Faktor presipitasi non kardiovaskuler
Volume overload
Infeksi terutama pneumonia atau septicemia
Pasca operasi besar
Penurunan fungsi ginjal
4. Patofisiologi ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung
kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan
curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem
adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air (Ulfiyah,2015). Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF. Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru–paru. Bendungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru–paru. Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer (Ulfiyah, 2015). 5. Manifestasi Klinis Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang sering tidak spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat disebabkan pleh kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang diidentifikasikan
pada pasien dengan gejala ini. variasi bentuk penyakit pulmonal termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara klinis dengan gagal jantung (Lindenfeld,2010). Manifestasi Klinis yang umum pada gagal jantung (Dickstein,2008). Gambaran Klinis yang
Gejala
Tanda
Dominan Edema Perifer, peningkatan vena Edema perifer/
Sesak napas, kelelahan,
jugularis, edema pulmonal, hepatomegaly,
kongesti
Anoreksia
asites, overload cairan (kongesti),
Edema
Sesak napas yang berat
kaheksia Crackles atau rales pada paru-paru
pulmonal Syok
saat istirahat
bagian atas, efusi, Takikardia, takipnea
kardiogenik (low
Konfusi, kelemahan,
output
dingin pada perifer
Perfusi perifer yang buruk, Systolic Blood Pressure (SBP) < 90mmHg, anuria atau oliguria
syndrome) Tekanan darah tinggi (gagal
Sesak napas
jantung
Biasanya terjadi peningkatan tekanan darah, hipertrofi ventrikel kiri
hipertensif) Gagal jantung kanan
Bukti disfungsi ventrikel kanan, Sesak napas, kelelahan
peningkatan JVP, edema perifer, hepatomegaly, kongesti usus.
Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated Heart Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara lain tertera dalam tabel berikut: Volume Overload - Dispneu saat melakukan kegiatan - Orthopnea - Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) - Ronchi - Cepat kenyang - Mual dan muntah - Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegali - Distensi vena jugular
- Reflex hepatojugular - Asites - Edema perifer Hipoperfusi - Kelelahan - Perubahan status mental - Penyempitan tekanan nadi - Hipotensi - Ekstremitas dingin - Perburukan fungsi ginjal 6. Pemeriksaan Diagnostik a. Laboratorium :
Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
Elektrolit
Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT
Gula darah
Kolesterol, trigliserida
Analisa Gas Darah
b.
: K, Na, Cl, Mg
Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
Aritmia
Perikarditis
c. Echocardiogram d. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen) bertujuan untuk :
Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
Mengetahui beratnya lesi katup jantung
Mengidentifikasi penyempitan arteri coroner
Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi
ventrikel kiri)
Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)
7. Penatalaksanaan Medis a. Tirah Baring : Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan. b. Pemberian diuretik : Pemberian terapi diuretik bertujuan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespon pembatasan aktivitas, digitalis dan diet rendah natrium c. Pemberian morphin : Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer, menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena dispnea berat d. Terapi
vasodilator : Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada
penatalaksanaan gagal jantung. Obat ini berfungsi untuk memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat. e. Terapi digitalis : Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas (inotropik) jantung dan memperlambat frekuensi ventrikel serta peningkatam efisiensi jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkan seperti : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, dan peningkatan diuresis yang mengeluarkan cairan dan mengurangi edema. f.
Dopamin : Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha- adrenergik beta-adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan keluarnya katekolamin dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung dan isi sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-20 mg/kg BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja jantung.
g. Dobutamin : Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan tachicardi. h. Dukungan diet (pembatasan natrium) : Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung. Dalam menentukan ukuran sumber natrium harus spesifik dan jumlahnya perlu diukur dalam milligram Menurut Heart Failure Society of America, terapi untuk pasien ADHF dapat berangkat dari goal treatment di bawah ini :
Discharge Planning pada pasien ADHF dapat dilakukan jika pasien dapat memenuhi kriteria di bawah ini : 1) Faktor eksaserbasi dapat ditangani. 2) Pemberian obat oral stabil dalam 24 jam 3) Pasien dan keluarga sudah di KIE 4) Fraksi ejeksi ventrikel kiri terdokumentasi. 5) Adanya konseling smoking cessation. 6) Kontrol ulang selama 7-10 hari setelah KRS. 7) Sudah menerima semua terapi. 8) Dokumentasi discharge planning sudah dibuat.
ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Pengkajian Primer
Airway Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya benda asing, adanya suara nafas tambahan.
Breathing Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada, adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara nafas tambahan.
Circulation Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi
b. Pengkajian Sekunder
Aktivitas/istirahat -
Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
-
Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pada aktivitas.
Sirkulasi Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung,
-
bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen. Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin
-
sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ; Takikardia , Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic. Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ; pucat atau sianotik
-
dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ; krekels, ronkhi, Edema ;
-
mungkin dependen, umum atau pitting , khususnya pada ekstremitas
Intregritas ego -
Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
-
Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
Eliminasi -
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia)
Nutrisi: -
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
-
Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).
Neurosensori -
Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
-
Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
Nyeri/Kenyamanan -
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
Pernapasan -
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
-
Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan. 2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum. 3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal) 4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar. 5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi. 6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis
2.
Diagnosa Keperawatan a. Intoleransi aktivitas b/d fatigue b. Penurunan curah jantung penurunan stroke volume & cardiac output c. Kelebihan volume cairan menurunnya laju filtrasi glomerulus, meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk, penumpukan secret. e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
3.
Intervensi
No. 1.
Diagnosa keperawatan Penurunan curah
Tujuan dan Kriteria NOC :
NIC :
jantung 1. Cardiac
berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial/peru bahan inotropik.
Intervensi
hasil Pump Cardiac Care
effectiveness 2. Circulation
durasi)
Status
2. Catat adanya disritmia jantung
3. Vital Sign Status Setelah
diberikan
asuhan keperawatan selama ….x….
diharapkan
tanda
vital
dalam
batas
yang
dapat
diterima
1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi,
(disritmia
terkontrol
atau
hilang) dan bebas gejala gagal jantung. Kriteria Hasil: 1. Tanda
Vital
dalam
rentang
normal (Tekanan darah, respirasi)
Nadi,
3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output 4. Monitor status kardiovaskuler 5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung 6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi 7. Monitor balance cairan 8. Monitor adanya perubahan tekanan darah 9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia 10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan 11. Monitor toleransi aktivitas pasien 12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu 13. Anjurkan untuk menurunkan stress
2. Dapat mentoleransi aktivitas,
Vital Sign Monitoring
tidak 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
ada kelelahan 3. Tidak
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
ada 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
edema
paru,
berdiri
perifer, dan tidak 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan ada asites
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
4. Tidak
ada
setelah aktivitas
penurunan
6. Monitor kualitas dari nadi
kesadaran
7. Monitor adanya puls paradoksus 8. Monitor adanya puls alterans 9. Monitor jumlah dan irama jantung 10. Monitor bunyi jantung 11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 12. Monitor suara paru 13. Monitor pola pernapasan abnormal 14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 15. Monitor sianosis perifer 16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
2.
Bersihan
jalan NOC :
NIC :
nafas
tidak
Airway suction
1. Respiratory
efektif
status
berhubungan
Ventilation
dengan
: 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
2. Respiratory
suctioning.
penurunan
status : Airway 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
reflek
patency
batuk,
penumpukan secret.
suctioning
3. Aspiration
4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
Control
5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
Setelah
diberikan
memfasilitasi suksion nasotrakeal
asuhan keperawatan 6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan selama diharapkan
….x…. 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam klien
setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
dapat menunjukkan 8. Monitor status oksigen pasien keefektifan
jalan 9. Ajarkan
napas
keluarga
bagaimana
cara melakukan
suction
Kriteria Hasil :
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
1. Mendemonstrasi kan batuk efektif
pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2, dll.
dan suara nafas Airway Management yang
bersih, 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
tidak
ada
sianosis
dan 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
dyspneu
thrust bila perlu 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
(mampu
nafas buatan
mengeluarkan
4. Pasang mayo bila perlu
sputum, mampu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu bernafas dengan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction mudah, tidak ada 7. Auskultasi pursed lips)
suara
nafas,
catat
adanya
suara
tambahan
2. Menunjukkan
8. Lakukan suction pada mayo
jalan nafas yang 9. Berikan bronkodilator bila perlu paten (klien tidak 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl merasa tercekik, irama
nafas, 11. Atur
frekuensi
intake
untuk
cairan
keseimbangan.
pernafasan dalam
Lembab
12. Monitor respirasi dan status O2
rentang
normal, tidak ada suara
nafas
abnormal) 3. Mampu mengidentifikasik an
dan
mencegah factor yang
dapat
menghambat jalan nafas
mengoptimalkan
3.
Gangguan pertukaran gas
NOC :
NIC :
1. Respiratory
berhubungan
Status
dengan edema
exchange
paru
:
Airway Management Gas 1. Pasang mayo bila perlu 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
2. Respiratory
3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Status
: 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
ventilation
tambahan
3. Vital Sign Status Setelah
5. Lakukan suction pada mayo
diberikan 6. Berika bronkodilator bial perlu
asuhan
7. Berikan pelembab udara
keperawatan
8. Atur
selama
….x….
diharapkan
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan. 9. Monitor respirasi dan status O2
gangguan pertukaran
gas Respiratory Monitoring
teratasi
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
Kriteria Hasil :
respirasi
1. Mendemonstrasi
2. Catat
pergerakan
dada,amati
kan peningkatan
penggunaan
ventilasi
supraclavicular dan intercostals
dan
otot
tambahan,
kesimetrisan, retraksi
otot
oksigenasi yang 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur adekuat
4. Monitor
2. Memelihara
pola
nafas
:
bradipena,
takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
kebersihan paru 5. Catat lokasi trakea paru dan bebas 6. Monitor dari tanda tanda distress
kelelahan
otot
diagfragma
(gerakan
paradoksis) 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
pernafasan
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
3. Mendemonstrasi
8. Tentukan
kebutuhan
suction
dengan
kan batuk efektif
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
dan suara nafas
napas utama
yang
bersih, 9. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
tidak
ada
sianosis
dan
dyspneu (mampu
mengetahui hasilnya
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 4. Tanda tanda vital dalam
rentang
normal 4.
Kelebihan volume
NOC :
NIC :
cairan 1. Electrolit
berhubungan
acid
dengan
balance
menurunnya laju
meningkatnya dan
base 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Fluid balance
3. Pasang urin kateter jika diperlukan
filtrasi 3. Hydration
glomerulus, produksi
and Fluid management
ADH retensi
natrium/air.
Setelah
4. Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi
diberikan
asuhan keperawatan selama ….x….
diharapkan
keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan
edema,
dari efusi,
anaskara 2. Bunyi
nafas
bersih, tidak ada dyspneu/ dari
distensi
vena
jugularis,
reflek
hepatojugular (+) 4. Memelihara tekanan
PAP, dan PCWP 6. Monitor vital sign 7. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites) 8. Kaji lokasi dan luas edema kalori harian 10. Monitor status nutrisi 11. Berikan diuretik sesuai interuksi 12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130 mEq/L 13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
ortopneu 3. Terbebas
5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,
9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake
Kriteria hasil 1. Terbebas
cairan (BUN, Hmt , osmolalitas urin )
vena
Fluid Monitoring 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi 2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
sentral, tekanan
kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
kapiler
hati, dll )
paru,
output dan
jantung 3. Monitor berat badan vital
dalam
sign 4. Monitor serum dan elektrolit urine batas 5. Monitor serum dan osmilalitas urine
normal
6. Monitor BP, HR, dan RR
5. Terbebas
dari 7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan
kelelahan,
irama jantung
kecemasan atau 8. Monitor parameter hemodinamik infasif kebingungan 6. Menjelaskan indikator
9. Catat secara akutar intake dan output 10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
kelebihan cairan 11. Monitor tanda dan gejala dari edema 12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin 5.
Intoleransi
NOC :
NIC :
aktivitas
1. Energy
Energy Management
berhubungan dengan kelemahan
Conservation 2. Self Care : ADLs Setelah
diberikan
asuhan keperawatan selama ….x….
diharapkan
terjadi
peningkatan
toleransi pada klien setelah tindakan keperawatan selama di RS
pembatasan
klien
dalam
melakukan aktivitas 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan 4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan 6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
Activity Therapy 1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
Kriteria Hasil : 1. Berpartisipasi fisik
adanya
7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
dilaksanakan
dalam
1. Observasi
aktivitas tanpa
disertai peningkatan
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
tekanan
darah,
nadi dan RR 2. Mampu
hari
diinginkan 5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
melakukan aktivitas
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
seperti kursi roda, dll sehari 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
(ADLs) 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu
secara mandiri
luang 8. Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas 9. Sediakan
penguatan
positif
bagi
yang
aktif
beraktivitas 10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan 11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
Pathway ADHF
Faktor Predisposisi Pencetus
Hilangnya jaringan kontraktil (infark miokard) Miokarditis
Kontraktilitas miokard menurun
SV & CO menurun
Arteri koroner, hipertensi, kardyomiopati, penyakit pembuluh darah, aritmia
Keadaan yang membatasi pengisian ventrikel: Stenosis mitral, kardiomiopati, penyakit perikardial, infeksi, infark
Beban berlebih
Beban sistolik > kemampuan ventrikel (sistolic overload)
Asupan garam meningkat Ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung. IMA HT Anemia akut Demam atau infeksi Emboli paru Anemia Kehamilan Endokarditis infektif
Preload > kapasitas ventrikel (diastolic overload)
V dan P akhir diastolik dalam ventrikel meningkat
Kontraktilitas menurun
Gangguan aliran venous return
Kebutuhan sirkulasi tubuh meningkat
Hambatan pengisian ventrikel
CO meningkat
CO menurun Penurunan curah jantung
Kebutuhan metabolik meningkat
kerja jantung maksimal
Hambatan pengosongan ventrikel
Faktor
Out put ventrikel menurun
CO menurun
Kebutuhan belum terpenuhi BEBAN JANTUNG MENINGKAT
Gagal pompa ventrikel kiri
GAGAL JANTUNG
Gagal pompa ventrikel kanan
Backward failure Forward failure
LVED Suplai darah ke jar menurun
Suplai 02 ke otak menurun
P vena pulmonal Met anaerob
Sinkope
Bendungan atrium kanan
Renal flow menurun
RAA
Bendungan vena sistemi.
Asidosis metabolik
perfusi jaringan Cerebral tidak efektif
ATP
Aldosterom meningkat
Edema paru
ADH
Fatigue
Retensi Na dan H20
Intoleransi aktifitas
Tekanan kapiler paru meningkat
Kelebihan volume cairan
Compliance paru terhambat
Hepar
Lien
Beban vent kanan meningkat
Splenomegali
Hipertrofi vent kanan
G3 pertukaran gas
Hepatomegali
Mendesak diafragma
Dispnu Perfusi jaringan kardiopulmonal tidak efektif
Kelemahan Fisik
Pola Napas tidak efektif
Kondisi dan prognosis penyakit
Koping tidak efektif
Ansietas
: Ggn kebutuhan biologis : Ggn kebutuhan psikologi : Ggn kebutuhan sosial : Ggn Kebutuhan spiritual
Kurang pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA Abraham WT, Adams KF, Fonarow GC, et al. In-hospital mortality in patients with acute decompensated heart failure requiring intravenous vasoactive medications: an analysis from the Acute Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE).J Am Coll Cardiol. 2005;46:57–64. Andrianto, Petrus. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Jakarta Anna Owen, 1997. Pemantauan Perawatan Kritis. EGC. Jakarta Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan .EGC. Jakarta Doenges M.E. at all, 1993. Rencana Asuhan Keperwatan. Edisi 3. EGC. Jakarta Forrester JS, Diamond G, Chatterjee K, et al. Medical therapy of acute decompensation of heart failure by application of hemodynamic subsets. N Engl J Med. 1976;295:1356- 1362 Ganong William F.1999.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17.Jakarta: EGC Hamidatul, Ulfiyah, 2015. Laporan Pendahuluan Acute Decompensated of Heart Failure. Heart Failure Society of America. Evaluation and management of patients with acute decompensated heart failure: HFSA 2010 comprehensive heart failure practice guideline. J Card Fail. 2010;16:e134-e156. Hudak & Gallo, 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Volume I. EGC. Jakarta. Joseph SM, Cedars AM, Ewald GA, et al. Acute decompensated heart failure: contemporary medical management. Tex Heart Inst J. 2009;36:510–520. Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To Cclassification Aand Treatment. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2004 [cited 2011 Apr 10]. Available from www.emcreg.org. Nasuution SA, Ismail D. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3.Jakarta: EGC Pinto DS, Lewis S. Pathophysiology of acute decompensated heart failure. In: Basow DS, ed. UpToDate. Waltham, MA: UpToDate; 2012. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994. Semara, Putra, 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien ADHF. Tallaj JA, Bourge RC. The Management of Acute Decompensated Heart Failure. [monograph on the internet]. Birmingham : University of Alabama; 2003 [cited 2011 Apr 10]. Available from http://www.fac.org.ar
PENGKAJIAN DASAR KEPERAWATAN DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
A. IdentitasKlien Nama
: Tn. P
No. RM
: 11456xxx
Usia
: 61 tahun
Tgl. Masuk
: 23/09/2019
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Sukun, Malang
Sumber informasi : Pasien dan anak
No. telepon
: Tidak ada
Nama klg. Dekat yg bisa dihubungi: An. A
Status pernikahan
: Kawin
Agama
: Islam
Status
: Anak
Suku
: Jawa
Alamat
: Sukun
Pendidikan
: SD
No. telepon
: 08968052xxxx
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SMP
Lama berkerja
: 25 tahun
Pekerjaan
: Pedagang
B.
Tgl. Pengkajian: 24/09/2019 (pukul 22.00 WIB)
Status kesehatanSaat Ini
1.
Keluhan utama MRS : Nyeri dada disertai terasa panas, mual- muntah ±10 kali, sesak nafas, dan batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu
2.
Keluhan utama saat pengkajian: Nyeri dada, terasa panas menembus sampai ke punggung, sesak, mual dan muntah ± 5 kali, badan terasa lemas
3.
Lama keluhan
: Nyeri dada terasa panas dan sesak sejak 1 minggu yang lalu, mual muntah sejak 2 hari yang lalu
4. Kualitas keluhan
: Berat
5. Faktor pencetus
: ADHF ec factor arrytmia
6. Faktor pemberat
: Anemia N-N
7. Upaya yg telah dilakukan:Rujukan ke Rumah Sakit 8. Diagnosa medis
:
a. ADHF ec factor arrytmia dd/ infection cardio Tanggal 23 September 2019 b. HFrEF st. C se. III ditandai CAD Tanggal 23 September 2019 c. AF RVR Tanggal 23 September 2019 d. Acute Kidney Injury Tahun 2004
e. Suspec Pneumonia Tanggal 23 September 2019 f. Anemia N-N Tanggal 23 September 2019 g. Hipoglikemia Tanggal 23 September 2019 h. Suspec BPH Tanggal 23 September 2019 i. Suspec Sepsis MODS Tanggal 23 September 2019
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini Pasien datang ke IGD RSSA rujukan dari RSI Aisyah dengan diagnose AF RVR + Pneumonia + ckd stage V dibawa dengan ambulance pada tanggal 23 September 2019 pukul 16.00 WIB. Klien telah diberikan terapi total cairan 1500cc/24 jam, Drip amiodarone 1mg/ menit selama 6jam dan amiodarone drip 0,5 mg/ menit selama 8 jam, Injeksi furosemide 3x 40mg, Injeksi lansoprazole 1x 30 mg, injeksi metoclopramide 3x10 mg dan IVFD NS 0,9% 500cc/ 24 jam. Klien memiliki riwayat sinkope. Klien mengeluhkan nyeri pada dada menyeluruh disertai dengan rasa panas sampai menembus ke punggung, nyeri terasa sejak 1 minggu yang lalu. Klien juga mengatakan badan terasa lemas, mengalami penurunan nafsu makan klien sudah tidak makan sejak 2 hari yang lalu dikarenakan setiap makan klien merasa mual, mual dan muntah (+). Klien mengatakan nyeri juga pada perut sebelah kanan dan ulu hati, serta tidak bisa tidur sudah selama 3 hari. Klien mengatakan berat saat mengambil nafas dan terasa sesak sejak 1 minggu lalu, Pusing (-), demam (-). P: Nyeri semakin parah ketika posisi tubuh duduk Q: Nyeri seperti tertusuk, terasa panas R: Nyeri seluruh dada menyebar kepunggung (unilateral) S: Skala nyeri 5 T: Nyeri terus menerus, dan timbul saat beristirahat D. Riwayat Kesehatan Terdahulu 1. Penyakit yg pernah dialami: a. Kecelakaan (jenis&waktu)
: 15 tahun yang lalu pernah mengalami
kecelakaan kerja yaitu perut terlindas oleh ban sehingga timbul masalah pada ginjal dan menyebabkan pasien anuri. b. Operasi (jenis&waktu)
: Tidak ada
c. Penyakit
:
Kronis
: CKD Stage V
Akut
: ADHF, Acute Kidney Injury, Pneumonia, Anemia N-N
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi dan Diabetes Mellitus d. Terakhir masuk RS
: Tidak ada dalam 3 bulan yang lalu
2. Alergi (obat, makanan, plester, dll): Tidak ada 3. Imunisasi: Tidak ingat 4. Kebiasaan: Jenis Merokok
Frekuensi Dulu sebelum sakit
Jumlah 1 pak/ hari
Lamanya ± 25 tahun
Kopi
Jarang jika ingin saja
1 gelas
± 25 tahun
Alkohol
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Obat-obatan yg digunakan: Tidak ada E. Riwayat Keluarga Ayah dan ibu dari pasien sudah meninggal, terdapat anggota keluarga yang memiliki penyakit jantung yaitu kakak pasien. Namun telah meninggal dunia sekitar 2 bulan yang lalu.
GENOGRAM
Ibu. S (50 tahun)
Bp. M
Bp. S (77 tahun)
(47 th)
Bp. P (61 tahun) (ADHF, Hipertensi)
Ibu. R (69 thn) (Penyakit Jantung)
Ibu. M (73 tahun)
Bp. S
Ibu M (58 tahun) (Hipertensi)
(53 thn)
Ibu. T (50 thn)
Ibu. k (48 thn)
Ibu. J (45 thn)
An. G An.A
(17 tahun))
An. D (15 tahun)
(19 tahun)
Keterangan : : Laki-laki
: Perempuan
: Laki-Laki telah meninggal
: Perempuan telah meninggal
F. Riwayat Lingkungan Jenis
Rumah
: Sumber Informasi
Pekerjaan
Kebersihan
bersih dan rutin dibersihkan oleh keluarga Tidak ada masalah Untuk sampah dibuang ke TPA
Bahaya kecelakaan
kabel tidak ditutup dan tergeletak di lantai Tidak ada masalah
Polusi
Klien merokok
Polusi udara
Tidak terdapat pabrik di dekat rumah, mengakibatkan gangguan Namun banyak motor berlalu lalang saluran pernafasan Ventilasi
Udara dapat masuk dan bertukar
Udara cukup bersih
Banyak jendela dirumah Pencahayaan
Lampu disekitar ruangan cukup terang
Tidak ada masalah
Tidak membahayakan klien PolaAktifitas-Latihan Rumah 0
Makan/minum
RumahSakit 4 (mual)
Mandi
0
2 (perawat)
Berpakaian/berdandan
0
2 (perawat)
Toileting
0
4
Mobilitas di tempat tidur
0
2 (perawat)
Berpindah
0
Berjalan
0
4
Naik tangga
2
4
2
25
Total:
3 (perawat 2 orang)
(Mandiri)
(Total care)
PemberianSkor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain, 3 = dibantu orang lain lebih dari 1 orang, 4 = tidakmampu Total skor : 0-8: Mandiri, 9-16: Partial care, 17-24: Intermediate care, 25-32: Total care, >32: Intensive care
G. Pola Nutrisi Metabolik Jenis diit/makanan
Rumah Padat
Frekuensi/pola
3x sehari
Porsi yg dihabiskan
3 piring
Komposisi menu
3x sehari hanya makan tempe 2 potong dadu
nasi, tempe/ tahu, sayur, buah
Pantangan Napsu makan Fluktuasi BB 6 bln. terakhir Jenis minuman
Rumah Sakit Lunak
Tidak ada Tidak Menurun
bubur, sayur, lauk, buah Tidak ada Menurun derastis
Menurun 4 kg dalam 3 bulan terakhir Air putih 1500 ml
Air putih 600 ml
Frekuensi/polaminum Gelas yg dihabiskan
4x sehari
tidak tentu, saat haus saja
1 botol besar (1500 ml)
1 botol tanggung(600 ml)
Sukar menelan (padat/cair)
Tidak sulit menelan
Tidak sulit menelan
Pemakaian gigi palsu (area)
Tidak ada
Tidak ada
Riw. Masalah penyembuhan luka
Tidak ada
Tidak ada
Balance cairan: Intake cairan: IVFD NS 0,9%
120 cc/ 6jam
Drip Dobutamin 250 mg
120 cc/ 6jam
Makan minum
200 cc/ 6 jam
Total Output Cairan Urine product IWL
440 cc/ 6 jam
0 cc/ 6 jam 15 cc/kgbb/hari = 900 cc/24 jam 37.5/jam x 6 jam = 225 cc/6 jam
Balance cairan = input cairan- output cairan = 440 cc – 0 cc = + 440 cc/ 6 jam =440 cc – 225 cc = +215 cc/6 jam H. Pola Eliminasi BAB:
Rumah
RumahSakit
- Frekuensi/pola
1 kali per hari
- Konsistensi
Lembek
sedikit cair, lembek
- Warna & bau
Kuning kecoklatan
kuning kecoklatan
- Kesulitan
Tidak ada
Tidak ada
- Upaya mengatasi
Tidak ada
Tidak ada
1x/ hari
Anuri, hanya keluar
- Konsistensi
Menetes sedikit
Cair
- Warna & bau
kuning, jernih
Merah
- Kesulitan
Tidak dapat mengeluarkan urine
Susah BAK
Tidak tentu, jarang
BAK: - Frekuensi/pola saat dibantu sistostomi
- Upaya mengatasi
Tidak ada
Sistostomi
Rumah 1 jam
RumahSakit tidak pernah
- Jam …s/d…
13.00-14.00 WIB
tidak pernah
- Kenyamanan stlh. tidur
Biasa
tidak pernah
9 jam
tidur dapat tidur
- Jam …s/d…
21.00 – 06.00 WIB
tidak dapat tidur
- Kenyamanan stlh. tidur
Nyaman
Bingung, gelisah
- Kebiasaan sblm. tidur
Tidak ada
Tidak ada
- Kesulitan
tidak ada
susah tidur
- Upaya mengatasi
tidak ada
memejamkan mata
I. Pola Tidur-Istirahat Tidur siang:Lamanya
Tidur malam: Lamanya
J. Pola Kebersihan Diri
Mandi:Frekuensi - Penggunaan sabun
Rumah
Rumah Sakit
2x sehari
2x/ hari
menggunakan sabun batangan sabun cair
Keramas: Frekuensi
3x seminggu
belum pernah
menggunakan sampo
belum pernah
Gosok gigi: Frekuensi
2x/ hari
2x sehari
Penggunaan odol
menggunakan odol
menggunakan odol
Ganti baju:Frekuensi
1-2 x sehari
2x sehari
Memotong kuku: Frekuensi
1-2 kali seminggu
belum pernah
Kesulitan
Tidak ada
badan terasa lemas
Upaya yg dilakukan
Tidak ada
ADL dibantu perawat
- Penggunaan shampoo
K. Pola Toleransi – Koping Stres 1. Pengambilan keputusan:
( ) sendiri
(√) dibantu orang lain, sebutkan, keluarga
2. Masalah utama terkait dengan perawatan di RS atau penyakit (biaya, perawatan diri, dll): perawatan diri tidak ada masalah, biaya menggunakan JKN 3. Yang biasa dilakukan apabila stress/mengalami masalah: pasien pasrah, dan akan bercerita pada anak, komunikasi terbuka 4. Harapan setelah menjalani perawatan: Pasien lebih pasrah, keluarga ingin pasien dapat sembuh
5. Perubahan yang dirasa setelah sakit: Tubuh menjadi lemas dan sulit bernafas L. Konsep Diri 1. Gambaran diri: Pasien pasrah terhadap penyakitnya 2. Identitas diri : Klien seorang kuli bangunan 3. Ideal diri: Klien selalu bersyukur 4. Peran: Klien berperan sebagai ayah dan suami, berperan mencari nafkah untuk keluarga 5. Harga diri: Tidak mengalami penurunan harga diri M. Pola Peran & Hubungan 1. Peran dalam keluarga yaitu sebagai anggota keluarga, suami dan ayah bagi anaknya 2. Sistem pendukung:suami/istri/anak/tetangga/teman/saudara/tidak ada/lain-lain, sebutkan: istri, dan anak 3. Kesulitan dalam keluarga:( ) Hub. dengan orang tua ( ) Hub.dengan pasangan ( ) Hub. dengan sanak saudara ( ) Hub.dengan anak 4. Masalah tentang peran/hubungan dengan keluarga selama perawatan di RS: tidak ada kesulitan 5. Upaya yg dilakukan untuk mengatasi : tidak ada masalah N. Pola Komunikasi 1. Bicara:
(√ ) Normal
( )Bahasa utama: Indonesia
( ) Tidak jelas
( ) Bahasa daerah: Madura
( ) Bicara berputar-putar
( ) Rentang perhatian: Fokus
( ) Mampu mengerti pembicaraan orang lain( ) Afek: 2. Tempat tinggal:
( ) Sendiri ( ) Kos/asrama (√ ) Bersama orang lain, yaitu: keluarga inti (istri, anak)
3. Kehidupan keluarga a. Adat istiadat yg dianut: Jawa b. Pantangan & agama yg dianut: Tidak ada, Islam c. Penghasilan keluarga:
( ) < Rp. 250.000 ( ) Rp. 250.000 – 500.000 (√ ) Rp. 500.000 – 1 juta
( ) Rp. 1 juta – 1.5 juta ( ) Rp. 1.5 juta – 2 juta ( ) > 2 juta
O. Pola Seksualitas 1. Masalah dalam hubungan seksual selama sakit: (√) tidak ada 2. Upaya yang dilakukan pasangan:
( ) ada
( ) perhatian
( ) sentuhan
(√) lain-lain, seperti, tidak ada
P. Pola Nilai & Kepercayaan 1. Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk Anda, Ya 2. Kegiatan agama/kepercayaan yg dilakukan dirumah (jenis & frekuensi): sholat 5 waktu 3. Kegiatan agama/kepercayaan tidak dapat dilakukan di RS: sholat 5 waktu 4. Harapan klien terhadap perawat untuk melaksanakan ibadahnya: agar dapat beribadah setelah sembuh, karena pasien mengalami lemas jadi belum dapat beribadah. Q. Pemeriksaan Fisik 1.
Keadaan Umum: Lemah, bedrest (+) GCS : 4 5 6 (total 15) Kesadaran: Compos Mentis Tanda-tanda vital:
- Tekanandarah : 68/50 mmHg
- Suhu :36,7oC
- Nadi - SpO2: 100%
- RR
: 120 x/menit
: 24x/menit
MAP = (S + 2D)/3 = (68 + 100)/3 = 56 (rendah) Fraksi ejeksi = EDV-ESV X100% = 68-50 x 100% = 18/68 x 100% = 26,47% EDV
68
Normal EF: > 50%, jadi EF rendah artinya jumlah darah yang dikeluarkan itu sedikit Tinggi badan: 160 cm Berat Badan:60 kg BMI= bb/(tb)2 = 60/(1,6)2 = 23,43 (N) BBI= (TB – 100) – 10%(TB-100) = 160-100 – 10%(60) = 60 – 6 = 54 kg 2. Kepala & Leher a. Kepala: Rambut tampak putih, persebaran rambut tidak merata, tidak terdapat luka kepala, sedikit kotor karena belum keramas, ada uban b. Mata: Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+), pupil isokor(+), reflek cahaya (+) c. Wajah : Tampak meringis, sedikit pucat d. Mulut & tenggorokan: bibir kering, mukosa bibir sedikit kering, gigi tampak lengkap e. Hidung : Terpasang Nasal canule dengan aliran 4 lpm f. Telinga: tidak ada serumen, tidak ada masalah pendenggaran g. Leher: tidak ada pembesaran vena jugularis 3. Thorak& Dada: Jantung
- Inspeksi: terpasang alat monitor jantung/pads, tampak ictus cordis pada dada sebelah kiri (ICS 6 midaxila sinistra). - Palpasi: ada nyeri tekan, dan ditemukan pulsasi ictus kordis di ICS 6 midaxila sinistra ±2cm, nadi teraba lemah - Perkusi: dulnes pada os strernum kanan ICS 3 hingga ICS 7 parastenal dextra, dulnes pada os strernum kanan ICS 2 hingga ICS 7 midaxila sinistra (kesan melebar ke kaudolateral) hal ini dapat dikarenakan Left Ventricel Enlargement. - Auskultasi: BJ S1 terdengar di ICS 5 parasternal line sinistra yaitu dampak dari penutupan katup AV. S2 terdengar di ICS 3 parasternal sinistra dampak dari penutupan katup semilunar/katup aorta, tunggal. Tidak terdengar gallop dan murmur.
Paru - Inspeksi: tida ada luka, ada benjolan atau massa, menggunakan otot bantu pernafasan diafragma - Palpasi: ada nyeri tekan, fremitus raba meningkat - Perkusi: Terdengar hipersonor + + - Auskultasi: rhonki , wheezing + + +
-
-
-
-
-
4. Payudara & Ketiak Tidak ada benjolan/ massa tambahan, ada nyeri tekan pada ketiak sebelah kanan dan kiri, tidak ada luka, tidak ada tanda inflamasi, bentuk simetris 5. Punggung & Tulang Belakang Tidak ada benjolan/ massa tambahan, tidak ada luka, ada nyeri tekan tekan di sebelah kanan kiri, tidak ada kelainan tulang belakang, tidak ada tanda inflamasi 6. Abdomen Inspeksi: Tidak ada luka, tidak ada memar, tidak ada strriae , bentuk scaphoid, Palpasi: ada nyeri tekan pada perut bagian kanan dan ulu hati, tidak ada massa/ benjolan tambahan, tidak ada perbesaran hati , tidak ada perbesaran limfa Perkusi: Suara timpani (normal) Auskultasi: Bising usus 3x/ menit 7. Genetalia & Anus Inspeksi: terpasang kateter, tidak ada luka, tidak ada massa/ benjolan
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa tambahan 8. Ekstermitas Atas: Terpasang infus pada tangan sebelah kiri, Tidak ada luka, tidak ada massa/ benjolan, tidak ada tanda- tanda inflamasi Bawah: Tidak ada luka, tidak ada massa/ benjolan, tidak ada tanda- tanda inflamasi 4
4
4
4
9. Sistem Neorologi : Lemas badan (+) 10. Kulit & Kuku Kulit : jaundice, tidak ada nyeri tekan, akral hangat, sedikit pucat Kuku: CRT 3 dt, kuku sedikit kotor
R. Hasil Pemeriksaan Diagnostik Hari I
Intepretasi EKG hari 1:
1. Menentukan irama jantung Pola interval RR ireguler Kesimpulan: Atrial Fibrilasi Rapid Ventricular Respon (AF RVR)
2. Menentukan heart rate HR: 16 x 10 = 160 x/m Kesimpulan: Takikardia
3. Menentukan Interval PR PR interval : sulit terkaji dikarenakan gelombang P tidak jelas ataupun tidak ada Kesimpulan: sulit terkaji dikarenakan terdapat AF RVR
4. Menentukan panjang gelombang QRS Panjang gelombang QRS: 2 kotak kecil (0,08 s) Normal Terdapat q patologis pada lead I, AVL (infark high lateral) Kesimpulan: infark high lateral
5. GELOMBANG ST ST Elevasi : tidak ditemukan ST Elevasi Terdapat ST depresi pada semua lead
6. Menentukan axis jantung Lead I (-), Lead AVF (+) Sehingga dapat disimpulkan RAD Kesimpulan Axis: RAD Kesimpulan: AF RVR, infark high lateral, RAD
Hari II
Intepretasi EKG hari 2:
1. Menentukan irama jantung Pola interval RR ireguler Kesimpulan: Atrial Fibrilasi Rapid Ventricular Respon (AF RVR)
2. Menentukan heart rate HR: 12 x 10 = 160 x/m Kesimpulan: Takikardia
3. Menentukan Interval PR PR interval : sulit terkaji dikarenakan gelombang P tidak jelas ataupun tidak ada Kesimpulan: sulit terkaji dikarenakan terdapat AF RVR
4. Menentukan panjang gelombang QRS Panjang gelombang QRS: 2 kotak kecil (0,08 s) Normal Terdapat q patologis pada lead I, AVL (infark high lateral) Kesimpulan: infark high lateral
5. GELOMBANG ST ST Elevasi : tidak ditemukan ST Elevasi
6. Menentukan axis jantung Lead I (-), Lead AVF (+) Sehingga dapat disimpulkan RAD Kesimpulan Axis: RAD Kesimpulan: AF RVR, infark high lateral, RAD
Hari III
Intepretasi EKG hari 3: 1. Menentukan irama jantung Pola interval RR ireguler Kesimpulan: Atrial Fibrilasi Rapid Ventricular Respon (AF RVR) 2. Menentukan heart rate HR: 11 x 10 = 160 x/m Kesimpulan: Takikardia 3. Menentukan Interval PR PR interval : sulit terkaji dikarenakan gelombang P tidak jelas ataupun tidak ada Kesimpulan: sulit terkaji dikarenakan terdapat AF RVR 4. Menentukan panjang gelombang QRS Panjang gelombang QRS: 2 kotak kecil (0,08 s) Normal Terdapat q patologis pada lead I, AVL (infark high lateral) Kesimpulan: infark high lateral 5. GELOMBANG ST ST Elevasi : tidak ditemukan ST Elevasi Terdapat ST Depresi pada lead V4-V5 (Iskemia lead V4-V5) 6. Menentukan axis jantung Lead I (-), Lead AVF (+) Sehingga dapat disimpulkan RAD Kesimpulan Axis: RAD Kesimpulan: AF RVR, infark high lateral, iskemia lead V4-V5, RAD
S. Hasil Pemeriksaan Penunjang PEMERIKSAAN
HASIL
NILAI NORMAL
Interpretasi
23/9/2019 Hemoglobin (HGB)
10,00 g/dL
11,4 - 15,1
Rendah , anemia
Leukosit (WBC)
33,01 x 103 /µL
4,7 - 11,3
Tinggi, infeksi dan inflamasi
Eritrosit (RBC)
3,94 x 106/µL
4-5
Rendah, anemia
Hematokrit
32,20%
38-42
Menandakan anemia
Trombosit
204 x 103 /µL
142-424
Normal
MCH
25,40 pg
27-31
Eritrosit mikrositik
MCHC
31,10 g/dL
32-36
Konsentrasi hb dalam eritrosit menurun, anemia
SGOT
8211 U/L
0-32
SGPT
4647 U/L
0-33
Tinggi, terjadi kerusakan organ semua organ yg memiliki enzim ini mengeluarkannya. Bukan hanya hati, karena albumin dalam batas normal
Albumin
3,97 g/dL
3,5-5,5
Normal
Glukosa Darah Sewaktu
82 mg/dL
3 cm
2-3 cm
Distensi 1-2 cm
Tidak ada distensi
5
Angina
Berat
Cukup berat
Sedang
Ringan
Tidak ada
6
Mual
Berat (>6x)
Cukup berat
Sedang (±3-4x)
Ringan (±12x)
Tidak ada
4
(±5-6x)
0-1 cm
NIC : Perawatan Jantung No 1
Intervensi Anjurkan pasien untuk bedrest
Rasional Bedrest dengan posisi
dan lakukan elevasi pasien semifowler (semi fowler)
Analisis
dapat
membuat
oksigen
dalam
paru-paru
semakin
meningkat
sehingga meringankan hasil
kesukaran bernapas. pemeriksaaan Untuk mengevaluasi -
2
Monitor
3
EKG setiap dalam 24 jam Monitor TTV (tekanan darah,
4
nadi) Monitor
intake,
output
umum pasien dan Keseimbangan
balance cairan dalam 24 jam 5
Kolaborasi
pemberian
fungsi jantung Untuk menilai keadaan cairan -
mempengaruhi kondisi
kardiovaskuler obat Untuk memberikan efek Terlampir
obatan penyakit jantung
penyembuhan terhadap
Drip amiodaron
penyakit atau keluhan
Inj furosemid
yang dirasakan
Obat warfarin 0-0-2 Pada
kasus
fibrilasi, dapat
atrial
amiodarone dipakai
kardioversi sinus
ke
untuk irama dan
mempertahankan irama sinus selama mungkin. Selain itu, amiodarone juga untuk 6
Monitor
respon
terapi-terapi diberikan -
yang
dapat
dipakai
mengendalikan
laju jantung. terhadap Untuk mengetahui telah efektivitas penggunaan terapi
Analisi Jurnal : Rhythm and rate control effects of intravenous amiodarone for atrial fibrillation complicated by acutely decompensated heart failure (Journal of Arrhythmia, 2013) Fibrilasi atrium (AF) terjadi pada 10-30% pasien dengan gagal jantung simptomatik, dan insidensinya meningkat menjadi sekitar 50% pada pasien dengan klasifikasi New York Heart Association (NYHA) derajat 4 dimana terjadi kegagalan dekompensasi berat. Penyebab kematian meningkat sekitar 35% pada pasien gagal jantung dengan AF. AF memperburuk hemodinamik dan fungsi jantung dengan menyebabkan laju ventrikel yang cepat, interval RR yang tidak teratur, dan hilangnya sinkronik fisiologis atrioventrikular. Ketika hemodinamik semakin buruk, fungsi jantung menurun lebih jauh dan meningkatkan persistensi AF. Ketika AF terjadi pada fase akut gagal jantung (AHF), detak jantung meningkat dengan cepat dan tekanan darah menurun, yang mengakibatkan syok kardiogenik pada beberapa pasien. Situasi ini memerlukan tindakan darurat, tetapi kardioversi listrik yang dilakukan dalam keadaan seperti itu seringkali tidak efektif, dan bahkan jika AF dihentikan, terjadi dalam banyak kasus langsung kambuh aritmia. Dalam hal terapi obat fase akut untuk AF komplikasi AHF, tidak ada obat dengan kemanjuran dan keamanan yang telah terbukti telah disetujui di Jepang, dan digoxin telah digunakan secara empiris dalam kasus-kasus seperti itu. Untuk kontrol laju selama AF dengan AHF, beta-blocker dan administrasi tambahan digoxin direkomendasikan sebagai terapi farmakologis Kelas I di Masyarakat Sirkulasi Jepang (JCS 2010) dan Pedoman Masyarakat Kardiologi (ESC) Eropa. Namun, pada pasien hemodinamik yang tidak stabil dengan AHF dan fungsi venicricular kiri rendah, penggunaan dosis beta-blocker yang memadai seringkali sulit karena efek inotropik negatif dari kelas obat ini. Meskipun amiodaron direkomendasikan sebagai pengganti betablocker dalam Pedoman JCS 2010, metode administrasi tidak ditentukan. Pada tahun 2010, amiodaron oral disetujui untuk AF disertai dengan disfungsi ventrikel kiri di Jepang. Omega-oral oral tampaknya efektif pada pasien AF dengan AHF; Namun, efeknya tidak langsung dan asupan oral bermasalah pada beberapa pasien yang sangat tidak stabil. Dengan demikian, pemberian intravena diinginkan, seperti yang direkomendasikan oleh Pedoman di negaranegara Barat. Di Jepang, amiodaron intravena disetujui untuk pengobatan ventricular tachycardia (VT) dan fibrilasi ventrikel (VF), tetapi tidak untuk AF bahkan pada pasien dengan AHF. Penggunaan amiodaron intravena dilaporkan aman bahkan terhadap penyakit jantung organik yang parah. Namun, hanya beberapa penelitian prospektif yang menyelidiki efeknya pada ritme dan kontrol laju dan keamanannya untuk pengobatan fase akut AF yang menyulitkan gagal jantung berat.
Dalam penelitian ini, peneliti menyelidiki secara prospektif keamanan dan kemanjuran amiodaron intravena, termasuk resolusi AF, pemeliharaan irama sinus, dan kontrol laju selama AF, sebagai perawatan fase akut AF pada pasien dengan AHF. Metode: Penelitian ini melibatkan 20 pasien berturut-turut (15 laki-laki; usia rata-rata, 67±8 tahun) dirawat karena AHF disertai AF dengan respons ventrikel cepat (rata-rata, 137±15 x / menit). Sebelas pasien memiliki AF onset baru-baru ini / transient / paroxysmal, dan 9 lainnya memiliki AF persisten persisten / lama. Injeksi Amiodarone diberikan selama 24 jam di bawah pemantauan EKG terus menerus sesuai dengan protokol yang digunakan untuk takiaritmia ventrikel di Jepang. Hasil: Pada 10 dari 11 pasien dengan AF onset baru-baru ini / transient / paroxysmal, AF dikonversi menjadi irama sinus pada rata-rata 5,8 jam setelah inisiasi amiodaron intravena. Pada pasien ini, denyut jantung selama AF berkurang dari 132±15 menjadi 101±20 x / menit (P