8 0 290 KB
A. PENGERTIAN ADHF Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. (Hanafiah, 2006). Gagal jantung merupakan gejala – gejala dimana pasien memenuhi ciri berikut: gejala – gejala gagal jantung, nafas pendek yang khas selama istirahat atau saat melakukan aktifitas, dan atau kelelahan; tanda – tanda retensi cairan seperti kongestif pulmonal atau pembengkakan tungkai (Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E, 2006) B. ETILOGI Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang paling umum adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau hilangnya otot jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler dengan hipertensi, atau berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi penyebab gagal jantung pada 70% dari pasien gagal jantung. Penyakit katup sekitar 10% dan kardiomiopati sebanyak 10% (Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al, 2011) Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana otot jantung secara struktur dan fungsionalnya menjadi abnormal dengan ketiadaan penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit katup, atau penyakit jantung kongenital lainnya] yang berperan terjadinya abormalitas miokard (Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al, 2008) Tabel 1 Penyebab Umum Gagal Jantung Oleh Karena Penyakit Otot Jantung
Penyakit Jantung Koroner Hipertensi Kardiomiopati
Banyak Manifestasi Sering dikaitkan dengan
hipertrofi
ventrikel kanan dan fraks injeksi Faktor genetic dan non – genetic (termasuk yang didapat seperti myocarditis) Hypertrophic (HCM), dilated (DCM), restrictive (RCM), arrhythmogenic right ventricular (ARVC), yang tidak terklasifikasikan
Obat – obatan
β - Blocker, calcium antagonists, antiarrhythmics, cytotoxic agent
Toksin
Alkohol, cocaine, trace elements (mercury, cobalt, arsenik) Diabetes mellitus, hypo/hyperthyroidism, Cushing syndrome, adrenal insufficiency, excessive growth hormone, phaeochromocytoma Defisiensi thiamine, selenium, carnitine. Obesitas, kaheksia Sarcoidosis, amyloidosis, haemochromatosis, penyakit jaringan ikat Penyakit Chagas, infeksi HIV, peripartum cardiomyopathy, gagal ginjal tahap akhir
Endokrin
Nutrisional Infiltrative Lainnya
Sumber : Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European Journal of Heart Failure. Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) 2008 : 1. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
2. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung asimptomatik. 3. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas. 4. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap. Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional yaitu : 1. Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik. 2. Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa. 3. Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa ringan. 4. Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat. C. TANDA DAN GEJALA Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang sering tidak spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat disebabkan pleh kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang diidentifikasikan pada pasien dengan gejala ini. variasi bentuk penyakit pulmonal termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara klinis dengan gagal jantung (Lindenfeld J, 2010) Gambaran Klinis yang Gejala
Tanda
Dominan Edema perifer/ kongesti
Sesak napas, kelelahan, Edema Anoreksia
peningkatan
Perifer, vena
jugularis,
edema
pulmonal, hepatomegaly, asites,
overload
cairan
(kongesti), kaheksia Edema pulmonal
Sesak napas yang berat Crackles atau rales pada paru-paru bagian atas, saat istirahat efusi, Takikardia, takipnea Syok kardiogenik (low Konfusi, kelemahan, Perfusi perifer yang buruk, Systolic Blood output syndrome) dingin pada perifer Pressure (SBP) < 90mmHg, anuria atau oliguria Tekanan darah tinggi Sesak napas Biasanya terjadi peningkatan tekanan (gagal jantung darah, hipertrofi ventrikel hipertensif) kiri Gagal jantung kanan
Sesak napas, kelelahan
Bukti disfungsi ventrikel kanan, peningkatan JVP, edema perifer, hepatomegaly, kongesti usus. Sumber : Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European Journal of Heart Failure
Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated Heart Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara lain tertera dalam tabel berikut. Volume Overload a. b. c. d. e.
Dspneu saat melakukan kegiatan Orthopnea Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) Ronchi Cepat kenyang
f. Mual dan muntah g. Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegaly h. Distensi vena jugular i. Reflex hepatojugular j. Asites k. Edema perifer Hipoperfusi a. b. c. d. e. f.
Kelelahan Perubahan status mental Penyempitan tekanan nadi Hipotensi Ekstremitas dingin Perburukan fungsi ginjal
D. PATOFISIOLOGI ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung (Price, 2005). Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air. Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan
terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF (Price, 2005). Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. B endungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru (Price, 2005). Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer (Price, 2005). Sedangkan menurut Mc.Bride BF, White M, dalam Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology tahun 2010 patofisiologi ADHF yakni Ketidakmampuan dan kegagalan jantung memompa darah secara langsung menciptakan suatu keadaan hipovolemik relatif yang lebih dikenal dengan arterial underfilling. Selain itu respon terhadap faktor – faktor neurohormonal (seperti sistem saraf simpatis, renin – angiotensin – aldosterone system, arginine vasopressin dan endotelin – 1) menjadi teraktivasi untuk mempertahankan euvolemia yang menyebabkan retensi cairan, vasokonstriksi, atau keduanya. Pada
pasien tanpa gagal jantung, respon ini untuk mengakhiri volume cairan yang telah dipertahakan (Mc.Bride BF, White M, 2010) Aktivasi neurohormonal juga menstimulasi aktivasi sitokin proinflamasi dan mediator – mediator apoptosis miosit. Elevasi neurohormonal dan imunomodulator yang diamati pada pasien dengan ADHF yang dikaitkan dengan perburukan gejala gagal jantung dan perburukan prognosis pasien . Pada pasien dengan gagal jantung, aktivasi sistem saraf simpatik mencegah terjadinya arterial underfilling yang meningkatkan cardiac output sampai toleransi berkembang dengan dua mekanisme. Pertama, myocardial 1 – receptor terpisah dari second messenger protein, yang mengurangi jumlah cyclic adenosine 5¸-monophosphate (cAMP) yang dibentuk untuk sejumlah interaksi reseptor ligan tertentu. Kedua, mekanisme dephosphorylation menginternalisasi 1-reseptor dalam vesikula sitoplasma di miosit tersebut. Bahkan dengan latar belakang tingkat toleransi., peningkatan marker akut pada katekolamin diamati di antara pasien dengan ADHF masih mengangkat cAMP miokard, meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler dan tingkat metabolisme anaerobik. Hal ini dapat meningkatkan risiko tachyarrhythmias ventrikel dan kematian sel terprogram. Selain itu, overdrive simbol-menyedihkan menyebabkan ditingkatkan 1-reseptor rangsangan tidak mengakibatkan toleransi dan meningkatkan derajat vasokonstriksi sistemik, meningkatkan stres dinding miokard. Selanjutnya, peningkatan vasokonstriksi sistemik mengurangi tingkat filtrasi glomerulus, sehingga memberikan kontribusi bagi aktivasi sistem renin angiotensin aldosterone (Mc.Bride BF, White M, 2010) E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006): 1. Laboratorium : (1) Hematologi : Hb, Ht, Leukosit. (2) Elektrolit : K, Na,
Cl, Mg. (3) Enzim Jantung (CK-MB , Troponin, LDH). (3) Gangguan fungsi ginjal dan hati : B UN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT. (4) Gula darah. (5) Kolesterol, trigliserida. (6) Analisa Gas Darah 2. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya : (1) Penyakit jantung koroner :
iskemik, infark. (2) Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hypertrophy). (3) Aritmia. (4) Perikarditis.
3. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya : (1) Edema alveolar. (2)
Edema interstitials. (3) Efusi pleura. (4) Pelebaran vena pulmonalis. (5) Pembesaran jantung. (6) Echocardiogram menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung. (7) Radionuklir. (8)Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri. (9) Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard 4. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen)
bertujuan untuk : (1) Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru. (2) Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung. (3) Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung. (4) Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent. (5) Mengetahui beratnya lesi katup jantung. (6) Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner. (7) Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi ventrikel kiri).(8) Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner 5. Echocardiogram - Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
F.
PENATALAKSANAAN MEDIS Terapi untuk pasien acute decompensated heart failure tidak berubah
secara signifikan selama 30 tahun. Algoritma terhadap acute decompensated heart failure yang digunakan untuk mengevaluasi diagnostik dan prognostik pasien dengan ADHF antara lain yaitu : Penatalaksanan untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006): 1.
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a.
Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b.
Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahanbahan farmakologis
c.
Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet dan istirahat.
d.
Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya )
e.
Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
2.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. FC I
: Non farmakologi
b. FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik, digitalis. c. FC IV 3.
: Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
Terapi non farmakologis meliputi : 1) Diet rendah garam ( pembatasan natrium ) 2) Pembatasan cairan 3) Mengurangi berat badan 4) Menghindari alkohol 5) Manajemen stress 6) Pengaturan aktivitas fisik
4.
Terapi farmakologis meliputi :
a. Digitalis,
untuk
meningkatkan
kekuatan
kontraksi
jantung
dan
memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin. b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi edema paru. Misal : furosemide ( lasix ). c. Vasodilator,
untuk mengurangi impedansi
( tekanan ) terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah. Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ). Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll. e. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin ) 1) Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan produksi urine pada syok kardiogenik. 2) Dobutamin
menstimulasi
adrenoreseptor
di
jantung
sehingga
meningkatkan kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan.
G.
PATHWAY
H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ADHF 1. PENGKAJIAN pengkajian : meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku/bangsa, agama, status, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik. Identitas penanggung meliputi nama orang tua/wali, pekerjaan dan alamat. a.
Status Kesehatan Saat Ini 1. Keluhan Utama a. Saat MRS : sesak nafas b. Saat Pengkajian : badan terasa lemas, nafas agak sesak. 2. Alasan MRS dan Perjalanan Penyakit Saat Ini Pasien menjalani MRS tgl 13 juli 2009. Pasien mengeluh sesak nafas sejak sehari sebelum MRS. Sesak dirasa semakin memberat. Sesak tidak berkurang dengan istirahat. Pasien mengeluh batuk sejak 3 bulan yanglalu, dahak positif kental dan sulit untuk dikeluarkan. Dahak berwarna putih kekuningan. Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian atas sejak tiga hari sebelum MRS. Nyeri dirasa seperti menusuk. Riwayat demam tidak ada, keringat malam tidak ada. Nafsu makan menurun. Saat pengkajian, pasien mengeluh badan masih terasa lemas, nafas sedikit sesak.. 3. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasinya Keluarga pasien mengatakan, pasien sempat dibawa berobat ke dokter suasta, tapi keluhan tidak berkurang..
b.
Status Kesehatan Masa Lalu 1)
Penyakit Yang Pernah Dialami Menurut keluarga, pasien tidak pernah mengalami penyakit tertentu sebelumnya.
2)
Alergi: Keluarga pasien mengatakan pasien tidak mempunyai riwayat
alergi terhadap obat-obatan ataupun makanan. c.
Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang menderita
penyakit yang sama seperti yang dialami pasien sekarang dan ada riwayat penyakit hipertensi di keluarga. d.
Diagnosa Medis dan Therapy
Diagnosa Medis : ADHF st B, susp. HHD/FC IV HT St. II. Therapy : a. O2 2-4 lt/mt b. IVFD NS 8tts/mt c. Furosemid 40-0-0 d. Spironolakton 100-0-0 e. ISDN 3x5mg f. Captopril 2x25mg g. Digoksin 1×0,25 h. As. Folat 2x2gr i. CaCo3 3×1 j. Antacid 3xcth 1 2. Data Bio, Psiko, Sosial, Spiritual a. Data Biologis 1. Bernapas Pasien mengatakan masih merasa sesak, baik menarik ataupun menghembuskan napas. Batuk sudah berkurang tetapi lebih sering dimalam hari. 2. Makan dan Minum Pasien mengatakan tidak bisa menghabiskan makanan yang diberikan di rumah sakit oleh karena merasa sesak, pasien mengatakan minum ± 1000 cc/hari. 3. Eliminasi
Saat pengkajian pasien mengatakan belum BAB dari kemarin, pasien biasa BAB 1 kali sehari. Produksi urine 100cc/3jam, urin agak pekat. 4. Tidur dan Istirahat Saat pengkajian pasien mengatakan sulit tidur oleh karena masih merasa sesak.pasien mengatakan kadang berkeringat pada malam hari, pasien mengatakan sebelum sakit biasa tidur ± 8 jam/hari. 5. Gerak dan Aktivitas Pasien mengatakan badannya masih terasa lemas dan cepat lelah. pasien mengatakan merasa dada berdebar bila terlalu banyak bergerak dan merasa pusing. 6. Kebersihan Diri Saat pengkajian pasien tampak bersih, pasien mandi di TT dibantu oleh keluarga dan perawat 7. Pengaturan Suhu Tubuh Saat pengkajian pasien tidak mengalami panas badan. Pasien mengatakan nyaman dengan suhu lingkungan dikamarnya. b. Data Psikologis 1. Rasa Nyaman Pasien mengatakan merasa agak lemas, kesemutan pada kaki dan pusing. 2. Rasa Aman Pasien mengatakan mengetahui dirinya menderita sakit jantung. Pasien khawatir dengan kondisinya sekarang oleh karena takut penyakitnya semakin bertambah berat c. Data Sosial Hubungan antar keluarga baik, komunikasi dengan perawat baik dan lancar. Pasien kooperatif saat menjawab pertanyaan yang diberikan perawat. d. Data Spiritual
Pasien beragama Hindu, saat pengkajian pasien mengatakan hanya berdoa di tempat tidur, pasien berdoa agar cepat sembuh dan bisa cepat pulang serta yakin akan dibantu oleh tuhan. e.
Pengetahuan Pasien mengatakan sudah mengetahui dan sudah mendapat penjelasan mengenai penyakitnya dan pasien berharap bisa cepat sembuh.
3. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Tingkat Kesadaran : compos mentis. Bangun tubuh kurus, gerak motorik aktif terkoordinasi, turgor kulit baik, kulit lembab. GCS : E = 4, V = 5, M = 6 b. Ukuran-Ukuran BB sebelum dan sesudah sakit = 50 kg c. Tanda-Tanda Vital TD : 130/90 mmHg
Temp: 36 oC
RR : 26 x/mnt
Nadi : 90 x/mnt
d. Keadaan Fisik 1. Kepala dan Leher Bentuk kepala simetris, nyeri tekan tidak ada, distribusi rambut merata, kebersihan kepala cukup. Vena jugularis tampak menonjol. 2. Dada: Bentuk simetris, pergerakan dada simetris, retraksi otot dada ada, ronchi (+),suara jantung S1-S2iregular. 3. Payudara dan Ketiak Nyeri tekan tidak ada. 4. Abdomen: Hepar tidak teraba, peristaaltik positif.
5. Genetalia Tidak ada kelainan. 6. Integumen Warna kulit sawo matang, kebersihan cukup. 7. Ekstremitas Atas: Pergerakan tangan kiri & kanan terkoordinasi, bengkak tidak ada, terpasang IVFD NS 8 tts/menit pada tangan kiri, lembabab Bawah: Pergerakan normal terkoordinasi, lembab 8. Pemeriksaan neurologis a) Status mental dan emosi: pasien tidak mengalami disorientasi orang, tempat dan waktu. Emosi pasien stabil b) Fungsi psikomotorik: pasien tidak mengalami kelemahan pada ekstrimitas atas dan bawah c) Psiko sensori: pengelihatan normal, reflek pupil positif isokhor. d) Pemeriksaan Penunjang 1. Data Laboratorium DL (tgl 13 juli 2009)
AGD ( 13 juli 2009)
WBC 8,52
RBC
3,64
PH
7,42
PCO2
38
HGB
11,2
HCT
34,9
PO2 185
HCO3- 24,6
MCV
95,8
MCH
30,7
HCO3 Std 25,2
BE
PLT
330
SO2 100%
KIMIA (22juli 2009) BUN 5,80 Na
Ureum 140,81
137,40 Ka 5,30
Creat 2,82 2. Data hasil thorak P-A : Kesan kardio megali +edema paru. 3. Hasil EKG : Irama AF, respon 100x/mt, axis normal, episode flutter di V1-V3 Kesan susp. LVH
0,2
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Nyeri Akut b.d. iskemi jaringan b. Penurunan kardiak output berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokar c. Risiko kambuh berhubungan dengan ketidaktahuan mengenai perawatan gagal jantung. d. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu. e. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan f.
Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels,wheezing.
g. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah di daerah perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna kuku pucat atau sianosis.
5. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Diagnosa Kolaborasi
Keperawatan/
Masalah Rencana keperawatan
Kelebihan Volume Cairan Berhubungan dengan : - Mekanisme pengaturan melemah - Asupan cairan berlebihan DO/DS : Berat badan meningkat pada waktu yang singkat Asupan berlebihan dibanding output Distensi vena jugularis Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales atau crakles), , pleural effusion Oliguria, azotemia Perubahan status mental, kegelisahan, kecemasan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC : NIC : Electrolit and acid base a. Pertahankan catatan intake dan output yang balance akurat Fluid balance b. Pasang urin kateter jika diperlukan Hydration c. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi Setelah dilakukan tindakan cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin ) keperawatan selama …. d. Monitor vital sign Kelebihan volume cairan e. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan teratasi dengan kriteria: (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, Terbebas dari edema, efusi, asites) anaskara f. Kaji lokasi dan luas edema Bunyi nafas bersih, tidak g. Monitor masukan makanan / cairan ada dyspneu/ortopneu h. Monitor status nutrisi Terbebas dari distensi vena i. Berikan diuretik sesuai interuksi jugularis, j. Kolaborasi pemberian obat: Memelihara k. Monitor berat badan tekanan vena sentral, l. Monitor elektrolit tekanan kapiler paru, m. Monitor tanda dan gejala dari odema output jantung dan vital sign DBN Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau bingung
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan : Tirah Baring atau imobilisasi Kelemahan menyeluruh Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan Gaya hidup yang dipertahankan. DS: Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan. Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas. DO :
Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas Perubahan ECG :
Intervensi
NOC : NIC : Self Care : ADLs Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan Toleransi aktivitas aktivitas Konservasi eneergi Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan Setelah dilakukan tindakan Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat keperawatan selama …. Pasien Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi bertoleransi terhadap aktivitas dengan secara berlebihan Kriteria Hasil : Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas Berpartisipasi dalam aktivitas fisik (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, tanpa disertai peningkatan tekanan perubahan hemodinamik) darah, nadi dan RR Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien Mampu melakukan aktivitas sehari Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam hari (ADLs) secara mandiri merencanakan progran terapi yang tepat. Keseimbangan aktivitas dan Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang istirahat mampu dilakukan Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
aritmia, iskemia
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Hasil Masalah Kolaborasi Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load dan afterload, kontraktilitas jantung. DO/DS: - Aritmia, takikardia, bradikardia - Palpitasi, oedem - Kelelahan - Peningkatan/penurunan JVP - Distensi vena jugularis - Kulit dingin dan lembab - Penurunan denyut nadi perifer - Oliguria, kaplari refill lambat - Nafas pendek/ sesak nafas - Perubahan warna kulit - Batuk, bunyi jantung S3/S4 - Kecemasan
Intervensi
NOC : NIC : Evaluasi adanya nyeri dada Cardiac Pump effectiveness Catat adanya disritmia jantung Circulation Status Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac Vital Sign Status putput Tissue perfusion: perifer Monitor status pernafasan yang menandakan gagal Setelah dilakukan asuhan jantung selama………penurunan kardiak output klien teratasi dengan kriteria Monitor balance cairan Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan hasil: antiaritmia Tanda Vital dalam rentang normal Atur periode latihan dan istirahat untuk (Tekanan darah, Nadi, respirasi) menghindari kelelahan Dapat mentoleransi aktivitas, tidak Monitor toleransi aktivitas pasien ada kelelahan Tidak ada edema paru, perifer, dan Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu tidak ada asites Anjurkan untuk menurunkan stress Tidak ada penurunan kesadaran Monitor TD, nadi, suhu, dan RR AGD dalam batas normal Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau Tidak ada distensi vena leher berdiri Warna kulit normal Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen Sediakan informasi untuk mengurangi stress Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas jantung Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus perifer Minimalkan stress lingkungan
DAFTAR PUSTAKA Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus Guidelines in the Management of acute decompensated heart failure. California : 41st ASHP Midyear Clinical Meeting; 2006 [diakses: 2015 Mei 30]. Available.fromwww.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios _06.pdf. Lindenfeld J. Evaluation and Management of Patients with Acute Decompensated Heart Failure. Journal of Cardiac Failure [serial on the internet]. 2010 Jun [diakses 2015 Mei 31]; 16 (6): [about 23 p]. Available from http://www.heartfailureguideline.org/assets/document/2010_heart_f ailure_guideline_sec_12.pdf. Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European Journal of Heart Failure [serial on the internet]. 2008 Aug [diakses 2015 Mei 30]. Available fromhttp://eurjhf.oxfordjournals.org/content/10/10/933.full.pdf #page= 1&view=FitH. Mc.Bride BF, White M. Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology. 5Journal of Medicine [serial on the internet]. 2010 [diakes 2015 Mei 300]. Available fromhttp://www.medscape.com/viewarticle/459179_3 Hanafiah, A. 2006. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Hollander JE. Current Diagnosis of Patients With Acute Decompensated Heart Failure. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2001 [diakes 2015 Mei 30]. Available from www.emcreg.org. Tallaj JA, Bourge RC. The Management of Acute Decompensated Heart Failure. [monograph on the internet]. Birmingham : University of Alabama; 2003 [diakes 2015 Mei 30]. Available fromhttp://www.fac.org.ar/tcvc/llave/c038/bourge.PDF Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To Cclassification Aand Treatment. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2004 [diakses 2015 Mei 30]. Available from www.emcreg.org. Price A.S Wilson L.M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit-edisi 6. 2005. EGC. Jakarta.