LP Nyeri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN 1.1



Pengertian Nyeri Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual. Dikatakan individual karena respon setiap individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu sama lain. Secara sederhana nyeri di artikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lainlain (Asmadi, 2008). Nyeri juga dapat di artikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersisksa, menderita yang pada akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis dan lain-lain (Andina, 2017). Nyeri merupakan suatu kondisi lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat bersifat individual. Stimulus dapat berupa stimulus fisik dan atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu (Haswita & Sulistyowati, 2017). Dari beberapa pengertian diatas dapat disempulkan bahwa nyeri adalah suatu sensasi tidak menyenangkan baik secara fisik maupun emosional yang dapat berhungan dengan kerusakan jaringan atau faktor lain sehingga seseorang merasa tersiksa, menderita sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain.



1.2



Faktor-faktor Nyeri Menurut Haswita & Sulistyowati (2017) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri diantaranya yaitu :



a. Usia Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri, khusunya pada anak-anak dan lansia. Perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil (bayi) mempunyai kesulitan mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri. Sedangkan pada lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas kesehatan. b. Jenis kelamin Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu ternyata erat hubungannya dengan jenis kelamin. Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang secara genetik berperan dalam perbedaan jenis kelamin. Di beberapa kebudayaan menyebutkan bahwa anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin. Meskipun penelitian tidak menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan nyerinya. Pengobatan ditemukan lebih



sedikit



pada



perempuan.



Perempuan



lebih



suka



mengkomunikasikan rasa sakitnya, sedangkan laki-laki menerima analgesik oploid lebih sering sebagai pengobatan untuk nyeri. c. Kebudayaan Kebudayaan dan nilai-nilai budaya dapat mempengaruhi cara individu untuk mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap dikaitkan dengan nyeri diberbagai kelompok budaya.



d. Perhatian Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri yang dirakan. e. Ansietas Hubungan antara nyeri dan ansietas (cemas) bersifat kompleks. Ansietas sering sekali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas. f. Pengalaman terdahulu Individu



yang



mempunyai



pengalaman



yang



multiple



dan



berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri dibandingkan dengan orang yang hanya mengalami sedikit nyeri. Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun, hal ini tidak selalu benar. Sering kali, lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang dialami, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa yang menyakitkan yang akan diakibatkan. g. Gaya koping Mekanisme koping individu sangat mempengaruhi cara setiap orang dalam mengatasi nyeri. Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalankan perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. h. Dukungan keluarga dan sosial Faktor lain juga dapat mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mendapatkan dukungan,



mambantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal yang khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri. 1.3



Intensitas Nyeri Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respons fisiologis tubuh terhadap nyeri itu sendiri, namun pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri. Penilaian terhadap intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala diantaranya yaitu : a. Skala penilaian numerik Penilaian nyeri menggunakan skala penilaian Numerical Rating Scale (NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik (Mubarak et al., 2015).



Keterangan : 0 : tidak nyeri 1-3 : nyeri ringan secara objektif pasien mampu berkomunikasi dengan baik. 4-6 : nyeri sedang secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti perintah dengan baik.



7-9 : nyeri berat secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan posisi alih napas panjang dan distraksi. 10 : pasien sudah tidak mampu berkomunikasi, memukul. b. Pain diagram Diagram ini dapat digunakan untuk membantu menentukan letak posisi nyeri, seperti tipe nyeri yang dirasakan. Diagram dilengkapi dengan gambar tubuh manusia dan disertai instruksi mengenai tipe nyeri yang dirasakan (Asmadi, 2008)



c. Face pain rating scale Skala ini digunakan untuk evaluasi nyeri pada pasien pediatrik. Skala ini menggambarkan sketsa wajah masing-masing dengan nilai angka, dimulai dengan ekspresi senang, senyum sampai dengan sedih dan menangis dengan tidak nyeri sampai dengan nyeri yang sangat parah (Asmadi, 2008).



d. Catatan harian Digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar dinamika nyeri yang dirasakan dengan aktivitas sehari-hari secara continue (Asmadi, 2008).



1.4



Patofisiologi Nyeri Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K + ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan / inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangasng nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K + ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosisepto. Bila nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi



dan



juga



menghasilkan



vasodilatasi



dan



meningkatkan



permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan migrain. Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri (Silbernagl & Lang, 2000). Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawa ini.



1.5



Kalsifikasi Nyeri Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, tidak melebihi enam bulan, serta ditandai dengan adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari enam bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikomatis. Table berikut ini menunjukkan pembagian nyeri ke dalam beberapa kategori ditinjau dari sifat terjadinya, diantaranya nyeri tertusuk dan nyeri terbakar. Tabel 1.1 Perbedaan nyeri akut dan kronis (Uliyah dan Hidayat, 2009) Karakteristik Pengalaman Sumber Serangan



Nyeri Akut Suatu kejadian Sebab eksternal penyakit dari dalam Mendadak



Waktu



Sampai enam bulan



Pernyataan Nyeri



Daerah nyeri tidak diketahui dengan pasti



Gejala-gejala klinis



Pola respons yang khas dengan gejala yang lebih jelas Terbatas



Pola Perjalanan



atau



Biasanya berkurang setelah beberapa saat



Nyeri Kronis Suatu situasi, status eksistensi Tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama Bisa mendadak, berkembang, atau terselubung Lebih dari enam bulan, sampai bertahun-tahun Daerah nyeri sulit dibedakan intensitasnya, sehingga sulit dievaluasi (perubahan perasaan). Pola respons yang bervariasi, sedikit gejalagejala (adaptasi) Berlangsung terus sehingga dapat bervariasi Penderitaan meningkat setelah beberapa saat



BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HERNIA INGUINALIS DENGAN NYERI 2.1



Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan adalah suatu bagian dari komponen proses keperawatan sebagai suatu usaha perawat dalam menggali permasalahan yang ada di pasien meliputi pengumpulan data tentang status kesehatan pasien



yang



yang



dilakukan



secara



sistematis,



menyeluruh



atau



komprehensif, akurat, singkat dan berlangsung secara berkesinambungan (Muttaqin, 2010). Pada pasien dengan nyeri akut dalam kategori fisiologis dengan subkategori nyeri dan kenyamanan, perawat harus mengkaji data mayor dan minor yang tercantum dalam buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017). Tanda dan gejala mayor diantaranya yaitu subyektif (mengeluh nyeri), objektif (tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Tanda dan gejala minor diantaranya yaitu objektif (tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis. Untuk membantu klien dalam mengutarakan masalah/keluhannya secara lengkap, pengkajian yang bisa dilakukan oleh perawat untuk mengkaji karakteristik nyeri bisa menggunakan pendekatan analisis symptom (Andarmoyo, 2013). P



Propokatif atau paliatif



Q



Kualitas atau kuantitas



R



Regional/area/terpapar/radiasi



S



Skala keparahan



T



Timing atau waktu



Apakah yang menyebabkan gejala? Apa saja yang dapat mengurangi dan memperberatnya? Bagaimana gejala (nyeri) dirasakan, sejauh mana Anda merasakannya sekarang? Dimana lokasi nyeri dirasakan?Apakah menyebar? Seberapa keparahan dirasakan (nyeri dengan skala berapa)? (1-10) Kapan mulai timbul? Seberapa sering gejala terasa? Apakah tiba-tiba atau bertahap?



Adapun pengkajian menurut (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010) sebagai berikut: a. Data Subjektif 1) Sebelum Operasi a) Keluhan Terdapat benjolan di selangkangan atau kemaluan. Nyeri di daerah benjolan meski jarang dijumpai kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau daerah paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual-muntah, kembung, konstipasi. Pada saat bayi menangis atau mengejan dan batuk-batuk kuat timbul benjolan. Pada hernia strangulata suhu badan dapat meninggi atau normal. b) Riwayat Penyakit Sekarang Merasa



ada



benjolan



di



skrotum



atau



kadang-kadang



mengecil/menghilang. Bila menangis, batuk, mengangkat benda berat akan timbul benjolan lagi, timbul rasa nyeri pada benjolan disertai mual-muntah. Akibat komplikasi terdapat shock, demam, asidosis metabolik, abses, fistel, peritonitis. c) Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat batuk kronis dan tumor intraabominal, bedah abdominal. d) Riwayat Psikososial Klien merasa terganggu dengan adanya penyakit, klien tidak dapat beraktivitas dengan bebas. 2) Sesudah Operasi Keluhan yang dapat dirasakan oleh pasien setelah melakukan operasi hernia yaitu nyeri didaerah operasi, lemas, pusing, mual dan kembung.



b. Data Objektif 1) Inspeksi Hernia reponsibel terdapat benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang setelah berbaring. Hernia inguinalis lateralis : muncul benjolan di region inguinalis yang berjalan dari lateral ke medial, tonjolan berbentuk lonjong. Medialis : tonjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk bulat. Hernia skrotalis : benjolan yang terlihat sampai skrotum yang merupakan tonjolan lanjutan dari hernia inguinalis lateralis. Hernia femoralis : benjolan di bawah ligamentum inguinal. Hernia epigastrika : benjolan di linea alba. Hernia umbilikal : benjolan di umbilikal. Hernia perineum : benjolan di perineum. 2) Palpasi Caranya : trik tengah antar SIAS dengan tuberkulum pubicum (AIL) deitekan lalu pasien disuruh mengejan. Jika terjadi penonjolan di sebelah medial maka dapat diasumsikan bahwa itu hernia inguinalis medialis. Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum (AIL) ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateral titik yang kita tekan maka dapat diasumsikan bawha itu hernia inguinalis lateralis. 3) Perkusi Bila didapatkan perkusi perut kembung maka harus dipikirkan kemungkinan hernia strangulata. Hipertimpani terdengar pekak. 4) Auskultasi Hiperperistaltik didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang mengalami obstruksi usus (hernia inckarserata) 5) Colok dubur Tonjolan hernia yang nyeri yang merupakan Howshipromberg (hernia obtutaratoria)



6) Pemeriksaan test diagnostik Rontgent, USG 7) Tanda-tanda vital Temperatur meningkat, pernafasan meningkat, nadi meningkat, tekanan darah meningkat. 8) Hasil laboratorium Leukosit > 10.000 – 18.000 / mm3 . Serum elektrolit meningkat.