LP Nyeri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN RASA NYAMAN : NYERI



DISUSUN OLEH : YULIANA P1905039



PROGRAM PROFESI NERS STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN TAHUN AJARAN 2019/2020



A. Pengertian Nyeri merupakan suatu sensasi yang tidak menyenangkan. Baik secara sensori mau pun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu jaringan atau factor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain (Asmadi, 2008). Nyeri



merupakan



pengalaman



sensori



dan



emosional



yang



tidak



menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, yang menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan–bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009). Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang dalam hal skala ataupun tingkatanya, hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan (IASP, 1979).



B. Fisiologis/ Pengantar Perjalanan nyeri merupakan suatu rangkaian proses neurofisiologis komplek yang disebut dengan nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat proses komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri). Proses tranduksi, proses dimana stimulus noksius diubah ke implus elektrikal pada ujung saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisika kimia, suhu diubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer atau organ tubuh (reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan menyebabkan sintesa prostaglandin, yang mana prostaglandin



akan menyebabkan sensitasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitiasasi perifer. Proses transmisi, proses penyaluran implus melalui saraf sensorik lanjutan proses transduksi melalui serabut A delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, yang mana implus tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamus dan sebagian ke traktus spinoretikularis, Traktus spinoretikularis tertama membawa rangsangan dari orang yang lebih dalam dan visceral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut saraf mempunyai sinaps interneuron dengan saraf berdiameter besar gan bermielin. Selanjutnya implus disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri. Proses modulasi, proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara system analgesic endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan implus nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesic endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada setiap orang. Persepsi, hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai presepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai dikskriminasi dari sensorik. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syarag bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri disebut juta (nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga tidak bermiyelin dari syaraf aferen (Anas Tamsuri, 2007: Bahrudin, 2017).



Pathways : Stimulasi nyeri ↓ Pelepasan mediator nyeri ↓ Merangsang Nosiresptor ↓ Dihantarkan serabut tipe A delta dan serabut tipe C ↓ Implus nyeri diteruskan ke medulla spinalis



System aktivasi retikuler



Area grosea periakueduktus











Talamus, hipotalamus, system limbrik



Talamus



Otak (kortesk somatosensorik) ↓ Persepsi nyeri (Perry & Potter, 2006; Newton John TRO, 2003; Amas Tamsuri, 2007; Bahrudin, 2017)



C. Penilaian Nyeri 1.



Skala Deskriptif Verbal (VDS) Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak nyeri” sampai “nyeri tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan (Potter & Perry, 2006). Gambar :



2.



Skala Penilaian Numerik (NRS) Skala penilaian numerik atau numeric rating scale (NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10 (Meliala & Suryamiharja, 2007). Gambar :



3.



Skala Analog Visual (VAS) VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry, 2006). Gambar :



4.



Skala Nyeri Wajah Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat



sedih sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat) (Potter & Perry, 2006).



Gambar :



D. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Nyeri 1.



Usia, usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai contoh anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa nyarinya, sementara lansia mungkin tidak akan melaporkan nyerinya dengan alasan nyeri merupakan sesuatu yang harus mereka terima (Potter & Perry, 2006).



2.



Jenis kelamin, secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin misalnya ada yang menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus 22 berani dan tidak boleh menangis sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama (Rahadhanie dalam Andari, 2015)



3.



Kebudayaan keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengruhi individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang ajarkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka (Rahadhanie dalam Andari, 2015).



4.



Perhatian tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat. Sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, misalnya pengalihan pada distraksi (Fatmawati, 2011).



5.



Ansietas, ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri. Namun nyeri juga dapat menimbulkan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian system limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas (Wijarnoko, 2012).



6.



Kelemahan, kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping (Fatmawati, 2011).



7.



Pengalaman sebelumnya, setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya jika individu mengalami jenis nyeri yang sama berulang-ulang tetapi nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan akan lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri (Rahadhanie dalam Andari, 2015).



8.



Gaya koping, gaya koping mempengaruhi individu dalam mengatasi nyeri. Sumber koping individu diantaranya komunikasi dengan keluarga, atau melakukan latihan atau menyanyi (Ekowati, 2012).



9.



Dukungan keluarga dan social, kehadiran dan sikap orang-orang terdekat sangat berpengaruh untuk dapat memberikan dukungan, bantuan, perlindungan, dan meminimalkan ketakutan akibat nyeri yang dirasakan, contohnya dukungan keluarga (suami) dapat menurunkan nyeri kala I, hal ini dikarenakan ibu merasa tidak sendiri, diperhatikan dan mempunyai semangat yang tinggi (Widjanarko, 2012).



10. Makna nyeri, individu akan berbeda-beda dalam mempersepsikan nyeri apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan wanita yang mengalami nyeri cidera kepala akibat dipukul pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2006).



E. Jenis Nyeri 1.



Berdasarkan sumbernya : a.



Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar), nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi ex: terkena ujung pisau atau gunting.



b.



Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri akibat stimulasi organ-organ internal, nyeri dapat menyebar ke beberapa arah. Nyeri dapat terasa lebih tajam, tumpul. Sensasi pukul (angina pectoris), sensasi terbakar ( ulkus lambung).



c.



Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.



d.



Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan. (Prasetyo, 2010)



2.



Berdasarkan penyebab. a.



Agen cidera fisik



: Penyebab nyeri karena trauma fisik.



b.



Agen cidera biologi



: Penyebab nyeri karena kerusakan fungsi organ atau jaringan tubuh.



c.



Agen cedera psikologi : Penyebab nyeri yang bersifat psikologik seperti kelainan organik, neurosis traumatik, skizofrenia.



d. 3.



Agen cedera kimia



: Penyebab nyeri karena bahan atau zat kimia.



Berdasarkan lama/durasinya a.



Nyeri akut Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 3 bulan. awitan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri (NANDA, 2018)



b.



Nyeri kronik Nyeri kronik berlangsung lebih dari 3 bulan. sumber nyeri bisa diketahui atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan. Penginderaan nyeri lebih dalam sehingga penderita sulit menunjukkan lokasinya. Dampak nyeri penderita mudah tersingguung dan insomnia. Nyeri kronis biasanya hilang timbul dalam periode waktu tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri (sakit kepala migrant).



4.



Berdasarkan lokasi/letak a.



Radiating pain



: Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain).



b.



Intractable pain : Nyeri yang sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna).



c.



Phantom pain



: Sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (ex: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis.



F. Pengkajian Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang efektif. Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor psikologis, fisiologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yakni: 1.



Pengkajian a.



Asuhan keperawatan klien yang mengalami nyeri



b.



Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien



c.



Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif



terhadap pengalaman subjektif. 2.



Hal-Hal Yang Perlu Dikaji a.



Karakteristik Nyeri (PQRST) P (Provokative) : faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri Q (quality):seperti apa-> tajam, tumpul, atau tersayat R (region) : daerah perjalanan nyeri S (severity/SKALA NYERI) : keparahan / intensitas nyeri T (time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri



b.



Hal-hal yang perlu dikaji : 1) Lokasi Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik minta klien untuk menunjukkan area nyerinya, bisa dengan bantuan gambar. Klien bisa menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri. 2) Intensitas nyeri



Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk menetukan intensitas nyeri pasien. 3) Kualitas nyeri Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuktusuk.Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya.Sebab informasi berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri.



4) Pola Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri. Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul. 5) Faktor presipitasi Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri sebagai contoh, aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, factor lingkungan ( lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas), stressor fisik dan emosionaljuga dapat memicu munculnya nyeri. 6) Gejala yang menyertai Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare.Gejala tersebut



dapat



disebabkan



awitan



nyeri



atau



oleh



nyeri



itu



sendiri. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari.Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian klien akan membantu perawat memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, napsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas dirumah, aktivitas diwaktu senggang serta status emosional. 7) Sumber koping Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri.Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya. 8) Respon afektif



Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat, dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan banyak factor lainnya.Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada klien. 3.



Observasi Respon Perilaku Dan Fisiologis Respon non verbal yang bisa dijadikan indicator nyeri.Salah satu yang paling utama adalah ekspresi wajah.Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti bibir bagian bawah, dan seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri. Selain ekspresi wajah, respon perilaku lain yang dapat menandakan nyeri adalah vokalisasi (misalnya erangan, menangis, berteriak), imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan (misalnya menendang-nendang, membolak-balikan tubuh diatas kasur), dll. Sedangkan respon fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber dan durasi nyeri.Pada awal awitan nyeri akut, respon fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi, dan pernafasan, diaphoresis, srta dilatasi pupil akibat terstimulasinya system saraf simpatis. Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama, dan saraf simpatis telah beradaptasi, respon fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada. Karenanya, penting bagi perawat untuk mengkaji lebih dari satu respon fisiolodis sebab bisa jadi respon tersebut merupakan indicator yang buruk untuk nyeri.



G. Diagnosa Keperawatan 1.



Nyeri Akut



2.



Nyeri Kronik



3.



Mobilitas fisik



H. Rencanan Keperawatan Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut



NOC   



NIC



Manajemen Nyeri Kontrol Nyeri (1605) - Lakukan pengkajian nyeri Tingkat Nyeri (2102) komprehensif yang meliputi Pemulihan pembedahan



: segerah setelah operasi (2305) Setelah dilakan tindakan Asuhan Keperawatan yang diberikan kepada pasien selama …. x 24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan Kriteria Hasil : - Sering menunjukkan mengenali kapan nyeri terjadi, menggambarkan factor penyebab, menggunakan tindakan tanpa analgesik, melaporkan nyeri yang terkontrol dan menggunakan analgesic yang di rekomendasikan - Tidak ada nyeri yang dilaporkan, ekspresi nyeri wajah, ketegangan otot dan mengerluarkan keringat. - Deviasi ringan dari kisaran normal dengan kepatenan jalan nafas, tekanan darah, tekanan nadi, suhu tubuh, irama pernafasan, tingkat kesadaran dan integritas jaringan - Tidak ada nyeri, perdarahan, cairan merembes pada balutan dan pembengkakan pada sisi luka



Nyeri Kronik



-



-



-



-



-



lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan factor pencetus Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan pemantauan yang ketat Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya, tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan, hubungan, performa kerja, dan tanggung jawab peran) Berikan informasi mengenai nyeri Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri Ajarkan penggunaan Teknik non farmakologi Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan persepan analgesic Evalusai keefektifan dari tindakan pengontrolan nyeri yang dipakai selama pengkajian nyeri dilakukan



Monitor Tanda-Tanda Vital - Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan dengan tepat. Pemberian Analgesik - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien - Cek perintah pengobatan meliputi obat dosis, dan frekuensi obat analgesic yang sesuai waktu parunya diresepkan - Memberikan analgesik



Control nyeri (1605) Manajemen Pengobatan Tingkat nyeri (2102) - Tentukan obat apa yang Nyeri :efek yang diperlukan, dan kelola menurut mengganggu (2101) resep dan/ atau protocol - Monitor pasein mengenai efek Setelah dilakan tindakan terapeutik obat Asuhan keperawatan yang - Monitor level serum darah diberikan kepada pasien - Fasilitasi perubahan pengobatan selama ….x 24 jam dengan dokter diharapkan nyeri berkurang dengan Kriteria Hasil : Manajemen Nyeri - Sering menunjukkan - Lakukan pengkajian nyeri mengenali kapan nyeri komprehensif yang meliputi terjadi, menggambarkan lokasi, karakteristik, onset/durasi,



-



-



factor penyebab, menggunakan tindakan tanpa analgesik, melaporkan nyeri yang terkontrol dan menggunakan analgesic yang di rekomendasikan Tidak ada nyeri yang dilaporkan, ekspresi nyeri wajah, ketegangan otot dan mengerluarkan keringat. Tidak ada ketidaknyamanan, gangguan hubungan interpersonal, gangguan gerakan fisik



-



-



-



-



Hambatan Mobilitas fisik



-



Ambulasi Pergerakan Toleransi aktivitas



terhadap



Setelah dilakan tindakan Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien selama ….x 24 jam diharapkan mobilisasi tidak terganggu dengan Kriteria Hasil : - Tidak terganggu menompang berat badan, berjalan dengan langkah yang efektif dan berjalan dengan pelan - Tidak terganggu keseimbangan, cara berjalan dan bergerak dengan mudah - Tidak terganggu dengan kemudahan dalam melakukan aktivitas hidup harian dan jarak berjalan



frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan factor pencetus Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan pemantauan yang ketat Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya, tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan, hubungan, performa kerja, dan tanggung jawab peran) Berikan informasi mengenai nyeri Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri Ajarkan penggunaan Teknik non farmakologi Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan persepan analgesic Evalusai keefektifan dari tindakan pengontrolan nyeri yang dipakai selama pengkajian nyeri dilakukan



Manajemen Nyeri - Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan factor pencetus - Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan pemantauan yang ketat - Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya, tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan, hubungan, performa kerja, dan tanggung jawab peran) - Berikan informasi mengenai nyeri - Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri - Ajarkan penggunaan Teknik non farmakologi - Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan persepan analgesic - Evalusai keefektifan dari tindakan pengontrolan nyeri yang dipakai selama pengkajian nyeri dilakukan Pengaturan posisi - Tempatkan pasien di tempat tidur - Memposisikan pasien sesuai



dengan kesejajaran tubuh - Dorong latihan ROM aktif dan pasif - Meminimalisir gesekan dan cidera ketika memposisikan pasien Bantuan perawatan diri - Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri - Monitor kebutuhan pasien terkait dengan alat-alat kebersihan - Memberikan lingkungan yang terapeutik



DAFTAR PUSTAKA



Andari, F, N. (2015). Pengaruh Pelatihan Peregangan Senam Ergonomis terhadap Penurunan Skor Nyeri Muskuloskeletas Disorder (MSDs) Pada Pekerja Pembuat Kaleng Alumunium Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC. Bahrudin. (2017). Patofisiologi Nyeri (Pain). Ejurnal UMM. 13, 01.2017. doi: ccby.4.0. Bulechek, Butcher, Dochterman & Wagner. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore: Elsevier Singapore Pte Ltd. Fatmawati, Lis. (2011). Pengaruh Teknik Relaksasi Pernapasan terhadap Tingkat Rasa Nyeri Pada Ibu Bersalin Kala I di BPS Mu’rofah. Guyton, H.C &Hall, J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Herdman, T. Heather. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC. Kozier, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi 5. Jakarta: EGC. Meliala, L dan Suryamiharja, A. 2007. Penuntun Pelaksanaan Nyeri Neuropatik. Edisi 2. Yogyakarta: Medikagama Press. Moorhead, Johnson, Maas & Swason. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC). Singapore: Elsevier Singapore Pte Ltd. NANDA-I Diadnosis Keperawatan 2018-2020. Penerbit Buku Kedokteran: EGC Prasetyo, S. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Jakarta: EGC. Tamsuri, A. 2007. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC.