LP OMSK-RUANG OK (Ikrimah) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Departemen Kegawat Daruratan LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS “OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)” DI RUANG OK RS LABUANG BAJI



OLEH: IKRIMAH SYAM,S.Kep 70900120003



CI LAHAN



(



CI INSTITUSI



)



(



)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XVII FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2021



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya yang masih tercurah kepada penulis, sehingga Laporan pendahuluan yang berjudul ” Laporan Pendahuluan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)” dapat terselesaikan, dan tak lupa pula kita kirimkan salam dan salawat kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah mengantarkan kita dari alam kegelapan menuju alam terang benderang seperti sekarang ini. Dalam penyusunan Laporan Pendahuluan, penyusun telah banyak dibantu oleh berbagai pihak. Segala kerendahan hati penyusun menghaturkan terima kasih, dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada keluarga yang tercinta dan tersayang serta sebagai sumber inspirasi terbesar dan semangat hidup menggapai cita. Terima kasih atas segala bimbingan, dukungan, motivasi serta doa restu, terus mengiringi perjalanan hidup penulis hingga sekarang sampai di titik ini. Oleh karena itu, besar harapan penulis kepada pembaca atas kontribusinya baik berupa saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Laporan Pendahuluan ini. Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis memohon do’a dan berharap semoga ilmu yang telah diperoleh dan dititipkan dapat bermanfaat bagi orang serta menjadi salah satu bentuk pengabdian dimasyarakat nantinya. Wassalamu’Alaikum Wr. Wb. Makassar, 07 April 2021



Ikrimah Syam, S.Kep



2 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Daftar Isi Sampul ..................................................................................................................... 1 KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2 Daftar Isi................................................................. Error! Bookmark not defined. BAB I KONSEP MEDIS ........................................................................................ 4 A. Definisi ......................................................................................................... 4 B. Etiologi ......................................................................................................... 4 C. Klasifikasi .................................................................................................... 6 D. Patofisiologi ................................................................................................. 9 E. Manifestasi Klinis ...................................................................................... 11 F.



Komplikasi ................................................................................................. 13



G. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 13 H. Penatalaksanaan ......................................................................................... 16 BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ................................................. 18 A. Pengkajian .................................................................................................. 18 B. Diagnosis Keperawatan .............................................................................. 19 C. Rencana Asuhan Keperawatan ................................................................... 19 D. Implementasi .............................................................................................. 26 E. Evaluasi ...................................................................................................... 26 Lampiran ............................................................................................................... 28 Pathway Pembedahan OMSK ........................................................................... 28 Daftar Pustaka ................................................................................................... 29



3 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



BAB I KONSEP MEDIS



A. Definisi Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ket elinga tengah melalui tubaeustachius (Nurarif & Kusuma, 2015). Otitis media supratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronik di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus menerus dan hilang timbul. Sekret ungkin encer atau kental, bening, dan berupa nanah. Biasanya disetai gangguan pendengaran (Masjoer, 2011). Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif subakut. (Soepardi, Iskandar N, & Restuti, 2007) Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulent (Adam, Boies, & Hilger, 2009) B. Etiologi Telinga tengah dapat menjadi terinfeksi bila bakteri masuk dari saluran eksterna atau nasofaring melalui tuba eustachii. Pada otitis media supuratif kronik, bakteri penyebab OMSK yaitu bakteri aerob (Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella species) atau bakteri anaerob (Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium). Bakteri ini cukup jarang ditemukan pada kulit dari kanal eksternal, namun dapat berproliferasi dengan adanya trauma, inflamasi, luka robek atau kelembaban yang tinggi. Bakteri ini bisa masuk ke telinga tengah melalui perforasi kronik. Di antara bakteri ini, P.aeruginosa sering disebut sebagai penyebab destruksi progresif telinga tengah dan struktur mastoid melalui toksin dan enzim (Soepardi, Iskandar N, & Restuti, 2007). 4 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Faktor resiko untuk perkembangan OMSK belum jelas. Penyakit ini lebih jarang dibanding otitis media akut. Otitis media akut yang rekuren merupakan predisposisi terjadinya otitis media supuratif kronik. Terapi yang terlambat diberikan, terapi antibiotik yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, infeksi saluran napas ulang yang sering, penyakit pada nasal, daya tahan tubuh pasien rendah dan kondisi hidup yang buruk serta akses yang buruk pada pelayanan kesehatan juga berhubungan dengan perkembangan OMSK. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immune sistemik. Penyebab OMSK antara lain: 1. Lingkungan Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secaraumum, diet, tempat tinggal yang padat. 2. Genetik Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insidenOMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktorgenetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapibelum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder. 3. Otitis media sebelumnya Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitismedia akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apayang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadikronis. 4. Infeksi Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidakbervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kulturyang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya. 5 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



5. Infeksi saluran napas bagian atas Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafasatas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkanmenurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal beradadalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. 6. Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadapotitis media kronis. 7. Alergi Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggidibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagianpenderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya. 8. Gangguan fungsi tuba eustacius Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edematetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untukmengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tubatidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.



C. Klasifikasi OMSK terbagi dua yaitu OMSK tipe tenang/benigna dan tipe bahaya/maligna. Perbedaan ini ditandai dengan melihat proses peradangan, ada tidaknya kolesteatom dan letak perforasi membran timpani. Tabel Perbedaan OMSK Tipe Benigna dan Maligna Karakteristik OMSK Benigna OMSK Maligna Sifat Aman , Tubotimpani Bahaya , Attikoantral -



Bau



Tidak berbau



-



Banyak



cairan Umumnya banyak Umumnya sedikit



-



Tipe



Umumnya mucoid



Umumnya purulent



-



Periodisitas



Umumnya hilang timbul



Umumnya terus menerus



6 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Berbau busuk (tengik)



-



Perforasi



Sentral



Atik atau marginal



Polip



Pucat



Merah seperti daging



Kolesteatoma



Tidak ada



Ada



Komplikasi Intrakranial



Tidak pernah



tidak jarang



1. OMSK tipe benigna Tipe ini disebut tipe aman karena tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya.2 Pada OMSK tipe ini, proses peradangan terbatas pada mukosa telinga tengah saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Tidak terdapat kolesteatoma pada OMSK jenis ini.2 OMSK ini dikenal juga sebagai tipe tubotimpanal, karena biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani 2. OMSK tipe maligna (tipe tulang=tipe bahaya) Disebut dengan tipe bahaya karena sebagian besar komplikasi yang berbahaya timbul pada OMSK jenis ini. Selain itu, jenis ini disebut juga dengan OMSK tipe koantral. OMSK tipe ini disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma merupakan suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).



Deskuamasi



terbentuk



terus



lalu



menumpuk



sehingga



kolesteatoma bertambah besar. Perforasi membran timpani letaknya bisa di marginal atau atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma dengan perforasi subtotal. Komplikasi bisa terjadi ke dalam tulang temporal dan ke intrakranial yang dapat berakibat fatal. Banyak



teori



mengenai



patogenesis



terbentuknya



kolesteatom



diantaranya adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif,



destruksi,



dan



mampu



7 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



berangiogenesis.



Massa



kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.2 Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis: a. Kolesteatom kongenital. Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah : 1) Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh 2) Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya. 3) Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan b. Kolesteatom akuisital atau didapat 1) Primary acquired cholesteatoma. Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida2 2) Secondary acquired cholesteatoma. Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berkangsung lama (teori metaplasi). 8 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Bentuk perforasi membran timpani adalah : a. Perforasi sentral Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada terdapat sisa membran timpani. b. Perforasi marginal Terdapat pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom. c. Perforasi atik Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma. Selain klasifikasi di atas, OMSK juga dapat dibagi berdasarkan aktivitas sekret yang keluar, yaitu OMSK aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering (sekret tidak keluar secara aktif).



D. Patofisiologi OMSK dimulakan dengan suatu infeksi akut. Patofisiologi OMSK bermula dengan proses iritasi dan inflamasi pada mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi.. Respon inflamasi menimbulkan edema pada mukosa. Inflamasi yang berkelanjutan akan menyebabkan ulserasi pada mukosa dan kerusakan pada sel epitel. Penjamu akan menghasilkan suatu jaringan granulasi (respon terhadap inflamasi) yang bisa membentuk polip pada 9 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



permukaan rongga telinga tengah. Siklus infalamasi, ulserasi, infeksi dan pembentukan jaringan granulasi akan menghancurkan tulang sehingga menimbulkan komplikasi (Parry, 2011). Sembuh/ normal Fgs.tuba tetap terganggu Infeksi (-) Gangguan tuba



Tekanan negatif



efusi



OME



telinga tengah Tuba tetap terganggu



Perubahan tekanan tiba-tiba



+ ada infeksi



Alergi Infeksi



OMA



Sumbatan : Sekret Tampon Otitis Media Akut



Tumor



(OMA)



Otitis Media Supuratif Kronik



Sembuh sempurna



Otitis media Efusi (OME)



(OMSK)



OMSK tipe benigna



OMSK tipe maligna



Gambar 2.2 Patofisiologi Otitis Media



10 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



E. Manifestasi Klinis Menurut (Masjoer, 2011) tanda dan gejala pada pasien OMSK yaitu: Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau gangguan pendengaran. Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga. 1. Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberculosis 2. Gangguan pendengaran. Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom 11 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea. 3. Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. 4. Vertigo. Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap pada OMSK adalah: 1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut. 2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi. 3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel 12 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi F. Komplikasi Otitis media kronik mengakibatkan defisit pendengaran konduktif yang disebabkan oleh gangguan kompleks timpani-okular. OMSK dapat menyebabkan mastoiditis kronik walaupun jarang. Erosi dinding telinga tengah dan cavitas mastoid ,yang jarang, dapat menyebabkan terkenanya saraf wajah, bulbi jugular, sinus lateral, labirin membranosa dan dura lobus temporal. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi seperti paralisis nervus fasial, thrombosis sinus lateral, labirinits, meningitis dan abses otak. Penyebaran melalui hematogen atau daerah sekitar infeksi ke otak dapat menyebabkan cacat permanen komplikasi fatal lainnya. Selain itu, ada pembagian komplikasi otitis media yang dikemukakan oleh Souza dkk (1999) dalam (Al-Maidin, 2017)yaitu : 1. Komplikasi Intratemporal - Komplikasi di telinga tengah : paresis nervus fasialis, kerusakan tulang pendengaran, perforasi membran timpani - Komplikasi ke rongga mastoid : petrositis , mastoiditis koalesen - Komplikasi ke telinga dalam : labirinitis, tuli saraf/ sensorineural 2. Komplikasi ekstratemporal - Komplikasi intrakranial : abses ekstradura, abses subdural, abses otak , meningitis, tromboflebitis sinus lateralis, hidrosefalus otikus - Komplikasi ekstrakranial : abses retroaurikuler, abses Bezold’s. abses zigomatikus Selain komplikasi-komplikasi tersebut, dapat juga terjadi komplikasi pada perubahan tingkah laku. G. Pemeriksaan Penunjang Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut : 1. Pemeriksaan Audiometri Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui 13 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran 1) Normal : 10 dB sampai 26 dB 2) Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB 3) Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB 4) Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB 5) Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB 6) Tuli total : lebih dari 90 dB. Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu : 1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB 2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi. 3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB. 4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah. Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur. 2. Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah : 14 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



1) Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral 2) Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur. 3) Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom. 4) Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid. 3. Pemeriksaan Bakteriologi Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. a. Bakteri spesifik Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang (kurang dari 1% menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru yang lanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media tuberkulosa dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu yang tidak dipateurisasi b. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob. Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, stafilokokus aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas aeruginosa adalah ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin, sefalosporin dan makrolid. Sedangkan 15 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik kecuali makrolid. Stafilokokus aureus resisten terhadap sulfonamid dan trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan gentamisin (Djaafar, 2007). H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dilakukan pada OMSK, yaitu: 1. Ear Toilet Penatalaksanaan awal adalah dengan “ear toilet” atau membersihkan telinga. ear toilet merupakan penatalaksanaan standar dari OMSK. Membersihkan telingan bisa mengurangi discharge pada telinga. Ear toilet bisa dilakukan dengan menggunakan kuret untuk mengeluarkan granulasi mukosa dalam ukuran kecil dari liang telinga. Kemudian, bisa dilanjutkan dengan mengirigasi dengan larutan fisiologis. Larutan fisiologis yang digunakan adalah H2O2 3% dan mengeringkannya dengan kapas, dilakukan 4 kali sehari. Larutan irigasi harus memiliki suhu yang mendekati suhu normal tubuh untuk mencegah terjadinya vertigo. 2,5 2. Penatalaksanaan Antimikroba Antibiotika yang



diberikan dapat berupa topikal maupun oral.



Antibiotik oral yang bisa diberikan adalah klindamisin, amoksisilin-asam klavulanat. Obat topikal yang bisa diberikan berupa framisetin, gramisidin, ciprofloxasin, tobramisin, gentamisin dan kloramfenikol . antibiotik yang diberikan secara topikal tidak lebih dari 1atau 2 minggu.2,5 3. Pembedahan Terapi yang tepat adalah melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi dengan medikamentosa dilakukan hanyalah terapi sementara sebelum pembedahan. a. Mastoidektomi Sederhana Mastoidektomi sederhana dilakukan pada OMSK tipe aman yang sedang dalam pengobatan konservatif tidak sembuh. Pada operasi ini dilakukan pembersihan pada tulang mastoid dan jaringan patologik. Tujuannya agar infeksi tenang dan cairan tidak mengalir lagi, namun pada operasi ini fungsi pendengarannya tidak diperbaiki. b. Mastoidektomi Radikal



16 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan cavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Tujuan dari operasi ini adalah untuk membuang jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial, fungsi pendengaran tidak diperbaiki. c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy) Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan dari operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. d. Miringoplasti Dikenal juga dengan istilah timpanoplasti tipe I, dilakukan pada OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyembuhkan sekaligus memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini dilakukan rekonstruksi membrana timpani. Sebelum rekonstruksi dikerjakan leebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis (Dhingra, 2010).



17 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama degan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu proses keperawatan. Proses keperawatan digunakan untuk membantu perawat dalam melakukan prakterk keperawatan secara sistematid dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada dimab komponennya saling mempengaruhi satu sama lain, yaitu: pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai. A. Pengkajian 1. Pengumpulan Data a. Identitas Pasien Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat b. Riwayat Penyakit Sekarang. Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga, penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga c. Riwayat Penyakit Dahulu. Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat( sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat operasi d. Riwayat penyakit keluarga. Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik 2. Pengkajian Persistem Tanda-tanda vital : Suhu meningkat, keluarnya otore B2 ( Blood ) : Nadi meningkat B3 (Brain) : Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo, pusing, refleks kejut B5 (Bowel) : Nausea vomiting 18 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



B6 (Bone) : Malaise, alergi 3. Pengkajian Psikososial a. Nyeri otore berpengaruh pada interaksi b. Aktivitas terbatas c. Takut menghadapi tindakan pembedahan 4. Pemeriksaan diagnostik a. Tes audiometri : pendengaran menurun b. Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid 5. Pemeriksaan pendengaran a. Tes suara bisikan, tes garputala



B. Diagnosis Keperawatan Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2017; Nurarif & Kusuma, 2015), diagnosis keperawatan yang dapat muncul pada OMSK yaitu: 1. Pre Operasi a. Nyeri akut b.d agen pecedera fisiologis (inflamasi) (D.0077) b. Ansietas b.d krisis situasional, kurang terpapar informasi (D.0080) 2. Intra Operasi a. Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan b. Hipovolemia 3. Post Operasi a. Nyeri akut b,d agen pencedera fisik (prosedur operasi) b. Hipotermia b.d penurunan laju metabolisme, terpapar suhu lingkungan yang rendah C. Rencana Asuhan Keperawatan 1. Pre Operasi a. Nyeri akut b.d agen pecedera fisiologis (inflamasi) Tujuan: Tingkat nyeri menurun (SLKI, 2019)



19 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Kriteria hasil: 1) Keluhan nyei menurun 2) Tampak meringis menurun 3) Sikap protektif menurun 4) Kesulitan tidur menurun 5) Frekuensi nadi membaik 6) Pola nafas membaik 7) Tekanan darah membaik Intervensi: Manajemen Nyeri (SIKI, 2018) Tindakan: a. Observasi 1) Identifikasi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri Rasional: Mengetahui lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri pasien 2) Identifikasi skala nyeri. Rasional: untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien 3) Identifikasi respon nyeri non verbal Rasional: untuk mengetahui dan melihat respon nyeri non verbal pada pasien 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan yang memperingan nyeri Rasional: untuk mengetahui faktor yang memperberat dan yang memperingan nyeri pada pasien b. Teraputik 1) Berikan tehnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis : TENS, hypnosis,akupresur,terapi music, biofeedback, terapi pijat,aroma therapy,tehnik imanjinasi terbimbing,kompres hangat atau dingin) Rasional: pemilihan teknik non farmakologis yang tepat dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien 2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan ,kebisingan, pencahayaan) 20 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Rasional: Mengurangi resiko factor yang dapat memperberat nyeri 3) Fasilitasi istirahat dan tidur Rasional: Mengalihkan dan memenuhi kebutuhan istirahat pasien c. Edukasi 1) Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri. Rasional: Memberikan pemahaman tentang penyebab dan pemicu terjadinya nyeri 2) Jelaskan strategi meredahkan nyeri Rasional: Agar pasien mengerti dan melakukan strategi meredahkan nyeri 3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri. Rasional: Agar pasien dapat mengontrol dan mengungkapkan nyeri yang dirasakan 4) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Rasional: Meringankan dan menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien d. Kolaborasi 1) Kolaborasi penggunaan analgetik jika perlu. Rasional: Mengurangi/menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan pasien



b. Ansietas b.d krisis situasional, kurang terpapar informasi Tujuan: Tingkat Ansiestas menurun Kriteria Hasil: 1) Perilaku gelisah menurun 2) Verbalisasi khawatir terhadap kondisi yang dihadapi 3) Perilaku tegang menurun 4) Keluhan pusing menurun 5) Tekanan darah menurun 6) Pola tidur membaik Intervensi 1: Reduksi Ansietas Tindakan: 21 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



a. Observasi 1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor) Rasional: Mengetahui tingkat ansietas berubah pada kondisi, waktu dan stressor 2) Monitor tanda-tanda ansietas Rasional: Dapat membantu pasien untuk mencegah terjadinya ansietas. b. Terapeutik 1) Dengarkan dengan penuh perhatian Rasional: Memdengarkan seksama keluhan pasien dapat mengurangi ansietas. 2) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan Rasional: Perasaan pasien akan berfikir positif jika diberikan motivasi. c. Edukasi 1) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien Rasional: Agar pasien tidak merasa tidak diperhatikan dan pasien merasa nyaman. 2) Latih tekhnik relaksasi Rasional: Mengurangi tingkat kecemasan dan membuat rileks. d. Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian terapi antiansietas. Rasional: Mengurangi perasaan cemas pada pasien 2. Intra Operasi a. Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan Tujuan: Tingkat Perdarahan Menurun Kriteria hasil: 1) Perdarahan pasca operasi menurun 2) Tekanan darah membaik Intervensi: Pencegahan Perdarahan 22 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Tindakan: a. Observasi 1) Monitor tanda dan gejala perdarahan Rasional: untuk mengontrol perdarahan selama operasi berlangsung 2) Monitor tanda-tanda vital Rasional: TTV merupakan salah satu cara untuk mengetahui keadaan umum pasien serta untuk mendeteksi adanya perubahan pada sistem tubuh. b. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif Tujuan: Status Cairan Membaik Kriteria hasil: 1) Frekuensi nadi membaik 2) Tekanan darah membaik 3) Tekanan nadi membaik 4) Jugular Venous Pressure membaik Intervensi: Manajemen Hipovolemia Tindakan: a. Observasi 1) Monitor tanda dan gejala hypovolemia (mis frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun) Rasional: unul mengetahui apakah terdapat tanda dan gejala hypovolemia pada pasien 2) Monitor intake dan outuput Rasional: untuk menilai intake dan ouput selama operasi berlangsung 3. Post Operasi a. Nyeri akut b,d agen pencedera fisik (prosedur operasi) Tujuan : Tingkat nyeri menurun Kriteria hasil: 23 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



1) Mengeluh nyeri menurun 2) Meringis mmenurun 3) Sikap protektif menurun 4) Kesulitan tidur menurun 5) Frekuensi nadi membaik 6) Pola nafas membaik 7) Tekanan darah membaik Intervensi: Manajemen Nyeri: Tindakan: a. Observasi 1) Identifikasi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri Rasional: Mengetahui lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri pasien 2) Identifikasi skala nyeri. Rasional: untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien 3) Identifikasi respon nyeri non verbal Rasional: untuk mengetahui dan melihat respon nyeri non verbal pada pasien 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan yang memperingan nyeri Rasional: untuk mengetahui faktor yang memperberat dan yang memperingan nyeri pada pasien b. Teraputik 1) Berikan tehnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis : TENS, hypnosis,akupresur,terapi music, biofeedback, terapi pijat,aroma therapy,tehnik imanjinasi terbimbing,kompres hangat atau dingin) Rasional: pemilihan teknik non farmakologis yang tepat dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien



24 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan ,kebisingan, pencahayaan) Rasional: Mengurangi resiko factor yang dapat memperberat nyeri 3) Fasilitasi istirahat dan tidur Rasional: Mengalihkan dan memenuhi kebutuhan istirahat pasien c. Edukasi 1) Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri. Rasional: Memberikan pemahaman tentang penyebab dan pemicu terjadinya nyeri 2) Jelaskan strategi meredahkan nyeri Rasional: Agar pasien mengerti dan melakukan strategi meredahkan nyeri 3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri. Rasional: Agar pasien dapat mengontrol dan mengungkapkan nyeri yang dirasakan 4) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Rasional: Meringankan dan menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien d. Kolaborasi 1) Kolaborasi penggunaan analgetik jika perlu. Rasional: Mengurangi/menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan pasien b. Hipotermia b.d penurunan laju metabolisme, terpapar suhu lingkungan yang rendah Tujuan: Termoregulasi membaik Kriteria hasil: 1) Menggigil menurun 2) Suhu tubuh membaik 3) Suhu kulit membaik 25 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Intervensi: Manajemen Hipotermia a. Observasi 1) Monitor suhu tubuh Rasional: untuk mengetahui kondisi suhu tubuh pasien 2) Identifikasi penyebab hipotermia Rasional: untuk mengetahui penyebab terjadinya hipotermia sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat 3) Monitor tanda dan gejala hipotermia (seperti menggigil) b. Terapeutik 1) Sediakan lingkungan yang hangat (mis. Atur suhu ruangan) Rasional: lingkungan yang hangat dapat menomalkan suhu tubuh =. 2) Lakukan penghangatan pasif (mis. Selimut, menutup kepala, pakaian tebal)\ Rasional: pemberian selimut merupakan salah satu cara melakukan penghangatan pada tubuh D. Implementasi Pelaksanaan keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan secara langsung kepada pasien. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling membantu, kemampuan tekhnik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan evaluasi. Tahap pelaksanaan keperawatan meliputi: fase persiapan (preparation), tindakan dan dokumentasi (Masjoer, 2011)



E. Evaluasi Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan 26 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



keluarga. Evaluasi bertujuan untuk melihat kemampuan keluarga dalam mencapai tujuan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu: 1. Evaluasi Formatif Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencanan keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni Subjektif (data berupa pemeriksaan), Analisa data (perbandingan data dengan teori), dan Planning (perencanaan). 2. Evaluasi Sumatif Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon pasien dan keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir pelayanan.



27 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Lampiran Pathway Pembedahan OMSK



28 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Daftar Pustaka Adam, G., Boies, L., & Hilger. (2009). Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta: EGC. Al-Maidin, N. A. (2017). Skripsi: Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Wahidin Sudirohusodo Periode Juli 2016 – Juni 2017. Makassar: Universitas Hasanuddin. Dhingra, P. (2010). Cholesteotoma and Chronic Suppurative Otitis Media in Diseases of Ear, Nose and Throat. New Delhi, 5th edition. New Dheli, India: Elsevier. Djaafar, Z. (2007). Kelainan Telinga Tengah, Buku Ajar Ilmu Kesehatan telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Masjoer, A. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Nurarif, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawat Berdasarkan Diagnose Medic Dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction. Parry, D. (2011). iddle ear Chronic Supuratif Otitis Media. Retrieved from Medical Treatment : http://www.emedicine.madescape/otolaryngology SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Pokja SDKI DPP PPNI. SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Pokja DPP PPNI. SLKI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Pokja DPP PPNI. Soepardi, Iskandar N, B. J., & Restuti. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.



29 Ikrimah Syam, S.Kep (70900120003) Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Angk. XVII



Departemen Kegawat Daruratan



RESUME KEPERAWATAN PADA “Ny.N” DENGAN DIAGNOSA MEDIS “OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK) DEXTRA” DI RUANG OK RS LABUANG BAJI



OLEH: IKRIMAH SYAM,S.Kep 70900120003



CI LAHAN



(



CI INSTITUSI



)



(



)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XVII FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2021