MAKALAH BANJIR BANDANG KEL. 4 Revisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ANALISA PENGELOLAAN BENCANA BANJIR BANDANG



Disusun Oleh Kelompok 4 Keperawatan Bencana Nabila Syifa



(30901700055)



Nuzulun Nuriel Farikha



(30901700066)



Siti Sri Muningsih



(30901700087)



Soni Sufan Yuliputra



(30901700090)



Sonia Fitri Indrayana



(30901700089)



Sri Utami



(30901700091)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2019/2020



Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai letak geografis dan geologi pada pertemuan 3 lempeng besar dunia, yaitu lempeng eurasi, indoaustralia, dan lempeng pasifik. Dengan kondisi geografis dan geologi tersebut, Indonesia menjadi negara yang sangat rawan terjadi bencana alam. Mengingat bahwa bencana alam selalu datang tiba tiba, dan mengakibatkan banyak kerugian di beberapa aspek, maka diperlukan adanya kesiapsiagaan untuk mnegantisipasi bencana tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan simulasi darurat bencana untuk meningkatkan kesiapsiagaan (Nurmansyah & Buanasari, 2019). Salah satu bencan alam yang sering terjadi di Indonesia adalah bencana alam banjir bandang. Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai ( Badan Nasional Penanggulanan Bencana, 2011). Dampak yang ditimbulkan oleh banjir bandang tidak hanya materi, akan tetapi juga kondisi psikologis pada korban banjir bandang, kerugian lain yaitu kecacatan dan juga kematian ( Nurmansyah & Buanasari, 2019). Banjir bandang dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah karena tanah dan tanaman sudah jenuh air sehingga ketika hujan turun, air langsung menuju sungai. Keadaan tersebut diperparah dengan tingginya curah hujan sehingga dapat menimbulkan bajir bandang (Putri dkk, 2018). Akan tetapi terjadinya banjir bandang juga dipengaruhi banyak faktor lain. Dan faktor faktor tersebut berbeda disetiap daerahnya (Murdiana dkk, 2015). Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan mengurangi kerentanan terhadap banjir bandang, diperlukan langkah langkah seperti pembuatan peraturan khusus dalm mendirikan bangunan, memiliki puast informasi bencana, mengadakan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi, mengadakan simulasi bencana di sekolah sekolah, dan mengembalikan kearifan local yang dapat dijadikan sebagai peringatan dini banjir bandang (Putri dkk, 2018). B. Tujuan 1. Untuk mengetahui pentingnya pengelolaan bencana banjir bandang 2. Untuk memberikan informasi atau pengetahuan kepada mahasiswa dan masyarakat tentang bencana banjir bandang.



Bab II TINJAUAN TEORI A. Konsep Keperawatan Bencana 1. Definisi Banjir Bandang Banjir bandang (flash flood) adalah penggenangan akibat limpasan keluar alur sungai karena debit sungai yang membesar tiba-tiba melampaui kapasitas aliran, terjadi dengan cepat melanda daerahdaerah rendah permukaan bumi, di lembah sungai-sungai dan cekungan-cekungan dan biasanya membawa debris dalam alirannya Banjir bandang dibedakan dari banjir oleh waktu berlangsungnya yang cepat dan biasanya kurang dari enam jam. dan menyapu lahan yang dilandanya dengan kecepatan aliran yang sangat besar hampir tanpa peringatan yang cukup Tinggi permukaan gelombang banjir bandang dapat berkisar 3 – 6 meter dengan membawa debris dan sangat berbahaya yang akan melanda hampir semua yang dilewatinya Hujan yang menimbulkan banjir bandang dapat memicu terjadinya longsoran lereng dan tebing yang menimbulkan bencana aliran debris yang akan terangkut oleh banjir bandang tersebut. (Azmeri, 2016). 2. Tipe Tipe Penyebab Banjir Bandang Pada umumnya banjir bandang disebabkan oleh salah satu dari kejadiankejadian di bawah ini : a. Hujan lebat 1) Hujan lebat yang bergerak lamban dan jatuh pada suatu daerah aliran sungai yang tidak terlalu luas, dan runoffnya dan terkonsentrasi dengan cepat ke dalam alur sungai pematusnya 2) Hujan tropik yang lebat, berlangsung cepat pada daerah yang sudah jenuh oleh jatuhnya hujan sebelumnya, atau mempunyai kapasitas resap yang kecil dan runoffnya cepat terkonsentrasi ke dalam alur sungai pematusnya. Karena besarnya debit dan kecepatan alirannya banjir bandang dapat mengangkut bebatuan, lumpur yang dierosinya dari tebing maupun deposit sedimen pada dasar alur dan debris lain seperti batang pepohonan yang tercerabut, dan akan menyapu daerah yang dilandanya, merusak lahan pertanian, menghancurkan jembatan dan rumah-rumah bahkan sering menimbulkan korban jiwa. Banjir bandang dapat juga terjadi akibat runtuhnya timbunan dam alami yang membendung alur sungai, disusul dengan tumpahnya ke hilir volume air yang tadinya terbendung olehnya. Dam alami terbentuk oleh tersumbatnya aliran alur sungai oleh material longsoran tebing sungai yang jatuh ke



dalamnya bersamaan dengan batang pepohonan. Dam alami khususnya terjadi pada penyempitan alur walaupun tidak selalu terjadi di lokasi tersebut Pada kejadian ini banjir bandang dapat berlangsung cepat dalam beberapa menit tanpa tanda-tanda yang jelas sebelumnya. Banjir bandang ini terbentuk pada alur produksi dan alur transportasi yang tidak begitu luas kira-kira dengan maksimum luas 2000 hektar pada sebuah sistem sungai. Dampak kerusakan akan diderita oleh penduduk yang hidup dan tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang yaitu di sepanjang pangkal alur sedimentasi di bawah titik apex, dan juga mungkin lebih ke hulu pada alur transportasi. b. Rusak / pecahnya tanggul. Banjir bandang juga dapat terjadi pada daerah bantaran ruas sungai aluvial oleh pecahnya tanggul pelindung pada saat terjadi aliran dengan elevasi di atas bantaran sungai, karena suatu penyebab. atau gagalnya sebuah bendung buatan Banjir bandang merupakan salah satu jenis bencana banjir yang perlu terus diwaspadai oleh masyarakat. Karakter banjir yang datang secara tiba-tiba dan menyusutnya juga cepat memberikan dampak yang besar bagi masyarakat di hilir sungai. Kesiapsiagaan dari masyarakat sangat diperlukan dalam menghadapi ancaman bencana banjir bandang melalui peningkatan kapasitas masyarakat. UNESCO (2006) menyebutkan bahwa banjir bandang membawa efek yang negatif bagi masyarakat. Dampak dari banjir dibagi atas 4 aspek, yaitu: dampak fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. (Azmeri et al., 2016). Manajemen kesiapsiagaan masyarakat dalam Undang-undang RI No. 24 Tahun 2007 memfokuskan pada 5 aspek yaitu: a. Perencanaan, mengkaji bagaimana rencana tanggap darurat yang meliputi prosedur tetap dan pembagian tugas masing-masing elemen sesaat setelah bencana terjadi. b. Pengorganisasian, mengkaji pengorganisasian dan pelatihan, yaitu pembentukan organisasi masyarakat yang siaga bencana serta pelatihan untuk peningkatan pengetahuan. Pengorganisasian dan pelatihan ini perlu dilakukan agar masyarakat yang berisiko bencana mempunyai wadah untuk mengembangkan diri, baik itu melalui pelatihan atau memberikan contoh bagi yang lainnya. c. Aksi, melihat bagaimana pelaksanaaan dari perencanaan yang sudah disusun oleh organisasi yang sudah terbentuk. Komponen yang termasuk dalam aspek ini berupa sistem peringatan dini, penyediaan kebutuhan dasar, lokasi evakuasi, dan penyediaan barang serta peralatan pemulihan prasarana dan sarana.



d. Kontrol, mengkaji bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang berada di luar organisasi masyarakat ini, seperti pemerintah setempat yang berwewenang. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap organisasi kebencanaan akan memberikan pengaruh positif terhadap masyarakat. e. Evaluasi yaitu penilaian terhadap bencana yang dilakukan pada saat simulasi ataupun pada saat bencana benar-benar terjadi. Menurut Purwana (2013) suatu masyarakat menyadari bahwa keterlibatan warga dalam penanggulangan bencana sangat diperlukan, karena secara tidak langsung akan memberikan keuntungan bagi mereka. Disinilah perlunya manajemen yang bisa memberikan arahan dan aturan sehingga bisa mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan untuk kedepannya. Peningkatan kesiapsiagaan masyarakat yang memberikan peningkatan kapasitas masyarakat dapat berupa fisik dan non-fisik. Kegiatan fisik seperti pemanfaatan lahan dengan tepat dan penyediaan tempat evakuasi. Sedangkan peningkatan kapasitas non-fisik seperti mempelajari gejala alam untuk mengetahui tanda-tanda datangnya bencana, sampai saling mengingatkan di antara sesama untuk siaga dapat membentuk kesiapsiagaan sebagai budaya dalam komunitas masyarakat. (Suprayogi, 2014). Dari penelitian Azmeri (2016) di Gampong Beureunut Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar, dihasilkan bahwa pemahaman masyarakat mengenai banjir bandang dan pemahaman mengenai mitigasi bencana banjir bandang sangatlah kurang. Idealnya, keberhasilan dari pelaksanaan mitigasi adalah dikarenakan tingkat pemahaman masyarakat yang tinggi mengenai pentingnya dilakukan mitigasi terhadap daerah yang rawan bencana alam sehingga akhirnya masyarakat akan selalu siapsiaga terhadap bencana banjir bandang yang akan terjadi. dapat disimpulkan bahwa masyarakat Gampong Beureunut belum memiliki kesiapsiagaan yang cukup terhadap bencana banjir bandang. Berdasarkan manajemen kesiapsiagaan, masyarakat Gampong Beureunut belum terlaksana secara optimal. Hal ini karena masih kurangnya pemahaman tentang unsurunsur manajemen sehingga belum dapat dijalankan dengan baik. Terdapat beberapa hal yang telah dipahami oleh masyarakat, namun banyak hal juga yang belum dilakukan sama sekali. Peningkatan manajemen kesiapsiagaan dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dengan meningkatkan kualitas kesiapsiagaannya, maupun pihak luar dalam hal ini aparat gampong, BPBD dan Dinas Sosial.



B. Konsep Teori Mitigasi Bencana



1. Definisi Mitigasi Bencana Mitigasi, adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana 2. System Mitigasi Banjir Bandang Untuk mengurangi ancaman dan akibat bencana bandang sistem dari beberapa tindakan dapat dilakukan yang pada prinsipnya : a. Membuat peredam banjiir pada alur deras untuk menangkap dan menyimpan sementara sebagian volume banjir (detention storage) agar debit yang dilepas ke hilir maksimum sama dengan debit dominan alur hilir. Peredam banjir dapat dibuat sebuah atau beberapa dalam seri tergantung dari besar volume atau frekuensi banjir yang harus diredam dan ditampung. Besar volume tampungan yang tersedia yang tergantung kepada : 1) kelandaian dan panjang dari alur deras 2) ketinggian tebing di sepanjang alur deras. 3) Untuk menambah daya tampung peredam banjir pada alur jalin dapat dibuat peredam banjir jika memenuhi beberapa kondisi bagi pembuatannya khususnya memiliki tebing yang cukup tinggi b. Membuat embung-embung pada lokasi yang memungkinkan misalnya dengan memanfaatkan galur-galur erosi (gullies) sebagai penambah besar volume. c. Mengurangi kecepatan aliran banjir bandang. Kecepatan aliran ini dapat dikurangi khususnya pada alur transportasi membuat aliran di situ berjenjang dengan memasang satu atau beberapa (satu seri) ground sills untuk mendatarkan kemiringan dasar. Tindakan ini akan mengurangi ancaman terjadinya aliran debris bersama banjir bandang. 3. Peringatan Dini Akan Terjadinya Banjir Bandang a. Tanda-tanda akan terjadi banjir bandang. Daerah di mana tercatat pernah terjadi banjir bandang dapat dianggap sebagai daerah yang terancam kejadian serupa. Daerah ini perlu diperhatikan secara khusus untuk tanda-tanda kemungkinan terjadi banjir bandang lagi .Secara topografi dan geologi daerah-daerah demikian mempunyai gambaran-gambaran khusus seperti telah dibahas di atas.: Gambaran daerah tersebut dapat dipakai sebagai percontohan untuk menentukan daerah lain yang cenderung terjadi banjir bandang antara lain biasanya mempunyai : 1) Topografi permukaan lahan DAS yang sangat miring 2) Tutup vegetasi jarang



3) Lapisan permukaan sangat tererosi membuat lapisan tanah bawah yang kedap air tersingkap 4) Lapisan bawah permukaan (sub surface) DAS mempunyai permeabilitas rendah, dan mempunyai tingkat infiltrasi rendah sehingga runoff permukaan tinggi 5) Lapis permukaan lahan sangat lapuk. Keadaan ini menimbulkan runoff permukaan dan produksi sedimen (sediment yield) yang akan mengendap sebagai sedimen dasar pada alur pematus dan mungkin menyebabkan pembendungan alam. 6) Hujan lebat sering jatuh pada daerah-daerah ini untuk beberapa jam atau hujan yang tetap selama beberapa hari, menimbulkan kejenuhan tanah dan akhirnya menyebabkan banjir bandang b. Tanda-tanda terjadinya gerakan massa tanah/longsoran . 1) Guntur di kejauhan perlu mendapatkan perhatian karena menandai adanya hujan badai di hulu yang dapat mengirimkan runoff besar yang dapat menimbulkan banjir bandang sebagai bencana yang datang tanpa peringatan. 2) Meningkatnya kekeruhan air sungai di hilir secara mendadak, suara gemuruh dari aliran air dapat menjadi tanda adanya bendungan (alam) yang bobol atau mendadak hanyutnya sumbatan debris pepohonan yang dapat menimbulkan banjir bandang dan aliran debris di hilir. c. Peringatan akan terjadinya banjir bandang Ada dua jenis peringatan bagi banjir bandang : 1) Peringatan dini berdasarkan kearifan lokal dalam menandai kapan akan terjadi banjir bandang pada suatu daerah misalnya surutnya debit sungai di luar keadaan sehari-hari 2) Peringatan banjir bandang lain adalah ketika terjadi bencana atau akan terjadi bencana. Peringatan banjir bandang dikeluarkan bila ada ramalan curah hujan lebat yang akan terjadi di daerah yang cenderung menimbulkan banjir bandang di daerah tersebut dan bila perlu dilakukan tindakan evakuasi dari daerah rendah. Jangan berkendara di daerah yang mengalami banjir bandang. 3) Beberapa hal yang perlu diwaspadai bila berada di daerah yang terancam banjir : Waspada terhadap tanda-tanda turunnya hujan lebat mendadak. Waspadai terhadap tanda-tanda kenaikan muka air sungai yang sangat cepat. Jangan menyeberang sungai bila terjadi tanda-tanda kenaikan muka air sungai yang sangat cepat



4) Banjir bandang dapat terjadi oleh bobolnya tanggul atau bendungan atau tercurahnya air yang terbendung secara tiba-tiba C. Konsep Teori Manajemen Disaster Pre Hospital 1. Definisi Manajemen Disaster Pre Hospital Prehospital care adalah pelayanan sebelum masuk rumah sakit.Prehospital care seringkali menjadi aspek yang terabaikan dalam sistem pelayananan kesehatan rumah sakit. Padahal berdasarkan laporan tahunan WHO (World Healh Organization), sekitar 100 juta jiwa mengalami cedera serius dan 5 juta jiwa meninggal akibat kasus kecelakaan (kasus kegawatdaruratan traumatis) di jalan raya. Pelayanan prehospital yang baik akan mengurangi angka kematian sampai 50%. Kegagalan pelayanan prehospital seringkali terjadi karena koordinasi yang buruk antara rumah sakit sebagai penyedia utama pelayanan kegawatdaruratan dengan masyarakat di lapangan. Prehospital dapat dilakukan oleh tim safety di unit kerja yang bekerjasama dengan tim medis. Pemberian pertolongan prehospital care secara tepat dapat menurunkan resiko kematian akibat trauma (Basri. 2015). 2. Tujuan Tujuan dari tindakan prehospital care yaitu : a. Mencegah bertambahnya tingkat cidera pada korban b. Mencarikan bantuan yang lebih ahli c. Mempertahankan jalan napas dan denyut jantung korban d. Menyelamatkan nyawa korban (Jakarta medikal senter 119. 2013). 3. Sistem Klasifikasi a. Prioritas 1 (P1) = Emergensi (Merah) Pasien dgn kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera, pasien dibawa ke Ruang Resusitasi, waktu tunggu nol b. Prioritas 2 (P2) = Urgent (Kuning) Pasien dgn penyakit yg aku, mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki, waktu tunggu 30 menit, area Critical care c. Prioritas 3 (P3) = Non Urgent (Hijau) Pasien yg biasanya dapat berjalan dgn masalah medis yang minimal, luka lama, kondisi yang timbul sudah lama, area Ambulatory / Ruang P 3 d. Prioritas 0 (P0) = Kasus kematian (Hitam) Tidak ada respon pada segala rangsangan, tidak ada respirasi spontan, Tidak ada bukti aktivitas jantung, hilangnya respon pupil terhadap cahaya. D. Perawatan Untuk Individu dan Kelompok Korban Bencana 1. Dampak bencana pada aspek spiritual Manusia sebagai makhluk yang utuh atau holistik memiliki kebutuhan yang kompleks yaitu kebutuhan biologis, psikologis, sosial kultural dan spiritual. Spiritual digambarkan sebagai pengalaman seseorang atau keyakinan seseorang,



dan merupakan bagian dari kekuatan yang ada pada diri seseorang dalam memaknai kehidupannya. Spiritual juga digambarkan sebagai pencarian individu untuk mencari makna (Bown & Williams, 1993). Dyson, Cobb, dan Forman (1997) menyatakan bahwa spiritual menggabungkan perasaan dari hubungan dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan kekuatan yang lebih tinggi. Bencana adalah fenomena kehidupan yang maknanya sangat tergantung dari mana seseorang memaknainya. Disinilah aspek spiritual ini berperan. Dalam kondisi bencana, spiritualitas seseorang merupakan kekuatan yang luar biasa, karena spiritualitas seseorang ini mempengaruhi persepsi dalam memaknai bencana selain faktor pengetahuan, pengalaman, dan sosial ekonomi. Kejadian bencana dapat merubah pola spiritualitas seseorang. Ada yang bertambah meningkat aspek spiritualitasnya ada pula yang sebaliknya. Bagi yang meningkatkan aspek spiritualitasnya berarti mereka meyakini bahwa apa yang terjadi merupakan kehendak dan kuasa sang Pencipta yang tidak mampu di tandingi oleh siapapun. Mereka mendekat dengan cara meningkatkan spiritualitasnya supaya mendapatkan kekuatan dan pertolongan dalam menghadapi bencana atau musibah yang dialaminya. Sedangkan bagi yang menjauh umumnya karena dasar keimanan atau keyakinan terhadap sang pencipta rendah, atau karena putus asa. 2. Dampak bencana pada aspek psikososial Psikososial merupakan salah satu istilah yang merujuk pada perkembangan psikologi manusia dan interaksinya dengan lingkungan sosial. Hal ini terjadi karena tidak semua individu mampu berinteraksi atau sepenuhnya menerima lingkungan sosial dengan baik. Psikososial adalah Suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya secara terintegrasi. Aspek kejiwaan berasal dari dalam diri kita, sedangkan aspek sosial berasal dari luar, dan kedua aspek ini sangat saling berpengaruh kala mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan. Definisi lain menyebutkan bahwa aspek psikososial merupakan aspek hubungan yang dinamis antara dimensi psikologis/kejiwaan dan sosial. Penderitaan dan luka psikologis yang dialami individu memiliki kaitan erat dengan keadaan sekitar atau kondisi sosial. Pemulihan psikososial bagi individu maupun kelompok masyarakat ditujukan untuk meraih kembali fungsi normalnya sehingga tetap menjadi produktif dan menjalani hidup yang bermakna setelah peristiwa yang traumatik (Iskandar, Dharmawan & Tim Pulih, 2005). Dengan demikian dampak psikososial adalah suatu perubahan psikis dan sosial yang terjadi setelah adanya bencana atau peristiwa traumatik misalnya tsunami, banjir, tanah longsor atau seperti luapan lumpur Lapindo. Respon individu paska trauma bervariasi tergantung dari persepsi dan kestabilan emosi ynag dimilikinya. Menurut Keliat, dkk (2005), ada 3 tahapan reaksi emosi yang dapat terjadi setelah bencana, yaitu : pertama, reaksi individu segera (24 jam)



setelah bencana dengan reaksi yang diperlihatkan: Tegang, cemas dan panik; terpaku, linglung, syok, tidak percaya; gembira/euphoria, tidak terlalu merasa menderita; lelah; bingung; gelisah, menangis dan menarik diri; merasa bersalah. Reaksi ini termasuk reaksi normal terhadap situasi yang abnormal dan memerlukan upaya pencegahan primer. Adapun yang kedua adalah minggu pertama sampai dengan minggu ketiga setelah bencana. Reaksi yang diperlihatkan antara lain: ketakutan, waspada, sensitif, mudah marah, kesulitan tidur; kuatir, sangat sedih; mengulang-ulang kembali (flashback) kejadian; bersedih. Reaksi positif yang masih dimiliki yaitu: Berharap dan berpikir tentang masa depan, terlibat dalam kegiatan menolong dan menyelamatkan; menerima bencana sebagai takdir. Kondisi ini masih termasuk respon normal yang membutuhkan tindakan psikososial minimal, terutama untuk respon yang maladaptif. Sedangkan reaksi yang Ketiga adalah lebih dari minggu ketiga setelah bencana dengan reaksi yang diperlihatkan dapat menetap. Manifestasi diri yang ditampilkan yaitu : Kelelahan; merasa panik; kesedihan terus berlanjut, pesimis dan berpikir tidak realistis; tidak beraktivitas, isolasi dan menarik diri; kecemasan yang dimanifestasikan dengan palpitasi, pusing, letih, mual, sakit kepala, dan lain - lain. Kondisi ini merupakan akumulasi respon yang menimbulkan masalah psikososial. Masalah psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa (atau gangguan kesehatan) secara nyata, atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial. Ciri-ciri masalah psikososial antara lain: a. cemas, khawatir berlebihan, takut b. mudah tersinggung c. sulit konsentrasi d. bersifat ragu-ragu/merasa rendah diri e. merasa kecewa f. pemarah dan agresif g. reaksi fisik seperti: jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala (CMHN, 2005).



Bab III PEMBAHASAN A. Konsep Mitigasi Dalam video yang berjudul “Tanggap Darurat Bencana Banjir Bandang” kami telah menyaksikan bahwa mitigasi terhadap Banjir Bandang adalah sebagia berikut : 1. Ada beberapa Tim dalam tanggap bencana yaitu : Dokter, basarnas dan Tim PMI Bekerja sama untuk mencari korban bencana bajir bandang di Bengkulu serta menentukan kategori triase dengan memasang pita sesuai warna trise pada korban. 2. Kategori triase : Pasien meninggal : warna hitam Pasien luka ringan/ cedera : warna kuning Pasien gawa darurat : warna merah Pasien bisa berjalan : warna hijau 3. Ditemukan seorang wanita tergeletak lemah dan mengelami luka ringan lalu diberi tanda dengan pita kuning 4. kemudian terdapat korban meninggal ditandai dengan nadi yang tidak teraba diberi tanda pita hitam 5. ditemukan ibu hamil dengan pendarahan diberi tanda pita merah dan segera diberi pertolongan 6. ditemukan korban wanita dan masih bisa berjalan diberi tanda pita hijau Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Banjir merupakan peristiwa ketika air menggenangi suatu wilayah yang biasanya tidak tergenangi air dalam jangka waktu tertentu. Banjir biasanya terjadi karena curah hujan turun terus menerus dan mengakibatkan meluapnya air sungai, danau, laut, drainase karena jumlah air yang melebihi daya tampung media penopang air dari curah hujan tadi. Selain disebabkan faktor alami, yaitu curah hujan yang tinggi, banjir juga terjadi karena ulah manusia. Contoh, berkurangnya kawasan resapan air karena alih fungsi lahan, penggundulan hutan yang meningkatkan erosi dan mendangkalkan sungai, serta perilaku tidak bertanggung jawab seperti membuang sampah di sungai dan mendirikan hunian di bantaran sungai. Kejadian bencana banjir sangat bersifat lokal. Satu daerah bisa terlanda banjir dan daerah lainnya aman. Oleh sebab itu informasi mengenai banjir yang resmi biasanya berasal dari institusi di daerah yang bertanggung jawab, seperti BPBD. Kendati sifatnya bencana lokal, namun terkadang banjir juga dapat meluas dan melumpuhkan kehidupan perkotaan seperti yang pernah terjadi di beberapa daerah di Kabupaten Grobogan. Oleh sebab itu, langkah antisipasi harus dilakukan baik sebelum, saat, dan pascabencana banjir.



PRA BENCANA



1.     Mengetahui istilah-istilah peringatan yang berhubungan dengan bahaya banjir, seperti Siaga I sampai dengan Siaga IV dan langkah-langkah apa yang harus dilakukan. 2.     Mengetahui tingkat kerentanan tempat tinggal kita, apakah di zona rawan banjir (bisa menggunakan aplikasi inarisk) 3.     Mengetahui cara-cara untuk melindungi rumah kita dari banjir 4.     mengetahui saluran dan jalur yang sering dilalui air banjir dan apa dampaknya untuk rumah kita 5.     Melakukan persiapan untuk evakuasi, termasuk emmahami rute evakuasi dan daerah yang lebih tinggi 6.     Membicarakan dengan anggota keluarga mengenai ancaman banjir dan merencanakan tempat pertemuan apabila anggota keluarga terpencar-pencar 7.     mengetahui bantuan apa yang bisa diberikan apabila ada anggota keluarga yang terkena banjir. 8.     Mengetahui kebutuhan-kebutuhan khusus anggota keluarga dan tetangga apabila banjir terjadi 9.     Membuat persiapan untuk hidup mandiri selama sekurangnya tiga hari, misalnya persiapan tas siaga bencana, penyediaan makanan dan air minum 10. mengetahui bagaimana mematikan air, listrik dan gas 11. mempertimbangkan asuransi banjir



12. berkaitan dengan harta dan kepemilikan, maka anda bisa membuat catatan harta kita, mendokumentasikan dalam foto, dan simpan dokumen tersebut di tempat yang aman 13. menyimpan berbagai dokumen penting ditempat yang aman. 14. hindari membangun di tempat rawan banjir kecuali ada upaya penguatan dan peninggian bangunan rumah



SAAT BENCANA 1.     Apabila banjir akan terjadi di wilayah Anda, maka simaklah informasi dari berbagai media mengenai informasi banjir untuk meningkatkan kesiapsiagaan. 2.     Apabila terjadi banjir, segeralah evakuasi ke tempat yang lebih tinggi. 3.     Waspada terhadap arus bawah, saluran air, kubangan, dan tempat-tempat lain yang tergenang air. 4.     Ketahui risiko banjir dan banjir bandang di tempat Anda, misalnya banjir bandang dapat terjadi di tempat Anda dengan atau tanpa peringatan pada saat hujan biasa atau deras. 5.     Apabila Anda harus bersiap untuk evakuasi: amankan rumah Anda. Apabila masih tersedia waktu, tempatkan perabot di luar rumah atau di tempat yang aman dari banjir. Barang yang lebih berharga diletakan pada bagian yang lebih tinggi di dalam rumah. 6.     Matikan semua jaringan listrik apabila ada instruksi dari pihak berwenang. Cabut alatalat yang masih tersambung dengan listrik. Jangan menyentuh peralatan yang bermuatan listrik apabila Anda berdiri di atas/dalam air. 7.     Jika ada perintah evakuasi dan Anda harus meninggalkan rumah: Jangan berjalan di arus air. Beberapa langkah berjalan di arus air dapat mengakibatkan Anda jatuh. 8.     Apabila Anda harus berjalan di air, berjalanlah pada pijakan yang tidak bergerak. Gunakan tongkat atau sejenisnya untuk mengecek kepadatan tempat Anda berpijak. 9.     Jangan mengemudikan mobil di wilayah banjir. Apabila air mulai naik, abaikan mobil dan keluarlah ke tempat yang lebih tinggi. Apabila hal ini tidak dilakukan, Anda dan mobil dapat tersapu arus banjir dengan cepat.



10. Bersihkan dan siapkan penampungan air untuk berjaga-jaga seandainya kehabisan air bersih. 11. Waspada saluran air atau tempat melintasnya air yang kemungkinan akan dilalui oleh arus yang deras karena kerap kali banjir bandang tiba tanpa peringatan.



PASCA BENCANA 1. Hindari air banjir karena kemungkinan kontaminasi zat-zat berbahaya dan ancaman kesetrum. 2. Waspada dengan instalasi listrik. 3. Hindari air yang bergerak. 4. Hindari area yang airnya baru saja surut karena jalan bisa saja keropos dan ambles. 5. Hindari lokasi yang masih terkena bencana, kecuali jika pihak yang berwenang membutuhkan sukarelawan. 6. Kembali ke rumah sesuai dengan perintah dari pihak yang berwenang. 7. Tetap di luar gedung/rumah yang masih dikelilingi air. 8. Hati-hati saat memasuki gedung karena ancaman kerusakan yang tidak terlihat seperti pada fondasi. 9. Perhatikan kesehatan dan keselamatan keluarga dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air bersih jika Anda terkena air banjir. 10. Buang makanan yang terkontaminasi air banjir. 11. Dengarkan berita atau informasi mengenai kondisi air, serta di mana mendapatkan bantuan perumahan/shelter, pakaian, dan makanan. 12. Dapatkan perawatan kesehatan di fasilitas kesehatan terdekat. 13. Bersihkan tempat tinggal dan lingkungan rumah dari sisa-sisa kotoran setelah banjir. 14. Lakukan pemberantasan sarang nyamuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). 15. Terlibat dalam kaporitisasi sumur gali. 16. Terlibat dalam perbaikan jamban dan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL).



B. Konsep Disaster Pre Hospital Bencana (Disaster) Menurut UU No. 24 tahun 2007, pengertian bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Toha, 2007). 1. Tahapan Bencana Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergency dan tahap rekonstruksi. a. Tahapan Pra Disaster Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana. Dengan pertimbangan bahwa, yang pertama kali menolong saat terjadi bencana adalah masyarakat awam atau awam khusus (first responder), maka masyarakat awam khusus perlu segera dilatih oleh pemerintah kabapaten kota. Latihan yang perlu diberikan kepada masyarakat awam khusus dapat berupa : Kemampuan minta tolong, kempuan menolong diri sendiri, menentukan arah evakuasi yang tepat, memberikan pertolongan serta melakukan transportasi. Peran tenaga kesehatan dalam fase Pra Disaster adalah: 1) Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang berhubungan dengan penanggulangan ancaman bencana untuk tiap fasenya. 2) Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun lembagalembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi bencana kepada masyarakat. 3) Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut ini:  Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana.  Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga yang lain.







Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulance. b. Tahapan Bencana (Impact) Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase), waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang berhenti. Waktu serangan yang singkat misalnya: serangan angin puting beliung, serangan gempa di Jogyakarta atau ledakan bom, waktunya hanya beberapa detik saja tetapi kerusakannya bisa sangat dahsyat. Waktu serangan yang lama misalnya : saat serangan tsunami di Aceh terjadi secara periodik dan berulang-ulang, serangan semburan lumpur lapindo sampai setahun lebih bahkan sampai sekarang belum berhenti yang mengakibatkan jumlah kerugian yang sangat besar. Peran tenaga kesehatan pada fase Impact adalah : 1) Bertindak cepat. 2) Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan apapun secara pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban selamat. 3) Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan. 4) Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok yang menanggulangi terjadinya bencana. c. Tahapan Emergency Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang pertama, bila serangan bencana terjadi secara periodik seperti di Aceh dan semburan lumpur Lapindo sampai terjadi-nya rekonstruksi. Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada tahap emergensi ini, korban memerlukan bantuan dari tenaga medis spesialis, tenaga kesehatan gawat darurat, awam khusus yang terampil dan tersertifikasi. Diperlukan bantuan obat-obatan, balut bidai dan alat evakuasi, alat transportasi yang efisien dan efektif, alat komunikasi, makanan, pakaian dan lebih khusus pakaian anakanak, pakaian wanita terutama celana dalam, BH, pembalut wanita yang kadang malah hampir tidak ada. Diperlukan mini hospital dilapangan, dapur umum dan manajemen perkemahan yang baik agar kesegaran udara dan sanitasi lingkungan terpelihara dengan baik. Peran tenaga kesehatan ketika fase emergency adalah : 1) Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari.



2) Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan harian. 3) Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan kesehatan di RS. 4) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan kesehatan. 5) Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya 6) Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot). 7) Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain. 8) Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater. 9) Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi. Tenaga kesehatan dan juga tim sangat perlu untuk mengetahui triage bencana untuk mempercepat evakuasi korban bencana banjir bandang, dan memberikan pertolongan sebanyak banyaknya. Triage bencan juga bertujuan untuk memberikan pertolongan pertama pada korban cidera agar dapat bertahan hidup. Triage bencana yang dapat digunakan pada korban dewasa adalah triage START dengan mengacu pada respirasi, perfusi dan status mental. Sedangkan pada korban anak anak dapat menggunakan triage Jump STAR. Triage juga dapat menggunakan metode klasifikasi yaitu :  Merah / emergensi : untuk pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera, waktu tunggu nol.  Kuning / urgent : pasien dengan penyakit yang akut, membutuhkan trolley, kursi roda atau berjalan kaki, waktu tunggu 30 menit  Hijiau / non urgent : pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal , kondisi penyakit yang sudah lama timbul.







Hitam / kasus kematian : tidak terdapat respon pada segala rangsangan, tidak terdapat respirasi spontan, tidak terdapat bukti aktivitas jantung dan hilangnya respon pupil terhadap cahaya d. Tahap Rekonstruksi Pada tahap ini mulai dibangun tempat ting-gal, sarana umum seperti sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan norma norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Deng-an melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharus-nya bisa dijadikan momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya, lebih me-miliki daya saing di dunia internasional. Hal ini yang nampaknya kita rindukan, karena yang seringkali kita baca dan kita dengar adalah penyalahgunaan bantuan untuk korban bencana dan saling tunggu antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah: 1) tenaga kesehatanan pada pasien post traumatic stress disorder(PTSD). 2) tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerjasama dengan unsur lintas sector menangani masalah kesehatan masyarakat pasca gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan (Recovery) menuju keadaan sehat dan aman.



2. MANAJEMEN BENCANA Manajemen bencana adalah sebuah proses yang terus menerus dimana pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil merencanakan dan mengurangi pengaruh bencana, mengambil tindakan segera setelah bencana terjadi, dan mengambil langkah-langkah untuk pemulihan (Susanto 2006:10). Hal ini merupakan proses penting dalam menyikapi dalam pengambilan tindakan dan penyelesaian pasca bencana. Oleh karena itu, Proses lintas sektoral yang terintegrasi dan berkelanjutan dalam rangka mencegah dan mengurangi akibat bencana, meliputi mitigasi, kewaspadaan, tanggapan terhadap bencana serta upaya pemulihan (Warto 2002:23). Dalam manajemen bencana ini, penulis menemukan teori manajemen bencana yang ditulis oleh Nick Carter (1991) dalam bukunya yang berjudul Disaster Management : A Disaster Manager’s Handbook, yang terdiri dari enam tahapan dalam manajemen bencana yaitu prevention (pencegahan), mitigation (peringanan), preparedness (kesiapsiagaan), disaster impact (dampak bencana), response (tanggapan), recovery (pemulihan), dan development (pembangunan) (Carter 1991:56).



Dari banyak tahapan manajemen bencana tersebut, peneliti hanya membatasi pembahasan pada penanggulangan bencana alam, yaitu tahapan setelah bencana terjadi, meliputi tahap response (tanggapan), recovery (pemulihan), dan development (pembangunan). Hal ini dilakukan karena peneliti berpendapat bahwa meskipun hanya mengambil tiga tahapan tersebut sudah menggambarkan manajemen bencana secara keseluruhan. Response adalah tindakan yang segera diambil sebelum dan sesudah dampak bencana yang diarahkan untuk menyelamatkan nyawa dan melindungi harta benda, dan yang berurusan dengan gangguan langsung, kerusakan dan efek lainnya yang disebabkan oleh bencana. Recovery adalah proses dimana masyarakat dan bangsa dibantu untuk kembali ke fungsi kehidupan seperti sebelumnya setelah bencana. Sedangkan development adalah hubungan antara kegiatan yang berhubungan dengan bencana dan pembangunan nasional yang dimaksudkan untuk memastikan bahwa hasil bencana secara efektif tercermin dalam kebijakan masa depan untuk kepentingan kemajuan nasional. Manajemen bencana dalam penelitian ini terdiri dari upaya pemerintah dan partisipasi dari masyarakat. Jadi yang akan diulas adalah produk dari apa yang sudah diupayakan oleh pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana alam.Bencana alam sendiri adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala alam, seperti gunung meletus, tanah longsor, banjir, gelombang pasang (tsunami), angin ribut, kebakaran hutan, kekeringan, gas beracun, dan banjir lahar yang dapat mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan dan lain-lain (Warto 2002:13). C. Analisa Peran Perawat Sebagai Tim Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana dan Analisa Peran Masing Masing Tim Penanggulangan Bencana Ada beberapa hal yang bisa perawat lakukan dalam penanggulangan bencana. 1. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah membantu melakukan pencarian, penyelamatan, dan melokalisasi korban. 2. Triage, hal itu mengharuskan perawat untuk melakukan identifikasi secara cepat korban bencana yang membutuhkan stabilisasi segera. 3. Pertolongan pertama, pertolongan pertama yang dilakukan seperti mengobati luka rubfab serta melakukan pertolongan bantuan hidup dasar. 4. Membantu proses pemindahan korban. Pemindahan korban bencana tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang, perawat dibekali kemampuan untuk memeriksa kondisi dengan memantau tanda-tanda vital sehingga dapat melakukan pemindahan korban dengan baik. 5. Perawatan di rumah sakit. 6. Melakukan Rapid Health Assesment. Selain itu, perawat memiliki peran di dalam posko pengungsian dan posko bencana. Hal yang dapat dilakukan, yakni mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian hingga



berkolaborasi dengan petugas farmasi untuk mengecek ketersediaan obat. Fase postimpact juga membutuhkan peran perawat di dalamnya. Dalam fase ini, perawat membantu masyarakat untuk hidup normal kembali melalui proses konsultasi atau edukasi serta membantu memulihkan kondisi fisik dengan cepat. Peran Polisi dalam penanggulangan bencana : 1. Menciptakan keamanan & keterbitan dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi & rekonstruksi pasca gempa bumi 2. Pendistribusian Logistik 3. Pembersihan Puing Reruntuhan bangunan Peran TNI dalam penanggulangan bencana : 1. Memberikan dukungan kelancaran pelaksanaan kegiatan rehabilitasi & rekonstruksi pasca bencana gempa bumi 2. Evakuasi korban 3. Memperbaiki instalasi air bersih & membangun MCK



Bab IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tinjauan teori diatas dapat disimpulkan bahwa banjir bandang merupakan bencana alam yang sangat merugikan baik dari segi materi, hingga dapat menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu diperlukan penanggulangan bencana yang tepat untuk meminimalisir adanya korban jiwa dalam jumlah yang banyak. perawat dan juga tenaga kesehatan lain memiliki peran yang sangat penting pada saat terjadi bencana alam banjir bandang. Sehingga perawat atau mahasiswa keperawatan perlu diberikan pelatihan dan pembelajaran terkait penanganan pencegahan dan penanggulangan bencana alam khususnya banjir bandang. B. Saran Video yang ditayangkan sudah cukup jelas dan mudah dipahami. Akan tetapi bisa ditambahkan suara dibagian awal agar lebih jelas. Dalam video tersebut tidak ada mitigasi pra dan pasca bencana, jadi bisa ditambahkan pra dan pasca bencana



DAFTAR PUSTAKA



McCaughrin, W. C. (2013). Perfect Storm: Organi-zational Management of Patient Care UnderNatural Disaster Condition. Journal of Healthcare Management, 45(5), 295-310 Legg, T. J. (2010). Nursing in Disaster Situations: Are You Prepared to Answer the Call?. Pennsylva-nia Nurse 4-9. Ir. HR Mulyanto Dip. HE. (2012) Petunjuk Tindakan dan Sistem Mitigasi bencana, Directorat sungai dan pantai direktorat jenderal sumber daya air Kementrian pekerjaan umum. 1-58 Azmeri, Safrida, & Mironi, R. (2016). Manajemen Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Bandang di Desa Beureunut Kecamatan Seulimun Kabupaten Aceh Besar. Seminar Nasional Teknik Sipil, (August), 1–5. Suprayogi, S. dkk. (2014). PENINGKATAN KAPASITAS MANAJEMEN BENCANA BANJIR BANDANG.



MASYARAKAT



DALAM



Nurmansyah, Muhammad; Buanasari, Andi.(2019). Pengaruh Pendidikan Kebencanaan Banjir Bandang Terhadap Kesiapsiagaan Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FK UNSRAT. E-Journal Keperawatan. Putri, Yennie Pratiwi dkk. (2018). Arahan Mitigasi Bencana Banjir Bandang Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kuranji Kota Padang. Majalah Ilmiah Globe.