Makalah DM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit yang berbahaya yang kerap disebut sebagai silent killer selain penyakit jantung, Orang lazim menyebutnya sebagai penyakit gula atau kencing manis.Sebelum menjelaskan lebih lanjut soal penyebab dan cara perawatan pasien diabetes melitus ada baiknya kita simak dulu definisi mengenai diabetes melitus itu sendiri. Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Gangren adalah nekrosis yang di sertai pembusukan jaringan, yang sering sebagai akibat kerja kuman tertentu, misalnya Klostridia.Jaringan yang terkena tampak berwarna hitam karena penimbunan senyawa sulfida, besi dari Hb yang rusak.Jadi nekrosis isemik bagian distal anggota tubuh dapat menjadi gangren bila mengalami infeksi yang sesuai.



A. Definisi Ganggren Gangren adalah nekrosis yang di sertai pembusukan jaringan, yang sering sebagai akibat kerja kuman tertentu, misalnya Klostridia. Jaringan yang terkena tampak berwarna hitam karena penimbunan senyawa sulfida, besi dari Hb yang rusak.Jadi nekrosis isemik bagian distal anggota tubuh dapat menjadi gangren bila mengalami infeksi yang sesuai. Nekrosis adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh iskemia, metabolik, trauma.Kematian sel atau jaringan pada mikroorganisme hidup disebut nekrosis, tidak terikat pada penyebabnya. Merupakan proses patologis setelah terjadi cedera sel dan sering mengenai suatu jaringan yang padat.



B. Penyebab Disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang; perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar); proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes mellitus (Tabber, dikutip Gitarja, 1999). pada gangren diabetik adalah streptococcus (Soeatmaji, 1999).



C. Diabetes Mellitus 1. Definisi Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.



2. Penyebab a.



Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan :kurangnya produksi insulin (diabetes mellitus tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes mellitus tipe 2, bentuk yang lebih umum). Selain itu, terdapat jenis diabetes mellitus yang juga disebabkan oleh resistansi insulin yang terjadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif. Diabetes mellitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan.



b.



Pemahaman dan partisipasi pasien sangat penting karena tingkat glukosa darah berubah terus, karena kesuksesan menjagagula darahdalam batasan normal dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Faktor lainnya



yang dapat mengurangi komplikasi adalah:



berhentimerokok, mengoptimalkan kadar kolesterol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontroltekanan darah tinggi, dan melakukanolah ragateratur. Gejala-gejala diabetes mellitus : a.



Gejala akut Pada permulaan :







Banyak makan (poifagia)







Banyak minum (polidipsia)







Banyak kencing (poliuria) Penderita menunjukan berat badan terus naik dan tambah gemuk karena jumlah insulin masih mencukupi



b. Gejala kurang insulin : 



Polidipsia dan poliuria







Nafsu makan berkurang







Kadang timbul rasa mual jika glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai :







Banyak minum dan kencing







BB turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu







Mudah lelah







Bila tidak diobati penderita akan merasa mual bahkan akan jatuh koma disebut koma diabetic akibat glukosa terlalu tinggi > 600 mg/dl.



c.



Gejala kronik Gejala ini biasa muncul sesudah beberapa bulan atau tahun mengidap DMGejala antara lain :







Kesemutan







Kulit terasa panas atau seperti di tusuk jarum







Rasa tebal di kulit







Kram







Capai







Mudah ngantuk







Mata kabur (sering ganti kaca mata)







Gatal disekitar kemaluan terutama wanita







Para ibu hamil sering mengalami keguguran dengan berat badan lahir 4 kg







Kepekaan genetic







Peristiwa lingkungan (benda asing) mengawali proses pada individu yang peka







Respon radang pancreas yang disebut “ insulitis”. Sel yang menyerbuk pulau-pulau adalah limfosit T aktif







Aktifasi auto imunitas. Perubahan pada permukaan sel-sel beta, sehingga oleh sistenm imun dikenal seabagai “ non-self” (asing)







Timbul respon imun. Antibody sitotoksit menyerang sel beta (lebih dari 90%)  DM



d. Stadium 1. Stadium luka a) Anatomi kulit 



Partial Thickness : hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis paling atas.



Full



Thickness : hilangnya lapisan sub kutan.



Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan epidermis Stadium II : hilangnya lapisan epidermis/lecet sampai batas dermis paling atas. Stadium III : rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan sub kutan Stadium IV : rusaknya lapisan sub kutan hingga otot dan tulang b) Warna dasar luka 



Red/merah : (pink/merah/merah tua) disebut jaringan sehat, granulasi/epiteisasi, vaskulerisasi







Yellow/kuning : (kuning muda/kuning kehijauan/kuning tua/kuning kecoklatan) disebut jaringan mati yang lunak, fibrinolitik, slough, avaskularisasi.







Black/hitam : jaringan nekrosis, avaskularisasi



c) Stadium Wagner untuk luka diabetic 1. Superficial ulcers 



Stadium O : tidak terdapat lesi. Kulit dalam keadaan baik, tapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol/charcot arthropathies







Stadium I : hilang lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang tampak menonjol.



2. Deep ulcers 



Stadium II : lesi terbuka dengan penetrasi ke tulanh atau tendon (dengan goa)







Stadium III : penetrasi dalam, osteomyelitis, pyarthrosis, plantar abses atau infeksi hingga tendon.



3. Gangren 



Stadium IV : gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab/kering.



4. Tanda dan Gejala Gejala umum penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka keluhan yang timbul adalah berupa kesemutan atau keram, rasa lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada waktu istirahat.Akibat dari keluhan ini, apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan.Luka tersebut biasanya disebabkan karena penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan rasa nyeri sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan menjalar dengan cepat (Subjahyo A,1998). Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh. Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak serta adanya bau yang semakin tajam.



5. Penatalaksanaan Pengobatan dan Perawatan Luka Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang akan dilakukan. Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain :  Mengurangi atau menghilangkan factor penyebab  Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab  Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyerta)  Meningkatkan edukasi klien dan keluarga Perawatan luka diabetic : 1) Mencuci luka Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjaadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis / slough dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan



penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan saline. (Gitarja, 1999; ).



2) Debridement Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka. Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis). Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau rusaknya jaringan nekrotik oleh leukosit dan enzim lyzomatik. Debridement dengan sistem autolysis dengan menggunakan occlusive dressing merupakan cara teraman dilakukan pada klien dengan luka diabetik. Terutama untuk menghindari resiko infeksi.(Gitarja W, 1999). Membuang jaringan nekrosis/slough (support autolysis ), kontrol terhadap infeksi/terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan rasa sakit saat mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan (cost effektive). Jenis balutan: absorbent dressing, hydroactive gel, hydrocoloid. (Gitarja, 1999; hal. 16). Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb dan albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka. Diusahakan agar Hb lebih 12 g/dl dan albumin darah dipertahankan lebih 3,5 g/dl. Dan perlu juga dilakukan monitor glukosa darah secara ketat, Karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan, ini merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar sembuh. Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik dibutuhkan kerja sama antara dokter, perawat dan penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini beserta terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang besar, morbiditas penderita gangren dapat



ditekan



serendah-rendahnya.



Upaya



untuk



pencegahan



dapat



dilakukan dengan cara penyuluhan dimana masing masing profesi mempunyai peranan yang saling menunjang. Dalam memberikan penyuluhan pada penderita ada beberapa petunjuk perawatan kaki diabetik (Sutjahyo A, 1998; hal. 8).







Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan dan jangan bertelanjang kaki bila berjalan



 Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta memberikan perhatian khusus pada daerah sela-sela jari kaki  Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau jamur pada kuku kaki



Pemilihan Jenis Pengobatan 



Terapi Antibiotika Pemberian antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat kuman gram positip dan gram negatip.Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi



antibiotika



dapat



diberikan



perparenteral



yang



sesuai



dengan



kepekaan



kuman.(Sutjahyo A, 1998; hal. 8). 



Nutrisi Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik biasanya diberikan diet B1 dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori protein. (Tjokroprawiro, A, 1998; hal. 26).







Pemilihan jenis balutan Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang dapat mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat proses penyembuhan



hingga



50%,



absorbsi



eksudat



/



cairan



luka



yanag



keluar



berlebihanair yang digunakan untuk mecuci kaki antara 29,5 sampai 30 derajat Celsius dan di ukur dulu dengan thermometer. Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas Langkah langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah yang harus dilakukan, yaitu : -



Hindari kebiasaan merokok



-



Hindari bertumpang kaki duduk



-



Lindungi kaki dari kedinginan



-



Hindari merendam kaki dalam air dingin



-



Gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan pada tungkai atau daerah tertentu.



-



Periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae kemerahan atau tandatanda radang, sehingga dilakukan tindakan awal.



-



Jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau cream.



KONSEP DASAR DM TIPE 1 1. PENGERTIAN Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes mellitus tipe 1 dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.



2. EPIDEMIOLOGI Pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja , salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes Mellitus. Variasi siklik musiman dalam jangka lama terjadi pada insiden diabetes insipidus tergantung insulin. Kasus yang baru diketahui tampak lebih sering pada bulan-bulan musim semi dan musim dingin di belahan bumi uatara dan selatan. Tabel 1. Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus di Beberapa Negara Tahun 2000



(FKM, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007)



No



Rangking negara tahun 2000



Orang dengan DM (juta)



1.



India



31,7



2.



Cina



20,8



3.



Amerika Serikat



17,7



4.



Indonesia



8,4



5.



Jepang



6,8



6.



Pakistan



5,2



7.



Federasi Rusia



4,6



8.



Brazil



4,6



9.



Italia



4,3



10.



Banglades



3,2



3. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI a. Faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. b. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. c. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.



4. KLASIFIKASI Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut : Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda. 1.



Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini.



2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.



5. PATOFIOLOGI TERJADINYA PENYAKIT Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gengen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi. Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino , laktat , dan gliserol yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin , sintesis dan pengambilan protein,



trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Aseharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180mg/dl ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urine, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation ) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan makanan (polifagia). Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang



non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika



hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.(Tandra,2007)



6. PATHWAY DM tipe 1 ( di lampirakan)



7. MANIFESTASI KLINIS Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.



Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang sering ditemukan : a) Poliuri (banyak kencing) Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing. b) Polidipsi (banyak minum)



Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum. c) Polifagia (banyak makan) Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah. d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus e) Mata kabur Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. f) Ketoasidosis. Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik.



8. PEMERIKSAAN FISIK Diabetes Melitus Tipe 1 Inspeksi



:



pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak



banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam penurunan tonus otot Palpasi



:



denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan terjadi hipertensi.



Auskultasi :



adanya peningkatan tekanan darah



9. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda. a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l e) Elektrolit : 



Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun







Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.







Fosfor : lebih sering menurun



f)



Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)



g)



Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.



h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi. i) j)



Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.



k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)



l)



Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.



m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. n)



Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.



10 DIAGNOSTIK / KRITERIA DIAGNOSTIK Diabetes Melitus Tipe 1 Diagnosis didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, serta data laboratorium, dengan kriteria data lab: Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl) (WHO) Bukan DM Kadar



glukosa



Belum pasti DM



DM



darah



sewaktu: 1. Plasma vena 2. Darah kapiler Kadar



glukosa



< 100



100 – 200



>200



< 80



80 – 200



>200



< 110



110 – 120



>126



< 90



90 – 110



>110



darah



puasa: 1. Plasma vena 2. Darah kapiler



Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : • Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) • Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) • Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl



11 DIAGNOSIS BANDING Diabetes Melitus Tipe 1 Produksi berlebihan glukokortikoid atau katekolamin pada : 



Tumor hipotalamus atau hipofisis







Tumor atau hiperplasia adrenal Renal glukosuria (Pada keadaan ini didapatkan glukosuria tanpa hiperglikemia maupun ketosis)







Feokromositoma (Pada keadaan ini didapatkan uji toleransi glukosa yang abnormal dan glukosuria tanpa ketosis, yang disebabkan oleh peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis).



12 PENATALAKSAAN Diabetes Melitus baik Tipe 1 dan tipe 2 Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi: 1. Pemberian insulin Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran. Penatalaksanaan Terapi Insulin.   



Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin. Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini terutama untuk : 1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.



2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes. Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan olahraga secara teratur Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini : -



Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari



-



Kadar glukosa darah sering tidak teratur



-



Ingin mengurangi resiko hipoglikemi



-



Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan



-



Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni : 1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin) 2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin) 3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin) 4. Mixed Insulin 5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin) 6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin) Cara Pemberian Insulin Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).



Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.



Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-80C. 2. Pengaturan makan/diet o



Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari



o Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak. o Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil sebagai berikut : a. 20% berupa makan pagi. b. 10% berupa makanan kecil. c. 25% berupa makan siang. d. 10% berupa makanan kecil. e. 25% berupa makan malam. f.



10% berupa makanan kecil. Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan. Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas 40 – 50% karbohidrat, 30 – 35% lemak dan 20 – 25% protein. Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.



-



Serat makanan Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi. Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan pembentukan gel dalam traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat pengosongan lambung dan gerakan makanan yang melalui saluran cerna bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih lambat. Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.



-



Alkohol Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes minum minuman beralkohol pada saat lambung kosong, maka kemungkinan terjadinya hipoglikemia akan meningkat. Konsumsi alcohol yang berlebihan



dapat menggganggu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi serta



mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat dan mengikuti rencana makan yang sudah diresepkan untuk mencegah hipoglikemian.



3. Olahraga Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda. 4. Obat hipoglikemik oral (OHO) Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik. a. Sulfoniurea



Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. b. Biguanid Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk. c. Inhibitor α glukosidase Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial. d. Insulin sentizing agent Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. 5. Edukasi Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat. 6. Pemantauan mandiri/home monitoring Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).



13 KOMPLIKASI Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun. a. Komplikasi Metabolik Akut 1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1) Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal



2) Hipoglikemi Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma. b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun ke 5) 1.



Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.



2.



Makroangiopaty Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :



a) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular. b) Hiperlipoproteinemia c) Kelainan pembekun darah Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan



aorta



maka



dapat



mengakibatkan



angina



pektoris



dan



infark



miokardium.



Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.



14 PROGNOSIS DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan seumur hidup. DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic yang baik. Yang dimaksud control metabolic yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia. Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat. Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap. Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur dan baik akan memberikan prognosis baik.



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN



DENGAN DM TIPE 1 1. Pengkajian Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. a. Identitas Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi. b. Keluhan utama Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. Ds



yg mungkin timbul :



-



Klien mengeluh sering kesemutan.



-



Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari



-



Klien mengeluh sering merasa haus



-



Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)



-



Klien mengeluh merasa lemah



-



Klien mengeluh pandangannya kabur Do



:



-



Klien tampak lemas.



-



Terjadi penurunan berat badan



-



Tonus otot menurun



-



Terjadi atropi otot



-



Kulit dan membrane mukosa tampak kering



-



Tampak adanya luka ganggren



-



Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam



c.



Keadaan Umum Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.



d. Tanda-tanda Vital Meliputi pemeriksaan: 



Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.



 Pulse rate  Respiratory rate  Suhu e. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan : 



Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot, adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati, kekaburan pandangan.



 Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.  Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah. f.



Pemeriksaan penunjang



a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l e) Elektrolit : 



Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun







Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.







Fosfor : lebih sering menurun



f)



Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)



g)



Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.



h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi. i) j)



Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.



k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody) l)



Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.



m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. n)



Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.



g.



Riwayat Kesehatan







Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?







Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.



Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus : 1.



Aktivitas/ Istirahat



Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun. 2.



Sirkulasi Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah



3.



Integritas Ego Stress, ansietas



4.



Eliminasi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare



5.



Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.



6.



Neurosensori Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.



7.



Nyeri / Kenyamanan Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)



8.



Pernapasan Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)



9.



Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit.



2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi: 1. PK: Ketoasidosis 2. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes melitus 3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai dengan sering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak bergairah.



4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl 5. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketunadayaan fisik ditandai dengan gangguan pertumbuhan fisik , keterlambatan dalam melakukan keterampilan umum kelompok usia. 6. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan fungsi limfosit). 7. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.



3.



RENCANA INTERVENSI Terlampir



4. IMPLEMENTASI Implementasi merupakan pelaksanaan dari perencanaan yang dibuat.



5. EVALUASI 1.



Tanda-tanda ketoasidosis teratasi tidak ada mual , muntah, nafas klien tidak berbau keton, AGD normal.



2.



Glukosa darah terpantau stabil dalam rentang normal. Puasa (70-110 mg/dl) , 2 jan PP (120-200 mg/dl), sewaktu (< 200 mg/dl)



3. Keseimbangan energi memenuhi kebutuhan aktivitas , klien tampak tidak lemas, dan bertoleransi terhadapa aktivitas. 4. Keseimbangan nutrisi adekuat , glukosa darah dalam rentang normal, berat badan normal. 5. Mencapai pertumbbuhan dan perkembangan yang optimal, memiliki koping individu dan keluarga yang baik. 6. Tidak terjadi/ adanya gejala-gejala infeksi, tidak terjadi infeksi, tanda-tanda infeksi tidak ada (kalor, lugor, dolor, fungsiolesa), WBC (4,00-11,00 k/ul), bebas eritema dan demam. 7. Cidera tidak terjadi, keamanan pasien terjaga, tidak terjadi cidera



6. HEALTH EDUCATION 



Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang menyebabkan, pengobatan, komplikasi dan pencegahannya.







Berikan penjelasan mengenai penggunaan insulin yang tepat.







Anjurkan klien untuk selalu menyediakan permen dan mengenali tanda-tanda hipodlikemia.







Berikan penjelasan mengenai tanda-tanda pertumbuuhan dan perkembangan yang ditoleransi klien.







Anjurkan keluarga klien mencatat hasil pemeriksaan gula darah dan berkonsultasi dengan pelayan kesehatan untuk mengontrol gula darah secara berkala



DAFTAR PUSTAKA Pratiwi, Andi Diah. 2007. Epidemiologi, Program Penanggulangan, dan Isu Mutakhir Diabetes Mellitus. http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/10/epidemiologi-dm-dan-isu-mutakhirnya/. (Akses 17 Maret 2010) Carpenito, Lynda Juall. 1992. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Faizi, Mohamad. 2010. Diabetes Tipe 1. http:// www. pediatrik.com/ 2010/02/diabetestipe1. html. (Akses 17 Maret 2010) Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Ikrimah. 2009. Dibetes millitus. http://ikrimah.blogspot.com/2009/04/diabetesmilltus.html. (Akses 17 Maret 2010) Rafani. 2010. Diabetes Mellitus Tipe 2 . http://www.rafani.co.cc/2010/01/askep-dm.html. (Akses 17 Maret 2010) Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC