Makalah Ebp Pada Pasien Ppok, Kelompok 4 KMB I [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDIDIKAN KESEHATAN BERDASARKAN HASIL PENELITIAN (EVIDENCE BASE PRACTICE) PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I Dosen Pengampu: Rosliana Dewi, M.H.Kes., M.Kep



Disusun oleh: Kelompok 4 Anggota: Neneng Anisa



C1AA20066



Rahma Azzahra



C1AA20080



Repi Heryani



C1AA20090



Rise Andriani



C1AA20096



Rizki Samsul Kurnia C1AA20098



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI 2021 i



KATA PENGANTAR Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT dengan rahmat dan karunianya penulis



dapat



menyelesaikan



makalah



dengan



berjudul



“Pendidikan



Kesehatan



Berdasarkan Hasil Penelitian (Evidence Base Practice) Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)” Shalawat serta salam penulis kirimkan keada junjungan alam Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya. Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih. Segala usaha telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Namun penulis menyadari bahwa dalam makalah ini mungkin masih ditemukan kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan guna perbaikan di masa yang akan datang.



Sukabumi, 04 Oktober 2021



Kelompok 4



ii



DAFTAR ISI



1



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... ii DAFTAR ISI.................................................................................................................................... 1 BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................. 3 A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 3 B. Rumusan Masalah................................................................................................................... 4 C. Tujuan dan Manfaat .............................................................................................................. 4 BAB II DESAIN MAKALAH ......................................................................................................... 5 A.



Metode Penerapan EBP ....................................................................................................... 5



B.



Strategi Pengumpulan Data ................................................................................................. 5



C.



Diagnosa Keperawatan ........................................................................................................ 5



D. Hasil-Hasil Penelitian Berdasarkan Evidence Base Practice................................................. 6 BAB III PENUTUP ....................................................................................................................... 35 A.



KESIMPULAN .................................................................................................................. 35



B. SARAN ................................................................................................................................. 35 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 36



2



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan program pendidikan dan perilaku kesehatan sangat besar peranannya guna mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan dan perilaku kesehatan ini harus didukung oleh semua pihak terutama masyarakatnya. Program pendidikan dan perilaku kesehatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan tentunya menyadarkan mereka tentang pentingnya kesehatan itu sendiri. Kesehatan sendiri adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pendidikan dan perilaku kesehatan. Evidence Based Practice (EBP), merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam praktik perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta. Penggunaan evidence base dalam praktek akan menjadi dasar scientific dalam pengambilan keputusan klinis sehingga intervensi yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan dari EBP adalah tiada lain dan tiada bukan adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan pelayanan yang selalu mendahulukan keselamatan pasien dan pada akhirnya membantu untuk menurunkan hospital costs. Definisi PPOK PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua penyakit paru terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif dan di kaitkan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan nafas, hipersekresi mucus, dan perubahan pada system pembuluh darah paru. Merokok singaret, polusi udara, dan pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-bijian padi) merupakan factor penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang dapat terjadi dalam rentang waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015). Asma Bronkial adalah suatu gangguan pada saluran Bronkial yang mempunyai ciri bronkospasme periodik terutama pada percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti faktor biokemikal, endokrin, infeksi, dan psikologi (Somantri, 2012). Polutan indoor yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasip. Pada negara dengan income rendah dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat 3



menggunakan cara masak tradisional dengan minyak tanah dan kayu bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory, khususnya pada perempuan yang tidak merokok (Oemiati, 2013). Polusi di tempat kerja: Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan industri (pertambangan, industri besi dan baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta, sebagainya diperkirakan mencapai 19% (Oemiati, 2013). Infeksi saluran napas berat pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi padasaatdewasa.Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab keadaaan ini, karena seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan napas yang merupakan faktor risiko pada PPOK (PDPI, 2011). Tidak seperti proses akut yang memungkinkan jaringan paru pulih, jalan napas dan parenkim paru tidak kembali ke normal setelah ekserbasi; Bahkan, penyakit ini menunjukkan perubahan destruktif yang progresif (LeMone et al., 2016). Melalui mekanisme yang berbeda, proses ini menyebabkan jalan napas menyempit, resistensi terhadap aliran udara untuk meningkat, dan ekpirasi menjadi lambat dan sulit (LeMone et al., 2016). B. Rumusan Masalah Berdasarkan judul makalah ini maka rumusan masalahnya adalah mengenai pendidikan kesehatan berdasarkan hasil penelitian EBP Pada Klien Dengan Penyakit Paru Obstrutif Kronis (PPOK). C. Tujuan dan Manfaat Tujuan dan penulisan makalah ini untuk menjelaskan situasi tentang Evidence Based Practice



(EBP) ditatanan keperawatan dan menelaah mengenai data pendungkung dari



beberapa intervensi mengenai pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis). Manfaat makalah ini sebagai wawasan pengetahuan penulis dan pembaca tentang system pernafasan manusia. Selain itu, sebagai bekal dalam memberikan bahan ajar.



4



BAB II DESAIN MAKALAH A. Metode Penerapan EBP Penerapan EBP ini menggunakan metode pre dan post tindakan. Untuk melihat tingkat keberhasilan EBP ini, penulis mengobservasi hasil-hasil pada jurnal penelitian terhadap pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), dengan membandingkan hasil sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. B. Strategi Pengumpulan Data Dalam menyusun makalah ini penulis mengumpulkan jurnal penelitian sebagai data acuan pelaksanaan pendidikan kesehatan, yang diakses melalui media elektronik yaitu Goggle Scholar. Jurnal yang dicari berhubungan dengan intervensi keperawatan pada pasien PPOK. C. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak



efektif berhubungan dengan bronkospasma,



peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energy atau kelemahan. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli. 3. Gangguan rasa nyaman “nyeri” Berhubungan Dengan penumpukan gas di lambung. 4. Kurang pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang tidak adekuat terhadap pengetahuan.



5



D. Hasil-Hasil Penelitian Berdasarkan Evidence Base Practice 1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Bronkospasma, Peningkatan Produksi Secret, Sekresi Tertahan, Tebal, Sekresi Kental, Penurunan Energy Atau Kelemahan. Intervensi : Bantu pengobatan pernafasan misalnya Fisoterapi dada a. Summary Jurnal No



Topik



Peneliti



Tahun



Metode



Populasi &



Hasil



Kesimpulan



Berdasarkan analisis data menggunakan rumus test dan korelasi didapatkan hasil sebagai berikut : a) pada kelompok intervensi. Dari analisis bivariat dengan dependen t tes didapatkan data beda rata-rata antara persentase APE sebelum fisioterapi dada dibandingkan dengan sesudah fisioterapi dada hari kedua sebesar 3,67% (p value



Penelitian ini membuktikan dan menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan bahwa resistensi saluran nafas nonelastik lebih baik sesudah diberikan fisioterapi dada pada kelompok intervensi (p=0.000, α =0,05), resistensi saluran nafas nonelastik lebih baik pada kelompok intervensi dari pada kelompok kontrol (p=0.03, α =0,05).



Sample 1



Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Penurunan Resistensi Saluran Nafas Nonelastik Dalam Asuhan Keperawatan Pasien PPOK Di RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda



Sholichin



2018



Kuasi Eksperimen Randomized Control Grup Prestestposttest



Semua Pasien PPOK di Ruang Seruni RSUD AWS Samarinda, Simple Random Sampling



6



0.005, α : 0.05), hari ketiga sebesar 8,85% (p value 0.000, α: 0.05), hari keempat sebesar 12.37% (p value 0.000, α : 0.05) dan hari kelima sebesar 17,69% (p value 0.000, α : 0.05). Berdasarkan data tersebut dibuktikan bahwa resistensi saluran nafas nonelastik lebih baik sesudah diberikan fisioterapi dada pada kelompok intervensi. b) Pada kelompok kontrol dan intervensi. Dari analisis bivariat dengan independen tes didapatkan ratarata nilai APE hari 7



pertama pada kelompok kontrol adalah 27,66% sedangkan pada kelompok intervensi adalah 27,67% (p value 0.99, α : 0.05) , hari kedua pada kelompok kontrol 29,85% sedangkan pada kelompok intervensi adalah 31,35% (p value 0.68,α: 0.05), hari ketiga pada kelompok kontrol 32,79% sedangkan pada kelompok intervensi adalah 36,52% (p value 0.29, α : 0.05), hari keempat pada kelompok kontrol 34,43% sedangkan pada kelompok intervensi adalah 40,04% (p value 8



2



Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar



Sang Hati, Sitti Nurhani



2020



Pre Experimental Design dengan rancangan “One Grup PretestPosttest Design”



419 Kasus dan 30 respondens, “aksidental sampling”



9



0.16, α : 0.05) dan hari kelima pada kelompok kontrol sebesar 35,20% sedangkan pada kelompok intervensi adalah 45,36% (p value 0.03, α : 0.05). Hasil menunjukkan bahwa sebelum tindakan fisioterapi dada responden dengan sekret yang keluar sebanyak 10 orang (33,3%), sedangkan responden sekret tidak keluar sebanyak 20 orang (66,7%). Dan setelah dilakukan tindakan fisioterapi responden dengan sekret yang keluar sebanyak 23 orang (76,7%) sedangkan responden dengan sekret yang tidak keluar sebanyak 7 orang (23,3%). bahwa dari 30 responden didapatkan rata-rata skor



Dari hasil penelitan tentang Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makasar dengan 30 responden diperoleh kesimpulan bahwa: 1. Pengeluaran sekret pada pasien penyakit paru obstruktif kronik sebelum dilakukan tindakan fisioterapi dada terdapat 10 orang (33.3%) terjadi pengeluar sekret sedangkan 20 orang ( 66.3%) tidak terjadi



pengeluaran sekret pre test fisioterapi dada yaitu 1,33 dimana skor pengeluaran sekret pada penyakit paru obstruktif kronik yaitu 2 dan tidak keluar yaitu 1, sedangkan rata-rata skor pengeluaran sekret post test tindakan fisioterapi dada yaitu 1,77 dimana skor pengeluaran sekret pada pasien penyakit paru obstruktif kronik yaitu 2 dan tidak keluar yaitu 1.



10



pengeluaran sekret. 2. Pengeluaran sekret pada pasien penyakit paru obstruktif kronik setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada terdapat 23 orang (76.7%) terjadi pengeluar sekret sedangkan 7 orang ( 23.3%) tidak terjadi pengeluaran sekret. 3. Ada perbedaan pengeluaran sekret pada pasien penyakit paru obstruktif kronik sebelum dan setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada, clapping. Ini berarti ada pengaruh fisioterapi dada terhadap pengeluaran sekret pada pasien penyakit paru obstruktif kronik di Balai besar kesehatan paru masyarakat



makassar. Hasil analisis menggunakan uji wilcoxon diperoleh nilai p (0,005). farmakologis khususnya teknik fisioterapi claping bertujuan untuk mengeluarkan sekret yang tertahan Dari saluran nafas.



11



B. Kajian Literatur 1. Hasil Literatur Dari hasil Penelitian yang dilakukan Sholichin (2018) dengan judul “Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Penurunan Resistensi Saluran Nafas Nonelastik Dalam Asuhan Keperawatan Pasien PPOK Di RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda”, Berdasarkan Penelitian ini Penulis menyimpulkan Bahwa Resistensi Saluran Nafas Nonelastik lebih baik sesudah di berikan Fisioterapi dada. Dari hasil Penelitian Sang Hati, Sitti Nurhani (2020) dengan judul “Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makasar”, Di Simpulkan bahwa Ada perbedaan pengeluaran sekret pada pasien penyakit paru obstruktif kronik sebelum dan setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada, clapping. 2. Analisis Literatur Resistensi saluran nafas nonelastik merupakan resistensi terhadap aliran udara dalam saluran nafas pada pasien PPOK yang dikarenakan adanya mukus yang berlebihan di saluran napas. Salah satu cara memperbaiki resistensi saluran nafas nonelastik pada pasien PPOK adalah fisioterapi dada. Fisioterapi dada sangat fektif dalam upaya mengeluarkan mukus dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu, mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernapasan, membantu membersihkan mukus dari bronkus, mencegah penumpukan mukus dan memperbaiki pergerakan dan aliran mukus (Lubis, 12 Februari 2007). penelitian marini dan wulandari (2011) bahwa fisioterpi dada Clapping merupakan penepukkan ringan pada dinding dada dengan tangan dimana tangan membentuk seperti mangkuk.



12



2.



Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Bronkospasma, Peningkatan Produksi Secret, Sekresi Tertahan, Tebal, Sekresi Kental, Penurunan Energy Atau Kelemahan. Intervensi : Bronkodilator misalnya alburetol (ventolin) a. Summary Jurnal



No



Topik



Penulis



Tahun



1



Hubungan Antara Pemakaian Penambahan Antikolinergik Pada Beta-2 Agonis Dengan Kejadian Hipokalemia Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi di RSUDZA Banda Aceh



Andayani 2019 Novita, Andriani Fitri



Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectiona



2



Perbandingan perubahan FEV pemberian



Fajar Amiraula h, Endang



Desain penelitian ini menggunakan desain



2020



Populasi & Sample Sebanyak 47 responden penelitian dimana 42 responden yang menggunakan beta 2 agonis ditambah antikolinergik mengalami hipokalemia.



Populasi penelitian adalah pasien PPOK stabil menjalani rawat 13



Hasil



Kesimpulan



Hasil penelitian ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Harshavardhan dan Chikkahonnaiah mengenai profil elektrolit serum pada 100 pasien PPOK eksaserbasi akut yang menunjukkan rendahnya kadar serum elektrolit khususnya kalium pada pasien PPOK eksaserbasi akut.



Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara penambahan pemakaian antikolinergik pada beta-2 agonis dengan kejadian hipokalemia pada pasien PPOK eksaserbasi.



Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jianget al., (2017) di Tiongkok



Tidak ada perbedaan pemberian bronkodilator dan kombinasi kortikosteroid pada pasien



bronkodilator dan kombinasi kortikosteroid pada pasien penyakit paru obstruktif kronik stabil di instalasi rawat jalan balai besar kesehata paru masyarakat (BBKPM)



Darmawa n, Novita Eva Sawitri, Nur Fahma Laili



observasional dari Desember 2018 sampai April 2019 dengan bahan penelitian berupa hasil uji spirometri, hasil pemeriksaan respiratory rate (rr) serta skala sesah napas dengan BORG Scale sebelum dan setelah pasien PPOK menggunakan bronkodilator kombinasi kortikosteroid diperoleh secara langsung saat pasien melakukan kunjungan ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan oleh seorang dokter



jalan dengan mendapatkan terapi bronkodilator atau kombinasi kortikosteroid Januari sampai November 2018 di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Sampel penelitian sebanyak 57 pasien PPOK stabil dengan memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.



14



yang menyebutkan bahwa pemberian inhalasi ipratropium dan budesonide pada pasien PPOK eksaserbasi akut memiliki hubungan signifikan positif terhadap kenaikan % FEV1. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui pengaruh pemberian bronkodilator dan kombinasi kortikosteroid pada pasien PPOK eksaserbasi akut dengan penurunan % kenaikan FEV1



PPOK stabil di rumah sakit Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta.



B. Kajian Literatur 1) Hasil LIteratur Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Chi-Square yang dihasilkan adalah dengan nilai P-value sebesar 0,000. Nilai P-value yang diperoleh lebih kecil dari tingkat kesalahan (α) yang digunakan yaitu 0,05.Sehingga keputusan yang diambil adalah tolak H0, artinya ada hubungan antara pemakaian Bronkodilator dengan kejadian Hipokalemia. Penggunaan terapi beta-2 agonis dalam jangka panjang dapat menyebabkan penurunanan kadar kalium dan diketahui efek samping dari penurunan kalsium intraseluler akan diikuti dengan masuknya kalium ke dalam intraseluler oleh karena aktifitas Na/KATPase sehingga kadar kalium ekstraseluler akan menurun dan diketahui sebagai penyebab hipokalemia. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan hasil signifikan pada pasien PPOK dengan pemberian bronkodilator dan kombinasi kortikosteroid terhadap penurunan skala sesak napas BORG Scale, hal ini dikarnakan pemberian bronkodilator dan kombinasi kortikosteroid dapat membuka jalan napas pada pasien PPOK stabil serta didukung oleh penelitian Haynes (2012) di Amerika Serikat menyatakan bahwa pemberian salbutamol kombinasi dengan ipratropium bromida dalam bentuk nebulizer tidak memiliki hasil signifikan dalam memperbaiki skala sesak napas BORG scale. Sesak napas adalah gejala yang dapat dirsakan oleh pasien penyakit pernapasan kronik (Crisafulli et al., 2010). Sesak napas secara klinik dapat disebabkan oleh hiperinflasi. Hiperinflasi dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik dari seseorang penderita PPOK. Pemberian terapi secara farmakologi dan non-farmakologi dapat mengurangi terjadinya hiperinflasi dan menghambat keterbatasan aliran udara pada pasien PPOK (Gagnon et al., 2014). 2) Analisis Literaur Hasil penelitian menunjukkan perbedaan hasil signifikan pada pasien PPOK dengan pemberian bronkodilator dan kombinasi kortikosteroid terhadap penurunan skala sesak napas BORG Scale, hal ini dikarnakan pemberian bronkodilator dan kombinasi kortikosteroid dapat membuka jalan napas pada pasien PPOK stabil serta didukung oleh penelitian Haynes (2012) di Amerika Serikat menyatakan bahwa pemberian salbutamol kombinasi dengan ipratropium bromida dalam bentuk nebulizer tidak memiliki hasil signifikan dalam memperbaiki skala sesak napas BORG scale. Sesak napas adalah gejala yang dapat dirsakan oleh pasien penyakit pernapasan kronik(Crisafulli et al., 2010). Sesak napas secara klinik dapat disebabkan oleh hiperinflasi. Hiperinflasidapat menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik dari seseorang penderita PPOK. Pemberian terapi secara farmakologi dan non-farmakologi dapat mengurangi terjadinya hiperinflasi dan menghambat keterbatasan aliran udara pada pasien PPOK (Gagnon et al., 2014). Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain peneliti tidak bisa mengelompokkan sampel penelitian sesuai dengan derajat keparahan PPOK sesuai GOLD (2017) disebabkan oleh jumlah subjek penelitian yang terbatas sehinggadata yang diperoleh tidak terlalu menunjukkan hasil tidak terlalu signifikan antara pemberian bronkodilator dan kombinasi kortikosteroid. Keterbatasan lainnya yaitu peneliti tidak dapat melakukan 15



pemantauan secara berkala sebelumnya atau sesudahnya pada subjek penelitian setelah berobat ke rumah sakit dikarnakan subjek penelitian merupakan pasien baru dan sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang terikat waktu saat berobat kembali serta data rekam medik subjek penelitian pernah berobat ke rumah sakit hanya tersedia data setelah menggunakan terbutalin 0,5 mg saja.



16



3. Kerusakan Pertukaran Gas Berhubungan Dengan Gangguan Supply Oksigen(Obstruksi Jalan Nafas Oleh Sekresi,Spasma Bronkus,Jebakan Udara) Kerusakan Alveo Intervensi : Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan berbicara atau berbincang A. Summary jurnal N Topik Peneliti o 1 Asuhan Lan lan Keperawatan Pada maulana Klien Penyakit Paru yusup Obstruksi Kornis Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas



Tahun 2019



Metode Deskriptif



Populasi&stampel



Kesimpulan



65 juta orang yang menderita PPOK derajat sedang hingga berat.pada tahun 2020. PPOK adalah penyebab utama kematian kelima di dunia dan diperkirakan menjadi penyebab kematian diseluruh dunia 2030



Sistem pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan, diagfragma, isi abdomen, dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi pernafasan 12-15 kali per menit. Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi paru dan difusi



17



2 Asuhan Mohamad 2020 Keperawatan Pada Ramdhan Anak Dirgantara Bronkopneumonia (Bp) Dengan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif



desain penelitian



1.214 orang (3,20%) menempati peringkat ketiga dalam 10 besar penyakit.



18



Berdasarkan hasil asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada anak Bronkopneumonia dengan bersihan jalan nafas tidak efekftif dengan melalui tahapan proses keperawatan secara komprehensif, maka penulis



B. Kajian Literatur 1. Hasil Literatur Berdasarkan hasil penelitian data kesehatan Provinsi Jawa Barat jumlah penyakit obstruksi paru kronik sebesar 2,08% (Dinkes Jabar, 2012). Berdasarkan catatan medical record RSUD Dr. Slamet Garut angka penyakit PPOK pada bulan Januari-Desember 2018 adalah 583 kasus atau sebesar 15%. Kemudian di Ruang Jamrud pasien dengan penyakit PPOK didapatkan sebanyak 15 kasus atau sebesar 1,18% (Sumber: data medikal record RSUD Dr Slamet Garut, 2019). Penyakit paru obstuksi kronis adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan jalan napas yang ireversibel atau reversible parsial.Gangguan yang bersifat progresif akibat pajanan atau gas beracun yang terjadi dalam waktu lama dengan gejala utama sesak napas batuk dan produksi sputum. Hal ini didasari dari kapasitas fisik berupa onset, munculnya sputum sesak napas dan eksaserbasi yang berulang banyak sekali yang terjadi apabila berkaitan dengan PPOK (Kristinawati & Supriyadi, 2014)Kriteria hasil - Sesak napas berkurang - Prekuensi napas dalam batas normal (12-20 x / menit - Tidak ada wheezing, tidak ada ronchi, tidak ada batuk - TTV dalam batas normal (TD :120/80 mmHg, N : 80 x/ menit RR : 12-20 x/ menit S : 36,5 C° Faktor yang mempengaruhi terjadinya bersihan jalan napas adalah merokok. Asap rokok dapat menyebabkan terhambatnya pembersihan mukosiliar dan juga dapat menyebabkan imflamasi pada bronkiolus dan alveoli. Selain asap rokok ada juga pengaruh lain yaitu infeksi, kolonialisis bakteri pada saluran pernapasan secara kronis merupakan suatu pemicu imflamasi pada saluran pernapasan. Adanya kolonialis bakteri menyebabkan peningkatan kejadian imflamasi yang dapat dilihat dari peningkatan jumlah sputum dan percepatan penurunan fungsi paru (Ikawati, 2016) 2. Analisa Literature Hasil penelitian ini di dukung oleh Pemeriksaan laboraterium, pemeriksaan sputum, pemeriksaan radiologi thorak foto, pemeriksaan bronkhogram, pemeriksaan fungsi paru, analisa gas darah dan EKG perlu dilakukan untuk memvalidasi dalam penegakan diagnosa sebagai pemeriksaan penunjang.



19



4. Kerusakan Pertukaran Gas Berhubungan Dengan Gangguan Supply Oksigen(Obstruksi Jalan Nafas Oleh Sekresi,Spasma Bronkus,Jebakan Udara) Kerusakan Alveoli Intervensi : Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri A. Summary jurnal N Topik o 1 Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma Bronkial Dengan Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif



Peneliti



Tahun



Arjuna 2018 Fernando Simanjunta k



Metode



Populasi&stampel



study kasus 113.028 kasus dan jumlah penderita asma tertinggi berada di Surakarta dengan jumlah kasus 10.393 (Dinkes Jawa Tengah, 2013). Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 06 Juni 2016 di Dinas Kesehatan Kota Surakarta dengan melihat data dari 17 puskesmas di Surakarta untuk angka kejadian asma pada tahun 2013 terdapat total penderita asma sebanyak



20



Kesimpulan Asma bronkialadalah gangguan inflamasi kronik pada jalan napas yang ditandai dengan episode mengi, sesak napas , kekakuan dada, dan batu berulang. Inflamasi menyebabkan peningkatan responsivitas jalan napas terhadap stimuli yang multipel. Obstruksi aliran udara yang menyebar yang terjadi selama episode akut biasanya kembali baik secara spontan maupun dengan terapi selama episode akut biasanya kembali baik secara spontan maupun dengan



2.112 penderita, sedangkan pada tahun 2014 jumlah penderita bertambah sebanyak 2.363 orang, 3 dan pada tahun 2015 jumlah anak yang menderita asma terus mengalami peningkatan sebanyak 4.425 orang dan jumlah tertinggi berada di Puskesmas Sibela Mojosongo Kota Surakarta



21



terapi. Ketika sebagian besar episode “serangan” asma relatif singkat, beberapa pasien penderita asma dapat megalami episode yang lenih lama dengan beberapa derajay gangguan jalan napas setiap hari. Pada kasus yanga langka, episode asma akut yang teralu berat sehingga menghasilkan gagal napas dan kematian. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan bahwa prevalensinya terus menerus meningkat, khususnya pada anakanak. Masalah epidemiologi mortalitas dan morbiditas penyakit asma masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja sama dengan organisasi asma di dunia yaitu Global 2 Astma Network (GAN) memprediksikan saat ini jumlah pasien asma di dunia mencapai 334 juta orang, diperkirakan angka ini akan terus mengalami peningkatan sebanyak 400 juta orang pada tahun 2025 dan terdapat 250 ribu kematian akibat asma termasuk anak-anak (GAN, 2014).



Irfiati 2 Asuhan Keperawatan Pada Usman Klien Bronkopneumonia Usia Infant Dengan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif



2019



Mengeksplo Lebih dari setengah terjadi pada 6 Bervariasinya usia anak mulai dari rasi negara, yaitu : India 43 juta, China 21 dalam kandungan sampai sebelum juta, Pakistan 10 juta, Banglades, 18 tahun, menyebabkan anak tidak Indonesia, dan Nigeria 6 juta kasus, selalu dalm kondisi yang sehat. mencakup 44% populasi anak balita Masa pertumbuhan dan di dunia pertahun perkembangan yang dilalui anak tidak selalu berjalan dengan baik, banyak penyebab yang mengganggu kondisi kesehatan anak antara lain faktor sosial ekonomi, lingkungan, fisik dimana fungsi organnya yang belum matur, daya tahan tubuh yang rendah serta malnutrisi yang mempermudah terjadinya penyakit pada anak. Penyakit yang diderita oleh anak dan sering terjadi adalah gangguan sistem pernapasan. Beberapa penyakit gangguan pernapasan diantaranya adalah ISPA, Pneumonia, Asma dan TB (Aryayuni dkk, 2015). Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2013 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Salah satu penyakit ISPA yang menjadi target program pengendalian ISPA adalah Bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian khususnya pada balita. Bronkopneumonia 22



menurut Smeltzer adalah radang pada paru – paru yang mempunyai penyebaran bercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru



23



B.Kajian Literatur 1. Kajian literatur Berdasar kan hasil penelitian Penyakit asma telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan bahwa prevalensinya terus menerus meningkat, khususnya pada anak-anak. Masalah epidemiologi mortalitas dan morbiditas penyakit asma masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja sama dengan organisasi asma di dunia yaitu Global 2 Astma Network (GAN) memprediksikan saat ini jumlah pasien asma di dunia mencapai 334 juta orang, diperkirakan angka ini akan terus mengalami peningkatan sebanyak 400 juta orang pada tahun 2025 dan terdapat 250 ribu kematian akibat asma termasuk anak-anak (GAN, 2014). Dahulu, penyakit ini bukan merupakan penyebab kematian yang berarti. Akan tetapi, dewasa ini beberapa Negara melaporkan bahwa angka kematian akibat penyakit asma terus meningkat. Di Amerika Serikat, dari berbagai penelitian yang dilakukan di laporkan bahwa prevalensi asma secara umum sebanyak 5 % atau sebanyak 12,5juta penderita. Bukan hanya di Amerika Serikat, negara-negara lain juga melaporkan bahwa angka kematian anak akibat penyakit asma terus mengalami peningkatan. Prevelensi penyakit asma di 2 Australia bervariasi dari 7% sampai 13% dengan angka kejadian asma pada anak lakilaki usia 10 tahun lebih banyak 1,5 sampai 2 kali lipat dari anak perempuan. Angka kejadian asma pada anak laki-laki dan anak perempuan berbandingan 3:2 untuk usia 6 - 11 tahun, dan 8:5 untuk anak usia 12-17 tahun (Rahajoe, 2015). Penyakit asma di Indonesia termasuk dalam sepuluh besar penyakit penyebab kesakitan dan kematian. Angka kejadian asma tertinggi dari hasil survey Riskesdas di tahun 2013 mencapai 4.5% dengan penderita terbanyak adalah perempuan yaitu 4.6 % dan laki-laki sebanyak 4.4% (Kemenkes RI, 2014). 3 Penderita asma di Jawa tengah pada tahun 2013 berjumlah 113.028 kasus dan jumlah penderita asma tertinggi berada di Surakarta dengan jumlah kasus 10.393 (Dinkes Jawa Tengah, 2013). Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 06 Juni 2016 di Dinas Kesehatan Kota Surakarta dengan melihat data dari 17 puskesmas di Surakarta untuk angka kejadian asma pada tahun 2013 terdapat total penderita asma sebanyak 2.112 penderita, sedangkan pada tahun 2014 jumlah penderita bertambah sebanyak 2.363 orang, 3 dan pada tahun 2015 jumlah anak yang menderita asma terus mengalami peningkatan sebanyak 4.425 orang dan jumlah tertinggi berada di Puskesmas Sibela Mojosongo Kota Surakarta (Dinkes Surakarta, 2015). 2. Analisa Literatur Penelitian ini di dukung terhadap penyakit asma akhir – akhir ini terus menerus berkembang untuk mengetahui penyebab pasti dari penyakit asma. Meskipun penyebab pasti penyakit asma masih belum diketahui secara jelas, namun ada beberapa faktor risiko umum yang menjadi pencetus terjadinya kekambuhan asma yaitu udara dingin, debu, asap rokok, stress, infeksi, kelelahan, alergi obat dan alergi makanan (Riskesdas, 2013). Penyakit asma tidak bisa disembuhkan, akan tetapi dengan penanganan yang tepat asma dapat terkontrol sehingga kualitas hidup penderita dapat terjaga. Gejala klinis asma yang khas adalah sesak napas yang berulang 24



dan suara mengi (wheezing) akan tetapi gejala ini bervariasi pada setiap individu, berdasarkan tingkat keparahan dan frekuensi kekambuhannya (WHO, 2016). 4 Adapun, gejala khas yang lain yaitu adanya batuk produktif yang memburuk 4 terutama pada malam hari atau menjelang pagi, dan dada terasa tertekan. Dikatakan asma, jika penderita pernah mengalami sesak napas yang terjadi bila terpapar langsung oleh satu atau lebih dari kondisi seperti allergen (makanan), udara dingin, stres, flu, kelelahan, alergi obat dan alergi hirupan seperti : debu, asap rokok (Riskesdas, 2013).



25



5. Gangguan Rasa Nyaman “Nyeri” Berhubungan Dengan Penumpukan Gas Dilambung Intervensi :Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga kelaskan tentang sakit yang dialami A. Summary Jurnal NO



Topik



Peneliti



Tahun



Metode



Populasi dan



Hasil



Kesimpulan



Sampel 1



Asuhan



Sudung



Keperawata n Pada



2020



Study



Pada tahun



Kelima jurnal tersbut



Berdasarkan hasil



Fernando



kepustaka



2016 terdapat



memiliki hubungan



Systematic Review yang



Sinambela



an dan



17,5 juta jiwa



satu sama lain



telah dilakukan bahwa



Klien Yang



study



(31%). Dari 58



dimana sama-sama



latihan inspirai muscle



Mengalami



literatur



juta angka



membahas tentang



training merupakan latihan



Congestive



kematian



cara mengatasi



yang cukup efektif untuk



Heart



disebabkan



masalah gangguan



menstabilkan sirkulasi



Failure



oleh penyakit



pertukaran gas pada



oksigen dan meningkatkan



(Chf)



Congestive



klien Congestive



saturasi oksigen. Latihan ini



Dengan



Heart Failure



Heart Failure dan



membantu meningkatkan



Gangguan



(CHF)



intervensi non



otot pernafasan dan



Pertukaran



farmakologis yang



meningkatkan ventilasi



Gas Dalam



digunakan adalah



oksigen pada pasien gagal



Penerapan



pemberian terapi



jantung. Latihan ini



Terapi



Inspiratory Muscle



merupakan intervensi



26



Inspiratory



Training.



keperawatan mandiri yang



Muscle



dilakukan oleh perawat dan



Training Di



mudah untuk dilakukan



Rumah



dalam memperbaiki



Sakit



sirkulasi,



Umum



meningkatkankapasitas



Daerah



fungsional, menstabilkan



Pandan



status heomodinamik, dan



Kabupaten



membantu klien melakukan



Tapanuli



aktivitas yang tepat sesuai



Tengah



dengan kapasitas fungsional



Tahun 2020



pada pasien dengan gagal jantung kongestif



2



Hubungan



Wahyu



Pola Makan



Pratiwi



2013



Kuantitatif



Santri pondok



Analisis univariat



Santri pondok Pesantren



dengan



Pesanten Daar



menunjukkan 55%



Daar El-Qolam Gintung,



Dengan



desain



El-Qolam



mayoritas responden



Jayanti, Tangerang yang



Gastritis



studi



Gintung,



memiliki gastritis



terdapat gastritis lebih



Pada



Cross



Jayanti,



bayak dengan persentase



Remaja Di



Sectional



Tangerang



sebesar 55% dibandingkan



Pondok



dengan jumlah



santri tidak memiliki



Pesantren



60 responden



gastritis



Daas El-



yang diambil 27



Qolam



dengan metode



Gintung,



Startified



Jiyanti,



random



Tangerang



sampling



28



B. Kajian Literatur 1. Hasil Literatur Berdasarkan penelitian dari Sinambela menyatakan bahwa hasil penelitian gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakkan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan metabolism jaringan tubuh pada keadaan tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi (Azkalika, 2017). Congestive Heart Failure (CHF) atau sering disebut gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis



yang kompleks,



dimandidasari oleh ketidakmampuan jantung untuk



memompakkan darah ke seluruh jaringan tubuh yag adekuat, mengakibatkan gangguan structural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan gagal jantung memiliki tanda dan gejala sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau saat melakukan aktivitas, rasa lemah, tidak bertenaga, retensi air seperti kongestif paru, edema tungkai, dan terjadi abnormalitas dari struktur jantung dan fungsi jantung (Noralita, 2018). Penelitian dari Wahyu menyatakan bahwa pola makan berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Soegeng, 2014) 2. Analisa Literatur Hasil penelitian ini didukung oleh pemberian terapi Inspiratory Muscle Training dengan masala pertukaran gas penyakit Congestive Heart Failure. Dan hasil penelitia yg selanjutnya didukung oleh Cross-sectional (potong lintang) memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat, hanya menjelaskan hubungan keterkaitan.



29



6.Kurang pengetahuan adalah ketiadaaan atau defisiensi indormasi kognitif yang tidak adekuat terhadap pengetahuan Intervensi :Gambaran Tanda Dan Gejala Yang Bisa Muncul Pada Penyakit Dengan Cara Yang Tepat A. Summary Jurnal No 1.



Topik



Penelitian



Self Care Nita Education Arisanti Terhadap Yulanda. Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik.



Tahun 2019



Metode



Populasi & Sampel Penelitian ini Semua merupakan pasien penelitian PPOK yang kuantitatif. terdaftar di UPT.



30



Hasil



Kesimpulan



Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden penelitian sebelum dilakukan intervensi mempunyai nilai rerata kualitas hidup sebesar 1622.280 dan nilai rerata kualitas hidup setelah dilakukan intervensi terjadi penurunan yaitu menjadi 1568.750 terdapat selisih rerata sebesar 53.53. Rerata nilai kualitas hidup diketahui lebih rendah pada hasil setelah dilakukan intervensi. Dari hasil uji paired sample T test diperoleh p=0,041



Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan terdapat pengaruh self care education terhadap kualitas hidup pasien PPOK. Sehingga diharapkan perawat dapat mengimplementasikan peranannya sebagai educator kepada pasien PPOK, dan fasilitas kesehatan agar menyediakan layanan konseling agar pasien PPOK dapat mendiskusikan masalah yang berkaitan dengan penyakit dan mencari solusi bersama agar dapat meningkatkan kualitas hidupnya.



2.



FaktorFaktor Kualitas Hidup Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik.



Tri Antika Rizki Kusuma Putri.



2021



yang berarti ada perbedaan signifikan kualitas hidup sebelum dan sesudah intervensi. Menurut Jia et al (2018) pengetahuan yang kurang pada pasien tentang PPOK membuat tenaga kesehatan harus mengambil tindakan untuk meningkatkan pengetahuan pasien PPOK. Penelitian ini Sampel Hasil menggunakan dalam penelitian ini metode penelitian menunjukan bahwa kuantitatif, ini faktor yang paling dengan sebanyak memengaruhi kualitas pendekatan 71 hidup pasien waktu responden PPOK adalah jenis pengumpulan pasien kelamin (OR 0.287), data cross PPOK yang domain pergerakan sectional. menjalani fisik (OR 0.484), dan rawat jalan faktor di pendidikan (OR Rumah 0.439). Kualitas hidup Sakit dapat ditingkatkan Muhamadiy dengan meningkatkan ah aktivitas Bandung. klien. Perawat dan petugas kesehatan lain 31



Kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan meningkatkan aktivitas klien. Perawat diharapkan dapat; meminimalkan gejala, melakukan pencegahan terjadinya eksaserbasi, pencegahan terjadinya penurunan fungsi paru, dan peningkatan kualitas hidup. Perawat juga diharapkan dapat memberikan pemahaman yang bersifat preventif mengenai bahaya



perlu memperhatikan intevensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas pasien untuk mencegah eksaserberasi terutama pada fase rehabilitasi.



32



kekambuhan yang dialami pasien PPOK dengan memberikan pengetahuan tentang cara berlatih pernapasan yang efektif dan edukasi terkait pentingnya menjauhkan diri dari penyebab timbulnya sesak napas seperti asap rokok, debu, dan zat partikel lainnya yang sensitif bagi pernapasan.



B. Kajian Literatur 1. Hasil Literatur Pada penelitian ini juga didapatkan sebagian besar responden berpendidika sekolah dasar (SD). Menurut Jia et al (2018) pengetahuan yang kurang pada pasien tentang PPOK membuat tenaga kesehatan harus mengambil tindakan untuk meningkatkan pengetahuan pasien PPOK. Pendidikan, pembelajaran, dan manajemen diri merupakan proses saling bergantungan yang diperlukan untuk mencapai perubahan perilaku dan sehingga mampu meningkatan kesehatan (Blackstock et al, 2018). Pada hasil post test skor kualitas hidup mengalami penurunan nilai, hal ini menunjukkan bahwa kualitas hidup responden semakin baik Hasil penelitian menunjukkan self care education yang berisikan tentang pengetahuan tentang PPOK, bagaimana tentang latihan napas, dan cara merawat diri secara mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien PPOK mampu mempengaruhi kualitas hidup pasien PPOK. Pada responden secara umum menunjukkan adanya peningkatan menjadi lebih baik. Tingkat kualitas hidup berdasarkan analisis diketahui bahwa responden penelitian pada sebelum diberikan self care education. Pasien dengan PPOK an menunjukkan tanda dan gejala berupa batuk produktif dengan sputum purulen, bunyi napas wheezing, ronki kasar ketika inspirasi danekspirasi. Pasien dengan PPOK juga akan menunjukkan gejala penurunan berat badan, penurunan compliance paru dan obstruksi jalan napas. Pasien seringkali mendefinisikan sesak napas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas, rasa berat saat bernapas, gasping dan air hunger Pasien PPOK memiliki ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara normal selama pernapasan terutama pada saat fase ekspirasi. Ketidakmampuan pasien dalam mencapai udara normal disebabkan karena adanya obstruksi pernapasan yang dapat mengakibatkan paru-paru mudah untuk mengempis, sehingga terjadi penurunan aliran puncak ekspirasi yang akan memberikan dampak. sesak napas atau dyspnea. Kualitas hidup dipengaruhi oleh tingkat kemandirian, kondisi fisik dan psikologis, aktivitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga. Pada umumnya pasien PPOK mengalami keterbatasan, sehingga kualitas hidup pasien tersebut menjadi mengalami penurunan. Kualitas hidup merupakan komponen yang komplek mencakup kesehatan psikologis dan mental, fungsi kognitif, kesehatan fungsi fisik, usia harapan hidup, kepuasan kehidupan, pendapatan, kondisi tempat tinggal, dukungan sosial dan jaringan sosial (Sutikno, 2011). Hal tersebut dapat dicapai dengan adanya keyakinan dari dalam diri pasien untuk melakukan perawatan tertentu yang dapat membantu pasien untuk bernapas lebih baik, hidup lebih aktif dan lebih lama. Keyakinan seseorang tentang kemampuan mereka untuk menghasilkan tindakan yang ingin dicapai dan mempunyai pengaruh pada kehidupan mereka disebut dengan efikasi diri (Bandura, 2004).



33



2. Analisa Literatur Dari hasil 2 jurnal yang di dapatkan bahwa pengaruh pada Gambaran Tanda Dan Gejala Yang Bisa Muncul Pada Penyakit Dengan Cara Yang Tepat efektif bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan mengenai Tanda dan Gejala mengenai penyakit PPOK. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan terdapat pengaruh self care education terhadap kualitas hidup pasien PPOK. Sehingga diharapkan perawat dapat mengimplementasikan peranannya sebagai educator kepada pasien PPOK, dan fasilitas kesehatan agar menyediakan layanan konseling agar pasien PPOK dapat mendiskusikan masalah yang berkaitan dengan penyakit dan mencari solusi bersama agar dapat meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan pengetahuan mengenai Tanda dan Gejala PPOK itu sendiri.



34



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan, hasil-hasil penelitian tentang beberapa intervensi diagnosa keperawatan pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) berdasarkan pada evidence based practice (EBP). Di dapatkan jurnal-jurnal yang mendukung intervensi keperawatan pada pasien PPOK dengan diagnosa : a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energy atau kelemahan. b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan sup[ly oksigen (Obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusahan alveoli. c. Gangguan rasa nyaman ‘nyeri’ berhubungan dengan penumpukan gas lambung. d. Kurang pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang tidak adekuat terhap pengetahuan. B. SARAN Setelah membaca makalah ini kami mengharapkan semoga kita sebagai calon perawat bisa tahu benar tentang Pendidikan Kesehan Berdasarkan Hasil Penelitian (Evidence Base Practice) pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Sehingga bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan menurut makalah ini. Maka kami harap pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.



35



DAFTAR PUSTAKA Yulanda, N. A., Ridhowati, E. R., Mita, M., & Larasati, A. (2019). Self Care Education Terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 8(2), 125-131. Putri, T. A. R. K., Anggraini, D., & Merdekawati, D. (2021). Faktor-Faktor Kualitas Hidup Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik Jurnal Keperawatan BSI, 9(1), 27-33. Sholichin. 2018. Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Penurunan Resistensi Saluran Nafas Nonelastik Dalam Asuhan Keperawatan Pasien PPOK Di RSUD ABDUL WAHAB SYAHRANIE SAMARINDA. Jurnal Kesehatan Pasak Bumi Kalimantan (Publikasi Artikel Scince dan Art Kesehatan, Bermutu, Unggul, Manfaat dan Inovatif) JKPBK, 1(2), 84-95. Hati, Sang, Sitti Nurhani. 2020. Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar. Jurnal Mitrasehat, 10(1), 2089-2551. Andayani, Novita, Fitri Andriani, and Soraya Rezeki. "Hubungan Antara Pemakaian Penambahan Antikolinergik Pada Beta-2 Agonis Dengan Kejadian Hipokalemia Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi di RSUDZA Banda Aceh." MEDICUS DARUSSALAM 1.2 (2019): 77-83.



36